Anda di halaman 1dari 15

Sejarah dan Perkembangan Arsitektur I

“7 Unsur Kebudayaan Jepang dan Korea”

OLEH

Nama :Lea Julita Yuneldi Kiuk


NIM : 2006090010
Mata Kuliah: Sejarah dan Perkembangan Arsitektur I
Kelas :A

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
Kata Pengantar
Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih karunia dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Meskipun
terdapat beberapa kesulitan dalam proses penulisan, namun berkat penyertaan-Nya, penulis dapat
menyelesaikan laporan ini tepat waktu.
Dalam penulisannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karenanya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
berkontribusi dalam membantu penyusunan laporan ini, baik secara materi maupun pikiran.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan tangan terbuka menerima
masukkan, saran, dan usul demi penyempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.

Kupang, Maret 2021

Lea Julita Yuneldi Kiuk

i
Daftar Isi

Kata Pengantar..................................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Unsur-unsur kebudayaan Jepang..........................................................................................3
B. Unsur-unsur kebudayaan Korea...........................................................................................6
C. Sistem pemanas ruangan secara tradisional di Korea...........................................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat
Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik Rakyat
Tiongkok, Korea Selatan, dan Rusia. Pulau-pulau paling utara berada di Laut Okhotsk,
dan wilayah paling selatan berupa kelompok pulau-pulau kecil di Laut Tiongkok Timur,
tepatnya di sebelah selatan Okinawa yang bertetangga dengan Taiwan (Republik
Tiongkok).
Jepang terdiri dari 6.852 pulau dan menjadikannya sebagai negara kepulauan.
Pulau-pulau utama dari utara ke selatan adalah Hokkaido, Honshu (pulau terbesar),
Shikoku, dan Kyushu. Sekitar 97% wilayah daratan Jepang berada di keempat pulau
terbesarnya. Sebagian besar pulau di Jepang bergunung-gunung, dan sebagian di
antaranya merupakan gunung berapi. Gunung tertinggi di Jepang adalah Gunung Fuji
yang merupakan sebuah gunung berapi. Penduduk Jepang berjumlah 128 juta orang, dan
berada di peringkat ke-10 negara berpenduduk terbanyak di dunia. Tokyo secara de facto
adalah ibu kota Jepang, dan berkedudukan sebagai sebuah prefektur. Tokyo Raya adalah
sebutan untuk Tokyo dan beberapa kota yang berada di prefektur sekelilingnya. Sebagai
daerah metropolitan terluas di dunia, Tokyo Raya berpenduduk lebih dari 30 juta orang.
Korea adalah sebuah semenanjung yang terletak di Asia Timur (di antara
Tiongkok dan Jepang). Korea terbagi menjadi dua negara, yakni Republik Korea (Korea
Selatan) dan Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) setelah Perang Dunia II
pada tahun 1945.
Korea Selatan kemudian berkembang menjadi negara demokratis sementara
Korea Utara berhaluan komunis. Bendera Persatuan Korea sering digunakan untuk
merepresentasikan Korea pada ajang olahraga internasional, tetapi bendera tersebut
bukan merupakan bendera resmi kedua negara.
Karena zaman dinasti-dinasti bersejarah sudah berakhir, istilah Korea saat ini
didefinisikan berdasarkan gabungan 2 entitas yang terbagi oleh Garis Demarkasi Militer
pararel 38, yakni Korea Utara, dan Korea Selatan. Semenanjung Korea di sebelah utara
dibatasi oleh Republik Rakyat Tiongkok, dan Rusia di sebelah timur laut, serta Jepang di
sebelah tenggara yang dipisahkan dengan Selat Korea.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana unsur-unsur kebudayaan di Jepang?
2. Bagaimana unsur-unsur kebudayaan di Korea?
3. Bagaimana sistem pemanas ruangan secara tradisional di Korea?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui unsur-unsur kebudayaan di Jepang.
2. Untuk mengetahui unsur-unsur kebudayaan di Korea?
3. Untuk mengetahui sistem pemanas ruangan secara tradisional di Korea.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Unsur-unsur kebudayaan Jepang


a. Bahasa
Bahasa Jepang Kuno ialah tahap Bahasa Jepang yang tertua dan terbukti
kebenarannya. Ini dibuktikan dalam dokumen dari Periode Nara (abad ke-8). Bahasa
ini menjadi Bahasa Jepang Pertengahan Awal pada Periode Heian berikutnya,
meskipun pemisahan yang tepat dari kedua bahasa ini kontroversial. Bahasa Jepang
Kuno ialah anggota awal dari rumpun Bahasa Japonik; tidak ada hubungan konklusif
ke rumpun bahasa lain yang telah ditunjukkan.
Bahasa Jepang kuno ditulis menggunakan Aksara Tionghoa, menggunakan
bentuk fonetik yang semakin terbakukan dan pada akhirnya berkembang menjadi
man'yōgana. Biasanya untuk bahasa Japonik dan untuk tahap dalam garis evolusi
bahasa Jepang modern, bahasa Jepang kuno adalah bahasa yang pada dasarnya
aglutinatif dengan urutan kata subjek-objek–kata kerja. Namun, bahasa tersebut
ditandai oleh beberapa perbedaan fonemik dari bentuk akhir bahasa Jepang, seperti
struktur suku kata yang lebih sederhana dan perbedaan antara beberapa pasang suku
kata yang dilafalkan secara identik dalam bahasa Jepang pertengahan awal dan akhir.
Kenyataan fonetis dari pembedaan ini tidak pasti.
b. Pengetahuan
Sebagian besar bangunan Jepang dibangun dengan kayu, karena masyarakat
Jepang kuno meyakini material kayu adalah yang terbaik untuk menghindari bahaya
dari gempa bumi yang sering melanda daratan mereka, sayangnya banyak bangunan-
bangunan yang hilang selama bertahun-tahun karena bencana alam, iklim, kebakaran,
dan perang. Namun beberapa yang tahan kini menjadi lokasi wisata yang populer dan
bangunan bersejarah yang penuh dengan nilai-nilai historik, berikut ini Artforia akan
berbagi informasi mengenai beberapa jenis arsitektur yang hadir pada bangunan-
bangunan di Jepang.
c. Organisasi Kemasyarakatan
Keshogunan Tokugawa pada masa berkuasanya dengan sengaja menciptakan
tatanan sosial atau kasta sosial yang disebut Empat divisi masyarakat (shinōkōshō),
yang akan menstabilkan negara. Sistem ini didasarkan pada ide-ide Konfusianisme
yang menyebar ke Jepang dari Cina. Meskipun kaisar adalah yang tertinggi di
masyarakat Jepang, Shogun yang memiliki kekuatan paling besar.
Dengan sistem ini, masyarakat terdiri dari samurai (侍 shi), petani (農 nō),
pengrajin (工 kō) dan pedagang (商 shō). Samurai ditempatkan di puncak masyarakat
karena mereka memulai sebuah perintah dan menetapkan contoh moral yang tinggi
untuk diikuti orang lain. Sistem ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi kekuasaan
mereka di masyarakat dengan menetapkan status berkuasa mereka. Petani berada di

3
urutan kedua karena mereka menghasilkan komoditi yang paling penting, yaitu
makanan. Berdasarkan filsafat Konfusianisme, masyarakat tidak dapat bertahan tanpa
pertanian.
Ketiga adalah pengrajin karena mereka menghasilkan barang-barang yang dapat
digunakan di kehidupan sehari-hari. Pedagang berada di posisi bawah kasta sosial
karena mereka menghasilkan kekayaan tanpa menghasilkan barang apa pun. Hal ini
menunjukkan, kelas tidak diatur oleh kekayaan atau modal tetapi oleh apa yang
digambarkan oleh filsuf sebagai kemurnian moral mereka.
Dalam kenyataannya, shinōkōshō tidak secara akurat menggambarkan masyarakat
Tokugawa. Pendeta Budha dan Shinto; atau bangsawan istana dan kelas terbuang
termasuk eta dan hinin (budak yang dijual atau dijatuhi hukuman) tidak termasuk
dalam deskripsi hierarki ini. Berbeda dengan sistem kasta hindu yang membagi
bangsawan, ahli agama dan budak.
Samurai yang berada di kasta tertinggi berfungsi sebagai kelas prajurit di Jepang;
mereka berjumlah sekitar 7-8% dari populasi. Kelas-kelas lain dilarang memiliki
pedang panjang seperti tachi atau katana. Membawa pedang menjadi hak dan simbol
kelas samurai.
d. Teknologi
Jepang adalah negara basah dengan curah hujan tahunan sekitar dua kali lipat
China. Jadi, untuk menjaga agar air hujan tidak mengalir dari gedung dan ke tanah di
sekitar pondasi, yang berpotensi menyebabkan pagoda tenggelam, para tukang
bangunan memperpanjang bentuk atap agar menjauh dari dinding - yang bisa
mencakup hingga 50 persen atau lebih dari total lebar bangunan.
Tukang bangunan menggunakan serangkaian balok untuk menopang atap yang
besar. Kemudian, untuk mencegah kebakaran parah pada bangunan, bagian atapnya
kemudian diisi dengan gerabah yang berat untuk mencegah agar api tidak langsung
menyulut struktur kayu di bawahnya.
Pagoda Toji, bangunan kayu tertinggi di Jepang, telah terbakar habis setelah
disambar petir tiga kali sejak bangunan pertamanya dibangun pada tahun 824.
Kebakaran yang disebabkan oleh sambaran petir menjadi faktor utama hancurnya
pagoda, oleh karena itu diletakkan tombak logam besar di bagian atap yang berfungsi
sebagai penangkal petir.
Faktanya, hanya dua pagoda Jepang dalam 1.400 tahun terakhir, sepasang kuil
Todai-ji, yang diketahui benar-benar runtuh karena diguncang gempa.
Atap yang lebar dan berat tidak hanya baik untuk perlindungan kebakaran,
mereka juga bertindak sebagai penstabil saat gempa. Dan bahkan saat gempa besar,
struktur atapnya hanya akan menyebabkan bangunan bergoyang dengan lembut.
Pagoda Horyu-ji tidak memiliki balok penahan beban sentral seperti pada konstruksi
modern. Karena struktur bangunannya mengecil ke atas, tidak ada balok vertikal
penahan beban tunggal yang terhubung ke balok di bawahnya. Masing-masing lantai
itu sendiri tidak terhubung erat, hanya bertumpuk satu sama lain dengan pengunci
yang longgar. Ini memungkinkan bangunan pagoda bisa mengikuti goyangan gempa.

4
Agar lantai tidak meregang terlalu jauh, tukang bangunan datang dengan solusi yang
cerdik: shinbashira.
Tampak seperti kolom penahan beban yang besar, namun shinbashira sebenarnya
tidak menopang seluruh bobot bangunan (bobot tersebut didukung oleh jaringan 12
kolom luar dan empat kolom dalam). Dibangun dari batang pinus besar, shinbashira
diletakkan di bagian bawah atap dan digantung di poros tengah bangunan. Kadang-
kadang terkubur ke dalam tanah, kadang bertumpu ringan di atas tanah, dan kadang-
kadang bahkan tidak menyentuh tanah - ia hanya menggantung dengan bebas.
Shinbashira bertindak sebagai peredam getaran gempa bumi. Ini juga mencegah lantai
bergoyang ke titik runtuh. Teknologi shinbashira yang sama masih digunakan sampai
sekarang.

e. Mata pencaharian
Sebagian besar penduduk Jepang di periode Jomon (13.000 SM – 300 SM) adalah
seorang petani, nelayan, dan juga pemburu. Sehingga rata-rata tempat tinggal atau
rumah dibangun langsung di atas lantai tanah dengan fondasi kayu dan atap
menggunakan jerami tebal, bagian lantainya tidak beri alas, biasanya dilapisi
bebatuan atau tanah yang keras. Sebuah situs arkeologi bernama Sannai Maruyama di
Aomori adalah salah satu tempat terbaik untuk melihat bagaimana bangunan-
bangunan prasejarah periode Jomon berdiri, beberapa museum sejarah lokal di Jepang
juga memamerkan gaya-gaya tempat tinggal periode tersebut.
Setelah Periode Jomon, Jepang memasuki Periode Yayoi yang berlangsung
sekitar 300 SM hingga 300 Masehi, periode ini ditandai dengan mulainya pertanian
padi yang tersebar luas, yang mengakibatkan munculnya permukiman permanen
dengan jumlah populasi yang lebih besar. Masyarakat menjadi lebih terorganisir dan
terbangun desa-desa. Mulai juga hadir beberapa bangunan selain rumah, seperti
lumbung, gudang, dan semacamnya. Rumah pada jaman ini dibangun di ataas
panggung untuk menjauhkan hewan-hewan seperti tikus dan ular. Taman sejarah
Yoshinogari di Prefektur Saga adalah tempat yang sangat baik untuk melihat
pemukiman Periode Yayoi di Jepang.

f. Religi
Shinto adalah sebuah agama atau kepercayaan yang dipeluk mayoritas penduduk
di Jepang. Agama ini telah ada di Jepang sejak ribuan tahun yang lalu dan menjadi
satu dengan budaya. Berbeda dengan agama lain seperti Islam dan Kristen yang
memiliki kitab suci dan Tuhan yang harus di sembah.
Pada zaman kuno, upacara keagamaan Shinto diadakan di luar ruangan di sebuah
tempat tanpa bangunan. Kemudian, bangunan sementara digunakan yang akhirnya
terbentuklah sebuah bangunan permanen yang disebut kuil di mana para pendeta
menyimpan simbol-simbol para dewa.
Di antara semuanya, gaya arsitektur kuil yang paling awal adalah gaya Shinmei
yang diperlihatkan oleh Kuil Ise yang memiliki aula menyerupai sebuah gudang
kuno, dan kemudian gaya Taisha yang diperlihatkan pada kuil Izumo yang
bangunannya menyerupai tempat tinggal kuno. Selain itu, ada gaya Sumiyoshi yang

5
diperlihatkan oleh kuil Sumiyoshi di Osaka. Kedatangan agama Buddha di abad ke-6
membawa pengaruh besar dalam arsitektur kuil di dataran Jepang. Kuil Kasuga dan
Kuil Usa adalah dua contoh gaya awal dari bangunan kuil Jepang yang mulai
berubah. Menjelang Periode Edo, kuil menjadi semakin berhias dan megah, seperti
yang diperlihatkan oleh kuil Nikko Toshogu, yang dibangun pada abad ke-17.
Selama berabad-abad telah banyak bangunan kuil kuno yang hilang karena
kebakaran dan bencana lainnya, namun meski begitu masih ada beberapa kuil yang
nampak kokoh berdiri dengan arsitektur lama tanpa melalui rekontruksi besar-
besaran.

g. Kesenian
Byobu adalah dinding lipat Jepang yang biasanya digunakan atau berfungsi untuk
membagi sebuah ruangan besar pada sebuah rumah di Jepang untuk untuk
memberikan privasi. Biasanya dinding-dinding lipat ini dihiasi dengan seni seperti
lukisan alam atau sebuah seni shodo kaligrafi. Byobu telah dibuat di Jepang sejak
abad ke-7 dan beberapa dianggap sebagai karya seni yang tak ternilai harganya.
Rumah-rumah Jepang secara historis rendah privasi dengan ruangan-ruangan
yang terganung dengan dinding fusuma dan shoji. Sehingga kehadiran Byobu sangat
dibutuhkan kala itu. Rumah-rumah tradisional Jepang juga dibangun dengan desain
yang dapat dikonfigurasikan dengan ruangan-ruangan yang bergabung dalam
berbagai pola dan tempat tidur futon yang disimpan di siang hari untuk membuat
ruangan kembali luas. Byobu membuat pembagian ruangan di rumah tradisional
Jepang menjadi lebih fleksibel, inilah yang menjadi alasan besar mengapa masyarakat
Jepang kuno sangat membutuhkan Byobu.
Dari masing-masing era kehadiran Byobu memiliki perbedaan, Berawal dari
Byobu dengan berkaki tunggal pada periode Nara (646-794) dan kemudian memasuki
abad ke 8 mulai bermunculan Byobu dengan multi-panel dan digunakan sebagai
perabot dalam istana kekaisaran, terutama dalam sebuah upacara-upacara penting.
Byobu enam panel adalah yang paling umum pada periode Nara yang sebagian besar
terbuat dari sutra dan kulit hewan. Hingga beberapa periode bentuk dari Byobu terus
berubah dan berkembang hingga akhirnya pada masa modern sekarang ini, yang
banyak dibuat oleh mesin pabrik, namun Byobu buatan tangan saat ini masih tersedia,
terutama diproduksi oleh keluarga yang melestarikan tradisi kerajinan tradisional ini.
Pada tahun 1850-an ketika Jepang pertama kali dibuka untuk perdagangan dengan
negara luar, Byobu menjadi alat original Jepang yang awal paling sukses di pasar
Eropa. Pada akhir abad 19 Byobu menjadi perabotan umum di beberapa kota di
Eropa. Namun setelah beberapa tahun kemudian kehadiran Byobu tidak lagi begitu
penting setelah desain-desain rumah modern bermunculan dengan struktur tembok
dan dinding kaca, di Jepang sendiri kini Byobu lebih sering terlihat dalam sebuah
acara-acara seni atau museum tradisional

B. Unsur-unsur kebudayaan Korea

6
a. Bahasa
Hangeul atau huruf asli Korea diciptakan pada masa Dinasti Joseon pada tahun
1443 oleh Raja Sejong. Dalam sebagian besar sejarahnya, rakyat Korea sebelumnya
menulis dengan aksara Tionghoa (Hanja). Namun, karena bahasa tutur kedua bangsa
ini berasal dari keluarga yang berbeda, maka bahasa Korea tidak bisa secara tepat
diungkapkan dalam aksara Tionghoa.
Dalam bahasa Tionghoa, kalimat ditandai dengan partikel. Sementara dalam
bahasa Korea, akhiran digunakan untuk menambah atau memodifikasi makna. Walau
tidak nyaman, kaum bangsawan Korea (Yangban) tetap mendukung penggunaan
Hanja secara teguh.
Huruf Hangeul sendiri memiliki sistem penulisan yang ilmiah, menurut
keterangan tertulis KCC. Meskipun tulisan Hangeul terlihat seperti tulisan ideografik
(tulisan dalam bentuk 'simbol' seperti aksara Tionghoa), Hangeul sebenarnya
merupakan abjad fonetik atau alfabet, karena setiap hurufnya merupakan lambang
vokal dan konsonan yang berbeda. Alfabet Hangeul terdiri dari 24 huruf (jamo): 14
huruf mati (konsonan) dan 10 huruf hidup (vokal). Sebenarnya, Hangeul masih
mempunyai 3 konsonan dan 1 huruf vokal, tetapi dihilangkan. 

b. Pengetahuan
Hanok adalah sebutan untuk rumah tradisional Korea yang dipakai untuk
membedakannya dengan rumah gaya Barat. Arsitektur Korea memperhitungkan
lokasi rumah dari lingkungan sekelilingnya, khususnya mempertimbangkan keadaan
geografi dan musim. Struktur interior juga dirancang berdasarkan lokasi rumah.
Prinsip yang disebut Baesanimsu (hangul: 배산임수) secara harfiah mengatur
rumah ideal untuk dibangun membelakangi gunung, dan sungai berada di depan
rumah. Hanok dibangun menghadap ke timur atau selatanagar cukup mendapat sinar
matahari.
Rumah tradisional Korea dibangun dari bahan-bahan alami seperti kayu, tanah,
batu, jerami, genting, dan kertas. Tiang-tiang dan kerangka hanok dibuat dari kayu.
Tembok pengisi kerangka rumah dibangun dari bata yang dibuat dari campuran tanah
dan rumput. Kertas tradisional Korea (hanji) dipasang di rangka jendela, rangka
pintu, dan pelapis dinding. Lantai dibuat dari tanah yang dikeraskan atau batu.

c. Organisasi Kemasyarakatan
Silla (tahun 57 Sebelum Masehi - 935 Masehi), sering kali diucapkan Shilla,
adalah salah satu dari Tiga Kerajaan Korea. Di Silla terdapat Kolpum, sistem
pembagian status personal. Di dalam sistem kolpum, terdiri dari Songgol dan Jingol
sebagai keluarga royal, serta 6,5,4 Dupum kelas bangsawan.

d. Teknologi
Ondol merupakan sistem pemanas tradisional yang berada di bawah lantai. Panas
ini akan merambat di sepanjangan saluran panas, sehingga panas dari api bisa terasa
di seluruh ruangan. Penggunaan ondol telah ditemukan di situs arkeologi di Korea
Utara saat ini. Sebuah situs arkeologi Zaman Neolitik, sekitar 5000 SM, ditemukan di

7
Unggi, Hamgyeongbuk-do, di Korea Utara saat ini, menunjukkan sisa-sisa gudeul
yang jelas di tempat tinggal yang digali.
Ondol awal dimulai sebagai gudeul yang menyediakan pemanas untuk rumah dan
memasak. Ketika api dinyalakan di dalam tungku untuk menanak nasi untuk makan
malam, nyala api akan memanjang secara horizontal karena jalan masuk cerobong
asap berada di samping tungku. Pengaturan ini penting, karena tidak akan
membiarkan asap naik ke atas, yang akan menyebabkan api padam terlalu cepat.
Karena nyala api akan melewati pintu keluar asap, maka api akan diarahkan melalui
jaringan lorong dengan asap. Seluruh ruangan akan dibangun di atas cerobong tungku
untuk membuat ruangan berlantai ondol.

e. Mata Pencaharian
Bercocok tanam padi dimulai dalam jaman perunggu, yang berlangsung di Korea
sampai dengan sekitar tahun 400 Sebelum Masehi. Orang-orang juga hidup di dalam
lubang galian dengan tutup jerami, sementara dolmen dan liang kubur batu digunakan
untuk kebanyakan pemakaman pada waktu itu.
Ketika pertanian menjadi aktivitas utama, desa-desa terbentuk dan muncullah
pemimpin yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Hukum menjadi penting untuk
memerintah masyarakat. Pada Gojoseon (tahun 2.333 Sebelum Masehi – tahun 108
Sebelum Masehi) berlaku undang-undang yang terdiri dari 8 (delapan) pasal, tetapi
sekarang hanya 3 (tiga) pasal yang diketahui: Pertama, seseorang yang membunuh
orang lain harus segera dibunuh. Kedua, seseorang Bercocok tanam padi dimulai
dalam jaman perunggu, yang berlangsung di Korea sampai dengan sekitar tahun 400
Sebelum Masehi. Orang-orang juga hidup di dalam lubang galian dengan tutup
jerami, sementara dolmen dan liang kubur batu digunakan untuk kebanyakan
pemakaman pada waktu itu. Ketika pertanian menjadi aktivitas utama, desa-desa
terbentuk dan muncullah pemimpin yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Hukum
menjadi penting untuk memerintah masyarakat. Pada Gojoseon (tahun 2.333 Sebelum
Masehi – tahun 108 Sebelum Masehi) berlaku undang-undang yang terdiri dari 8
(delapan) pasal, tetapi sekarang hanya 3 (tiga) pasal yang diketahui: Pertama,
seseorang yang membunuh orang lain harus segera dibunuh. Kedua, seseorang yang
melukai tubuh orang lain harus mengganti rugi dengan biji-bijian. Ketiga, seseorang
yang mencuri milik orang lain harus menjadi budak orang tersebut.

f. Religi
Yeongsanjae adalah upacara ritual agama Buddha yang dilaksanakan di Kuil
Bongwon, Seoul, Korea Selatan. Upacara dalam kepercayaan Buddhisme ini
dimaksudkan untuk memberi persembahan kepada Buddha agar ia menuntun
manusia, baik yang hidup dan yang sudah tiada menuju kedamaian dan pencerahan.
Upacara ini diadakan dengan ritual bompae yakni melantunkan sutra Buddha,
dilanjutkan dengan menarikan tarian ritual Nabichum, Barachum, Beobgochum dan
Tajuchum.
Menurut kepercayaan Buddhisme Korea, Yeongsanjae adalah upacara yang
didasarkan pada saat peristiwa Buddha memberi khotbah Sutra Saddharma Pundarica
(Sutra Teratai) di Gunung Yeongsan (Gunung Gridhakuta), semua muridnya, mahluk
8
hidup di bumi dan langit menjadi sangat gembira setelah mendengarkan khotbahnya.
Bunga Mandala turun dari langit, Sakradevanan Indra dari seluruh dunia, para
Bodhisattva, dewa dan dewi ikut turun ke bumi untuk memberikan bunga dan dupa
serta menari untuk sang Buddha. Seluruh keajaiban ini dimanifestasikan ke dalam
sebuah upacara yang disebut Yeongsanjae. Upacara ini bertujuan untuk
menyampaikan pesan mengenai reinkarnasi dan kehidupan baru di nirwana bagi
orang yang sudah meninggal. Selain itu upacara ini juga dimaksudkan untuk menutun
manusia yang ada di bumi untuk mendapatkan pencerahan dan pembebasan dari
karma, mendamaikan dan menyelamatkan jiwa-jiwa semua mahkluk di bumi, langit,
lautan dan alam baka.
Upacara Yeongsanjae menampilkan musik dan tarian ritual yang menggabungkan
ritual asli Korea dengan Buddhisme dan dilaksanakan setiap satu tahun sekali di
Bongwonsa (Kuil Bongwon), Seoul. Pada zaman pertengahan Dinasti Joseon, upacara
ritual agama Buddha dilaksanakan secara besar-besaran berdasarkan Sutra Teratai.
Seperti ritual agama lain, Yeongsanjae adalah ekspresi filosofi dan doktrin agama
Buddha dan bertujuan untuk mempraktikkan disiplin diri.

g. Kesenian
Kesenian awal Korea menerima banyak pengaruh Tionghoa, yang dimulai dengan
berdirinya koloni-koloni Tiongkok pada tahun 108 SM di bekas wilayah kerajaan
Gojoseon. Agama Buddha diperkenalkan dari Tiongkok pada tahun 372, menjadi
sumber inspirasi karya seni bangsa Korea sampai abad ke-15. Pada masa Tiga
Kerajaan, karya-karya seni Korea diciptakan dalam bentuk-bentuk arsitektur pagoda,
perhiasan, tembikar, dan ukir-ukiran sebagai dedikasi terhadap Buddhisme.
Sebagian besar pagoda Korea dibangun dari kayu dengan balok dipotong untuk
saling mengunci daripada dipaku bersama. Pagoda dibangun terutama pada masa
Tiga Kerajaan, Silla Kemudian, dan dinasti Goryeo (lebih dari seribu tahun yang
lalu). Tetapi karena kehancuran hebat selama invasi oleh bangsa Mongol di abad ke-
13 dan Jepang di abad ke-16, dan kemudian penindasan agama Buddha oleh dinasti
Joseon sendiri, sangat sedikit pagoda di Korea yang bertahan. Namun, dari catatan
sejarah dan peninggalan arkeologis, mereka sangat mirip dengan pagoda Jepang awal,
berbentuk bujur sangkar dengan atap ubin besar. Dibandingkan dengan rekan-rekan
Jepang mereka, bagaimanapun, telah diduga bahwa pagoda kayu Korea jauh lebih
besar. Hwangnyongsa yang sekarang dihancurkan tercatat seluas tujuh teluk dan
delapan puluh meter, diyakini sebagai struktur tertinggi di Asia Timur pada saat
penyelesaiannya. Ketika pagoda batu Korea awal mengikuti fitur desain yang serupa,
pagoda kayu kemungkinan meruncing pada setiap tingkat, lebih daripada rekan-rekan
Cina mereka.

C. Sistem pemanas ruangan secara tradisional di Korea


Ondol atau gudeul, adalah sistem pemanas ruangan tradisional Korea. Ondol
bermanfaat mentransfer panas yang dihasilkan pembakaran kayu dari tungku pembakaran
yang dialirkan dari sekat-sekat yang dibuat di bawah lantai. Pada penggunaan pada

9
zaman modern, ondol mengacu pada segala macam pemanas bawah tanah, baik di hotel
maupun di rumah gaya Barat di Korea.
Komponen-komponen penting dari ondol tradisional adalah perapian (agungi; 아
궁이) yang digabungkan dengan ruangan (umumnya kamar tidur dan dapur) yang
dilengkapi dengan saluran horizontal di bawah lantai guna mengalirkan udara hangat dan
cerobong asap vertikal.
Situs ondol tertua ditemukan di sebuah situs arkeologis zaman perunggu yang
bertarikh sekitar 1000 SM di Unggi, provinsi Hamgyeong Utara, Korea Utara. Dari situs
itu deitemukan sisa gudeul di situs permukiman purba. Istilah "gudeul" sebenarnya lebih
digunakan semenjak 2000 tahun lalu di Korea, sementara istilah "ondol" baru muncul
sekitar abad ke-19. Berdasarkan penelitian sejarawan Son Jintae (1900 - hilang semasa
Perang Korea 1950-1953), Gudeul berasal dari kata guun-dol, yang artinya batu yang
dipanaskan, dan pengucapannya berubah dari gudol atau gudul ke bentuk gudeul. Istilah
ondol didapatkan dari karakter hanja dari bahasa Tionghoa.
Ondol sudah digunakan sejak lama oleh orang Korea untuk menghangatkan
rumah bagi kegiatan sehari-hari seperti makan, duduk, dan tidur pada zaman dahulu,
kemudian sampai gaya rumah yang bergaya barat pada zaman sekarang. Ondol
tradisional menggunakan bahan bakar kayu api kering, batu bara, jerami, ataupun sampah
pertanian. Untuk memasak dalam jangka waktu sebentar jerami padi dan sampah
pertanian umumnya digunakan, sementara untuk memasak dalam waktu lama dan juga
menghangatkan rumah digunakan kayu api. Bahan bakar diisi jarang-jarang atau sering
(2-5 kali sehari), tergantung kondisi musim dan frekuensi waktu memasak.
Ondol tradisional dekat dengan tungku pembakaran dan lebih dikhususkan buat
menghangatkan orang tua dan tamu yang dihormati. Kekurangan ondol konvensional
adalah terbatasnya ruangan yang bisa dihangatkan serta dapat terjadinya penghangatan
berlebih, asap pembakaran yang mengandung karbon monoksida yang menyebabkan
polusi. Karena alasan inilah kini rumah modern di Korea mulai menggunakan ondol yang
ramah lingkungan semenjak tahun 1960an dengan menghubungkan lantai dengan sistem
pemanas air atau pemanas elektrik. Saat ini ondol telah digunakan di kota-kota besar,
sementara di daerah masih ada yang memakai ondol konvensional.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Bahasa Jepang Kuno ialah tahap Bahasa Jepang yang tertua dan terbukti
kebenarannya. Ini dibuktikan dalam dokumen dari Periode Nara (abad ke-8).
 Sebagian besar bangunan Jepang dibangun dengan kayu, karena masyarakat
Jepang kuno meyakini material kayu adalah yang terbaik untuk menghindari
bahaya dari gempa bumi yang sering melanda daratan mereka.
 Keshogunan Tokugawa pada masa berkuasanya dengan sengaja menciptakan
tatanan sosial atau kasta sosial yang disebut Empat divisi masyarakat
(shinōkōshō); samurai (侍 shi), petani (農 nō), pengrajin (工 kō) dan pedagang
(商 shō).
 Untuk menjaga agar air hujan tidak mengalir dari gedung dan ke tanah di sekitar
pondasi, yang berpotensi menyebabkan pagoda tenggelam, para tukang bangunan
di Jepang memperpanjang bentuk atap agar menjauh dari dinding - yang bisa
mencakup hingga 50 persen atau lebih dari total lebar bangunan.
 Sebagian besar penduduk Jepang di periode Jomon (13.000 SM – 300 SM) adalah
seorang petani, nelayan, dan juga pemburu.
 Shinto adalah sebuah agama atau kepercayaan yang dipeluk mayoritas penduduk
di Jepang.
 Byobu adalah dinding lipat Jepang yang biasanya digunakan atau berfungsi untuk
membagi sebuah ruangan besar pada sebuah rumah di Jepang untuk untuk
memberikan privasi.
 Hangeul atau huruf asli Korea diciptakan pada masa Dinasti Joseon pada tahun
1443 oleh Raja Sejong. 
 Hanok adalah sebutan untuk rumah tradisional Korea yang dipakai untuk
membedakannya dengan rumah gaya Barat. Arsitektur Korea memperhitungkan
lokasi rumah dari lingkungan sekelilingnya, khususnya mempertimbangkan
keadaan geografi dan musim. Struktur interior juga dirancang berdasarkan lokasi
rumah.
 Di Silla terdapat Kolpum, sistem pembagian status personal. Di dalam sistem
kolpum, terdiri dari Songgol dan Jingol sebagai keluarga royal, serta 6,5,4 Dupum
kelas bangsawan.
 Penggunaan ondol telah ditemukan di sebuah situs arkeologi Zaman Neolitik,
sekitar 5000 SM, ditemukan di Unggi, Hamgyeongbuk-do, di Korea Utara saat
ini, menunjukkan sisa-sisa gudeul yang jelas di tempat tinggal yang digali.
 Bercocok tanam padi dimulai dalam jaman perunggu, yang berlangsung di Korea
sampai dengan sekitar tahun 400 Sebelum Masehi. Orang-orang juga hidup di

11
dalam lubang galian dengan tutup jerami, sementara dolmen dan liang kubur batu
digunakan untuk kebanyakan pemakaman pada waktu itu.
 Yeongsanjae adalah upacara ritual agama Buddha yang dilaksanakan di Kuil
Bongwon, Seoul, Korea Selatan.
 Karya-karya seni Korea diciptakan dalam bentuk-bentuk arsitektur pagoda,
perhiasan, tembikar, dan ukir-ukiran sebagai dedikasi terhadap Buddhisme.
 Ondol atau gudeul, adalah sistem pemanas ruangan tradisional Korea. Ondol
bermanfaat mentransfer panas yang dihasilkan pembakaran kayu dari tungku
pembakaran yang dialirkan dari sekat-sekat yang dibuat di bawah lantai.

12

Anda mungkin juga menyukai