Anda di halaman 1dari 14

ISSN : 2798-9100

VOL. 1 | AGUSTUS 2021

“PELUANG DAN TANTANGAN PEMBELAJARAN


DIGITAL DI ERA INDUSTRI 4.0 MENUJU ERA 5.0”

GURU DAN LITERASI DIGITAL: TANTANGAN PEMBELAJARAN


DI ERA INDUSTRI 4.0

Daroe Iswatiningsih1
Universitas Muhammadiyah Malang
e-mail: iswatiningsihdaroe@gamail.com1

Abstrak
Pembelajaran di Era Industri 4.0 menuntut semua pelaku pendidikan untuk
melakukan perubahan dengan cepat. Jika sebelumnya pembelajaran bersifat
konvensional dan dibatasi pada ruang fisik, maka saat ini, apalagi semenjak
terjadinya pandemi covid-19 pemebelajaran bersifat daring (dalam jaringan).
Perangkat pembelajaran menggunakan komputer, gawai (gadget), internet, serta
berbagai aplikasi yang mendukungnya. Sebagai penanda dari Era Industri 4.0
adalah pemanfaatn teknologi-teknologi baru yang memudahkan segala pekerjaan
serta mengefisiensikan waktu dalam penyelesaian pekerjaan. Namun, situasi ini
tidak selamanya dapat ditangkap dengan mudah oleh para pendidik. Berbagai
kendala banyak dialami guru dalam proses pembelajaran yang memanfaatkan
teknologi mulai dari yang sederhana hingga super canggih. Untuk itu, sebagai
upaya dalam mengatasi dan membantu kesulitan yang dilami guru di antaranya
dengan belajar dan mengenal literasi digital dengan baik. Hal ini mengingat
sumber informasi dapat ditemukan, dipelajari dan dipraktekkan guru dalam
proses pembelajaran. Namun yang lebih penting adalah mengimplementasikan
literasi digital dalam pembelajaran.
Kata kunci: literasi digital, tantangan guru, era industri 4.0
Abstract
Learning in Industry 4.0 requires all educators to make changes straight away.
Previously, learning was conventional and limited to physical space, now,
especially since the COVID-19 pandemic, learning is online. Learning devices
use computers, gadgets, the internet, and various applications that support it. The
characteristics of Industry 4.0 are the use of new technologies that facilitate all
work and time efficiency in completing work. However, this situation is not
always easy for educators to understand. there are so many obstacles are

232
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 233

experienced by teachers in the learning process that utilizes technology ranging


from simple to sophisticated. For this reason, as an effort to overcome and help
the difficulties experienced by teachers, such as by learning and getting to know
digital literacy well. This is because the source of information can be found,
studied and practiced by the teacher in the learning process. but, the most
important part is implementing digital literacy in learning.
Keywords : digital literacy, teacher challenges, industry 4.0

PENDAHULUAN
Fenomena pandemi covid 19 menuntut semua pelaku pendidikan melakukan perubahan
dalam pelaksanaan pembelajaran. Pemanfaatan teknologi menjadi modal utama dalam
pembelajaran, baik oleh guru maupun peserta didik, khususnya di wilayah-wilayah yang
memiliki akses internet. Adapun pembelajaran sebelum kondisi pandemi covid 19 dilakukan
secara konvensional, guru dan peserta didik berada dalam ruang kelas dan waktu yang sama.
Mereka dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan bermuka secara langsung. Perangkat
teknologi seperti gawai, laptop atau computer sementara diabaikan dan lebih banyak
mennggunakan metode ceramah, penugasan dan, berdiskusi. Berbeda dengan beberapa sekolah
yang sudah maju dan terbiasa menggunakan teknologi informasi, maka saat pandemi covid
pemanfaatan teknologi selama proses pembelajaran bukan hal yang merisaukan.
Saat awal diumumkan dua warga Indonesia terjangkit virus corona dari Wuhan-China oleh
presiden Jokowi, maka sejak 16 Maret 2020, pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa proses
pembelajaran mulai dari jenjang TK, pendidikan dasar hingga perguruan tinggi dilsaksanakan
secara daring atau belajar dari rumah (BDR). Guru dan peserta didik melaksakan proses belajar
dari rumah. Kondisi ini berpengaruh pada peran dan posisi orang tua yang bekerja di ranah
publik. Saat anak BDR, maka para orang tua secara langsung banyak yang turun tangan
mendampingi anak – khususnya anak yang masih berada di jenjang pendidikan dasar, menengah
– belajar dan membantu proses belajar yang menggunakan perangkat tejnologi (gawai). Dengan
pembelajaran jarak jauh anatar peserta didik dan guru juga antarpeserta didik, maka diperlukan
perangkat pembelajaran yang mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar. Pada awal-
awal BDR perangkat gawai yang digunakan dalam pembelajaran lebih banyak mengggunakan
aplikasi whatsApp. Guru menyampaikan pesan-pesan kegiatan pembelajaran. Peserta didik
mengerjakan pesan whatsApp yang berisi tugas-tugas dan melaporkan pekerjaan dengan cara
menfotonya.
Dalam perkembangan selanjutnya guru sudah mulai belajar menggukana beragam
aplikasi guna memperlancar dan memudahkan proses pembelajaran, seperti google zoom, zoom
meeting, Learning Management system (LMS), facebook, google classroom, dan yang lain.
Penentuan aplikasi yang digunakan berdasarkan kesepakatan antara guru dan peserta didik, yang
sifatnya saling memahami dan memudahkan dalam beraktivitas belajar. Umumnya apliaksi-
aplikasi yang digunakan dari internet tidak berbayar kecuali dengan persiapan kuota internet
yang memadai/ mencukupi. Hingga saat ini, pembelajaran secara jarak jauh dan dengan
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 234

menggunakan jaringan internet masih berlangsung. Guru dan peserta didik serta masyarakat
mulai merasa terbiasa dengan pembelajaran berbasis teknologi, meskipun dalam pelaksanaannya
masih memunculkan beberapa persoalan dan kendala.
Beberapa sekolah yang pernah penulis kunjungi untuk melihat pelaksanaan pembelajaran
serta berbincang dengan guru dan kepala sekolah ternyata terdapat keluhan dan hambatan, baik
dari guru, peserta didik, dan orang tua. Misalnya keluhan yang dinyatakan peserta didik adalah
1) merasa banyak tugas, 2) kurang memahami materi yang diajarkan, 3) merasa capek karena
hanya duduk dan mendengar saja, 4) ada beberapa yang tidak memiliki perangkat belajar seperti
gawai (handphone), 5) kurang bersemangat belajar, 6) jaringan internet tidak bagus atau bahkan
tidak ada, 7) kuota internet terbatas, dan 8) lampu mati. Keluhan orang tua yang disampaikan
kepada guru adalah 1) tidak bisa bekerja di luar rumah karena harus mendampingi anak belajar,
2) waktu menyelesaikan pekerjaan rumah menjadi tertunda, 3) orang tua tidak memahami materi
dan tugas yang ditanyakan anak, 4) orang tua harus berbagi gawai dengan anak untuk belajar; 5)
orang tua tidak memiliki gawai di rumah untuk belajar anak; 6) pengeluaran untuk membeli
kuota internet lebih banyak, 7) jaringan internet di rumah tidak bagus. Adapun keluhan guru
selama pembelajaran bersifat daring adalah 1) siswa kurang disiplin hadir, 2) siswa kurang
bersemangat bertanya atau merespon saat pembelajaran, 3) tugas yang dilaporkan siswa kurang
maksimal, 4) banyak siswa yang tidak hadir belajar tanpa pemberitahuan, 5) banyak siswa yang
tidak menampakkan wajah saat belajar, dan 6) banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas.
Beberapa permasalahan ini juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan Anugrahana (2020);
Wahyuningsih (2021). Namun tidak kalah cemasnya seorang guru pertama kali menggunakan
teknologi dalam melaksanakan proses pembelajaran. Kecemasan juga dialami siswa saat pertama
kali melakukan pembelajaran kelas online (Yustika, 2020). Namun bagi siswa yang sudah
terbiasa, maka mereka dapat melewatinya dengan baik, bahkan sikap kemandirian sangat
signifikan menyelesaikan tugas belajar dan hasil belajarnya.
Sebaliknya dari beberapa kendala yang dialami guru, siswa dan orang tua sebagai
disebutkan di atas, Taradisa (2020) menemukan enam kelebihan selama pembelajaran daring.
Pembelajaran yang memanfaatkan teknologi, dinilai lebih efektif dan efisien, seperti: 1) guru dan
siswa semakin mudah berkomunikasi, 2) siswa dapat menggunakan bahan ajar yang teratur dan
terjadwal melalui internet, 3) siswa dapat mengulang-ulang materi setiap saat, 4) guru dapat
berdiskusi melalui internet yang bisa diikuti banyak orang, 5) siswa yang pasif selama
pembelajaran daring menjadi lebih aktif, dan 6) pembelajaran menjadi lebih efisien karena
dilakukan kapan saja dan dimana saja. Hasil penelitian yang mengkaji kondisi pembelajaran
berbasis teknologi selama masa pandemi memang menghasilkan gambaran yang berbeda-beda.
Hal ini sangat terkait dengan kondisi dan situasi sekolah, kesiapan guru & peserta didik, serta
orang tua.
Beberapa tindakan yang telah dilakukan sekolah dan guru guna menyelesaikan kendala
pembelajaran, misalnya 1) sekolah membuat kebijakan proses pembelajaran yang bersifat
blended learning, 2) menyiapkan lembar kegiatan peserta didik (LKPD) untuk memperdalam
pemahaman peserta didik, 3) melakukan kunjungan ke rumah (home visit) bagi anak-anak yang
yang dinilai memiliki permasalahan belajar, 4) memfasilitasi siswa yang tidak memiliki gawai
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 235

untuk belajar di sekolah menggunakan komputer, dan 5) koordinasi dengan orang tua dalam
memotivasi dan mendampingi anak belajar. Oleh karena itu, menjadi sebuah tantangan guru
dalam pembelajaran di masa pandemi covid 19 serta pembelajaran berbasis teknologi dalam
menyiapkan generasi unggul ke depan.
Tetap disadari dan diupayakan bahwa sekolah merupakan rumah kedua anak yang
diharapkan mampu memberikan pendidikan terbaik, dari aspek pengetahuan, keterampilan,
kecakapan hidup, serta afektif atau pendidikan karakter anak. Tuntutan pembelajaran berbasis
teknologi di era industri 4.0 tidak dapat ditunda dan diabaikan. Orientasi pendidikan kita
memasuki abad 21 ini ditekankan pada persiapan lulusan yang dapat berkompetisi dan
beradaptasi pada dunia kerja yang membutuhkan elemen dasar, yakni cretivity, critical thingking,
communication dan collaboration atau yang dikenal dengan 4Cs. Risdianto (2019)
mengemukakan saat memasuki era disrupsi seperti sekarang ini, maka dunia pendidikan dituntut
untuk mempu mebekali peserta didik dengan keterampilan abad 21 (21st Century Skills). Selain
itu keterampilan berliterasi digital juga sangat penting, yakni ketrampilan mencari, mengelola
dan menyampaikan informasi serta terampil menggunakan informasi dan teknologi. Dengan
demikian, tantangan guru dan dosen dalam membekali peserta didik agar memiliki kemampuan,
keterampilan dan kecakapan yang dibutuhkan memasuki era industri 4.0 penting disiapkan dan
diimplementasikan dalam pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembelajaran di Era Industri 4.0
Era industri 4.0 merupakan situasi dan kondisi perubahan yang sangat fundamental dalam
perkembangfan teknologi. Hal ini ditandai dengan otomatisasi atau digitalisasi di dalam semua
proses aktivitas, misalnya pemanfaatan teknologi internet yang dapat menghubungan beragam
proses pekerjaan, interaksi sosial, transaksi perdagangan, transportasi, dan yang lainnya. Untuk
itu, di era yang kita masuki ini apapun dapat dilakukan dengan memanfaatkan pengetahuan dan
produk teknologi. Di era teknologi ini, Seseorang yang menguasai teknologi informasi akan
mampu bersaing, berkompetisi, bernegosiasi, dan mengembangkan usaha atau produk-produk
dengan hanya belajar dari internet yang diikuti kemampuan mempromosikannya secara luas.
Melihat kenyataan ini, lapangan usaha semakin terbuka luas bagi mereka yang mau belajar
bidang usaha berbasis digital. Namun sebaliknya, banyak pula pengangguran yang semakin hari
semakin bertambah jumlahnya mengingat peran dan bidang usaha mereka tergeser dan
digantikan dengan mesin-mesin yang dapat dikontrol secara otomatisasi. Inilah tantangan yang
harus kita sadari dari suatu keadaan yang mengalami perubahan yang cepat ini (disruption).
Bagaimana dengan bidang pendidikan di era industri 4.0 ini?
Dalam bidang pendidikan perkembangan teknologi patut disambut baik. Hal ini sangat
membantu percepatan pencapaian tujuan pendidikan, yakni membentuk watak dan peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, tujuan
pendidikan yang mengembangkan potensi pserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, bekilmu, cakap, kreatif,
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 236

amndiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab dapat segera
tercapai. Perkembangan teknologi informasi menjadikan semua orang dari berbagai pelosok –
perkotaan hingga perdesaan – mampu mengakses berbagai informasi yang dapat dimanfaatkan
bagi kehidupannya. Informasi yang berlimpah dari berbagai bidang – hukum, politik, seni,
agama, budaya, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan lainnya – ini diharapkan mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan serta aspek-aspek yang dipelajarai guna diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari seperti mengembangkan sikap kreatif, mandiri, kritis, serta disiplin dan
bertanggung jawab.
Perkembangan teknologi informasi sangat membantu pendidikan dan proses pembelajaran
yang diselenggarakan sekolah. Namun tidak semua lembaga pendidikan memiliki perspektif „ke
depan‟ (futuris) dalam mengembangkan kecerdesan, kemandirian dan kreativitas anak. Hal ini
dapat dilihat dari sekolah-sekolah yang memberlakukan kebijakan tidak memperbolehkan
peserta didik membawa gawai di kelas dengan alasan mengganggu proses pembelajaran. Dasar
anggapan ini bahwa peserta didik akan menggunakan gawai unyuk hal-hal yang kurang
bermanfaat seperti membuka situs-situs yang tidak layak, kurang fokus pada pelajaran, dan
mengganggu situasi pembelajaran. Sebaliknya, pihak sekolah dan guru tidak menyiapkan
perangkat teknologi di kelas yang dapat dimanfaatkan siswa dan guru dalam mengakses sumber
informasi/ belajar, media belajar, aplikasi lain yang bermanfaat dalam mendukung pembelajaran
seperti game. Pembelajaran di masa sebelum pandemi covid 19 berkecenderungan bersifat
konvensional. Bagaimana pembelajaran di masa pandemic covid 19?
Pendidikan di Indonesia selama pandemic covid 19 telah berubah wajah. Jika selama ini
pembelajaran dilaksanakan secara tatap muka dan konvensional, maka selama pandemi –
tepatnya pada 16 Maret 2020 – pembelajaran dilakukan secara online (dalam jaringan). Kita
sudah hampir memasuki tahun kedua dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh atau
prembelajaran dari rumah (BDR). Semua pelaku pendidikan mengubah pola pembelajaran dari
belajar di kelas menjadi belajar di rumah. Namun banyak hal yang masih belum berubah, yakni
mainset (mindset) guru dan peserta didik. Hal ini dikarenakan persiapan SDM guru yang belum
terlalu siap saat memasuki era digitalisasi, terbukti dengan proses belajar yang hanya
memindahkan materi dan tugas-tugas kepada peserta didik. Namun demikian, seiring dengan
perjalanan waktu, pembelajaran secara daring/ online dengan memanfaatkan berbagai aplikasi
digital, maka guru dan peserta didik semakin terbiasa. Guru sudah mampu menyiapkan materi
dan media belajar serta sumber-sumber belajar berbasis digital. Guru juga telah mampu
menggerakkan peserta didik untuk beraktivitas secara mandiri, kreatif, dan berkolaboratif dengan
teman dalam membuat produk pembelajaran. Demikian halnya, guru juga mampu mengevaluasi
hasil belajar peserta didik secara efektif dan efisien melalui aplikasi learning management system
(LMS), Google Form, atau dengan Google Classroom. Dengan demikian, di Era Industri 4.0
menuntut semua pelaku pendidikan untuk terus belajar, beradaptasi, dan mengembangkan
teknologi agar memudahkan dan mengefisiensikan pekerjaan, termasuk dalam proses belajar
mengajar. Dalam kondisi ini perspektif keilmuan yang lebih dikedepankan sehingga memiliki
kesinkronan dengan aspek sosial, budaya, ekonomi dan bidang-bidang lainnya. Bukankah bangsa
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 237

Indonesia ingin menjadi bangsa yang mampu bersaing di era globalisasi dan menjadi generasi-
generasi yang berkompeten.
Literasi Digital dalam Pembelajaran
Keberadaan teknologi penting bagi pendidikan, khususnya selama proses pembelajaran.
Literasi telah dikenal cukup lama dalam dunia pendidikan, yakni kecakapan seseorang dalam hal
membaca, menulis dan berhitung mulai dari tingkat dasar hingga yang cukup kompleks. Dalam
perkembangannya, literasi digital diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengakses,
memahami, dan memproduksi informasi yang berbasis komputer. Gilster (dalam Kemendikbud,
2017) mengartikan literasi digital sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan
informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang dapat diakses
melaui piranti komputer. Untuk mampu berliterasi secara digital, dibutuhkan kecakapan secara
kompleks, yakni mulai dari pengenalan alat/ piranti teknologi (computer), pengetahauan dan
pemahaman substansi isi informasi (content) hingga kemampuan dan kecakapan memproduksi
informasi yang layak dibaca orang lain. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki kemampuan
dan kecakapan berliterasi digital tidak dengan mudah memproduksi informasi yang bersifat
bohong (hoaks), mengandung firnah, kekerasan, berbau SARA yang saling menjatuhkan.
Sebaliknya, informasi-informasi yang ditampilkan lebih memberikan edukasi dan bermanfaat
bagi masrakat yang sifatnya maslahat.
Literasi digital dapat diajarkan dalam pendidikan. Hal ini dapat dimasukkan dalam
beberapa mata pelajaran yang mendukung kemampuaan peserta didik dalam berliterasi berbasis
teknologi. Misalnya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia - terdapat keterampilan menyimak,
berbicara, membaca dan menulis - meminta peserta didik membaca pemahaman dan kritis
informasi dan mengembangkan menjadi tulisan opini yang dimuat di media massa. Dengan
demikian, guru telah melatih peserta didik menyimak berbagai sumber informasi, membaca dan
menuliskan hasil pemahaman dari berbagai sumber yang akurat menjadi karya baru, demikian
halnya dengan mata pelajaran seni dan budaya yang dapat mengembangkan sumber informasi
dari internet menjadi sebuah produk karya seni dan budaya yang dapat dipertontonkan melalui
video di YouTube. Dengan demikian, literasi digital dapat diajarkan dan dilatihkan kepada
peserta didik sebagai suatu keterampilan yang dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini sebagaimana pandangan Bawden (2001) bahwa penguasaan literasi digital lebih banyak
dikaitkan dengan keterampilan teknis dalam mengakses, merangkai, memahami, dan
menyebarluaskan informasi. Informasi-informasi yang disebarkan ini bersifat baragam, seperti
yang berkaitan dengan bisnis, kesehatan, pendidikan, kesenian, budaya, sosial, dan sosial, politik
dan sebagainya.
Upaya-upaya membelajarkan literasi digital pada peserta didik dibutuhkan bimbingan dan
pendampingan secara maksimal. Hal ini bukan hanya masalah konten yang ditekankan dalam
mempublikasikan informasi, namun lebih pada membangun sikap dan karakter yang
bertanggung jawab. Mengapa demikian? Banyak kita lihat dan dengar pemberitaan di di televisi
atau media sosial, seseorang yang ditangkap – apakah remaja atau orang dewasa – karena tulisan
yang diposting menyalahi UU ITE Tahun 2008, Pasal 27 ayat (3) yang mengatur tentang
larangan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik secara elektronik Suhayati (2021). Dalam
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 238

pasal ini masih menimbulkan pro kontra akan diberlakukan aturan ini karena menganggap bahwa
membatasi hak asasi penyampaian informasi dengan melihat banyaknya kasus pidana yang
menggunakan pasal tersebut. Namun demikian, tanpa ada aturan hukum dalam pemanfaatan
teknologi juga tidak memberikan pelajaran dan pendidikan bagi masyarakat yang kurang
memiliki kesadaran etis dalam berliterasi digital. Kusumastuti (2021) memandang bahwa
masyarakat modern saat ini memiliki peluang besar dalam memanfaatkan media digital. Namun
demikian, dalam pemanfaatannya berpeluang menimbulkan persoalan apabila pengguna kurang
memiliki kecakapan digital. Untuk itu diperlukan sikap etis dalam berdigital. Hal ini
sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat memberikan pengarahan sehubungan
dengan pemanfaatnan konektivitas digital yang hendaknya diiringan dengan tetap berpegang
teguh pada kedaulatan bangsa dengan meningkatkan etika berdigital dalam berinteraksi sosial di
ruang digital.
Banyaknya ujaran kebencian, postingan hoaks, pernyataan yang menjatuhkan dan
menghujat orang lain disampaikan dalam postingan di media sosial juga patut menjadi perhatian
kita bersama da nada sanksi sosial serta sanksi hokum. Sebab perkembangan teknologi yang
sangat pesat ini mengubah perilaku masyarakat. Untuk itu, pendidikan yang mengedukasi
masyarakat, khususnya generasi muda dan pelajar dalam berliterasi digital ini penting
ditumbuhkan dan dikembangkan. Belshaw (2011) dalam tesisnya “what is digital literacy?‟
mengemukakan delapan elemen penting yang perlu diketahui dalam mengembangkan literasi
digital, yakni 1) kultural, yakni pemahaman ragam konteks penguna dunia gitital, 32) kognitif,
diperlukan daya pikir dalam menilai konten, 3) konstruktif, kemampuan reka cipta sesuatu dari
seorang yang ahli dan aktual, 4) komunikatif, kemampuan memahami kinerja jejaring dan
komunikasi di dunia digital, 5) adanya kepercayaan diri yang bertanggung jawab, 6) kreatif,
melakukan hal baru dengan cara yang baru, 7) kritis dalam menyikapi konten dan tidak asal
menerima, dan 8) bertanggung jawab secara sosial (kemdikbud, 2017). Jika hal tersebut
duajarkan kepada peserta didik, maka para peserta didik kita akan menjadi insan-insan yang
cerdas, kreatif, komunikatif, interaksif dan bertanggung jawab dalam menggunakan teknologi
digital.
Tantangan Guru dalam pembelajaran di Era Industri 4.0
Saat ini kita semua dapat merasakan kelebihan dan kemanfaatan dari perkembangan
teknologi informasi yang pesat ini. Sebagai pelajar dan mahasiswa beragam kelebihan dapat
dirasakan atas perkembangan teknologi di Era Industri 4.0, seperti (1) kemudahan dalam
menemukan beragam informasi bidang apapun. Kelimpahan data menandai perkembangan
teknologi informasi. Dengan meng-klik kata kunci tertentu di komputer, maka akan keluar
informasi yang dibutuhkan; 2) membangun jejaring sosial yang sangat luas. Relasi dan
komunikasi saat ini tidak sebatas dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, namun
hampir tanpa batas di seluruh penjuru dunia dan tanpa mengenal secara fisik. Pertemanan
dibangun berdasarkan kepentingan yang didasarkan pada kesamaan kegemaran dan lingkungan
sosial serta berbagi informasi, pengetahuan dan pengalaman; 3) belajar sesuatu secara ototidak
dari internet. Banyak aplikasi-aplikasi di internet yang memberikan akses untuk belajar,
misalnya belajar bahasa baik secara tulisan maupun verbal, belajar mesin, belajar program, dan
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 239

sebagainya; 4) melatih menjadi penulis dan jurnalis. Dengan sering di depan komputer, laptop
atau gawai, seseorang dapat mengekspresikan pikiran, perasaan serta kemauan dalam bentuk
tulisan yang diposting di blog atau di media massa online dan dijadikan buku; dan 5)
mengembangkan keterampilan dan hobi. Peserta didik atau mahasiswa dapat menjadi lebih
kreatif dengan belajar dari media atau sumber informasi di internert tentang berbagai hal dalam
menyalurkan minat, bakat atau kemampuan lainnya. Misalnya belajar beternak ikan, burung,
ayam; berkebun hidroponik; belajar kesenian dan memasak, juga melakukan praktik-praktik
yang mendukung pembelajaran.
Dari fakta-fakta di atas, dapat diketahui bahwa peserta didik atau mahasiswa yang mandiri
yang kreatif dapat belajar dari berbagai sumber belajar. Hal ini sesuai dengan konsep
Mendikbud, Nadiem A. Karim tentang Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (2020). Pada
dasarnya Merdeka Belajar memberi keleluasaan kepada peserta didik untuk belajar dari berbagai
sumber pengetahuan dengan cara yang disukai serta mengembangkan potensi sesuai dengan
bakat dan minat yang dimiliki. Dengan demikian, setiap anak memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dan hal ini harus dipahami guru guna mendukung dan mengembangkannya. Tentu,
Merdeka Belajar tidak boleh diartikan semaunya oleh peserta didik yang justru membangun
sikap malas, tidak kreatif, kurang disiplin dan sikap kurang bertanggung jawab dalam
menyelsaikan tugas dan pekerjaan yang diberikan guru. Demi demikian, dalam Merdeka Belajar
kesadaran guru akan peran dan kedudukan sebagai sumber belajar satu-satunya dan utama ini
yang perlu dipahami sehingga fungsi sebagai mediator, fasilitator inspirator dan motivator yang
diutamakan.
Meskipun perkembangan teknologi di Era Industri 4.0 banyak memberi manfaat dan
kemudahan dalam pembelajaran, namun di satu sisi terdapat tantangan dalam pendidikan. Deasy
(2020) menyebut ada tiga tantangan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yakni (1) kompetensi
guru dan peserta didik dalam berliterasi digital, (2) sarana dan prasarana, dan (3) kurikulum yang
sesuai. Guru memiliki tantangan untuk dapat mengoperasikan perangkat pembelajaran (hard
ware) dan soft ware yang berbasis digital, juga menguasai aspek pedagogik pada peseta didik
yang berada pada generasi Y dan Z yang memiliki perbedaan dengan karakter generasi X. Untuk
itu, guru mmerrluka strategi dan metode pembelajaran yang sifatnya adaptiof dan kontributif
dalam mengembangkan kompetensi peserta didik yang maksimal. Belum lagi masalah kurikulum
yang sudah menerapkan pendekatan saintifik model pembelajaran abad 21 yang menerapkan 4C
(critical thinking, collaborative, creative, communication). Guru benar-benar tertantang untuk
dapat mengimplementasikan dalam pembelajaran, sebab sejatinya kurikulum adalah alat dan
guru adalah pelaku pembelajaran yang dapat memahami dan menerapkan dengan baik.
Ismail, dkk. (2020) mengemukakan dalam garis besar tantangan yang dihadapi guru di
masa Revolusi 4.0 ada dua aspek yakni (1) kesiapan guru dalam membekali diri guna
meningkatkan kompetensi professional dan (2) mengatasi dampak teknologi dan globalisasi yang
sangat pesat. Dijabarkan lebih lanjut bahwa peran guru sebagaimana tertuang dalam UU No 14
Tanun 2005 merupakan seorang professional yang mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didi pada pendidikan jenjang usia dini,
pendidikan dasar, menengah dan atas. Untuk itu, guru mampu mengadopsi dan mengadaptasi
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 240

teknologi sesuai dengan perkembangan dan kemampuan pesertra didik. Demikian halnya dengan
perkembangan teknologi dab era globalisasi membuat prrubahan yang sangat pesat bagi
kehidupan. Transformasi nilai-nilai akibat perkembangan teknologi dan globalisasi sudah tidak
dapat dielakkan yang berdampak pada perubahan karakter dan pemikiran peserta didik.
Kemudahan dalam mengakses informasi dari berbagai kultur dan budaya turut mempengaruhi
sikap dan penikiran masyarakat dan tidak terkeciali peserta didik. Untuk itu, guru harus mampu
memberikan pemahaman dan penguatan dalam memanfaatkan teknologi informasi yang positif
dan bermanafaat bagi peserrta didik. Adapun tantangan yang sangat besar bagi guru dalam
proses pembelajaran di era Industri 4.0 adalah melahirkan generasi-genarasi penerus yang
berkompeten, berakhlak, berarakter, disiplin, kreatif, mandiri dan berani agar dapat menghadapai
edisrupsi (Retnaningsih, 2019).
Syamsuar (2018) mengemukakan bahwa tangangan guru dalam pembelajaran berbasis
teknologi informasi di Era revolusi Industri 4.0 lebih ditekankan pada dua hal, yakni (1) yakni
pentingnya penanaman nilai dalam pendidikan dan (2) pelaksanaan pendidikan yang merata
pada semua wilayah di Indonesia, khususnya pada daerah yang terisolir, terluar dan terpinggir.
Pandangan tentang nilai ini bersumber dari konsep Guilford (1985) terkait dengan
keseimbangan aspek intelektual dan kepribadian pada anak di usia belajar bahwa, a) anak perlu
dididik dan dilatih bekerja sambil belajar agar mengembangkan kecerdasan anak secara luas, b)
memupun kepribadian agar menjadi pribadi yang dinamis, berani, percaya diri, bertanggung
jawab, dan mandiri sesuai dengan tujuan pendidikan kita, c) pembelajaran tidak hanya
berlangsung di kelas semata namun di semua kesempatan memungkinkan anak untuk belajar,
dan d) perbuatan baik penting diterapkan/dipraktikkan agar mudah ditiru dalam membina watak
baik anak. Anak ibarat kertas putih yang mudah dikembangak berdasarkan contoh nilai dan
praktik baik yang sehari-hari dilihat. Lingkungan turut berperan dalam membangun karakter dan
nilai moral pada anak. Kohlberg (2005) berpandangan bahwa pendidikan moral mampu
membantu peserta didik dalam menyikapi isi nilai yang ditemukan dalam kehidupannya. Untuk
itu, peran guru memberikan landasan yang kuat melalui contoh, persoalan nyata yang terjadi
serta pandangan peserta didik dalam menyikapinya. Selanjutnya peserta didik dapat menentukan
nilai baik dan buruk dan menerapkan dalam kehidupannya di masyarakat.
Mengimplementasikan Literasi Digital dalam Pembelajaran
Sudah banyak dikemukakan berbagai kondisi pembelajaran di Era Industri 4.0,
pemanfaatan literasi digitasl serta tantangan guru dalam pembelajaran di era teknologi. Meskipun
banyak tantangan, mau tidak mau atau suka tidak suka, maka guru tetap harus bersikap
professional dalam menghadapi dan memasuki dunia pembelajaran yang berbasis teknologi.
Dilihat dari berbagai tantangan dan persoalan yang dihadapi guru dan peserts didik dalam
pembelajaran berbasis teknologi, maka tidak semata-mata bersumber dari diri sendiri. Hal ini
penting diketahui dan ditindaklanjuti oleh pemerintah sebagai upaya memberdayakan dan
meningkatkan kompetensi guru dalam berliterasi digital dan bertenologi. Demikian halnya
dengan persoalan pesertas didik yang tidak memiliki gawai atau komputer saat belajar secara
daring di saat pandemic, maka pemerintah perlu berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidup
kesejahteraan masayarakt yang berada di wilayah terisolir, terluar dan terpinggir agar dapat
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 241

memenuhi kebutuhan sarana belajar ini. Barangkali tidak saat ini saja, ke depan jika
pembelajaran berbasis teknologi, maka pemenuhan sarana dan prasarana penting dilakukan
pemerintah. Demikian halnya dengan sarana pendukung pelaksanaan pembelajaran yang berbasis
internet, seperti sistem jaringan internet yang memadai, ketersediaan kuota belajar, sumber
belajar pendukung lain, sosialisasi dan pelatihan bagi tim penggerak pendidikan di wilayah
setempat, dan berbagai akses pendukung lainnya penting diadakan.
Jika semua perangkat belajar berbasis komputer sebagai sumber utama belajar dan
pembelajaran telah tersedia, selanjutnya diperlukan kesiapan guru dan orang tua. Di masa
pandemi covid 19 pembelajaran berlangsung daring (dalam jaringan) telah memaksa guru dan
pesererta didik untuk menggunakan aplikasi digital. Pembelajaran berbasis teknologi digital ini
dimungkinkan masih akan tetap digunakan pada tahun-tahun mendatang meskipun corona telah
lenyap di Indonesia. Oleh karena itu, persiapan guru dalam pembelajaran penting direncanakan
dengan baik, mulai dari aspek pegagogik, kurikulum, pelaksanaan pembelajaran – mencakup
merumuskan tujuan, materi, media, dan metode - hingga mengevaluasi capaian tujuan
pembelajaran. Adapun peran orang tua dalam mendampingi anak penting artinya. Anak
membutuhkan perhatian, motivasi, teman berdiskusi, bahkan orang tua dan saudara dapat
menjadi bagian dari aktivitas penyelesaian tugas anak. Selain itu, secara tidak langsung
pendampingan orang tua juga sebagai kontrol atas pemanfaatan waktu belajar anak.
Adapun bentuk implementasi literasi digital dalam pembelajaran yang dapat dilakukan
menurut pengalaman penulis dalam membelajarakan mata kuliah Bahasa Indonesia pada
mahasiswa semester dua, Program Studi Farmasi di Universitas MUhammadiyah Malang, yakni
pada topik “Pemanfaatan Bahasa Indonesia untuk Berbagai Tujuan” dengan langkah, (1)
menyepakati bentuk atau model kegiatan dalam menerapkan topik pembelajaran, (2) memberi
waktu sejenak pada mahasiswa memikirkan aktivitas yang akan dilakukan, (3) mengidentifikasi
berbagai bentuk kegiatan yang akan dilakukan mahasiswa, (4) mahasiswa membuat skrip materi
yang akan disampaikan dengan dilengkapi durasi waktu, (5) melaporkan hasil skrip melalui
aplikasi Google Classroom, (6) dosesn mereviu hasil skrip dan memberikan catatan, (7)
mahasiswa memperbaiki skrip dan berlatih, (8) mahasiswa mempraktikkan kegiatan
“Pemanfaatan Bahasa Indonesia untuk Berbagai Tujuan” dengan cara merekam, (9) menyunting
hasil rekaman video dengan melengkapi identitas lembaga, diri, serta menambahkan hal-hal yang
diperlukan, (10) mengunggah hasil rekaman video “Pemanfaatan Bahasa Indonesia untuk
Berbagai Tujuan” di YouTube, (11) mengirimkan link YouTube ke dosen.
Adapun bentuk-bentuk kegiatan berdasarkan topik Pemenfaatan Bahasa Indonesia dalam
Berbagau Tujuan” yang telah dibuat oleh mahasiswa meliiputi: 1) mengenalkan kuliner di
wilayah tempat tinggal mahasiswa, 2) mengenalkan tarian dan kesenian di wilayah setempat, 3)
mengenalkan tempat wisata atau destinasi menarik di wilayah setempat, 4) mengenalkan tradisi
dan ritual di wilayah tertentu, 5) kunjungan ke suatu tempat seperti masjid yang bersejarah serta
6) mahasiswa sebagai pemandu acara. Dengan demikian, mahasiswa telah mampu
memanfaatkan literasi digital guna meningkatkan kecakapan hidup. Adapun proses berliterasi
digital mahasiswa dilakukan mulai dari mengumpulkan bahan dari sumber-sumber di internet,
membaca dan mempelajarinya, menyusun kembali dalam bentuk tulisan (skrip), mengembagkan
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 242

skrip yang siap dipraktikkan, melakukan perekaman video, dan publisitas video ke masyarakat
(YouTube).
Bentuk implementasi lain yang penulis lakukan dalam pembalajarn bahasa Indonesia di
perguruan tinggi berbasis digital adalah mereviu buku dan mempulikasikannya dalam media
massa, baik cetak maupun online. Langkah-langkah pembelajaran yang penulis lakukan, yaitu 1)
menyampaikan tujuan pembelajaran, “mahasiswa mampu meresensi sebuah buku dan
mempublikasikannya di media massa”, 2) menjelaskan prinsip meresensi dan memberikan
contoh sebuah resensi, 3) mengirimkan contoh resensi serta link tulisan resensi di media massa,
4) meminta mahasiswa membaca buku dengan kriteria yang ditentukan: (i) bersifat nonfiksi, (ii)
tahun buku tiga tahun terakhir, (iii) bukan buka terjemahan, (iv) tebal buku 100 – 200 hal., (v)
bersifat inspiratif dan mengedukasi, dan (vi) waktu membaca buku 4-5 hari; 5) mahasiswa
membuat ringkasan buku secara umum, maksimal 1 halaman; 6) melaporkan hasil ringkasan
melalui Google Classroom; 7) membahas hasil ringkasan buku mahasiswa pada saat pertemuan
antara 3-5 tulisan berdasarkan ejaan dan tanda baca, pokok gagasan dan paragraph; 8) bertanya
jawab dalam pembelajaran secara virtual; 9) meminta mahasiswa memperbaiki tulisan dan
mengirumkan kembali; 10) membahas yang kedua kalinya secara sampling 5-7 tulisan; 11)
meminta mahasiswa menuliskannya menjadi sebuah resensi buku dengan memperhatikan prinsip
tulisan resensi; 12) mahasiswa mengirimkan hasil tullisan resensi buku; 13) membahas hasil
tulisan resensi berdasarkan judul tulisan, gambar sampul buku serta substansi isi resensi.
Selanjutnya jika tulisan dinilai sudah memenuhi prinsip meresensi buku, maka mahasiswa dapat
langsung mengirimkan ke redaksi koran yang dituju. Jika dilihat dari proses pembelajara hingga
memproduksi hasil tulisan yang siap dipublikasikan, maka memebutuhkan waktu kuran lebih 4-
6 kali pertemuan. Namun demikian, luaran pembelajaran berupa karya tulis yang dapat dinikmati
masyarakat. Untuk itu, dalam pembelajaran yang bersifat berproses ini, maka bentuk penilaian
bersifat project sehingga penilaian bersifat portofolio.
Berdasarkan kedua contoh penerapan pembelajaran berbasis literasi pada mata kuliah
Bahasa Indonesia di perguruan tinggi, maka dapat diterapkan guru dalam membelajarkan materi-
materi yang lain. Tentunya, guru akan menyesuaikan langkah-langkah pembelajaran berdasarkan
kondisi dan situasi yang telah direncanakan.

SIMPULAN DAN SARAN


Era Industri 4.0 merupakan sebuah kenyataan yang menggambarkan perkembangan
kemajuan teknologi begitu pesat. Hal yang tidak terpikirkan sebelumnya menjadi kenyataan,
seperti mengendari mobil tanpa mengemudikan, namun cukup dengan sensor semata, memesan
makanan cukup dengan aplikasi GoFood dan mengirimkannya dengan menggunakan aplikasi
GoSend. Pemesan atau konsumen tidak perlu keluar rumah dalam bertransaksi barang yang
dibelinya. Cukup memanti di rumah barang yang dipesan serta dapat mengetahui keberadaan
barang yang ditunggu. Kecanggihan teknologi ini juga berpengaruh terhadap pendidikan dan
pembelajaran. Peserta didik disuguhi pemandangan yang menakjubkan dari perkembangan
teknologi. Untuk itu, tantangan guru adalah dapat menjelaskan, menunjukkan dan mencontohkan
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 243

berbagai fenomena artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan ini sebagai capaian dalam
perkembangan teknologi. Guru dapat saling belajar bersama peserta didik melalui internet dari
sumber data informasi yang berlimpah. Dengan berliterasi digital bersama peserta didik, guru
akan membukakan cakrawala dunia sebagai sumber pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai
karakter dan sikap dalam memahami ilmu. Dengan demikian, kehadiran guru tetap memiliki
makna penting bagi peserta didik yang tidak akan dapat tergantikan dengan kecanggihan
teknologi.
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 244

DAFTAR PUSTAKA
Anugrahana, Andri. 2020. Hambatan, Solusi dan Harapan: Pembelajaran Daring Selama Masa
Pandemi Covid-19 Oleh Guru Sekolah Dasar. Scholaria: Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Vol. 10, No. 3, September 2020, Hal. 282-289.
Ariyati, Deasy. 2020. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Literasi Digital Di Era 4.0:
Tantangan dan Harapan. E-Proceeding Seminar Nasional #5: “Bahasa, sastra, dan
Pembelajarannya untuk Mempersiapkan Generasi Emas 2045”. Universitas Jember: FKIP.
Link: https://jurnal.unej.ac.id/index.php/fkip-epro/article/view/18683
Bawden, D. 2001. “Information and Digital Literacies: A Review of Concepts“ in Journal of
Documentation, 57(2), 218-259.
Guilford, J. P. (1985). The structure-of-intellect model. In B. B. Wolman (Ed.), Handbook of
intelligence: Theories, measure- ments, and applications (pp. 225–266). New York: Wiley.
Risdianto, Eko. 2019. Analisis Pendidikan Indonesia Di Era Revolusi Industri 4.0 . link:
https://www.researchgate.net/publication/332415017_ANALISIS_PENDIDIKAN_INDON
ESIA_DI_ERA_REVOLUSI_INDUSTRI_40
Ismail, Shalahudin Ismail, Suhana dan Eri Hadiana.2020. Kompetensi Guru Zaman Now dalam
Menghadapi Tantangan di Era Revolusi Industri 4.0. Atthulab: Islamic Religion Teaching
& Learning Journal. Vol. 5, No. 2, 2020, hal. 198-209.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Gerakan Literasi nasional: materi Pendukung
Literasi Digital. Jakarta.
Kemdikbud. 2020. “Mendikbud luncurkan Empat Kebijakan Merdeka Belajar: Kampus
Merdeka”. Link: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/01/mendikbud-luncurkan-
empat-kebijakan-merdeka-belajar-kampus-merdeka
Kohlberg, L.(2005). Tahap-tahap Perkembangan Moral, Yogyakarta: Kanisius.
Kusumastuti, Frida (Ed.) 2021. Modul Etik Bermedia Digital. Jakarta: Kementerian Komunikasi
dan Informasi.
Natasuwarna, Amar P. 2019. “Tantangan Menghadapi Era Revolusi 4.0: Big Data dan Data
Mining”. Prosiding Seminar Nasional. Hasil Inovasi Pengabdian Masyarakat (Sindimas),
29 Juli 2019. Link:
https://www.stmikpontianak.ac.id/ojs/index.php/sindimas/article/view/530
Retnaningsih, Duwi. 2019. Tantangan Dan Strategi Guru Di Era Revolusi Industri 4.0 Dalam
Meningkatkan Kualitas Pendidikan. Prosiding Seminar Nasional: Kebijakan dan
Pengembangan Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0. Link:
https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/snpep2019/article/download/5624/2734
Riel, J., Christian, S., & Hinson, B. 2012. Charting digital literacy: A framework for information
technology and digital skills education in the community college. Presentado en
Innovations.
T A N T A N G A N P E M B E L A J A R A N D I E R A I N D U S T R I 4 . 0 | 245

Suhayati, Monika. 2021. Larangan Penghinaan Dan/Atau Pencemaran Nama Baik Dalam Pasal
27 Ayat (3) UU ITE. INFO Singkat: Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis .
Vol. XIII, No.5/I/Puslit/Maret/2021. Link:
https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XIII-5-I-P3DI-Maret-
2021-241.pdf
Syamsuar & Reflianto. 2018. “Pendidikan Dan Tantangan Pembelajaran Berbasis Teknologi
Informasi Di Era Revolusi Industri 4.0” . E-Tech: Jurnal Ilmiah Teknologi Peneididikan,
Vol. 6, No. 2, 2018.
Taradisa, Nindia, Nida Jarmita, Emalfida. 2020. “Kendala yang Dihadapi Guru Mengajar Daring
pada Masa Pandemi Covid-19 di MIN 5 Banda Aceh”. Primary: Jurnal Keilmuan dan
Pendidikan Dasar, Vol, 12, No. 02, Juli - Desember 2020.
Wahyuningsih, Kompyang Sri . 2021. Problematika Pembelajaran Daring di Masa Pandemi
Covid-19 di SMA Dharma Praja Denpasar. Jurnal Pangkaja, Vol. 24, No. 1, Maret 2021,
Hal. 107-118.
Yustika, Gaung Perwira & Sri Iswati. 2020. Digital Literacy in Formal Online Education: A
Short Review. Jurnal Dinamika Pendidikan, Vol. 15, No. 1, hal. 66-76.

Anda mungkin juga menyukai