Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah kita ketahui Bersama bahwa Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat
manusia terhadap tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan
ketenangan dan kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat nanti. Bentuk dan jenis
Ibadah sangat bermacam-macam, seperti Shalat, puasa, naik haji, membaca Al
Qur’an, jihad dan lainnya.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin  yang sudah baligh
berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan bagaimanapun.
Shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas
lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa yang
mendirikan shalat, maka dia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang
meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (Islam)

B. Rumusan Masalah
1. Tafsir QS. Al-Maidah : 6
2. Tafsir QS Al-Baqoroh : 142-145 dan 238
3. Tafsir QS Al-Isra : 78
4. Tafsir QS An-nisa : 101-103
5. Tafsir QS Al-Jumuah : 9-11

C. Tujuan
1. Mengetahui dan Memahami Tafsir QS. Al-Maidah : 6
2. Mengetahui dan Memahami Tafsir QS Al-Baqoroh : 142-145 dan 238
3. Mengetahui dan Memahami Tafsir QS Al-Isra : 78
4. Mengetahui dan Memahami Tafsir QS An-nisa : 101-103
5. Mengetahui dan Memahami Tafsir QS Al-Jumuah : 9-11

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir QS. Al-Maidah: 6


Ini merupakan seruan Allah kepada orang-orang beriman untuk menjelaskan syariat
wudhu jika hendak mendirikan salat. Sebab keadaan suci dari hadast merupakan
salah satu syarat sahnya shalat, tanpa bersuci shalat itu tidak akan sah dan tidak
akan diterima, dan ini berlaku pada semua shalat.

1. Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat,
maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka
mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah
wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya
bagimu, agar kamu bersyukur.

2. Tafsir:
Pada ayat ini Allah menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan tata cara
beribadah kepada Allah dimulai dengan salat sebagai ibadah yang paling mulia.
Ayat ini memberikan petunjuk tentang persiapan yang harus dilakukan ketika
hendak melakukan salat, yaitu cara menyucikan diri dengan berwudu,
tayamum, dan mandi. Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu telah
membulatkan hati hendak melaksanakan salat, sedangkan kamu saat itu dalam
keadaan tidak suci atau berhadas kecil, maka berwudulah, yaitu dengan cara
basuhlah wajahmu dengan air dari ujung tempat tumbuhnya rambut kepala
2
sampai ke ujung dagu dan bagian antara kedua telinga, dan basuhlah tanganmu
sampai ke siku, dan sapulah sedikit atau sebagian atau seluruh kepalamu dan
basuhlah kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Dan jika kamu dalam keadaan
junub, yakni keluar mani karena bersetubuh atau karena sebab lain, maka
mandilah, yakni basuhlah dengan air seluruh badanmu. Dan jika kamu sakit
yang menghalangi kamu menggunakan air karena khawatir penyakitmu
bertambah parah atau memperlambat kesembuhan kamu, atau kamu berada
dalam perjalanan yang dibenarkan agama dan dalam jarak tertentu, atau
kembali dari tempat buang air, yakni kakus, setelah selesai membuang hajat,
atau menyentuh perempuan, yakni persentuhan dalam arti pertemuan dua alat
kelamin yang berbeda atau dalam arti persentuhan kulit seorang laki-laki dan
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, tidak dapat menggunakannya,
baik karena tidak ada, tidak cukup, atau karena sakit, maka bertayamumlah
dengan debu yang baik, yakni debu yang bersih dan suci; yaitu dengan cara
sapulah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu. Allah Yang Mahakuasa tidak
ingin menyulitkan kamu dan tidak menghendaki sedikit pun kesulitan bagimu
dengan mengharuskan kamu berwudu ketika tidak ada air atau ketika dalam
keadaan sakit yang dikhawatirkan kamu bertambah sakit apabila anggota
badanmu terkena air, tetapi Dia hendak membersihkan kamu, menyucikan
kamu dari dosa maupun dari hadas, dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
dengan meringankan apa yang menyulitkan kamu agar kamu bersyukur atas
nikmat yang dianugerahkan-Nya kepadamu1

3. Makna dari ayat QS Al-Maidah: 6


Ayat ini menerangkan cara-cara berwudu. Rukun wudu ada enam. Empat rukun
di antaranya disebutkan dalam ayat ini, sedang dua rukun lagi diambil dari dalil
lain. Empat macam itu ialah:
1. Membasuh muka, yaitu mulai dari rambut sebelah muka atau dahi sampai
dengan dagu, dan dari telingga kanan sampai telinga kiri.
2. Membasuh dua tangan dengan air bersih mulai dari ujung jari sampai
dengan dua siku.
3. Menyapu kepala, cukup menyapu sebagian kecil kepala menurut mazhab
Syafii.184)
4. Membasuh dua kaki mulai dari jari-jari sampai dengan dua mata kaki.
Kesemuanya itu dengan menggunakan air.

B. Tafsir QS. Al-Baqarah : 142-145 dan 138


Ayat ini menerangkan tentang pemindahan kiblat dari baitulmaqdis ke ka’bah
dalam shalat, sikap orang-orang yahudi terhadapnya, bantahan terhadap mereka,
dan bahwa informasi tentang sikap mereka sudah lebih dahulu sebelum terjadi
pemindahan kiblat sebagai mukjizat untuk Nabi Muhammad SAW

1
Ismail Ibn Umar Ibn Katsir al-Dimsyiqi, Tafsir al-Quran al-‘Adhim,( al-Maktabah al-Syamilah), juz 1, hlm.
452

3
1. QS. Al-Baqarah : 142

a) Artinya:
Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: “Apakah
yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang
dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah
timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke
jalan yang lurus
b) Tafsir:
Orang-orang lemah akal yang dipalingkan oleh kehendak hawa nafsu dari
upaya berpikir dan merenung (dari kalangan pengikut agama Yahudi, Nasrani
dan orang-orang munafik) niscaya akan mengingkari beralihnya kiblat orang-
orang beriman dari Bayt al-Maqdis–sebagai kiblat paling benar dalam anggapan
mereka–ke arah kiblat yang baru yaitu Ka’bah.2
Oleh karena itu katakan pada mereka, wahai Nabi, “Sesungguhnya seluruh arah
mata angin itu adalah milik Allah. Tidak ada nilai keutamaan yang melebihkan
antara satu arah atas arah yang lain. Allah yang menentukan arah mana yang
akan dijadikan kiblat untuk salat. Dengan kehendak-Nya, Dia memberi
petunjuk kepada suatu umat menuju jalan yang lurus. Syariat Muhammad yang
diturunkan bertugas menggantikan risalah para nabi sebelumnya telah
menetapkan kiblat yang benar, yaitu Ka’bah.

2. QS. Al-Baqarah : 143

a) Artinya:
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak
menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi
orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.
b) Tafsir

Atas dasar kehendak Kami, Kami memberi kalian petunjuk menuju jalan yang
paling lurus. Kami menjadikan kalian umat penengah, umat pilihan. Kami
merestui agama yang kalian anut dan amal saleh yang kalian lakukan, sehingga
kalian akan menjadi pengikrar ajaran-ajaran yang benar dari syariat-syariat

2
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dhilal al-Quran, (al-Maktabah al-Syamilah), juz .1, hlm. 99

4
sebelum kalian. Rasul akan mengayomi dan mengukuhkan kalian melalui
ajaran-ajarannya semasa ia hidup, pedoman dan sunnah-sunnahnya sesudah ia
mati
Adapun maksud Kami menetapkan Bayt al-Maqdis sebagai kiblat bagimu
selama beberapa masa adalah untuk menguji orang-orang Muslim agar Kami
membedakan siapa yang tunduk dan menerima perintah Kami dengan sukarela,
dan siapa yang dikuasai oleh sikap fanatis pada bangsa Arab dan peninggalan
Ibrâhîm sehingga mereka menyalahi perintah Allah dan tergelincir dari jalan
yang lurus.
Sebenarnya perintah menghadap Bayt al-Maqdis yang merupakan salah satu
dari rukun iman adalah pekerjaan yang berat, kecuali bagi orang yang mendapat
izin Allah. Maka barangsiapa yang menghadapkan wajahnya ke Bayt al-Maqdis
saat diperintahkan, maka sekali-kali Allah tidak akan menyia-nyiakan iman dan
ibadahnya sebagai wujud belas kasih dan rahmat-Nya.
3. QS. Al-Baqarah : 144

a) Artinya:
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh
Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah
mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani)
yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling
ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak
lengah dari apa yang mereka kerjakan
b) Tafsir

Sungguh Kami mengetahui bagaimana kamu, Muhammad, menengadahkan


wajahmu ke langit mengharap turunnya wahyu berisi perintah pengalihan kiblat
dari Bayt al-Maqdis ke arah Ka’bah yang kau cintai, kiblat Ibrâhîm, penghulu
para nabi, bapak bangsa Yahudi dan Arab, kiblat tempat terletak maqâm
Ibrâhîm.
Sehingga, dengan demikian, Ka’bah merupakan kiblat yang menyatukan,
meskipun menyalahi kiblat orang-orang Yahudi. Kini Kami telah mengabulkan
permohonanmu, maka palingkanlah wajahmu dan semua orang yang beriman
dalam salat ke arah al-Masjid al-Harâm di mana pun kalian berada.
Ahl al-Kitâb yang mengingkari perpindahan kiblatmu dari Bayt al-Maqdis
benar-benar mengetahui dari kitab suci mereka bahwa kalian adalah orang-
orang yang semestinya berkiblat ke arah Ka’bah, sebagaimana mereka
mengetahui pula bahwa syariat Allah telah menetapkan kiblat tertentu bagi
suatu agama secara khusus.Inilah kebenaran yang datang dari Tuhanmu.
Mereka itu tidak bermaksud selain meyebarkan fitnah dan membuat kalian ragu

5
akan kebenaran Islam, akan tetapi Allah tidak lalai dan akan memberikan
balasan bagi perbuatan mereka.3
4. QS. Al-Baqarah : 145

a) Artinya:
Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan),
mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti
kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat
sebahagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan
mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu — kalau begitu —
termasuk golongan orang-orang yang zalim.
b) Tafsir
Bukannya keingkaran Ahl al-Kitâb atas apa yang kalian lakukan atas perintah
Allah itu oleh sebab alasan yang meragukan, tapi karena mereka itu
membangkang dan keras kepala. Maka meskipun kamu mendatangkan kepada
mereka semua bukti yang meyakinkan bahwa kiblatmu itu yang benar, sekali-
kali mereka tidak akan mengikuti kiblatmu.
Orang-orang Yahudi itu sangat tamak berharap agar kamu kembali menghadap
kiblat mereka dan menjadikannya syarat bagi keislaman mereka. Jika demikian
halnya, harapan mereka itu hanyalah angan-angan kosong saja karena engkau
tidak akan pernah mengikuti kiblat mereka. Demikian pula halnya Ahl al-Kitâb,
masing-masing bersikeras mempertahankan kiblatnya. Orang-orang Nasrani
tidak akan mengikuti kiblat orang Yahudi dan sebaliknya orang-orang Yahudi
tidak akan mau mengikuti kiblat orang-orang Nasrani. Masing-masing
menganggap bahwa golongan lain tidak benar.
Maka berpegang teguhlah pada kiblatmu, Muhammad, dan jangan mengikuti
kehendak hawa nafsu mereka. Barangsiapa yang mengikuti kehendak hawa
nafsu mereka setelah mengetahui mana yang benar dan mana yang palsu, maka
ia benar-benar termasuk golongan yang zalim.

5. QS. Al-Baqarah : 238


َ‫الصاَل ِة ا ْل ُو ْس َط ٰى َوقُو ُموا هَّلِل ِ َقانِتِين‬ َّ ‫َحافِ ُظوا َعلَى‬
ِ ‫الصلَ َوا‬
َّ ‫ت َو‬

a) Artinya:

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah


untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.
b) Tafsir

3
Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Jld. II (al-Maktabah al-Syamilah), hlm. 159.

6
Berusahalah melaksanakan semua shalat dan lakukan secara terus menerus.
Usahakan agar salat kalian menjadi lebih baik dengan cara melaksanakan
seluruh rukun dengan niat sepenuh hati karena Allah Swt. Dan sempurnakanlah
ketaatan kalian kepada Allah dengan sikap ikhlas dan khusyuk kepada-Nya.

C. Tafsir QS. Al-Isra: 78

ْ ‫س ِق اللَّ ْي ِل َوقُ ْرآنَ ا ْل َف ْج ِر ِإنَّ ُق ْرآنَ ا ْل َف ْج ِر َكانَ َم‬


‫ش ُهودًا‬ َ ‫س ِإلَى َغ‬ َّ ‫َأق ِِم‬
َّ ‫الصاَل َة لِ ُدلُوكِ ال‬
ِ ‫ش ْم‬

a) Artinya:
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan
(dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh
malaikat
b) Tafsir
‫س‬
ِ ‫ ْم‬3‫الش‬ َّ ‫َأقِ ِم‬ (Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir) artinya
َّ ‫ ُدلُو ِك‬3 ِ‫اَل ةَ ل‬3‫الص‬
sejak dari matahari tergelincir ‫ق اللَّ ْي ِل‬ َ ‫ِإلَى َغ‬ (sampai gelap malam) hingga kegelapan
ِ ‫س‬
malam tiba; yang dimaksud adalah salat zuhur, asar, magrib dan isyak  َ‫رآن‬33 ْ ُ‫َوق‬
َ ْ
‫ ِر‬3333‫الف ْج‬ (dan bacaan di waktu fajar) yakni salat subuh  َ‫ان‬3333‫ ِر َك‬3333‫رآنَ الف ْج‬3333 َ ْ ْ ُ‫ِإنَّ ق‬
‫ ُهودًا‬33‫ش‬ ْ ‫ َم‬ (sesungguhnya bacaan di waktu fajar/salat subuh itu disaksikan) oleh
malaikat-malaikat yang berjaga pada malam hari dan malaikat-malaikat yang
berjaga pada siang hari.
Ayat ini memerintahkan agar Rasulullah saw mendirikan salat sesudah matahari
tergelincir sampai gelap malam, dan mendirikan salat Subuh. Maksudnya ialah
mendirikan salat lima waktu, yaitu salat Zuhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh.
Melaksanakan salat lima waktu ialah mengerjakan dan menunaikannya lengkap
dengan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, terus menerus dikerjakan, sesuai dengan
perintah Allah, lahiriah maupun batiniah. Yang dimaksud lahiriah ialah
mengerjakan salat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan agama.4
Sedangkan batiniah ialah mengerjakan salat dengan penuh kekhu-syukan, karena
merasakan keagungan dan kekuasaan Allah yang menguasai dan menciptakan
seluruh alam ini. Rasulullah saw memerintahkan kaum Muslimin menyembah
Allah dalam keadaan seakan-akan melihat Allah swt.

D. Tafsir QS.An-nisa: 101-103

a) Artinya:
Dan jika kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
mengqashar Shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
4
Abu Abdillah Muhammad al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, jld. II, (al-Maktabah al-Syamilah),
hlm. 159-160

7
b) Tafsir

َ ‫ َوِإ َذا‬ yaitu jika kalian melakukan perjalanan di sebuah negeri.


‫ض َر ْب ُت ْم فِي اَأْل ْرض‬
Firman-Nya: ‫اَل ِة‬3‫الص‬ َّ ُ ‫اح َأنْ تَ ْق‬
َ‫ص ُروا ِمن‬ َ ‫فَلَ ْي‬ yakni kalian diberi keringanan atau
ٌ َ‫س َعلَ ْي ُك ْم ُجن‬
kemudahan, yaitu segi jumlahnya yang dari empat menjadi dua, sebagaimana yang
difahami oleh Jumhur ulama dari ayat ini.

Ayat ini dijadikan dalil oleh para Ulama tentang bolehnya mengqashar shalat ketika
sedang dalam perjalanan, meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan mereka.

a) Artinya:
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah
merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat
itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
b) Tafsir
Apabila kalian selesai melaksanakan salat khauf yaitu salat dalam situasi perang
seperti diatas, jangan lupa berzikir kepada Allah. Berzikirlah kepada-nya dalam
keadaan berdiri, berperang, duduk dan tidur. Karena zikir dengan menyebut nama
Allah akan memantapkan dan menenangkan hati. Jika rasa takut telah hilang
laksanakanlah salat dengan sempurna. Sebab, pada dasarnya salat merupakan
kewajiban Islam yang mempunyai waktu-waktu tertentu.5

E. Tafsir QS. Al-jumuah: 9-11

a) Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat
pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual

5
Muhammad Ali Al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan,  jld. I, (Beirut: Muassasah Manahil Urfan, 1981), hlm. 114

8
beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. 10. Apabila salat
telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. 11. Dan apabila mereka
melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan
mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah,
“Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan
Allah pemberi rezeki yang terbaik
b) Tafsir

Jika seorang muazin telah mengumandangkan azan kedua untuk salat


Jum’at, maka bersegeralah ke masjid untuk mendengarkan khotbah
kemudian salat Jum’at. Dan tinggalkanlah jual-beli (perdagangan), ataupun
semua yang menyibukkanmu dari salat Jum’at. Karena sesungguhnya salat
Jum’at itu lebih baik bagimu di dunia maupun di akhirat; karena dosamu
akan diampuni dan kamu akan mendapatkan pahala, jika kamu
mengetahuinya. 10. Jika kamu sudah mendengarkan khotbah dan telah
melaksanakan salat, maka berpencarlah di dunia ini. Carilah rezeki dari Allah
dengan pekerjaan kalian, dan ingatlah selalu kepada Allah pada semua
keadaan kalian; agar kalian bisa mendapatkan kemenangan berupa
kebaikan dunia dan akhirat. 11. Dan sebagian orang muslimin, jika mereka
melihat perdagangan ataupun kesenangan dunia dan perhiasannya, mereka
mendatanginya dan meninggalkanmu -wahai Nabi Muhammad ‫ – ﷺ‬sedang
berdiri diatas mimbar sambil berkhotbah. Katakanlah kepada mereka wahai
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬-, “Apa yang ada di sisi Allah berupa pahala dan
kenikmatan lebih bermanfaat bagi kalian dari pada senda gurau ataupun
perdagangan, dan Allah yang Mahaesa adalah sebaik-baik pemberi rezeki,
maka mintalah rezeki itu dari-Nya, dan mohonlah pertolonganlah kepada-
Nya dengan melakukan ketaatan kepada-Nya.6

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpuan
1. Tafsir QS. Al-Maidah : 6
6
Muhammad Ali Al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan..., hlm. 124
9
Ini merupakan seruan Allah kepada orang-orang beriman untuk
menjelaskan syariat wudhu jika hendak mendirikan salat. Sebab keadaan
suci dari hadast merupakan salah satu syarat sahnya shalat, tanpa bersuci
shalat itu tidak akan sah dan tidak akan diterima, dan ini berlaku pada
semua shalat
2. Tafsir QS Al-Baqoroh : 142-145 dan 238
Ayat ini adalah ayat menjelaskan tentang perpindahan arah kiblat. Ini merupakan
hukum pertama yang dinasakh dalam syari’at. Ayat ini pula yang dibuat landasan
oleh para ahli fiqh yang menyatakan bahwa syari’at Islam mengakui adanya suatu
hukum yang mengganti dan yang diganti (nasikh-mansukh)
3. Tafsir QS Al-Isra : 78
Ayat ini memerintahkan agar Rasulullah saw mendirikan salat sesudah
matahari tergelincir sampai gelap malam, dan mendirikan salat Subuh.
Maksudnya ialah mendirikan salat lima waktu, yaitu salat Zuhur, Asar,
Magrib, Isya, dan Subuh
4. Tafsir QS An-nisa : 101-103
Tiga ayat di atas menerangkan secara gamblang tentang meng-
qashor sholat, di ketika seseorang sedang dalam perjalanan jauh atau
sedang bepergian dan di saat dalam keadaan tidak aman atau dalam
kekhawatiran, seperti dalam peperangan dan lainnya.
5. Tafsir QS Al-Jumuah : 9-11
Ada tiga poin penting yang bisa kita ambil dari tiga ayat di atas;
a. Dorongan untuk bersegera memenuhi panggilan Allah yang menyeru
kepada sholat jum’at di ketika seruan pertama dan imam di atas mimbar,
dan meninggalkan segala bentuk perniagaan atau pekerjaan apa pun jua.
Dan lebih baik lagi jika hal tersebut dapat dilakukan –datang ke mesjid-
sebelum adzan tiba.
b. Perintah untuk mencari karunia yang berupa rezki dari Allah di persada
bumi ini setelah melaksanakan segala kewajiban-kewajibannya yang
terutama adalah sholat
c. Sebuah teguran keras dari Allah kepada sahabat-sahabat Nabi yang
meninggalkan beliau dan menyongsong kedatangan kabilah para pedang
yang datang membawa aneka barang dagangan, padahal ketika itu
beliau sedang berkhotbah untuk sholat jum’at.

DAFTAR PUSTAKA

Bukhari, Muhammad Ibn Ismail Al-, Shahih al-Bukhari, al-Maktabah al-Syamilah.


Dimsyiqi, Ismail Ibn Umar Ibn Katsir Al-, Tafsir al-Quran al-‘Adhim, al-Maktabah al

10
Syamilah.
Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad Al-, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, al-Maktabah al-
Syamilah.
Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Dhilal al-Quran, al-Maktabah al-Syamilah.
Razi, Abu Abdillah Muhammad Ibn umar Al-, Tafsir al-Fakhri al-Razi, al-Maktabah al-
Syamilah.
Zamakhsyari, Abu al-Qasim Mahmud Al-, al-Kasysyaf,  al-Maktabah al-Syamilah.

11

Anda mungkin juga menyukai