Anda di halaman 1dari 8

Nama : Aulia Nur Azizah

ID : CDO04

Social Innovation

Social Innovation didefiniskan oleh Frost & Sullivan (2016) sebagai sebuah penggabungan
antara teknologi dengan model bisnis yang membawa dampak positif bagi kehidupan
seseorang dan kelompok masyarakat, serta menghasilkan nilai-nilai tertentu atau creating
shared value (CSV). Terdapat stakeholder yang terlibat dalam penciptaan nilai tersebut,
seperti perusahaan, social enterprises, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
lembaga Pendidikan, dan juga organisasi publik lainnya (Raditya, 2019). Kemudian, inovasi
harus dirancang untuk menguntungkan penerima manfaat dan inovator. Namun, penerima
manfaat harus terlebih dahulu menunjukkan bahwa kondisinya membaik. Setelah itu inovator
baru dapat menuai manfaat ekonomi.

Lalu, mengapa inovasi sosial itu penting? Karena masalah sosial adalah milik bersama dan
harus diatasi dengan cara tertentu. Selain itu, masalah besar seperti masalah sosial juga
menciptakan peluang bisnis yang sangat besar. Ini membuktikan bahwa lebih dari 80%
pertumbuhan ekonomi dapat dikaitkan dengan inovasi dan penerapan pengetahuan baru.

Contoh penggunaan inovasi sosial adalah pendirian eFishery dengan latar belakang masalah
tahun 2020 ketika 811 juta orang menderita kelaparan di seluruh dunia. eFishery melihat ini
sebagai peluang untuk mengatasi masalah ini melalui inovasi dalam bisnis akuakultur, yang
dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan.

Dalam memahami social innovation, ada 4 perspektif yang bisa dijadikan pertimbangan.
Yaitu sebagai berikut:

1. Benefit Oriented, dimana keuntungan dan kemaslahatan berjalan beriringan.


2. Created Value, dimana pemetik manfaat tidak sekedar dapat meningkatkan
penghasilan tetapi kapasitasnya pun ikut meningkat.
3. Sustainability, dimana inovasi yang dilakukan harus berkelanjutan.
4. Developing Micro Industry, dimana pemetik manfaat tidak sekedar dapat
meningkatkan penghasilan tetapi kapasitasnya pun ikut meningkat serta menjaga
sebuah dinamika kehidupan agar adil dan sejahtera sehingga tidak ada jarak mencolok
antara pemilik modal dan pelaksana modal.
Agar inovasi sosial berhasil, beberapa hal perlu dilakukan. Pertama terkait nilai/value yang
mempertimbangkan permintaan. Kedua, viable: Apakah berkelanjutan secara finansial?
Inovasi sosial tentu membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Bagaimana saya bisa
mendapatkan arus kas terus menerus? Dengan mengetahui “model bisnis” dan “model
pembiayaan berkelanjutan” perusahaan. Ketiga, impact: Apakah berjalan seperti yang
diharapkan? Dampak ini berbeda dari nilai dan permintaan. Kita perlu mempertimbangkan
dampak inovasi terhadap masyarakat. Keempat, scalable: Apakah skalanya akan meningkat?
Setelah menginvestasikan banyak waktu, energi dan uang dan memastikan inovasi bekerja,
ada keinginan untuk meningkatkan skala penerima manfaat. Dan yang terakhir feasible:
Bisakah Anda membuatnya? Jika solusi tertentu yang Anda pikirkan terlalu rumit, versi yang
lebih sederhana mungkin bisa digunakan. Namun, salah satu aspek kelayakan adalah biaya
produk, yaitu biaya pengembangan, rekayasa, pengiriman, dukungan, dan pemeliharaan.

Tentu saja, dalam melakukan inovasi sosial, ada tantangan yang harus diatasi, seperti tuntutan
pertumbuhan. Pemegang saham seringkali memberikan tekanan pada perusahaan untuk
mendapatkan keuntungan jangka pendek, yang tidak sejalan dengan visi. Profitabilitas jangka
pendek dan keberlanjutan jangka panjang sering kali bertentangan, sehingga para pemimpin
perlu mengartikulasikan hal ini. Juga, kecurigaan sering muncul ketika ada kecurigaan di
dalam perusahaan bahwa mereka tidak benar-benar berbisnis. Namun ternyata mereka hanya
mengejar tujuan ekonomi, tidak benar-benar berusaha mempengaruhi masyarakat.

Selanjutnya, dalam implementasi inovasi sosial harus melalui beberapa tahapan. Yang
pertama adalah menganalisis masalah yang akan dipecahkan, seperti krisis, masalah publik,
kemiskinan, dll. Tahap kedua menyangkut penyempurnaan metode dan konsep. Langkah
ketiga adalah menguji ide dan mewujudkannya. Keempat, mempraktikkan ide itu dalam
kehidupan sehari-hari. Dan pada tahap keenam, kami akan menerapkan inovasi seperti
legalisasi dan pengembangan organisasi. Dan terakhir, solusi yang ditawarkan harus
didasarkan pada keputusan pasar yang beralasan agar efektif.

Sustainable Development Goals (SGDs)

SDGs adalah singkatan dari Sustainable Development Goals, juga dikenal sebagai Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (TPB) dalam bahasa Indonesia. Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan merupakan kerangka acuan pembangunan yang akan digunakan hingga tahun
2030. SDGs merupakan inisiatif global yang bertujuan untuk menciptakan kehidupan
manusia yang lebih baik dalam hal sosial dan ekonomi dan menciptakan sinergi dengan
lingkungan.

Sejarah SDGs dimulai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang menjadi perhatian
masyarakat internasional dan para ahli. Konsep pembangunan berkelanjutan semakin
mengemuka dengan munculnya Sustainable Development Goals untuk menggantikan
Millenium Development Goals yang telah berakhir pada tahun 2015. Millennium
Development Goals merupakan paradigma pembangunan global yang dideklarasikan pada
Millennium Summit pada September 2000 di New York, yang dihadiri oleh 189 Negara
Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Ada 17 target sasaran dari SDGs, yaitu sebagai berikut: 1) Mengakhiri Kemiskinan, 2)
Mengakhiri Kelaparan, 3) Kesehatan yang baik dan kesejahteraan, 4) Pendidikan Bermutu, 5)
Kesetaraan Gender, 6) Akses Air Bersih dan Sanitasi, 7) Energi Bersih dan Terjangkau, 8)
Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, 9)  Infrastruktur, Industri, dan Inovasi, 10)
Mengurangi Ketimpangan, 11) Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan, 12) Konsumsi dan
Produksi yang Bertanggung Jawab, 13) Penanganan Perubahan Iklim, 14) Menjaga
Ekosistem Laut, 15) Menjaga Ekosistem Darat, 16) Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan
yang Kuat dan 17) Kemitraan untuk mencapai Tujuan

Pemerintah Indonesia melakukan beberapa upaya untuk mencapai SDGs. Di bidang


pendidikan misalnya, ada program peningkatan akses dan kualitas pendidikan seperti
program Satu Atap (SATAP), SM3T dan Kampus Merdeka. Kemudian untuk mengentaskan
kemiskinan, ada Program Keluarga Harapan (PKH) dari pemerintah.

Konsep Triple Bottom Line berkaitan dengan SDGs dan memiliki tiga pilar indikator,
indikator pertama pembangunan manusia seperti pendidikan dan kesehatan atau
pembangunan manusia (people), indikator kedua adalah pembangunan ekonomi atau
pertumbuhan ekonomi (profit), dan indikator ketiga adalah pembangunan lingkungan
(planet), seperti ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan yang baik.

Jadi mengapa SDGs penting? SDGs penting untuk diimplementasikan SDGs yang dipadukan
dengan inisiatif strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan implementasi
kebijakan sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan sosial (pendidikan, kesehatan, jaminan
sosial, kesempatan kerja, dll) menggarisbawahi pentingnya upaya pengentasan kemiskinan
yang harus diterapkan secara menyeluruh, serta kebijakan untuk memerangi perubahan iklim
dan melindungi lingkungan.

Salah satu perusahaan yang berkontribusi dalam pencapaian SDGs adalah Pertamina. Sebagai
perusahaan energi milik negara, Pertamina selalu memperhatikan konservasi dan efisiensi
penggunaan sumber daya alam, mengelola limbah pangan dan produksi serta
mempromosikannya secara tepat sasaran. Pertamina secara aktif mendorong rantai pasokan
dan konsumen dalam operasinya untuk mengurangi limbah dan daur ulang. Oleh karena itu,
pada tahun 2030, Pertamina dan para pemangku kepentingannya bergerak menuju perilaku
konsumen yang lebih berkelanjutan.

Untuk perkembangan SDGs di Indonesia sendiri, berdasarkan Sustainable Development


Report tahun 2021, Indonesia berada di peringkat 82 dari 163 negara dengan poin 69.16
(Sustainable Development Report, 2021). Posisi tersebut cukup rendah dari poin target 100
dan terutama sebagian besar negara kawasan Asia Tenggara berada di atas peringkat
Indonesia. Terdapat 17 tujuan besar SDGs yang harus dicapai, Indonesia masih belum
mencapai indikator yang telah ditetapkan. Hal ini kemudian menarik untuk dibahas secara
lanjut, sebab Indonesia merupakan negara yang memiliki perekonomian cukup baik namun,
dalam pencapaian SDGs, Indonesia masih tergolong peringkat rendah. (Yustika Oktaviani,
2022)

Social Enterprise

Social enterprise adalah bentuk kewirausahaan yang ditujukan untuk memecahkan masalah
sosial daripada mencari keuntungan. Usaha sosial bukan untuk mencari keuntungan, tetapi
bukan berarti tidak bisa menghasilkan keuntungan, melainkan lebih fokus pada penyelesaian
masalah sosial, terutama masalah ekonomi yang ada di masyarakat.

Seperti disebutkan sebelumnya, tujuan utama dari wirausaha sosial itu sendiri adalah untuk
memecahkan masalah sosial dan lingkungan. Usaha sosial dapat berbentuk penciptaan
lapangan kerja, memberikan pelatihan, mengembangkan keterampilan dan keterlibatan
masyarakat, dan menyediakan layanan masyarakat. Dana yang digunakan untuk mencapai
tujuan ini diinvestasikan kembali dalam menciptakan dampak sosial. Usaha sosial tidak
mencari keuntungan karena didasarkan pada kesadaran individu atau kelompok orang yang
melihat masalah yang muncul di masyarakat dan mencari solusi untuk menyelesaikannya.
Selain itu, berikut adalah beberapa tips untuk memulai social enterprise:

1. Menyeimbangkan profit dan impact: Semakin banyak komunitas blue collar yang
diuntungkan, maka akan semakin banyak pula mendapatkan profit dari perusahaan
yang menjadi channel.
2. Menjaga kepercayaan: Dengan cara menjalin interaksi pihak-pihak yang sebenarnya
butuh untuk melakukan kebaikan dengan para beneficiaries dan konten apa yang
dilakukannya.
3. Menentukan Salary: Dapat dilakukan dengan prinsip “Enough for you to focus on
your business”.

Perusahaan sosial juga memiliki beberapa karakteristik. misi/dampak sosial (memiliki


misi/dampak sosial), pemberdayaan (memiliki proses pemberdayaan), prinsip bisnis yang
beretika (penerapan prinsip bisnis yang sejalan dengan etika), dan keberlanjutan misi sosial.

Salah satu contoh social enterprise yang ada di Indonesia pada bidang Pendidikan adalah
Ruangguru. Platform ini menyediakan layanan belajar dengan memanfaatkan perkembangan
teknologi. Ruangguru berkontribusi untuk membantu meningkatkan kualitas guru dengan
menciptakan lapangan pekerjaan tambahan bagi para guru di Indonesia.

Corporate Social Responsibility (CSR)

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mengemukakan


pengertian CSR sebagai suatu komitmen dalam bisnis yang berkontribusi dalam
mengembangkan ekonomi yang berkelanjutan, pekerja dalam perusahaan, keluarganya, serta
komunitas lokal dan masyarakat umum dalam rangka untuk dapat memperbaiki kualitas
hidup (Pramudya, 2022).

Sejarah CSR diawali pada tahun 1950 oleh Howard R. Bowen yang mengatakan bahwa
“Kewajiban Perusahaan menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yg
hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan beroperasi.” Yang kemudian pada tahun
1960 dikembangkan oleh Keith Davis melalui Iron Law of Social Responsibility yang
mengatakan “ Tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif dengan size atau
besarnya perusahaan.” Semakin besar perusahaan, maka semakin besar juga tanggung
jawabnya. Selanjutnya diperluas lagi oleh Archie B. Carroll pada 1971 dengan
bekembangnya stakeholder theory. Perusahaan harus memberi perhatian penuh pada
pengembangan fungsi-fungsi ekonomi masyarakat Dunia bisnis tentang perubahan nilai
dalam masyarakat Perlu menyadarkan tetang keprihatinan pada lingkungan hidup dan upah
kerja yang wajar.

Tujuan CSR itu sendiri, sebagai perpanjangan dari pendanaan tradisional, adalah untuk
meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan akuntabilitas organisasi yang bebas,
berdasarkan penerapan kontrak sosial antara organisasi dan masyarakat. , tujuannya adalah
untuk menginformasikan investor. Kegiatan CSR dapat bermanfaat tidak hanya perusahaan,
tetapi juga pihak lain, seperti individu karyawan dan peserta program.

Dalam praktik CSR, dikenal konsep triple bottom line yang menggambarkan dan mengontrol
tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dalam 3P (Planet, Profit, People), sudah
dikenal luas. Profit berarti laba yang dihasilkan oleh perusahaan, People berarti tanggung
jawab sosial, dan Planet berarti tanggung jawab lingkungan.

Archie B. Carroll, seorang profesor di University of Georgia, mengungkapkan pada tahun


1991 bahwa tanggung jawab sosial perusahaan direpresentasikan dalam bentuk piramida,
dengan piramida bawah mewakili tingkat tanggung jawab sosial terendah. Dari yang terendah
hingga tertinggi, tingkatannya adalah: (Utama, 2021)

1. Tanggung Jawab Ekonomi (Economic Responsibilities)

Tingkat pertama dan terpenting dari piramida adalah tanggung jawab keuangan
perusahaan. Persyaratan dasar bagi sebuah perusahaan untuk ada adalah untuk
menghasilkan keuntungan. Jika persyaratan ini tidak terpenuhi, perusahaan tidak
dapat bertahan dan akibatnya tidak dapat pindah ke tingkat piramida lainnya.

2. Tanggung jawab hukum (Legal Responsibilities)

Setelah memenuhi tanggung jawab keuangannya, perusahaan harus memastikan


bahwa operasi bisnisnya mematuhi persyaratan hukum yang berlaku. Seperti halnya
persyaratan bisnis, kegagalan untuk memenuhi persyaratan hukum dapat
membahayakan kelangsungan hidup perusahaan dan mencegahnya maju ke tingkat
piramida berikutnya. Persyaratan hukum ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada,
undang-undang tenaga kerja, kesehatan dan keselamatan.

3. Tanggung jawab etika (Ethical Responsibilities)


Tingkat berikutnya dalam piramida adalah etika bisnis. Pada tahap ini, perusahaan
melampaui persyaratan hukum dengan bertindak secara moral dan etis. Dengan kata
lain, perusahaan membuat pilihan sadar untuk "melakukan hal yang benar".

4. Philantrophic/ Discretionary Responsibilities

Setelah fondasi piramida ekonomi, hukum, dan etika berada di tempatnya, perusahaan
dapat melanjutkan ke tingkat akhir piramida: tanggung jawab filantropi. Pada tingkat
ini, perusahaan melampaui tanggung jawab etis untuk secara aktif memberi kembali
dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.

CSR juga merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari etika bisnis. Bisa dikatakan bahwa
etika bisnis merupakan fondasi dari munculnya CSR, dimana nilai-nilai dari norma dari etika
bisnis tersebutlah yang menjadi acuan bagi pelaksanaan CSR.

Dalam pelaksanaannya, CSR juga harus dilakukan dengan langkah dan strategi mulai dari
perencanaan, persiapan, pengungkapan dan evaluasi. Langkah-langkah dan strategi tersebut
merupakan parameter pelaksanaan CSR dan juga dapat diukur jika diinginkan. Langkah-
langkah dan strategi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pemetaan sosial atau
analisis sosial. Analisis sosial adalah petunjuk untuk menangkap dan memahami realitas yang
kita hadapi dengan menguraikan syarat untuk melaksanakan CSR di bidang ini.

Contoh perusahaan yang melaksanakan program CSR di Indonesia adalah PT. Holcim. Salah
satu program yang dijalankan PT. Holcim yaitu pembuatan Posdaya. Ini dilakukan dalam dua
fase selama implementasinya. Yaitu, analisis kebutuhan dan sosialisasi berkelanjutan di
masyarakat sasaran pelaksana Posdaya. Sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat, PT
Holcim tidak serta merta membuat program Posdaya dapat dinikmati oleh masyarakat, namun
PT Holcim akan berkoordinasi dengan Kelurahan dan masyarakat terlebih dahulu. Dalam
proses tersebut, segala macam kegiatan posdaya disediakan oleh masyarakat dengan
memperhatikan aspek-aspek potensial dari topik-topik posdaya. (Triyono, n.d.)
Daftar Pustaka

Pramudya, A. (2022, June 1). 10+ Pengertian CSR Menurut Para Ahli, Tujuan dan Manfaatnya 
Tulisan ini diambil dari sumber: https://lindungihutan.com/blog/pengertian-csr-menurut-
para-ahli/. Https://Lindungihutan.Com/Blog/Pengertian-Csr-Menurut-Para-Ahli/.

Raditya, D. (2019, April 23). Sociopreneur: Sebuah Kontribusi Sarjana Sosial-humaniora.


Https://Chub.Fisipol.Ugm.Ac.Id/2019/04/23/Sociopreneur-Sebuah-Kontribusi-Sarjana-
Sosial-Humaniora/.

Sustainable Development Report. (2021).

Triyono, A. (n.d.). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Community Development Program


Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) Pt. Holcim Indonesia Tbk Pabrik Cilacap.

Utama, S. (2021, July 8). CSR. Https://Www.Indonesiare.Co.Id/En/Article/Csr.

Yustika Oktaviani, A. (2022, June 17). Bagaimana Pencapaian Sustainable Development Goals di
Indonesia? Https://Kumparan.Com/Andiyusoktav/Bagaimana-Pencapaian-Sustainable-
Development-Goals-Di-Indonesia-1yHeQacJQgG/1, 1–1.

Anda mungkin juga menyukai