OLEH
KELOMPOK 6 B
1. VIAN (032019065)
2. EKA (032019078)
3. DINA (032019080)
4. JUNI (032019086)
5. MERI OPS (032019090)
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang telah dilimpahkannya
bagi kami, sehingga pembuatan makalah mata Kuliah Metopel yang Berjudul “ RANCANGAN
PENELITIAN CROSS SECTIONAL ” ini dapat selesai tepat pada waktunya. Kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat menambah pengetahuan bagi para pembacanya.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah membimbing kami dalam
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pemabaca, agar dalam pembuatan
makalah yang akan datang lebih baik lagi. Terimakasih.
Penyusun
KELOMPOK 6
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………….i
Daftar Isi………………………………………………………………..ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3. Tujuan……………………………………………………….2
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan………………………………………………….8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan zaman yang begitu pesat seperti saat ini diikuti pula dengan pesatnya
perkembangan intelektual manusia. Banyak sekali pengetahuan yang perlu untuk dikembangkan
lagi menjadi sebuah ilmu pengetahuan baru yang dapat dimanfaatkan bagi kemaslahatan
manusia. Berbagai cara digunakan untuk mengembangkan pengetahuan ataupun mencari ilmu
pengetahuan baru. Salah satu cara untuk mengembangkan pengetahuan tersebut adalah
penelitian.
Dalam melakukan penelitian salah satu hal yang penting ialah membuat desain penelitian.
Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah
berlangsungnya proses penelitian secara benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Tanpa desain yang benar seorang peneliti tidak akan dapat melakukan penelitian
dengan baik karena yang bersangkutan tidak mempunyai pedoman arah yang jelas. Manfaat
desain penelitian akan dirasakan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian, karena
dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian.
Selain itu, agar sebuah penelitian memiliki batasan-batasan dan dapat disusun secara
terstruktur dan terkonsep dengan baik, maka diperlukan sebuah metode penelitian. Mengingat
betapa pentingnya desain dan metode penelitian bagi sebuah penelitian, maka kelompok kami
akan membahas mengenai Desain dan Metode Penelitian dalam Makalah ini.
PEMBAHASAN
Dalam studi cross-sectional, variabel bebas atau faktor resiko dan tergantung (efek)
dinilai secara simultan pada satu saat; jadi tidak ada follow-up pada studi cross-sectional.
Dengan studi cross-sectional diperoleh prevalens penyakit dalam populasi pada suatu saat; oleh
karena itu studi cross-sectional disebut pula sebagai studi prevalens(prevalence studi). Dari data
yang diperoleh, dapat dibandingkan prevalens penyakit pada kelompok dengan resiko, dengan
prevalens penyakit pada kelompok tanpa resiko. Studi prevalens tidak hanya digunakan untuk
perencanaan kesehatan, akan tetapi juga dapat dgunakan sebagai studi etiologi. Pembahasan
diawali dengan tinjaun ringkas tentang pengertian dasar, dan dilanjutkan dengan langkah-
langkah dalam melaknsanakan studi cross-sectional. (Sastroasmoro, 1995)
Bila kita memiliki keterbatasan dana, waktu dan tenaga, alternatif desain yang sederhana adalah
desain potong lintang. Desain potong lintang dikenal juga dengan istilah survey. Kunci utama
dalam desain potong lintang adalah sampel dalam suatu survey direkrut tidak berdasarkan status
paparan atau suatu penyakit/ kondisi kesehatan lainnya, tetapi individu yang dipilih menjadi
subjek dalam penelitian adalah mereka yang diasumsikan sesuai dengan studi yang akan kita
teliti dan mewakili populasi yang akan diteliti secara potong lintang sehingga hasil studi bisa
digeneralisasikan ke populasi. Oleh karena itu, faktor paparan dan kejadian penyakit/kondisi
kesehatan diteliti dalam satu waktu.
Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi
sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat
pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama.
Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas
kaitannya hubungan sebab akibatnya (Notoatmodjo, 2002).
Penelitian crosssectional ini, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada satu titik waktu
tertentu. Penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun eksplanatif, penelitian cross-
sectional mampu menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lain pada populasi yang
diteliti, menguji keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di
antara kelompok sampling pada satu titik waktu tertentu. Namun penelitian cross-sectional tidak
memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari
populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis yang
mempengaruhinya (Nurdini, 2006).
Hasil pengamatan cross sectional untuk mengidentifikasi factor risiko ini kemudian
disusun dalam tabel 2 x 2. Untuk desain seperti ini biasanya yang dihitung adalah rasio
prevalens, yakni perbandingan antara prevalens suatu penyakit atau efek pada subjek dari
kelompok yang mempunyai factor risiko yang diteliti, dengan prevalens penyakit atau efek pada
subjek yang tidaj mempunyai factor risiko. Rasio prevalens menunjukkan peran factor risiko
dalam terjadinya efek pada studi cross-sectional. (Sastroasmoro, 1995)
Studi cross-sectional hanya merupajan salah satu dari jenis studi observasional untuk
menentukan hubungan antara factor risiko dan penyakit. Studi cross-sectional untuk mempelajari
etiologi suatu penyakit dipergunakan terutama untuk mempeljari factor risiko penyakit
dipergunakan terutama untuk mempelajari factor risiko penyakit yng mempunyai onset yang
lama dan lama sakit yang panjang, sehingga biasanya pasien tidak mencari pertolongan sampai
penyakitnya relative telah lanjut. Penyakit-penyakit jenis tersebut misalnya osteoarthritis,
bronchitis kronik, dan sebagian besar penyakit kejiwaan. Studi kohort kurang tepat digunakan
pada studi tentang penyakit-penyakit tersebut karena diperlukan sampel yang besar, waktu
follow up yang sangat lama, dan sulit untuk mengetahui saat mulainya penyakut (sulit untuk
menentukan insidens). Sebaliknya jenis penyakit yang mempunyai lama sakit sedikit jumlah
kasus yang akan diperoleh didalam kurun waktu pendek. Sesuai dengan namanya, yakni studi
prevalens, maka pada studi cross sectional yang dinilai adalah subjek yang baru dan yang sudah
kama menderita penyakit atau kelainan yang sedang diselidiki. (Sastroasmoro, 1995)
Gambar. Alur Studi Cross Sectional
Efek
Ya Tidak Jumlah
Faktor resiko Ya a B a+b
Tidak c D c+d
jumlah a+c b +d a+b+c+d
Gambar. Tabel 2 x 2 menunjukkan hasil pengamatan studi cross sectional.
Rasio prevalens dihitung dnegan membagi prevalens efek pada kelompok dengan factor resiko
dengan prevalens efek pada kelompok tanpa factor resiko.
RP = a/ (a+b) : c/ (c+d)
1. Mencari prevalensi serta indisensi satu atau beberapa penyakit tertentu yang terdapat di
masyarakat.
2. Memperkirakan adanya hubungan sebab akibat pada penyakit-penyakit tertentu dengan
perubahan yang jelas.
3. Menghitung besarnya resiko tiap kelompok, resiko relatif, dan resiko atribut.
Skema pada struktur dasar desain cross sectional melukiskan denan sederhana rancangan
studi cross-sectional. Sejalan dengan skema diatas dapat disusun langkah-langkah yang
terpenting didalam rancangan studi cross sectional, yaitu:
Yang dimaksudkan dengan risiko relatif pada studi cross sectional adalah
perbandingan antara prevalens penyakit (efek) pada kelompok dengan risiko dengan
prevalens efek pada kelompok tanpa resiko. Pada studi cross sectional ini, risiko relatif
yang diperoleh buka risiko relatif yang murni. Risiko reatif yang murni hanya dapat
diperoleh dengan penelitian kohort, dengan membandingkan insiden penyakit pada
kelompok dengan resiko dengan insiden penyakit pada risiko dalam periode waktu
tertentu.
Pada studi cross sectional, estimasi risiko relatif dinyatakan dengan Rasio
Prevalens (RP). Yang dimaksud dengan prevalens adalah perbandingan antara jumlah
subyek dengan penyakit (lama dan baru) pada satu saat dengan seluruh subyek yang ada.
Rasio prevalens dihitung dengan cara sederhana, yakni dengan menggunakan tabel 2 x 2.
Rasio prevalens dapat dihitung dengan formula berikut :
RP = a/(a+b) : c/(c+d)
a/(a+b) = proporsi (prevalens) subyek yang mempunyai faktor risiko yang mengalami
efek
c/(c+d) = proporsi (prevalens) subyek tanpa faktor risiko yang mengalami efek
Misalnya peneliti ongin mencari hubungan antara kebiasaan menggunakan obat nyamuk smprot
dengan batuk kronik berulang (BKB) pada anak balita dengan desain cross sectional. Langkah-
langkah dalam penelitian ini adalah :
Pada gambar terdapat 100 anak yang terpajan obat nyamuk semprot, 30 anak diantaranya
menderita BKB (prevalens BKB pada kelompok yang terpajan obat nyamuk semprot = 30/100 =
0,3). Terdapat 150 anak tidak terpajan obat nyamuk semprot, 15 dianataranya menderita
BKB )prevalens BKB bila tidak terpajan obat nyamuk semprot = 15/150 = 0,1). Maka rasio
prevalens = 0,3 / 0,1 = 3.
Selanjutnya perlu dihitung interval kepercayaan rasio prevalens (RP) tersebut. Bila nilai
interval kepercayaan 95% RP tersebut selalu diatas nilai 1 (misalnya antara 1,6 sampai 5,6 dan
dapat disimpulkan bahwa penggunaan obat nyamuk semprot memang merupakan factor resiko
untuk terjadinya BKB pada anak. Namun, meskipun rasio prevalensinya 3, bila interval
kepercayaan mencakup angka 1 (mislanya 0,6 sampai 6,7), maka penggunaan obat nyamuk
semprot belum dapat dikatakan bermakna sebagai factor resiko untuk terjadinya BKB pada anak
balita, atau (2) junlah subjek yang diteliti kurang banyak.
Dari contoh tersebut tampaklah ahwa pada rancangan penelitian cross sectional factor
prevalens adalah penting. Prevalens ialah proporsi subjek yang sakit pada suatu wajtu tertentu
(kasus lama dan baru), yang harus dibedakan dengan insidens pada rancangan penelitian kohort
yang berarti proporsi subjek yang semula sehat kemudian menjadi sakit (kasus baru) dalam
periode tertentu.
Walaupun istilah prevalens seringkali dihubungkan dengan penyakit, tetapi dapat juga
diartikan sebagai bukan penyakit, misalnya prevalens dari factor resiko, atau factor lain yang
akan diteliti. Prevalens sering digunakan oleh perencana kesehatan untuk mengetahui berapa
banyak penduduk yang terkena penyakit tertentu dan juga penting diklinik untuk mengetahui
penyakit yang banyak terdapat dalam suatu piusat kesehatan. (Sastroasmoro, 1995)
2.7 Kekuatan dan Kelemahan Penelitian Cross Sectional
Kekuatan penelitian cross sectional yang dikutip dari Sayogo (2009) adalah sebagai
berikut:
a. Studi cross sectional memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat
umum, tidak hanya para pasien yang mencari pengobatan, hingga generalisasinya
cukup memadai
b. Relatif murah dan hasilnya cepat dapat diperoleh
c. Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus
d. Jarang terancam loss to follow-up (drop out)
e. Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian kohort atau
eksperimen, tanpa atau dengan sedikit sekali menambah biaya
f. Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat lebih
konklusif
g. Membangun hipotesis dari hasil analisis
Kelemahan penelitian cross sectional yang dikutip dari Sayogo (2009) adalah sebagai
berikut:
a. Sulit untuk menentukan sebab akibat karena pengambilan data risiko dan efek
dilakukan pada saat yang bersamaan (temporal relationship tidak jelas)
b. Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa sakit yang
panjang daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek, karena inidividu
yang cepat sembuh atau cepat meninggal mempunyai kesempatan yang lebih kecil
untuk terjaring dalam studi
c. Dibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak, terutama bila variabel yang
dipelajari banyak
d. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidensi maupun prognosis
e. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang jarang
f. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum studi cross sectional merujuk pada penelitian yang tidak mempunyai dimensi
waktu, pengukuran pelbagai variabel dilakukan satu kali. Desain cross sectional dapat dipakai
untuk studi deskriptif, studi komparatif, studi etiologic atau factor resiko. Pada studi etiologic,
studi cross sectional mencari hubungan antara variabel bebas 9resiko0 dengan variabel
tergantung ( efek). Bila gaktor resiko hanya satu berskala nominal dikotom, dan efek juga
berskala nominal dikotom, maka dapat diperoleh rasio prevalens, yaitu perbandingan antara
prevalens efek pada kelompok dengan resiko dan pada kelompok tanpa resiko. Rasio prevalens =
1 menunjukkan bahwa variabel bebas yang diteliti bukan merupakan factor resiko. Rasio
prevalens >1 menunjukkan bahwa variabel independen merupakan factor protektif. Interval
kepercayaan harus diseratakan untuk menyingkirkan kemungkinan interval rasio prevalens
mencakup angka 1. Yang berarti dalam populasi, variabel independen belum tentu merupakan
factor resiko atau factor protektif. Hubungan banyak variabel independen dengan satu variabel
dependen dapat diperoleh dengan mempergunakan analisis multivariate ; yang banyak dengan
mempergunakan analisis multivariate; yang banyak dipakai persamaan regresi multiple dan
regresi logistic. Keuntungan studi cross sectional adalah relative murah, mudah, dan hasilnya
cepat diperoleh. Keterbatasannya adalah karena ditentukan mana penyebab dan mana akibat.
DAFTAR PUSTAKA
Sayogo, Savitri. 2009. Studi Cross-sectional Atau Potong Lintang. Jakarta: Universitas
Indonesia.