Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

PSIKODIAGNOSTIKA 2 : OBSERVASI

SETTING PSIKOLOGI KLINIS & SOSIAL

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
LABORATORIUM DASAR PSIKOLOGI
Disusun Oleh :
2PA03
Kelompok 2
NO NAMA NPM TANDA TANGAN

1 Abelia Rachmadany 10520003

2 Aghnia Fitria Pertiwi 10520033

3 Aldrinova Rama Sinadia 10520054

4 Anna Cholilah 10520141

5 Duanty Kirana Savitrie 10520314

6 Ervia Satriani 10520340

7 Januarrizki Ramadhanu Asshidiq 10520501

8 Qori Amalia Pratiwi 10520806

9 Wulanda Qorizah Susilo 11520103

DEPOK
APRIL 2022
LAPORAN PRAKTIKUM
PSIKODIAGNOSTIKA 2 : OBSERVASI
SETTING PSIKOLOGI KLINIS
PTSD MAY SEBAGAI TOKOH UTAMA DALAM FILM 27 STEPS OF
MAY

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
LABORATORIUM DASAR PSIKOLOGI
Disusun Oleh :
2PA03
Kelompok 2
NO NAMA NPM TANDA TANGAN

1 Abelia Rachmadany 10520003

2 Aghnia Fitria Pertiwi 10520033

3 Aldrinova Rama Sinadia 10520054

4 Anna Cholilah 10520141

5 Duanty Kirana Savitrie 10520314

6 Ervia Satriani 10520340

7 Januarrizki Ramadhanu Asshidiq 10520501

8 Qori Amalia Pratiwi 10520806

9 Wulanda Qorizah Susilo 11520103

DEPOK
APRIL 2022
DAFTAR ISI

i
HALAMAN COVER i
DAFTAR ISI ii
I. PENDAHULUAN 1
A. Pengamatan Awal 1
1. Sinopsis Asli 1.......................................................................................1
2. Sinopsis Asli 2.......................................................................................1
3. Sinopsis Asli 3.......................................................................................2
4. Parafrase................................................................................................3
B. Tujuan 3
II. LANDASAN TEORI 4
A. Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) 4
1. Pengertian Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)...............................4
2. Gejala Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)......................................5
3. Faktor - Faktor Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)........................6
4. Pengobatan / Penanganan Posttraumatic Stress Disorder (PTSD).......8
5. Tipe-tipe Posttraumatic Stress Disorder (PTSD).................................9
6. Diagnosis Posttraumatic Stress Disorder (PTSD).............................11
III. RANCANGAN OBSERVASI 13

ii
I. PENDAHULUAN
A. Pengamatan Awal
1. Sinopsis Asli 1
Film ini menyoroti seorang gadis yang menjadi korban
pemerkosaan dan seorang ayah yang terus bergulat dengan rasa bersalah.
27 Steps of May bermula saat May (Raihaanun) yang masih menggunakan
seragam SMA dengan raut wajah ceria usai bermain di pasar malam
diperkosa bergantian oleh para preman.
Di usia 14 tahun, May harus menghadapi kepedihan, luka, dan
trauma akibat pemerkosaan orang tak dikenal. Sejak malam itu, ia tak
pernah berbicara dan tak keluar kamar, bahkan ketika rumah tetangganya
kebakaran. Sehari-hari, May hanya membantu ayahnya (Lukman Sardi)
membuat boneka di rumah. Peristiwa traumatis yang menimpa May itu
membuat ayah May merasa bersalah dan menyalurkan rasa bersalahnya
dengan mengikuti pertarungan di atas ring tinju.
(Sumber:https://www.kompas.com/hype/read/2021/09/29/085858366/
sinopsis-27-steps-of-may-tentang-luka-dan-trauma)
2. Sinopsis Asli 2
27 Steps of May menyoroti kehidupan perempuan bernama May
(Raihaanun) dalam menjalani hari-hari kelamnya setelah mengalami
pemerkosaan oleh sejumlah lelaki. Kejadian naas tersebut dialami ketika
dirinya berumur 14 tahun.
Meski sudah beberapa tahun berselang, May yang kini sudah
menjadi perempuan dewasa seutuhnya tumbuh bersama luka dan trauma
akan peristiwa tersebut. Ia memilih untuk memutuskan ikatannya dengan
dunia luar dan hidup dalam kesenyapan.
Setiap kali bayang-bayang tindakan pelecehan itu menggerogoti
otak dan tubuhnya, May tak segan-segan melakukan self-harm dengan
menyayat pergelangan tangannya tanpa ragu sedikit pun.
Kondisi yang dialami oleh May membuat sang Bapak (Lukman
Sardi), terpukul dan hidup dalam penyesalan karena gagal melindungi

1
2

puteri semata wayangnya tersebut. Semenjak kejadian kelam itu, May


bahkan tidak berkomunikasi dengan dirinya satu patah kata pun.
Untuk menebus rasa bersalahnya yang tak akan pernah terbayar itu,
Bapak mencurahkan apa pun demi memberi proteksi dan kenyamanan bagi
May. Namun, sejatinya ia tidak pernah mampu bergelut dengan kesedihan
yang menimpa putrinya. Alhasil, Bapak selalu mencurahkan segenap
emosinya melalui ring tinju.
Satu ketika, seorang pesulap (Ario Bayu) yang kebetulan tinggal di
samping rumah hadir menyapa May. Kerap menampilkan aksi-aksi
menarik, perlahan May mulai tertarik. Akan tetapi, keduanya selalu
berinteraksi lewat lubang di dinding saja.
(Sumber:https://kumparan.com/seleb-update/sinopsis-27-steps-of-may-
menengok-trauma-dan-luka-penyintas-pelecehan-seksual-
1webAe26A62/2)
3. Sinopsis Asli 3
Film ini menceritakan tentang May (Raihaanun Soeriaatmadja)
yang masa remajanya begitu kelam karena pernah diperkosa oleh
sekelompok orang. Ayahnya (Lukman Sardi) merasa sangat terpukul
karena merasa tak dapat melindungi anaknya sendiri.
May menarik dirinya karena perasaan trauma yang mendalam. Ia
hidup tanpa ada rasa interaksi, emosi atau kata-kata yang semakin
membuat sang ayah semakin merasa bersalah.
Sang ayah yang seorang petarung di atas ring, melampiaskan rasa
frustrasi dan amarahnya. Di sisi lain, May bertemu dengan seorang
pesulap (Ario Bayu) yang membuat May penasaran dan tertarik. Dengan
bantuan pesulap tersebut, May memberanikan diri melepaskan diri dari
traumanya.
(Sumber:https://www.indozone.id/movie/Z8sbWp/sinopsis-27-steps-of-
may-2019-hidup-dalam-kengerian-pengalaman-traumatis)
3

4. Parafrase
27 Steps of May merupakan film yang bercerita tentang kehidupan
seorang gadis berusia 14 tahun bernama May yang merupakan korban
kekerasan seksual. Ia diperkosa oleh sekelompok pria tak dikenal saat
dirinya sedang bermain di sebuah wahana bermain.
Film ini akan membawa kita pada pergulatan batin May selama 8
tahun harus menjalani hidupnya dengan traumatik sebagai penyintas
kekerasan seksual. Selama itu pula, dia tidak berani keluar rumah dan
tidak berani melihat dirinya sendiri. Tak hanya May, kekalutan juga
dialami oleh bapaknya (Lukman Sardi). Dia merasa bahwa sebagai bapak
telah gagal menjaga anaknya, sehingga kemarahannya itu dia tumpahkan
pada lawannya di ring sebagai seorang petinju. Ia tidak bisa berbuat
apapun karena sejak kejadian itu, May tidak pernah mau bercerita apa
yang dia alami sebenarnya.
Namun, kehidupan May perlahan berubah sejak kemunculan
seorang pesulap (Ario Bayu) melalui celah dinding kamarnya. Meski
awalnya takut, May secara perlahan mulai membuka diri untuk berdamai
dengan pengalaman traumatiknya meskipun harus dilakukan dengan susah
payah.
B. Tujuan
Hasil pengamatan pada laporan observasi ini menggunakan
variabel post traumatic stress disorder (PTSD). Pengamatan ini bertujuan
untuk memahami gangguan tersebut dengan mengamati gejala-gejala yang
dialami oleh pemeran utama film.
II. LANDASAN TEORI
A. Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
1. Pengertian Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
Posttraumatic stress disorder (PTSD) dijelaskan oleh
Hoeksema (2020) merupakan gangguan psikologis sebagai bentuk
konsekuensi dari stres ekstrim yang dialami individu atau dikenal
dengan istilah trauma. Peristiwa traumatik memiliki makna dan
implementasi yang luas. Oleh sebab itu, DSM V membatasi kategori
ini pada peristiwa dimana individu mengalami ancaman hingga
peristiwa yang hampir memicu kematian, kecelakaan serius, atau
kekerasan seksual. Kategori peristiwa-peristiwa tersebut harus dialami
atau disaksikan secara langsung, baik pada dirinya maupun orang
terdekatnya.
Dalam konsepsi trauma psikologis saat ini, DSM-IV
(American Psychiatric Association [APA], 1994) mendefinisikan
PTSD pasti berasal dari suatu peristiwa di mana seseorang terkena
ancaman serius cedera atau kematian dan kemudian mengalami
ketakutan yang ekstrim, ketidakberdayaan, atau horor.
Menurut Priyattam (2009) Gangguan stres pascatrauma atau
PTSD adalah kondisi kejiwaan yang dapat terjadi pada siapa saja
yang pernah mengalami peristiwa yang mengancam jiwa atau
kekerasan. Trauma tersebut bisa karena perang, terorisme,
penyiksaan, bencana alam, kecelakaan, kekerasan, atau pemerkosaan.
PTSD pernah dikaitkan secara eksklusif dengan dinas militer dan
ditandai dengan istilah "kejutan tempur" dan "kelelahan
pertempuran". Namun, sekarang diakui bahwa PTSD dapat terjadi
dalam situasi traumatis apa pun dan dapat menimpa anak-anak dan
juga orang dewasa.
Tidak semua individu yang terkena peristiwa yang
mengancam jiwa ini mengembangkan PTSD atau menunjukkan
perbedaan individu yang signifikan dalam menghadapi peristiwa yang

4
5

membuat stres tersebut. Namun, riwayat trauma sebelumnya dapat


meningkat risiko dari PTSD, menunjukkan efek aditif dari stres.
Amigdala sangat rentan karena di sinilah asosiasi peristiwa yang
menakutkan diproses dan disimpan. Individu dengan PTSD memiliki
ingatan tentang peristiwa yang mereka hidupkan kembali dan lagi
(yaitu, kilas balik, mimpi buruk, keasyikan dengan pikiran atau
gambar dari peristiwa perang); mereka menghindari orang dan tempat
yang berhubungan dengan trauma, menjadi tertekan pada isyarat atau
pengingat pengalaman (misalnya, hari jadi dari acara); dan mereka
sangat terangsang (sulit tidur, sulit berkonsentrasi, bahkan sangat
waspada).
2. Gejala Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
Holland (2001, dalam Hatta 2016) menjelaskan bahwa kriteria
diagnosis PTSD mengikuti DSM-IV (Diagnostic and Statistical
Manual edisi-IV), ada tiga kriteria yaitu: Exposure (pendedahan), Re-
experiencing (mengalami kembali), Persistent Avoidance
(menghindar).
Pertama, Exposure (pendedahan) adalah mengalami sendiri
peristiwa traumatik, menyaksikan orang lain terluka parah atau
kematian, mengalami kehidupan yang terancam bahaya, mengalami
ketakutan terus-menerus sehingga mengalami ketidakberdayaan.
Kedua, Re-experiencing (mengalami kembali) adalah flashback,
mimpi buruk, hal-hal kecil yang memancing kembali ingatan pada
peristiwa traumatik yang dialami. Ketiga, Persistent Avoidance
(menghindar) adalah upaya menghindar yang dilakukan oleh korban.
Jarnawi (2007, dalam Hatta, 2016) menyatakan PTSD adalah suatu
gangguan emosional yang tidak wajar, yang berbeda dengan
gangguan lain seperti depresi dan gangguan panik. PTSD tidak mudah
untuk disimpulkan, apabila hanya dari gejala-gejala yang ditimbulkan.
National Institute of Mental Health (dalam Hatta, 2016)
merumuskan tiga gejala orang yang mengalami PTSD yaitu:
6

a. Re-experiencing symptoms
Yaitu imbasan kasus trauma berlebihan, termasuk gejala
fisik seperti jantung berdebar atau berkeringat, mimpi buruk,
pikiran menakutkan. Atau mengalami kembali gejala-gejala yang
dapat menyebabkan masalah dalam rutinitas seseorang. Gejala-
gejala tersebut dapat bermula dari pemikiran sendiri dan perasaan
orang. Perkataan, objek, atau situasi yang mengingatkan kembali
juga dapat mencetuskan kembali PTSD.
b. Avoidance symptoms
Yaitu tinggal jauh dari tempat, peristiwa, atau objek yang
dapat mengingatkan kembali pengalaman tersebut, perasaan
kebas, perasaan bersalah yang kuat, kemurungan, atau bimbang,
kehilangan minat dalam aktivitas-aktivitas yang menyenangkan
pada waktu lalu, menghadapi masalah yang mengingatkan
peristiwa berbahaya. Atau dapat dikatakan menghindar dari
perkara dan gejala yang dapat mencetuskan, mengingatkan
seseorang pada peristiwa traumatik. Gejala-gejala ini dapat
menyebabkan seseorang untuk menukar rutinitas pribadi. Sebagai
contoh, setelah kecelakaan kereta yang parah, seseorang yang
biasanya menjadi supir dapat menghindar menyetir.
c. Hyperarousal symptoms
Yaitu sebagian mudah terkejut, merasa tegang atau
dipinggirkan, mengalami kesulitan tidur, dan mempunyai ledakan
amarah. Dapat dikatakan gejala hyperarousal biasanya karena
berkelanjutan dan bukannya dicetuskan oleh perkara-perkara yang
mengingatkannya pada salah satu peristiwa traumatik.
3. Faktor - Faktor Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
a. Faktor Lingkungan dan Sosial
Orang yang mengalami trauma yang lebih parah dan trauma
yang lebih tahan lama dan secara langsung dipengaruhi oleh
Peristiwa traumatis lebih rentan untuk mengembangkan PTSD.
7

Misalnya, veteran perang lebih mungkin mengalami PTSD jika


mereka berada di garis depan untuk periode yang panjang (Iversen
et al., 2008).
Korban yang diperkosa dengan kekerasan dan berulang kali
dalam waktu yang lama adalah orang-orang yang mungkin
mengalami PTSD (Epstein, Saunders, & Kilpatrick, 1997; Zinzow
et al., 2012).Orang-orang yang memiliki dukungan emosional
setelah trauma akan pulih lebih cepat daripada orang yang tidak
(KendallTackett, Williams, & Finkelhor, 1993; LaGreca,
Silverman, Vernberg, & Prinstein, 1996; Sutker, Davis, Uddo, dan
Ditta, 1995).
b. Faktor Psikologis
Orang-orang yang mengatasi stres dengan cara yang
destruktif, seperti minum dan isolasi diri, lebih mungkin
mengalami PTSD (Merrill, Thomsen, Sinclair, Gold, & Milner,
2001; Sutker et al., 1995).
c. Faktor Gender
Dibandingkan pria, wanita lebih mungkin untuk
didiagnosis dengan PTSD, serta sebagian besar gangguan
kecemasan lainnya termasuk gangguan panik, gangguan
kecemasan sosial, dan gangguan kecemasan umum (Hanson et al.,
2008; Roberts Gilman, Brelau, & Koenen, 2011).
Wanita juga lebih mungkin untuk menderita PTSD karena
jenis trauma yang sering mereka alami, seperti pelecehan seksual,
distigmatisasi, sehinnga mengurangi jumlah dukungan sosial yang
mereka terima.
d. Faktor Biologis
Kerentanan terhadap PTSD dapat diwariskan (Smoller,
2016). Salah satu studi tentang sekitar 4.000 anak kembar yang
bertugas dalam Perang Vietnam menemukan bahwa jika salah satu
dari dua orang yang kembar identik terkena PTSD, saudaranya
8

akan lebih mungkin untuk menderita PTSD juga dibanding saudara


kembar fraternal (Benar et al., 1993; Stein, Jang, Taylor, Vernon,
dan Livesley, 2002).
4. Pengobatan / Penanganan Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
Menurut Susan Nolen-Hoeksema dalam buku Abnormal
psychology, Penanganan PTSD dapat dilakukan dengan cara:
a. Terapi perilaku kognitif dan Manajemen Stres
Terapi kognitif-perilaku telah terbukti efektif dalam
pengobatan PTSD. Elemen utama dalam terapi ini adalah
desensitisasi sistematis. Klien mengidentifikasi pikiran dan situasi
yang menciptakan kecemasan, Lalu beri peringkat kepada mereka
dari yang paling memicu kecemasan hingga yang paling sedikit.
Terapis membawa klien melalui hierarki ini, mengekspos klien
terhadap isyarat trauma yang menimbulkan rasa takut,
penghindaran, dan gejala PTSD lainnya, terkadang menggunakan
teknik relaksasi untuk meredakan kecemasan. Itu biasanya tidak
mungkin untuk kembali ke peristiwa traumatis yang sebenarnya,
jadi membayangkannya dengan jelas harus menggantikan eksposur
yang sebenarnya.
b. Terapi Biologis
Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dan, pada
tingkat lebih rendah, benzodiazepin digunakan untuk mengobati
gejala PTSD, terutama masalah tidur, mimpi buruk, dan lekas
marah Meskipun beberapa orang dengan PTSD mendapat manfaat
dari obat-obatan ini, bukti keefektifannya dalam mengobati PTSD
beragam dan beberapa (khususnya, benzodiazepin) dapat memiliki
efek samping yang signifikan dan potensi adiktif.
5. Tipe-tipe Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
Menurut Grohol (2017) terdapat lima jenis utama Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD):
a. Respon Stres Normal
9

Respon stres normal terjadi ketika orang dewasa sehat yang


telah terpapar pada kejadian traumatis diskrit tunggal di masa
dewasa mengalami kenangan buruk yang hebat, perasaan tidak
sadar, terputus dari hubungan atau ketegangan dan tekanan tubuh.
Individu seperti itu biasanya mencapai pemulihan sempurna dalam
beberapa minggu. Seringkali pengalaman pembekalan kelompok
sangat membantu. Debriefings dimulai dengan menggambarkan
kejadian traumatis. Mereka kemudian maju untuk mengeksplorasi
respons emosional orang-orang yang selamat terhadap kejadian
tersebut. Selanjutnya, ada diskusi terbuka tentang gejala yang telah
diendapkan oleh trauma. Akhirnya, ada pendidikan di mana
tanggapan orang-orang yang selamat dijelaskan dan cara-cara
penanganan yang positif diidentifikasi.
b. Gangguan Stres Akut
Gangguan stres akut ditandai oleh reaksi panik,
kebingungan mental, disosiasi, Insomnia berat, kecurigaan, dan
tidak dapat mengelola aktivitas perawatan diri, kerja dan hubungan
dasar. Relatif sedikit 13 korban trauma tunggal memiliki reaksi
yang lebih parah ini, kecual bila trauma tersebut merupakan
malapetaka abadi yang menghadapkan mereka pada kematian,
penghancuran, atau kehilangan rumah dan masyarakat. Pengobatan
mencakup dukungan segera pengangkatan dari tempat trauma,
penggunaan obat untuk menghilangkan kesedihan, kegelisahan,
dan insomnia segera, dan psikoterapi dukungan singkat yang
diberikan dalam konteks intervensi krisis.
c. Gangguan Stres Pasca Traumatik Tanpa Komplikasi
PTSD yang tidak rumit melibatkan pengulangan ulang
peristiwa traumatis yang terus-menerus, penghindaran rangsangan
yang terkait dengan trauma, penghinaan emosional, dan gejala
peningkatan gairah. Ini mungkin merespons pendekatan kelompok,
psikodinamik, kognitif- perilaku, farmakologis, atau kombinasi.
10

d. Gangguan Stress Pasca Traumatik Komorbid


PTSD komorbid dengan gangguan kejiwaan lainnya
sebenarnya Jauh lebih umum dibanding PTSD yang tidak rumit.
PTSD biasanya dikaitkan dengan setidaknya satu gangguan
kejiwaan utama lainnya seperti depresi, alkohol atau
penyalahgunaan zat, gangguan panik, dan gangguan kecemasan
lainnya. Hasil terbaik dicapai ketika kedua PTSD dan gangguan
lainnya diobati bersama daripada satu demi satu. Hal ini terutama
berlaku untuk PTSD dan penyalahgunaan alkohol atau zat.
Perawatan yang sama yang digunakan untuk PTSD yang tidak
rumit harus digunakan untuk pasien ini, dengan penambahan
perawatan yang dikelola dengan hati-hati untuk masalah kejiwaan
atau kecanduan lainnya.
e. Gangguan Stres Pasca Traumatik Kompleks
Kompleks PTSD (kadang disebut "Disorder Extreme
Stress") ditemukan di antara individu-individu yang telah terpapar
keadaan traumatis yang berkepanjangan, terutama selama masa
kanak-kanak, 14 seperti pelecehan seksual masa kecil. Individu-
individu ini sering didiagnosis dengan gangguan kepribadian
borderline atau antisosial atau gangguan disosiatif. Mereka
menunjukkan kesulitan perilaku (seperti impulsif, agresi, tindakan
seksual, gangguan makan, penyalahgunaan alkohol atau obat
terlarang dan tindakan merusak diri sendiri), kesulitan emosional
yang ekstrem (seperti kemarahan, depresi, atau kepanikan) dan
kesulitan mental (seperti pikiran terfragmentasi, disosiasi, dan
amnesia). Pengobatan pasien semacam itu seringkali memakan
waktu lebih lama, dapat berlanjut pada tingkat yang jauh lebih
lambat, dan memerlukan program perawatan yang sensitif dan
terstruktur dengan baik yang disampaikan oleh tim spesialis
trauma.
11

6. Diagnosis Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)


Berdasarkan DSM 5:
a. Kriteria A (Stressor):
1) Anda merasakan langsung kejadian tersebut
2) Anda menyaksikan sendiri sesuatu yang buruk terjadi pada
orang lain
3) Anda mendengar cerita detail langsung dari saudara atau
teman dekat yang mengalami kejadian traumatis tersebut
4) Anda adalah orang terpapar langsung detail kejadian berulang
kali, misalnya orang yang mengumpulkan potongan tubuh
dari tempat kejadian atau orang yang menerima detail
kekerasan pada anak.
b. Kriteria B (Gejala intrusi):
1) Memori yang berulang tanpa disadari
2) Sering mimpi buruk, baik berkaitan maupun tidak berkaitan
dengan trauma
3) Reaksi disosiatif, ini merupakan perasaan seolah-olah
kejadian traumatis tersebut terjadi lagi
4) Stres berkepanjangan setelah kejadian trauma
5) Terdapat reaksi fisik jika teringat kejadian tersebut, seperti
meningkatnya detak jantung.
c. Kriteria C (Menghindar):
1) Menghindari pemikiran yang berhubungan dengan kejadian
traumatis
2) Menghindari hal yang mengingatkan dengan kejadian
traumatis, seperti orang, tempat, aktivitas, dan objek.
d. Kriteria D (Perubahan suasana hati yang buruk):
1) Tidak mampu untuk mengingat pokok masalah dari kejadian
traumatis
12

2) Mengalami perasaan negatif yang persisten, misal


menganggap semua orang jahat atau diri sendiri adalah orang
yang gagal
3) Merasakan emosi negatif terus menerus termasuk ketakutan,
marah, bersalah, atau malu
4) Menganggap semua kegiatan tidak menyenangkan
5) Tidak bisa merasakan perasaan yang menyenangkan, seperti
bahagia dan cinta.
e. Kriteria E (Perubahan gairah dan reaktivitas)
1) Perilaku agresif
2) Perilaku menyiksa diri sendiri
3) Merasa selalu dalam bahaya
4) Kesulitan berkonsentrasi
5) Gangguan tidur
f. Kriteria F (Durasi):
Mengalami gejala kriteria B, C, D, dan E lebih dari 1 bulan.
g. Kriteria G (Signifikan fungsional)
Gejala mempengaruhi hidup, seperti pekerjaan dan kehidupan
sosial.
h. Kriteria H (Ekslusi):
Gangguan bukan disebabkan konsumsi obat-obatan atau
penyakit lain
III. RANCANGAN OBSERVASI
A. Pelaksanaan Observasi
1. Setting Observasi : (Movie Setting / lab Setting)*
2. Pencatatan Observasi : (Event / Time)*
3. Kegiatan Observasi : (Partisipan / Non Partisipan Passive)*
B. Pelaksanaan Observasi
1. Hari / Tanggal :
2. Waktu :
3. Tempat :
4. Lembar Observer :
Nama Observer :
Gejala Keterangan
Posttraumatic
Target
No. Stress Gambaran Perilaku
Perilaku Ya Tidak
Disorder
(PTSD)
1. Exposure a. Mengalami sendiri
(Pendedahan) peristiwa traumatis
b. Menyaksikan
kerabat terdekat
mengalami
peristiwa traumatis
2. Re- a. Mengalami mimpi
experiencing buruk yang terkait
(Mengalami dengan peristiwa
kembali) traumatis
b. Mengalami kilas
balik setelah
terpicu oleh objek
dan atau situasi
yang berkaitan
dengan peristiwa
traumatis
3. Persistent a. Menghindari untuk
Avoidance mengingat
(Perilaku peristiwa traumatis
Menghindar) yang dialami
b. Menghindari
stimulus eksternal
yang
mengembalikan
ingatan tentang
peristiwa traumatis

13
14

4. Hyperarousal a. Mudah merasa


terkejut secara
berkelanjutan
b. Sering merasa
tegang secara
berkelanjutan
c. Mengalami
kesulitan tidur
secara
berkelanjutan
d. Mudah tersulut
amarah secara
berkelanjutan
LAPORAN PRAKTIKUM
PSIKODIAGNOSTIKA 2 : OBSERVASI
SETTING PSIKOLOGI SOSIAL
SELF IMAGE TOKOH UTAMA PADA FASE DEWASA AWAL DALAM
FILM IMPERFECT

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
LABORATORIUM DASAR PSIKOLOGI
Disusun Oleh :
2PA03
Kelompok 2
NO NAMA NPM TANDA TANGAN

1 Abelia Rachmadany 10520003

2 Aghnia Fitria Pertiwi 10520033

3 Aldrinova Rama Sinadia 10520054

4 Anna Cholilah 10520141

5 Duanty Kirana Savitrie 10520314

6 Ervia Satriani 10520340

7 Januarrizki Ramadhanu Asshidiq 10520501

8 Qori Amalia Pratiwi 10520806

9 Wulanda Qorizah Susilo 11520103

DEPOK
APRIL 2022

i
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
DAFTAR ISI ii
I. PENDAHULUAN 1
A. Pengamatan Awal 1
1. Sinopsis Asli 1.......................................................................................1
2. Sinopsis Asli 2.......................................................................................1
3. Sinopsis Asli 3.......................................................................................2
4. Parafrase................................................................................................3
B. Tujuan 3
II. LANDASAN TEORI 5
A. Self – Image 5
1. Definisi Self – Image.............................................................................5
2. Faktor yang memengaruhi Self – Image................................................5
3. Komponen – komponen Self – Image....................................................6
4. Karakteristik Self – Image.....................................................................7
III. RANCANGAN OBSERVASI 8

ii
I. PENDAHULUAN
A. Pengamatan Awal
1. Sinopsis Asli 1
Imperfect berkisah tentang Rara (diperankan Jessica Milla) yang
tak peduli dengan ejekan orang lain mengenai bentuk tubuhnya yang tidak
proporsional untuk ukuran seorang perempuan seusianya. Sebab dia sudah
mendengarkan hal ini sejak kecil dan menjadi terbiasa. Rara pun sangat
beruntung karena memiliki pacar seperti Dika (Reza Rahadian) yang
mencintai dan menerima apa adanya.
Dika menganggap Rara adalah sosok yang sempurna karena
memiliki hati yang baik dan lembut. Keadaan berubah ketika bos Rara
(Dion Wiyoko) memintanya untuk memperbaiki penampilan jika ingin
menduduki posisi manajer di kantornya. Bagi Rara ini adalah kesempatan
besar, dia pun bertekad untuk menjadi perempuan kurus dan cantik seperti
gambaran iklan di televisi. Namun ada harga yang harus dibayar, Rara
kehilangan orang-orang yang mencintainya. Sebab pada akhirnya, dia juga
memiliki sikap yang sama dengan mereka yang pernah mengejeknya.
(Sumber: https://tirto.id/enJP)
2. Sinopsis Asli 2
Imperfect menceritakan tentang sosok bernama Rara (Jessica Mila)
yang berkulit sawo matang dan memiliki badan gemuk, mengikuti gen
sang ayah. Sedangkan sang adik yang bernama Lulu (Yasmin Napper)
mengikuti gen sang ibu (Karina Suwandi). Diketahui, ibu mereka ini,
Debby merupakan mantan peragawati 1990-an yang selalu dipuja-puja.
Rara sudah terbiasa dan tidak peduli jika dibanding-bandingkan
atau diejek oleh orang-orang sekitarnya. Namun, ketidakpeduliannya ini
mendadak hilang saat bos (Dion Wiyoko) di kantornya menawarkan posisi
tinggi untuknya.
Diketahui, Rara menduduki posisi manajer riset di perusahaan
kosmetik. Meskipun Ia memperoleh perlakuan tak mengasyikkan dari
rekan-rekan kantornya, Ia tetap mencintai pekerjaannya. Selain itu,

1
2

untungnya Ia memiliki kekasih, Dika (Reza Rahadian) yang mencintai dia


apa adanya.
Namun sejak Rara mendapatkan tawaran posisi tinggi dari bosnya,
Rara mulai insecure dengan dirinya sendiri. Ia pun mulai menempuh
berbagai cara agar memperoleh bentuk tubuh yang ideal.
(Sumber:https://www.suara.com/entertainment/2021/07/14/222705/
sinopsis-imperfect-perjuangan-rara-hadapi-body-shaming?page=1)
3. Sinopsis Asli 3
Seorang manajer riset di perusahaan kosmetik, Rara (Jessica Mila)
yang mendapatkan tantangan baru untuk mengubah penampilannya demi
menempati jabatan yang kosong. Rara adalah anak pertama dari pasangan
Debby (Karina Suwandi) dan Hendro (Kiki Narendra). Rara memiliki adik
bernama Lulu (Yasmin Napper).
Rara memiliki tubuh yang gemuk berbanding terbalik dengan
ibunya yang seorang model dan adiknya. Karena bentuk tubuhnya ini,
Rara kerap mendapatkan tekanan bully, body shaming, dan beauty
standard. Di kantornya pun, Rara kerap mendapatkan perilaku
diskriminatif dari sekelompok geng, hanya karena tubuhnya yang gemuk.
Mereka, yakni Marsha (Clara Bernadeth) dan dua kawannya,Irene (Karina
Nadila) dan Wiwid (Devina Aurel). Sementara itu di sisi lain, Rara
memiliki seorang kekasih, Dika (Reza Rahardian), dan sahabat Fey
(Shareefa Dannish) yang terus mendukungnya tanpa melihat bentuk
tubuhnya.
Hingga suatu hari, Rara mendapatkan tawaran untuk menempati
posisi sebagai manajer perusahaan di kantornya. Namun, ia harus bisa
mengubah penampilannya dengan beauty standard pada umumnya. Rara
pun kemudian berusaha untuk mengubah penampilannya hingga ia
mendapatkan posisi tersebut. Sukses dengan kariernya, ternyata ia
dihadapkan oleh masalah baru yang membuat Rara kehilangan pacar dan
sahabatnya.
3

(Sumber:https://kumparan.com/sinopsis-film/sinopsis-film-imperfect-
tayang-malam-ini-di-sctv-1utQUBeTACM/full)
4. Parafrase
Rara merupakan seorang perempuan dengan tubuh gemuk dan
berkulit sawo matang yang sudah terbiasa dibandingkan dengan adiknya
yang memiliki paras cantik dengan kulit putih dan tubuh rampingnya.
Orang yang paling sering membandingkan Rara dengan adiknya adalah
Ibunya yang merupakan seorang mantan peragawati. Selain ibunya, Rara
juga kerap mendapat perlakuan diskriminatif dari rekan-rekan di
kantornya. Namun, Rara merasa sangat beruntung karena dia memiliki
Dika, kekasih Rara dan Fey, sahabat dan teman bekerja Rara yang
senantiasa mendukung dan menyayangi Rara dengan menerima kondisi
Rara apa adanya.
Hingga suatu hari, keadaan mulai berubah karena Rara memiliki
peluang untuk mendapat kenaikan jabatan di tempat kerjanya. Namun, bos
Rara memberi syarat kepada Rara bahwa ia harus bisa memiliki paras dan
kondisi tubuh yang ideal untuk mendapat kenaikan jabatan tersebut. Dari
situ Rara mulai merasakan insecurity akan kondisi tubuhnya, sampai
akhirnya Rara mulai bertekad untuk mendapatkan tubuh ideal yang ia
butuhkan untuk mendapat kenaikan jabatan, dan Rara pun berhasil
mendapat tubuh ideal yang merupakan syarat dari bosnya. Setelah Rara
berhasil mendapat tubuh yang ideal, ia mulai menghadapi masalah baru,
yaitu, ia mulai mengalami perubahan-perubahan perilaku menjadi seperti
orang-orang yang dulu mendiskriminasinya Karena itu, Rara akhirnya
mulai kehilangan teman dan kekasihnya. Rara pun tersadar akan
perubahan sifatnya dan ia akhirnya berusaha untuk memperbaiki
hubungannya dengan teman dan kekasihnya.
B. Tujuan
Hasil pengamatan pada laporan observasi ini menggunakan
variabel self-image atau citra diri. Pengamatan ini bertujuan untuk
4

mengamati dinamika self image pada tokoh utama dalam kehidupannya


sehari-hari.
II. LANDASAN TEORI
A. Self – Image
1. Definisi Self – Image
Menurut Maltz (1960) self-image merupakan konsepsi mengenai
diri kita sendiri yang diakumulasikan dari semua pengalaman termasuk
kegagalan, kesuksesan, penghinaan, keberjayaan, serta bagaimana
orang lain bereaksi terhadap kita terutama pada masa awal kanak-
kanak.
Menurut American Psychiatric Association (VandenBos, 2007)
self-image atau citra diri merupakan pandangan atau konsep diri
seseorang, berupa aspek penting dari kepribadian seseorang yang dapat
menentukan keberhasilan hubungan dan general well-being seseorang.
Dapat dikatakan self-image atau citra diri adalah bagian dari konsep
diri yang berkaitan dengan sifat fisik. Citra diri adalah deskripsi
seseorang tentang fisik mereka sendiri.
Menurut Hoft (2001) mengatakan bahwa self-image adalah cara
seseorang memandang diri sendiri, bukan hanya ketika menatap ke
dalam cermin dan memandang penampilan luar, melainkan apa yang
mereka percayai tentang diri sendiri. Dalam hal ini setiap orang akan
memiliki self-image tentang diri sendiri, baik citra diri sejati maupun
citra diri yang diinginkan. Kemampuan yang dimiliki, keadaan
lingkungan, serta sikap dan pendapat pribadinya akan mempengaruhi
seseorang dalam bentuk citranya.
2. Faktor yang memengaruhi Self – Image
Mappiere (1982) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi self-image antara lain adalah sebagai berikut :
a. Penampilan fisik memengaruhi proses pembentukan
pribadi, orang – orang memiliki kecenderungan untuk
membandingkan penampilannya dengan orang lain.
b. Pakaian dan perhiasan menjadi pendukung standar
kecantikan karena pakaian yang kurang memuaskan

5
6

menimbulkan rasa rendah diri.


c. Penerimaan teman sebaya menjadi salah satu aspek penting
dalam pembentukan self – image yang positif. Jadi, apabila
terjadi penolakan peer group maka akan mengurangi
penilaian diri positif.
d. Keadaan keluarga yang positif dan dapan memberikan
dukungan terhadap individu akan memengaruhi
perkembangan self – image yang sehat dan adanya rasa
kepercayaan diri.
3. Komponen – komponen Self – Image
Menurut Jersild (1960) komponen – komponen citra diri
diantaranya :
a. Perceptual component
Komponen ini merupakan bagian image yang
dimiliki seseorang mengenai penampilan dirinya, terutama
tubuh dan ekspresi yang diberikan pada orang lain.
Tercakup didalamnya adalah attractiveness,
appropriateness, dan yang berhubungan dengan daya Tarik
seseorang bagi orang lain. Hal ini dapat dicontohkan oleh
seseorang yang memiliki wajah cantik atau tampan,
sehingga seseorang tersebut disukai oleh orang lain,
komponen ini disebut physical self – image.
b. Conceptual component
Komponen ini merupakan bagian konsepsi
seseorang mengenai karakteristik dirinya, misalnya
kemampuan, kekurangan, dan keterbatasan dirinya.
Komponen ini disebut psychological self – image.
c. Attitudional component
Komponen ini merupakan bagian dari pikiran dan
perasaan seseorang mengenai dirinya, status, dan
pandangan terhadap orang lain. Komponen ini disebut
7

sebagai social self – image.


4. Karakteristik Self – Image
Menurut (Lusi, 2010) mengatakan bahwa setiap orang memiliki
self – image yang berbeda. Ada yang memiliki self – image negative
dan ada yang memiliki self – image yang positive. Hal ini berkaitan
dengan keadaan tertentu yang dialami. Self – image negative adalah
gambaran dari individu yang salah mengenal diri dan salah
mendefinisikan dirinya, sedangkan self – image positive adakah tahap
ideal tertentu yang dibangun atas dasar yang tepat.
Berikut karakteristik dari self image tersebut :
a. Self – Image negative
1) Salah kenal diri
2) Salah perlakual diri
3) Salah jalani diri
4) Hidup dalam diri bayangan
b. Self – Image positive
1) Kenal diri
2) Perlakuan diri dengan benar
3) Jalani diri dengan benar
4) Hidup dengan diri sejati
c. Self – Image antara positive dan negative
1) Kenal diri sejati secara kognitif
2) Tidak maksimal perlakuan diri
3) Tidak maksimal jalani diri
4) Kadang – kadang terjebak dalam diri bayangan
III. RANCANGAN OBSERVASI
A. Pelaksanaan Observasi
1. Setting Observasi : (Movie Setting / lab Setting)*
2. Pencatatan Observasi : (Event / Time)*
3. Kegiatan Observasi : (Partisipan / Non Partisipan Passive)*
B. Pelaksanaan Observasi
1. Hari / Tanggal :
2. Waktu :
3. Tempat :
4. Lembar Observer :
Nama Observer :

Komponen- Keterangan
Target
No. komponen Ya Tidak Gambaran Perilaku
Perilaku
Self-Image
1. Perceptual a. Merasa dirinya
Component tidak disukai
oleh karena
penampilan
fisiknya
b. Merasa iri
dengan citra
tubuh orang lain
c. Mengubah
penampilannya
agar dapat
diterima oleh
orang lain
d. Orang lain
menuntut subjek
memenuhi
standar
kecantikan yang
ada di
masyarakat
2. Conceptual a. Subjek merasa
Component rendah diri
terhadap
kemampuan
dalam dirinya
b. Orang lain
meragukan
keterampilan

8
9

subjek dalam
melaksanakan
suatu tugas pada
pekerjaannya
3. Attidutional a) Subjek selalu
Component memikirkan
penilaian orang
lain terhadap
dirinya
b) Subjek
mengubah
penampilannya
untuk
mendapatkan
stasus sosial
yang lebih tinggi

Anda mungkin juga menyukai