Anda di halaman 1dari 7

KEKUDUSAN

Versi John Wesley

Profile

Wesley (1703 -- 1791) berasal dari keluarga yang sangat mengutamakan kesopanan dan
keteraturan. Ayahnya, Pdt. Samuel Wesley, adalah seorang rohaniwan yang terpelajar dan saleh,
yang melayani di Epworth, Lincolnshire. Ibunya, Susanna, adalah putri seorang pendeta non-
Conformist. John merupakan anak kelima belas dari sembilan belas bersaudara. Ketika Wesley
berusia 6 tahun, rumah pendeta di Epworth terbakar. Seorang tetangganya, dengan berdiri di atas
pundak kawannya, menolong anak itu dari sebuah jendela di tingkat dua. Kelak, Wesley yang
menyebut dirinya "Bara yang Meletup", tidak pernah meragukan bahwa Allah telah memelihara
hidupnya. Pada usia 17 tahun, Wesley melanjutkan studinya ke Universitas Oxford. Ia membaca
banyak hal dan terutama terkesan oleh bapak-bapak gereja yang mula-mula dan buku-buku
ibadah klasik. Dari "Holy Living" karangan Jeremy Taylor, "Imitation of Christ" karangan
Thomas a Kempis, dan "Serious Call to Holy Life" karangan William Law, Wesley belajar
bahwa kehidupan Kristen merupakan pengudusan dari keseluruhan manusia dalam kasihnya
kepada Allah dan sesamanya

John Wesley (5 tahun) hampir saja menemui ajalnya dalam kebakaran yang telah
menyapu pastoran ayahnya. Sungguh ia adalah "api yang dipetik dari kebakaran itu", seorang
yang akan dipakai Allah untuk menyulut iman pada ribuan orang. Akan tetapi ketika John pergi
ke Oxford untuk belajar menjadi pendeta dan kemudian membantu jemaat Anglikan ayahnya
selama beberapa tahun, keresahan pun mulai meliputi dia. Meskipun ia tahu doktrin-doktrin
keselamatan, namun semuanya itu belum menyenangkan hatinya. Pada tahun 1729 John kembali
ke Oxford. Adiknya, Charles telah memulai "Holy Club" (Klub Suci), yang tidak lama kemudian
dipimpin John. Mereka dijuluki Methodis oleh orangorang yang ingin mencemarkan mereka,
karena mereka menggunakan metode-metode keras dalam pencarian kesucian. Anak-anak muda
itu mencari keselamatan, namun latihan-latihan devosional yang amat keras pun tidak
memberi kedamaian kepada John. Seperti Luther, Wesley berupaya mendapatkan anugerah Allah
dan menemukan kekosongan.

Pada tahun 1735, John dan Charles pergi ke Georgia dalam suatu perjalanan misioner.
Ketika melintasi Samudra Atlantik, John terkesan dengan beberapa orang Moravian. Ketika
kapal mereka dihantam badai, John gemetar karena takut, sementara para Moravian dengan
tenang menyanyikan pujian. Charles hanya berdiam selama satu tahun di Georgia. Ia pulang
karena kesehatannya. Meskipun John tinggal, namun pelayanannya tidak berjalan mulus. Ia
mengikuti jejak saudaranya kembali ke Inggris menjelang tahun 1738. Ia diundang pada
pertemuan Moravian di Aldersgate Street, London, dan pada tanggal 24 Mei ia menghadirinya
dengan "setengah hati". Pada pertemuan tersebut, ketika seorang membacakan tafsiran Luther
tentang Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma, Wesley berkata, "Kira-kira pukul sembilan
kurang lima belas, ketika ia sedang menggambarkan perubahan yang diadakan Allah dalam hati
melalui iman kepada Kristus, aku merasakan kehangatan dalam hati. Aku merasakan bahwa aku
benar-benar percaya kepada Kristus, hanya Kristuslah keselamatan; dan suatujaminan telah
diberikan kepadaku bahwa Ia telah menyingkirkan dosa-dosaku, dan telah menyelamatkan daku
dari hukum dosa dan maut." Wesley dan saudaranya, Charles, yang telah bertobat tiga hari
sebelumnya, membawa berita anugerah baru ini dan mengajarkannya di mana saja. Seorang lagi
anggota Holy Club, George Whitefield, menerima Kristus pada waktu yang bersamaan.
Bersama-sama mereka akan menuntun Inggris dan Amerika menuju kebangkitan kembali.Ketika
Gereja-gereja Anglikan yang bermusuhan menutup pintu bagi berita ini, anak-anak muda tadi
berbicara di mana saja, tempat-tempat umum atau lapangan terbuka. Tidak seperti Gereja
Anglikan, yang hanya melayani kaum aristokrat,pendengar mereka adalah kaum miskin di
Inggris, yang kelaparan akan harapan. Orang-orang mengelilingi mereka ketika mereka
berkhotbah.

Kekudusan/Christian Perfection ala Wesley

 Wesley menegaskan bahwa keutamaan pembenaran (justification), dan kepastian


jaminan orang percaya bisa didasarkan pada kebenaran Kristus. Akan tetapi, pandangannya
tentang pilihan yang bersifat Arminian mempengaruhi pemahamannya tentang keselamatan. Ia
melihat proses Penyucian (Sanctification) sebagai satu proses yang menentukan seseorang layak
memperoleh keselamatan akhir. Proses ini adalah perbuatan Tuhan, tapi juga adalah perbuatan
manusia. Nampaknya disini terjadi satu sinergi. Pada satu bagian ia mengatakan bahwa
perbuatan baik manusia adalah satu syarat bagi pembenaran akhir yang ia anggap perlu untuk
memperoleh keselamatan akhir.
Tiga hal penting untuk diketahui mengenai konsep kekudusan Wesley, yaitu:
1. SANCTIFICATION
Sanctification/second blessing/baptisan roh sebagai suatu pengalaman setelah seseorang
percaya yang mengakitbatkan “hancurnya kuasa dosa”
- Palmer secara khusus melihat pembenaran (justification) sebagai hal yang tidak terpisah
dari kesetiaan orang percaya. Bagi Palmer solusinya terletak pada sanctification, yang
dilihat sebagai satu krisis sesudah percaya (conversion). Ia menamakan ini satu krisis
karena baginya ini adalah mengenai hilang tidaknya justification. Jadi, second work of
grace sungguh adalah dasar untuk kelanjutan keselamatan seseorang.
- Bagi Boardman, karya kasih karunia ini merupakan satu penambahan unsur mistis ke
dalam satu proses: “Dalam yang pertama, penebusan terjadi, dan saat itu diterima, maka
pengampunan diberikan; dalam yang kedua, meski kebenaran Kristus adalah sempurna
untuk dikenakan, akan tetapi dalam mencapainya...diperlukan waktu dan kemajuan.”
- Hannah Whitehall Smith mengemukanakan dasar pengajaran teologi kekudusan (holiness
theology) dengan memisahkan justification dari sanctification. Hal ini tidak bisa lepas
dari latarbelakangnya sebagai anggota aliran Quaker dimana ia menyuntikan satu unsur
keheningan ke dalam prosesnya. Ia melihat prosesnya sebagai satu penyerahan penuh
kepada Tuhan, dan keyakinan sempurna kepadaNya. Ia melihat 3 tahap dalam prosesnya:
(1) Orang Kristen harus menyadari karunia dari Tuhan.
(2) Pentingnya Pengudusan (Consecration)
Ia mengatakan bahwa jiwa harus dilepaskan (abandon) kepada Tuhan dan tergeletak pasif di
tanganNya. “Kata ‘pelepasan’ lebih tepat pengertiannya dibandingkan kata pengudusan. Akan
tetapi apapun kata yang digunakan, yang kita maksudkan disini adalah penyerahan diri
sepenuhnya kepada Tuhan—roh, jiwa dan tubuh diletakkan dibawah kendaliNya yang mutlak,
supaya Ia melakukan dalam diri kita seturut kehendakNya.”
(3) Iman menyertai penyerahan
“Kasih bisa kita terima secara berlimpah, namun sebelum kita yakin kita dikasihi, maka kasih
tidak akan pernah kita rasakan”. Ia menyimpulkan: “Untuk masuk ke dalam kehidupan batin
yang diberkati dengan kelegaan dan kemenangan ini, Anda harus melakukan dua hal—pertama
pelepasan menyeluruh; dan kedua iman absolut.

2. KETIDAKBERDOSAAN
Keinginan melakukan kehendak Tuhan, bukan usaha untuk meniru kekudusan Allah yang
sempurna (Yohanes 3:9). Ajaran dosa Wesley “menekankan kehendak atau dimensi rohani dari
dosa lebih dari sekedar aspek dosa yang nampak (moral) atau cognitif (pengetahuan
teoritis). Ketidakberdosaan dalam konteks ini lebih menyerupai keinginan melakukan kehendak
Tuhan dan bukan usaha meniru pengetahuan, tindakan, atau kekudusan Allah yang
sempurna; dosa lebih menyerupai pemberontakan yang disadari dan dikehendaki atas kehendak
Tuhan dan bukan satu kegagalan atau kurangnya kesetaraan dengan kemuliaan Allah.” (John
Tyson, Charles Wesley on Sanctification (Grand Rapids: Zondervan, 1986) 257.)

3. OUTWARD SIN
Dosa itu dilakukan dengan sengaja/sadar (primarily voluntary) dengan demikian secara erat
terkait dengan kehendak.

10 prinsip tentang Perfection yang dikutip dari tulisan John Wesley: A Plain Account of
Christian Perfection, adalah sebagai berikut.
o Perfection itu ada: karena Alkitab menyebutkannya berulang kali.
o Perfection didahului oleh justification: karena orang yang telah dibenarkan harus “beralih
pada perkembangannya yang penuh.” (Ibrani 6:1)
o Perfection bukan setelah kematian; karena Paulus menyebutkan tentang kehidupan orang-
orang yang sempurna (Filipi 3:15)
o Perfection tidak bersifat absolut. Tidak ada yang telah memiliki perfection secara absolut,
malaikat pun tidak, kecuali Tuhan.
o Perfection tidak berarti seseorang tidak lagi memiliki kesalahan: Tidak ada yang tidak
bersalah selama masih dalam tubuh jasmani.
o Apakah perfection berarti keadaan tanpa dosa (sinless)? Bukan itu istilah yang
tepat. Perfection adalah ‘keselamatan atas dosa.’
o Perfection adalah ‘kasih yang sempurna’ (perfect love). (I Yohanes 4:18) Ini yang terpenting;
ciri-cirinya, atau buah-buahnya yang tidak terpisahkan, adalah bersukacita selalu, berdoa
tanpa henti, dan dalam segala hal mengucap syukur. (I Tesalonika 5:16, dsb.)
o Perfection terus diperbaharui (improvable). Tidak ada kata statis dan tidak bisa berkembang.
Seseorang yang memiliki kasih sempurna mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan
dengan yang sebelumnya.
o Perfection bisa gagal (amissible), bisa hilang; dimana kita memiliki banyak contoh. Namun
kita tidak bisa memastikannya hingga lima atau enam tahun setelah itu.
o Perfection terus-menerus didahului dan diikuti oleh perbuatan baik secara perlahan.

Faktor-Faktor dan Dasar Doktrin Kekudusan

GERAKAN PIETIS
• Iman yang berpusat pada Alkitab (bukan pada ajaran gereja)
• Menekankan kesucian hidup
• Pengungkapan iman secara bebas melalui nyanyian, kesaksian dan semangat menginjil

KONDISI GEREJA
• Kondisi gereja-gereja Anglican, Lutheran, dan Calvinis (reformed) yang semakin kaku,
dingin, tidak bergairah

TULISAN BAPA-BAPA GEREJA


• Irenaeus: menulis tentang transformasi spiritual yang terjadi pda orang percaya karena
Roh Kudus adalah “mencocokkan kita untuk Tuhan”
• Macarius dari Mesir: semua dosa dapat dihilangkan dan bahwa seseorang dapat menjadi
sempurna dalam “rentang satu jam” sambil menekankan fakta bahwa seluruh pengudusan
memiliki sifat dua kali lipat, sebagai “tindakan dan proses”.
• Gregorius dari Nyssa: kesempurnaan manusia sebagai “pertumbuhan konstan dalam
kebaikan”. Ini disebabkan oleh karya Roh Kudus dan disiplin diri orang Kristen.
• Thomas Aquinas: tiga tingkat kesempurnaan yang mungkin yaitu: Pertama,
kesempurnaan mutlak adalah di mana Allah dikasihi semampu dia dikasihi; hanya Tuhan
sendiri yang bias sesempurna ini. Kedua, di mana kasih kepada Tuhan mengisi seseorang
secara konstan, mungkin setelah kematian tetapi tidak dalam kehidupan. Tingkat
kesempurnaan terendah, dianggap mungkin untuk dicapai saat hidup. Teolog Thomas
Noble menggambarkan pandangan Aquinas tentang tingkat kesempurnaan ini sebagai
berikut: Semua orang Kristen memiliki rahmat caritas yang dimasukkan ke dalam diri
mereka pada saat pembaptisan dan kasih saying kepada Allah ini mengsampingkan
semua dosa fana. Dosa semacam itu bukan tidak mungkin, dan, jika berkomitmen,
menuntut rahmat penebusan dosa, tetapi orang Kristen tidak hidup melakukan tindakan
dosa yang nyata bertentangan dengan kasih mereka kepada Allah.

KEHIDUPAN KAUM ROHANIAWAN


Para kaum rohaniawan tidak memberikan contoh/teladan pola hidup yang sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh Allah.

Ajaran Wesley mengajarkan bahwa mereka memahami Alkitab secara holistik dan tidak
bergantung pada bukti alkitabiah (proof-texts) dalam hal doktrin, dan pengajaran Alkitab secara
holistik ini memberi dukungan untuk doktrin mereka tentang Sanctification. Akan tetapi, ada
beberapa ayat yang dikaitkan dengan pemahaman mereka tentang hakekat sanctification.
Diantaranya adalah:

DASAR AYAT
• Ulangan 30:6
• Yehezkiel 35:-26, 29
• Matius 5:8, 48; 6;10
• Roma 2:29
• ROMA 12: 1-2
• Phoebe Palmer sebagai salah satu pemimpin kebangunan rohani Wesleyanisme pada
akhir abad 19th memberi eksposisi kekudusan khusus untuk ayat ini, dengan
meletakannya di altar (Keluaran 29:37). Menurut Palmer, Kristus adalah altar bagi orang
percaya. Karena menurut Keluaran apapun yang menyentuh altar suci menjadi suci, maka
setiap orang Kristen yang rela dengan iman mempersembahkan dirinya yang hidup di
atas altar karya Kristus yang sempurna akan sepenuhnya disucikan dan dibasuh dari
segala dosanya.
• Lalu Palmer menghubungkan dengan ayat-ayat berikut:
2 Kor 3:17-18; 7:1, Gal 2:20, Efesus 3:14-29; 5:27, Filipi 3:15, 1 Tes. 5:23, Titus 2:11-
14; Ibrani 6:1; 7:25; 10:14, Yohanes 8:34-36; Yohanes 17:20-23:
• 1 Yohanes 1:5
1 Yohanes 1: 7-9
1 Yohanes 2:6
1 Yohanes 3:3
1 Yohanes 3:8-10
• Dalam mengomentari pasal ini Wesley mendasarkan keseluruhan pemikirannya atas
definisinya tentang dosa sebagai pelanggaran yang disengaja.

Kritik Terhadap Pandangan Wesley

PEMBENARAN ISTILAH
Packer, seorang yang beraliran reformed, menulis:
“Pasti memusingkan bagi Wesley untuk menyebut perfection sebagai satu keadaan yang pada
banyak hal sebenarnya adalah satu ketidaksempurnaan yang terus-menerus (continued
imperfection). Lebih membingungkan lagi karena ia mendefinisikan dosa secara subjektif seperti
yang dikenal sebagai “pelanggaran satu hukum secara sengaja,” dan bukan dianggap secara
objektif sebagai satu kegagalan dalam standart Allah baik karena dilakukan secara sengaja
maupun secara tidak sengaja. Sungguh sangat membingungkan ketika ia menyebutkan bahwa
orang yang sudah disucikan berada dalam satu keadaan tanpa dosa (karena mereka tidak sadar
telah melanggar hukum yang diketahui) sementara pada saat yang sama ia menegaskan bahwa
mereka membutuhkan darah Kristus setiap saat untuk menutupi pelanggaran mereka yang nyata.
Wesley sendiri menegaskan bahwa dengan standar objektif “hukum” Allah yang sempurna,
maka semua orang yang telah disucikan perlu pengampunan setiap hari; juga ini menjadikan ia
nampaknya salah karena mempertahankan pandangannya mengenai kehidupan Kristen yang
lebih tinggi dalam arti berada dalam keadaan sempurna dan tanpa perbuatan dosa.”

PEMAHAMAN TEOLOGIS YANG TIDAK REALISTIS


Wesley paling tidak melihat bahwa pengalaman dalam perfection bisa mengangkat dan
menghilangkan keinginan hati yang cenderung berdosa. Pemahamannya ini menunjukkan bahwa
pengalaman ini tidak hanya merupakan satu perubahan dalam hakekat moral namun juga
mempengaruhi semacam perubahan fisik.
Ada denominasi Protestan yang menolak kemungkinan perfection Kristen. Pengakuan
Augsburg (1530) mengutuk “mereka yang berpendapat bahwa beberapa orang mungkin
mencapai kesempurnaan seperti itu dalam kehidupan ini sehingga mereka tidak dapat berbuat
dosa.” Lutheran mengutip Roma 7:14-25 dan Filipi 3:12, percaya bahwa “meskipun berusaha
mencapai kesempurnaan Kristen, kita tidak akan mencapainya dalam kehidupan ini.”
Apologet Protestan mengatakan “Keselamatan kita lengkap dan diterima dengan iman.
Pekerjaan yang baik adalah buah dari iman itu. Perbuatan baik menunjukkan bahwa kita
diselamatkan, tetapi tidak memiliki bagian dalam menyelamatkan kita. Menjadi semakin mirip
dengan Tuhan dalam hidup ini adalah hasil dari diselamatkan. Jika kita diselamatkan dengan
menjadi semakin mirip dengan Allah, keselamatan kita diragukan karena kita tidak pernah
menjadi sempurna seperti Tuhan. Hati nurani yang bermasalah akan menemukan sedikit
kenyamanan dalam proses yang tidak lengkap dari theosis, tetapi akan menemukan banyak
penghiburan dalam pernyataan Allah tentang pengampunan penuh dan gratis.

MENIMBULKAN ELITISME ROHANI


Penyuntikan second work of grace ke dalam kehidupan Kristen juga mengakibatkan satu bentuk
elitisme rohani bagi mereka yang telah mengalami “kehidupan yang lebih tinggi (higher life)”
ini. Ada kecenderungan besar untuk meremehkan mereka yang belum mengalaminya.

Anda mungkin juga menyukai