Anda di halaman 1dari 3

Pendakian Gunung Salak

Akhir 2015, merupakan pendakian masal terakhir Appe bersama Cemara Miring sebelum ia
memutuskan untuk mencari peruntungan di Jakarta. Dasar, Appe—walaupun jauh dari rumah
dan keluarga, dan disibukan oleh pekerjaannya di sebuah studio foto (waktu itu), ia tetap
sempat untuk melakukan pendakian.

Entah bagaimana ia mendapatkan teman untuk ia ajak mendaki, yang jelas—pada Maret
2016—ia bersama Ilham (seorang kawan yang menemani Appe), menuju Cimelati, Sukabumi
untuk mendaki gunung Salak. Gunung yang terletak di Sukabumi dan Kabupaten Bogor ini
memiliki ketinggian 2.211 mdpl (puncak Manik Salak 1/puncak tertinggi).

Sepulang kerja—pukul 9 malam—Appe dan Ilham yang tempat kerjanya bersebelahan,


berangkat dari kawasan Setiabudi, Jakarta dengan mengendarai sepeda motor. Sebelumnya,
mereka berdua belum pernah menginjakan kaki di Cimelati, Sukabumi. Namun Ilham yang
sudah pernah modar-mandir Jakarta-Sukabumi, sedikit banyak sudah tahu harus lewat mana.
Jalanan cukup lengang kala itu. Mungkin karena sudah cukup malam. Mereka sangat
bersemangat untuk mendaki gunung Salak. Walupun gunung tersebut sangat terkenal dengan
cerita-cerita mistisnya.

Pukul 11 malam, kami tida di Sukabumi. Dari situ, mereka mulai mengandalkan google
maps untuk menuju base camp pendakian gunung Salak, Cimelati. Mereka terus mengikuti
petunjuk pada google maps hingga tiba pada sebuah perkampungan dengan gang-gang kecil.
Mereka mulai ragu dengan petunjuk yang ada di google maps. Perkampungan juga sudah
sangat sepi kala itu. Nampaknya Sukabumi juga habis diguyur hujan—terlihat dari genangan-
genangan air dan jalanan yang basah. Karena tidak ada masyarakat setempat yang bisa ditanya,
mereka terus mengikuti petunjuk jalan pada google maps.

Tidak terlalu lama kemudian, mereka mulai sangat resah karena mereka seperti keluar dari
perkampungan. Kanan dan kiri jalan hanya kebun-kebun warga. Namun di kejauhan terlihat
lampu-lampu rumah, tanda terdapat perkampungan. Dan benar. Di perkampungan itu, mereka
menemukan sebuah warung kopi yang masih buka. Mereka pun memutuskan untuk berhenti
dan memesan secangkir kopi hangat untuk menghangatkan badan, karena udara di Sukabumi
sedang cukup dingin. Disitu, mereka bercengkrama dengan orang-orang disitu dan bertanya
tentang desa Cimelati dan jalur pendakiannya. Dan menurut informasi, desa Cimelati tidak jauh
dari warung kopi tadi.

Seusai menyeruput kopi, Appe dan Ilham melanjutkan perjalanan menuju basecamp pendakian
gunung Salak, Cimelati. Memang benar, tidak terlalu jauh dari warung kopi, mereka sudah
memasuki desa Cimelati—ditandai dengan gapura yang bertuliskan “Desa Cimelati”. Di desa
tersebut sama sepinya seperti perkampungan sebelumnya. Hari yang telah larut malam,
ditambah hujan yang sempat membasahi Sukabumi dan membuat udara terasa lebih dingin,
mungkin membuat orang-orang lebih memilih bersantai di dalam rumah. Karena tidak ada
masyarakat setempat yang bisa kembali ditanya, Appe dan Ilham kembali
mengandalkan google maps dan sedikit insting alam mereka.

Sekitar pukul 00.15 dini hari mereka tiba di sebuah pos, seperti pos satpam. Menurut google
maps mereka telah tiba di basecamp tujuan mereka. Namun tidak ada tanda-tanda atau petunjuk
keberadaan basecamp pendakian disitu. Hanya ada pos penjagaan yang gelap. Tanpa pikir
panjang, Appe dan Ilham berjalan kearah hutan yang terlihat samar-samar di depan. Melewati
jalan setapak yang gelap, mereka agak ragu untuk melaju. Tidak bergitu jauh dari pos
penjagaan tadi, mereka tiba di sebuah tempat seperti resort mewah. Disitu mereka bertanya
kepada satpam yang sedang bertugas.

Dengan baik hati, mereka diantar menuju rumah Pak Miing yang terletak tidak jauh dari resort
tadi. Menurut penjelasan Bapak satpam tersebut, Pak Miing adalah orang yang biasa
memfasilitasi para pendaki yang ingin mendaki gunung Salak melalui jalur pendakian
Cimelati. Namun ketika ditanya soal basecamp, satpam tersebut kurang tahu mengenai hal
tersebut. Hal itu membuat Appe dan Ilham sedikit bingung.
Setelah tiba di rumah Pak Miing dan bertemu dengan Pak Miing, mereka langsung menjelaskan
maksut mereka ke Cimelati. Namun jawaban Pak Miing sontak membuat Appe dan Ilham
kecewa. “Lah, Jalur pendakian Cimelati masih ditutup mas”. Saat itu Appe dan Ilham sudah
berfikir untuk mencari alternatif pendakian lain. Tapi Pak Miing belum selesai menjelaskan.
“Kalau mau nunggu, nanti jam 1 bisa naik mas. Motornya bisa parkir di rumah saya saja”,
lanjut Pak Miing dengan ramah. Setelah mereka memarkir motor, mereka diajak menunggu di
pos penjagaan yang tadi gelap. Ternyata itu adalah pos dimana Pak Miing bertugas. Di pos
penjagaan tersebut, mereka berbincang banyak tentang gunung Salak. Termasuk mengnai
keberadaan basecamp pendakian yang sedari tadi belum mereka temui.

Anda mungkin juga menyukai