Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA
“KORBAN PEMERKOSAAN”

DISUSUN OLEH :
Kelompok 2 :
DIDIK CAROKO
FRESILIA
MARLIA TANJUNGAN
MERY YULISTIA
NELWAN
PIRDA MERIYANA
TAUFIK HIDAYATULLAH
TRINGATMINI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN AKAEMIK 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Korban Pemerkosaan” tanpa halangan apapun.
Terimakasih kepada semua pihak yang sudah berpatisipasi dalam pembuatan makalah ini. Kami
menyadari makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak.

Kotabumi, 05 januari 2022

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang.....................................................................................................................1
Rumusan Masalah................................................................................................................1
Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian............................................................................................................................3
Faktor Predisposisi..............................................................................................................3
Faktor Presipitasi.................................................................................................................4
Tanda dan Gejala.................................................................................................................4
Mekanisme Koping..............................................................................................................6
Sumber Koping....................................................................................................................6
Penatalaksanaan...................................................................................................................7
Asuhan Keperawatan...........................................................................................................7
BAB III PENUTUP
Kesimpulan..........................................................................................................................12
Saran....................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan di semua bidang, pergeseran pola masyarakat dari masyarakat agrikultur ke
masyarakat industri dan dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, serta tekanan arus
globalisasi/informasi yang diperberat dengan krisis ekonomi, sosial, politik, selain membawa
kemajuan dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat, juga telah menimbulkan berbagai masalah.
Masalah yang ditimbulkan, antara lain, terjadinya pergeseran nilai moral, kesenjangan keadaan
sosial ekonomi, proporsi penduduk miskin yang makin besar, angka pengangguran yang makin
tinggi, serta berbagai masalah sosial lain dan politik, sementara pemenuhan kebutuhan untuk
bertahan hidup makin sulit dilakukan. Kondisi ini mendukung peningkatan tindak kekerasan,
terutama bagi golongan yang dianggap lemah dan rentan yaitu wanita dan anak-anak.
Kasus kekerasan berupa tindakan pencurian, pemerasan, perkosaan, pembunuhan, narkotika,
kenakalan remaja, penipuan, pengelapan, pengrusakan, perjudian, dan kebakaran
(Roesdihardjo,2010). Tidak terhitung jumlah korban tindak kekerasan akibat tekanan sosial politik
yang terjadi di beberapa daerah tertentu di Indonesia, yang tidak saja meninggalkan beban materi,
tetapi juga beban psikososial bahkan rendahnya kualitas kehidupan secara menyeluruh bagi korban
dan keluarga serta masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Sindrom Trauma Perkosaan?
2. Apa Faktor Predisposisis Sindrom Trauma Perkosaan?
3. Apa Faktor Presipitasi Sindrom Trauma Perkosaan?
4. Apa Tanda dan Gejala Sindrom Trauma Perkosaan?
5. Bagaimana Mekanisme Koping Sindrom Trauma Perkosaan?
6. Apa Sumber Koping Sindrom Trauma Perkosaan?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Sindrom Trauma Perkosaan?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Sindrom Trauma Nefrotik?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian trauma perkosaan
2. Untuk mengetahui faktor predisposisi sindrom trauma perkosaan
3. Untuk mengetahui faktor presipitasi sindrom trauma perkosaan
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala sindrom trauma perkosaan
5. Untuk mengetahui Bagaimana Mekanisme Koping Sindrom Trauma Perkosaan
6. Untuk mengetahui Sumber Koping Sindrom Trauma Perkosaan
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Sindrom Trauma Perkosaan
8. Untuk mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Sindrom Trauma Nefrotik

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Keadaan dimana seseorang individu mengalami suatu paksaan, penyerangan kekerasan seksual
(penetrasi vagina atau anus) terhadapnya dan tanpa persetujuannya. Sindrom trauma yang
berkembang dari serangan ini atau upaya penyerangan termasuk suatu fase akut dari disorganisasi
korban dan gaya hidup keluarga serta proses jangka panjang pengorganisasian kembali gaya hidup.

2.2 Faktor Predisposisi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori biologik, teori
psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2009)
yaitu:
1. Teori Biologik
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus
frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin)
sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik
karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak
kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal,
3
trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral, dan penyakit seperti ensefalitis,dan
epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.
Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan
citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru. Jika orang tua yang mendisiplinkan anak mereka
dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Faktor budaya dan struktur sosial sebagai pengaruh perilaku agresif.

2.3 Faktor Presipitasi


Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep,
2011) :
1. diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser,
penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog
untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

2.4 Tanda dan Gejala


Yosep (2011) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
4
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
f. Mengamuk, ingin berkelahi
g. Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
5
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

2.5 Mekanisme Koping


Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah :
1. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
2. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.
3. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebihkan sikap/
perilaku yang berlawanan.
4. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebihkan
sikap perilaku yang berlawanan.
5. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada objek yang
berbahaya.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari
seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi
tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga
sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak
dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara- suara atau bayang-bayangan yang
meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini data berdampak pada keselamatan dirinya dan
orang lain (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik
dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga
tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan
kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).

2.6 Sumber Koping


Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan & ketrampilan, dukungan sosial & motivasi,
hubungan antar individu, keluarga, kelompok & masyarakat. Sumber koping lainnya termasuk
kesehatan & energi, dukungan spiritual, keyakinan positif, ketrampilanmenyelesaikan masalah &
6
sosial dan kesejahteraan fisik.
2.7 Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi. Contohnya
cloropromazine mengendalikanpsikomotoriknya. Dosis efek rendah : Trifluoperasine estelasine,
Transquilize. Obat anti psikotik seperti neurodeptika efek anti kejang, anti cemas dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Kegiatan seperti membaca koran, main catur, rehabilitasi program kegiatan yang telah ditentukan.
c. Peran Serta Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung yang utama yang memberikan perawatan langsung pada
setiap keadaab (sehat-sakit) klien.
d. Terapi Somatik
Tujuannya mengubah perilaku yang mal adaptif menjadi adaptif dengan melakukan tindakan
yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
e. Terapi Kejang Listrik
ECT bentuk terapi yang menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang di tepatkan pada pelipis klien.

2.8 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Faktor Predisposisi
 Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dengan gejala binging, susah tidur,
mondar-mandir, selalu takut, sedih.
 Klien gelisah, takut dan sering marah-marah karena trauma dengan perilaku kekerasan
seksual.
 Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
b) Status Mental
 Penampilan
 Klien tampak rapi, rambutnya panjang, kulit bersih.
 Klien berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
 Pembicaraan
Klien ketika berbicara nada suara agak tinggi, komunikasi kurang terarah dari tema yang
7
dibicarakan.
 Aktivitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak diam, gelisah, takut. Untuk saat ini klien
mulai mampu mengendalikan emosinya.
 Interaksi Selama Wawancara
Saat diwawancara lien kooperatif, cenderung selalu mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya.
 Persepsi
Klien mengatakan tidak pernah mengalami persepsi apapun (halusinasi)
 Proses Pikir
Pembicaraan klien tidak terarah tetapi sampai tujuan, sedikit bicara.
 Isi Pikir
 Tingkat Kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang ditandai
dengan klien mamapu menyebutkan hari, tanggal, tahun dengan benar.

2. Pohon masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan

Mekanisme Koping Tidak Efektif

3. Diagnosa keperawatan

Perilaku kekerasan

8
4. Intervensi

DIAGNOSA PERENCANAAN INTERVENSI


KEPERAWATAN
TUJUAN KRITERIA HASIL
Perilaku kekerasan o TUM : - Dengan 1. Diskusikan perubahan
menggunakan struktur, bentuk, atau
Klien menunjukkan komunikasi fungsi tubuh
peningkatan harga terapeutik
diri 2. Observasi ekspresi klien
diharapkan klien
pada saat diskusi
o TUK 1 : dapat
mengidentifikasi
1.Klien dapat
mengidentifikasi
perubahan cairan
tubuh

o TUK 2 : - Dengan 1. Diskusikan kemampuan


menggunakan dan aspek positif yang
2. Klien dapat komunikasi dimiliki (tubuh,
menilai terapeutik intelektual, dan
kemampuan dan diharapkan klien keluarga) oleh klien
aspek positif dapat menilai diluar perubahan yang
yang dimiliki kemampuan dan terjadi
aspek positif
2. Beri pujian atas aspek
yang dimiliki
positif dan kemampuan
yang masih dimiliki klien.
o TUK 3 : - Dengan 1. Dorong klien untuk
menggunakan merawat diri dan berperan
3. Klien dapat komunikasi serta dalam asuhan klien
menerima realita terapeutik secara bertahap
perubahan diharapkan klien
struktur, bentuk, 2. Libatkan klien dalam
dapat menerima
atau fungsi tubuh kelompok dengan masalah
realita perubahan gangguan citra tubuh
struktur, bentuk,
atau fungsi tubuh 3. Tingkatkan dukungan
keluarga pada klien
terutama pasangan

9
o TUK 4 : - Dengan 1. Diskusikan cara – cara
menggunakan (booklet, leaflet sebagai
4. Klien dapat komunikasi sumber informasi) yang
menyusun terapeutik dapat dilakukan untuk
rencana cara – diharapkan klien mengurangi dampak
cara dapat menyusun perubahan struktur,
menyelesaikan rencana cara – bentuk, atau fungsi tubuh.
masalah yang cara
dihadapi 2. Dorong klien untuk
menyelesaikan
memilih cara yang sesuai
masalah yang bagi klien
dihadapi
3. Bantu klien
melakukan cara yang
dipilih
o TUK 5 : - Dengan 1. Membantu klien
menggunakan mengurangi perubahan
5. Klien dapat komunikasi citra tubuh
melakukan terapeutik
tindakan diharapkan klien 2. Rehabilitasi bertahap bagi
pengembalian dapat melakukan klien
integritas tubuh tindakan
pengembalian
integritas tubuh

 Strategi Pelaksanaan

Strategi pelaksanaan pasien :

 SP 1: mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien


 SP 2: mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif kedua yang dimiliki
klien Strategi pelaksanaan keluarga :

 SP 1: identifikasi masalah keluarga, menjelaskan proses terjadinya harga diri rendah


dan menjelaskan cara merawat pasien harga diri rendah
 SP 2: merawat langsung ke pasien
 SP 3: evaluasi kemampuan keluarga dan kemampuan pasien

10
5. Evaluasi
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi perubahan citra tubuh
3. Klien dapat menerima realita perubahan struktur, bentuk, atau fungsi tubuh
4. Klien dapat melakukan tindakan pengembalian integritas tubuh

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keadaan dimana seseorang individu mengalami suatu paksaan, penyerangan kekerasan seksual
(penetrasi vagina atau anus) terhadapnya dan tanpa persetujuannya. Sindrom trauma yang
berkembang dari serangan ini atau upaya penyerangan termasuk suatu fase akut dari disorganisasi
korban dan gaya hidup keluarga serta proses jangka panjang pengorganisasian kembali gaya hidup.

3.2 Saran
Dengan tersusunnya makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca maupun Kelompok. Kritik
dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan, karena kami sadar bahwa penyusunan makalah ini
jauh dari kata sempurna.dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran itu dari pembaca.untuk
penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Proses Keperawatan Jiwa/Budi Anna Keliat.-Ed 2-Jakarta:EGC,2009

13

Anda mungkin juga menyukai