Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH PSIKOLOGI ABNORMAL

PERSONALITY DISORDER

Kelas : B

Disusun Oleh :

Kelompok 10

No. NAMA NIM Nilai Individu Nilai Makalah

1. Siska Margaretha Manik 201301140

2. Siti Arsyika Zahara 201301141

3. Siti Delia Amanda 201301142

4. Tasya Nurul Ahmad 201301143

5. Viole Eunike Egitha Barus 201301145

Dosen Pengampu : Rodiatul Hasanah, M.Psi., Psikolog

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya, kami kelompok
10 kelas Psikologi B 2020 mata kuliah Psikologi Abnormal dapat menyelesaikan makalah materi
kami yang berjudul “Personality Disorder” ini dengan baik dan tepat waktu.

Terima kasih kami sampaikan kepada ibu dosen pengampu mata kuliah Psikologi
Abnormal yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengerjakan tugas ini.
Sehingga, kami mendapat pengetahuan yang baru dan lebih memahami dan mengetahui tentang
“Personality Disorder”.

Tidak lepas dari semua itu, kami sepenuhnya sadar bahwa ada kekurangan baik dari segi
penyusunan bahasa ataupun yang lainnya dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap
kepada Ibu selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Abnormal dapat memberikan saran dan
kritik yang bersifat membangun kepada kami untuk perbaikan makalah materi ini kedepan. Akhir
kata, kami memohon maaf dan mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2022

Kelompok 10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 1


BAB I PERSONALITY DISORDER .............................................................................................. 3
1. Classifying Personality Disorders (Klasifikasi Gangguan Kepribadian) .................................... 3
A. Definition of Personality Disorder (Defenisi Gangguan Kepribadian) ................................... 3
B. Types of Personality Disorder (Jenis-Jenis Gangguan Kepribadian)...................................... 3
2. Odd/Eccentric Cluster (Kluster Aneh/Eksentrik) ................................................................... 5
A. Paranoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Paranoid) ....................................... 5
B. Schizoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Skizoid) .......................................... 8
C. Schizotypal Personality Disorder (Ganguan Kepribadian Skizotipal) ...................................10
D. Etiology of the Personality Disorders in the Odd/Eccentric Cluster (Etiologi Kelompok
Aneh/Eksentrik) ...................................................................................................................13
3. Dramatic/Erratic Cluster (Kluster Dramatis/Tidak Menentu) .................................................14
A. Antisocial Personality Disorder and Psychopathy (Gangguan kepribadian Antisosial dan
Psikopati) ............................................................................................................................14
B. Borderline Personality Disorder (Gangguan Kepribadia Ambang) ......................................21
C. Histrionic Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Histrionik) ...................................25
D. Narcissistic Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Narsistik) ..................................27
4. Anxious/Fearful Cluster (Kluster Cemas/Menakutkan) ..........................................................30
A. Avoidant Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Penghindar) ...................................30
B. Dependent Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Dependen) ..................................33
C. Obsessive-Compulsive Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif) .....35
5. Treatment of Personality Disorders.....................................................................................37
A. General Approaches to the Treatment of Personality Disorder ...........................................37
B. Treatment of Schizotypal Personality Disorder, Avoidant Personality Disorder, and
Psychopathy ........................................................................................................................38
C. Treatment of Borderline Personality Disorder ..................................................................39
BAB II PENUTUP ......................................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................45
BAB I
PERSONALITY DISORDER

1. Classifying Personality Disorders (Klasifikasi Gangguan Kepribadian)

A. Definition of Personality Disorder (Defenisi Gangguan Kepribadian)

Personality disorder (gangguan kepribadian) merupakan kelompok gangguan heterogen


yang didefinisikan sebagai permasalahan dalam pembentukan perasaan positif yang stabil
tentang diri dan dengan mempertahankan hubungan yang erat serta konstruktif. Orang-orang
dengan gangguan kepribadian akan mengalami kesulitan dengan identitas mereka dan
hubungan mereka dalam berbagai bidang kehidupan (Kring, Johnson, Davison, & Neale,
2012). Gangguan kepribadian merupakan pola perilaku dan pengalaman internal yang bertahan
lama, menyebar dan tidak fleksibel, yang menyimpang dari ekspektasi budaya individu,
dimulai pada masa remaja atau awal masa dewasa, stabil seiring waktu, dan mengarah pada
gangguan (American Psychiatric Association, 2013).

B. Types of Personality Disorder (Jenis-Jenis Gangguan Kepribadian)

1. Paranoid personality disorder merupakan pola ketidakpercayaan dan kecurigaan


sehingga motif orang lain ditafsirkan sebagai jahat.
2. Schizoid personality disorder merupakan pola pelepasan diri dari hubungan sosial
dan rentang ekspresi emosional yang terbatas.
3. Schizotypal personality disorder merupakan pola ketidaknyamanan akut dalam
hubungan dekat, distorsi kognitif atau persepsi, dan perilaku eksentrik.
4. Antisocial personality disorder merupakan pola mengabaikan, dan melanggar, hak
orang lain.
5. Borderline personality disorder merupakan pola ketidakstabilan dalam hubungan
interpersonal, citra diri, dan afek, serta impulsif yang mencolok. BPD biasanya dalam
pengaturan klinis, sangat sulit untuk diobati, dan terkait dengan bunuh diri.
6. Histrionic personality disorder merupakan pola emosi yang berlebihan dan mencari
perhatian. Fitur utama dari gangguan kepribadian histrionik adalah perilaku yang
terlalu dramatis dan mencari perhatian.
7. Narcissistic personality disorder merupakan pola yang berkembang, kebutuhan akan
kekaguman dan pujian serta kurangnya rasa empati. Menurut Davinson & Neale
(2008), orang-orang dengan gangguan kepribadian narsisistik memiliki pandangan
muluk terhadap kemampuan mereka dan disibukkan dengan fantasi akan kesuksesan
besar.
8. Avoidant personality disorder merupakan pola hambatan sosial, perasaan tidak
mampu, dan hipersensitif terhadap evaluasi negatif. Menurut Neale & Davinson (2008)
orang-orang dengan avoidant personality disorder sangat takut akan kritik, penolakan,
serta ketidaksetujuan sehingga mereka akan menghindari pekerjaan atau hubungan
untuk melindungi diri mereka dari umpan balik negatif.
9. Dependent personality disorder merupakan pola perilaku yang patuh dan
ketergantungan untuk kembali berhubungan dengan kebutuhan yang berlebihan untuk
diurus.
10. Obsessive-compulsive personality disorder merupakan pola kronis yang maladaptif
perfeksionisme yang berlebihan, keteraturan kelincahan, dan mengendalikan
lingkungan orang lain.
11. Personality change due to another medical condition merupakan gangguan
kepribadian persisten yang dinilai karena efek fisiologis langsung dari suatu kondisi
medis (misalnya, lesi lobus frontal).
12. Other specified and unspecified personality disorder adalah kategori yang
disediakan untuk dua situasi:
a. Pola kepribadian individu memenuhi kriteria umum untuk gangguan
kepribadian, dan terdapat ciri-ciri dari beberapa gangguan kepribadian yang
berbeda, namun kriteria untuk gangguan kepribadian tertentu tidak terpenuhi;
b. Pola kepribadian individu memenuhi kriteria umum untuk gangguan
kepribadian, namun individu tersebut dianggap memiliki gangguan kepribadian
yang tidak termasuk dalam klasifikasi DSM-5 (misalnya, gangguan kepribadian
pasif agresif).

Gangguan kepribadian dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan kesamaan deskriptif.


Cluster A meliputi gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan skizotipal. Individu yang
memiliki gangguan ini sering tampak aneh atau eksentrik. Cluster B meliputi gangguan
kepribadian antisosial, ambang, histrionik, dan narsistik. Individu yang memiliki gangguan
ini sering tampak dramatis, emosional, atau tidak menentu. Cluster C meliputi gangguan
kepribadian menghindar, tergantung, dan obsesif-kompulsif. Individu yang memiliki
gangguan ini sering tampak cemas atau takut. Perlu diingat bahwa sistem pengelompokan ini,
meskipun berguna dalam beberapa penelitian dan situasi pendidikan, memiliki keterbatasan
serius dan belum divalidasi secara konsisten.
Selain itu, individu sering hadir dengan gangguan kepribadian co-occuring dari kelompok
yang berbeda. Perkiraan prevalensi untuk cluster yang berbeda menunjukkan 5,7% untuk
gangguan di Cluster A, 1,5% untuk gangguan di Cluster B, 6,0% untuk gangguan di Cluster
C, dan 9,1% untuk gangguan kepribadian, menunjukkan bahwa sering terjadinya gangguan
dari berbagai cluster.

2. Odd/Eccentric Cluster (Kluster Aneh/Eksentrik)

Kelompok gangguan kepribadian aneh/eksentrik terdiri dari gangguan kepribadian paranoid,


gangguan kepribadian skizoid, dan gangguan kepribadian skizotipal. Gejala dari ketiga gangguan
ini memiliki beberapa kesamaan dengan jenis pemikiran dan pengalaman aneh yang terlihat pada
skizofrenia. Namun, dalam gangguan kepribadian klaster A, pemikiran dan pengalaman yang aneh
tidak separah pada skizofrenia.

A. Paranoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Paranoid)

Individu yang mengalami gangguan kepribadian paranoid selalu mencurigai orang lain.
Kecurigaan ini mempengaruhi hubungan dengan keluarga, rekan kerja, dan kenalan biasa.
Mereka merasa dirinya diperlakukan secara salah atau dieksploitasi sehingga mereka
berperilaku misterius dan selalu waspada terhadap tanda-tanda adanya tipu daya dan
penganiayaan. Mereka sering kali kasar dan bereaksi dengan kemarahan terhadap penghinaan
yang mereka rasakan.
Gangguan ini berbeda dari skizofrenia tipe paranoid karena simtom lain dari skizofrenia,
seperti halusinasi, tidak terjadi dan terdapat lebih sedikit gangguan dalam fungsi sosial dan
pekerjaan. Juga tidak terjadi disorganisasi kognitif yang merupakan karakteristik skizofrenia.
Gangguan ini juga berbeda dari gangguan delusional karena tidak terjadi delusi penuh.
Gangguan kepribadian paranoid banyak dialami bersamaan dengan gangguan kepribadian
skizotipal, ambang, dan menghindar.

i. DSM-5 Criteria for Paranoid Personality Disorder (Kriteria DSM-5 untuk


Gangguan Kepribadian Paranoid)

A. Rasa ketidakpercayaan dan kecurigaan yang pervasif kepada orang lain seperti
motif-motif yang diinterpretasikan sebagai jahat (malevolent), dimulai dari masa
dewasa awal dan muncul dalam berbagai konteks seperti yang diindikasikan oleh
empat (atau lebih) berikut ini:
1. Curiga, tanpa adanya dasar yang jelas, bahwa orang lain mengeksploitasi,
menyakiti, atau menipu dirinya.
2. Disibukkan dengan keraguan yang tidak dapat dibenarkan mengenai
loyalitas atau kepercayaan terhadap teman ataupun rekan.
3. Enggan untuk mencurahkan isi hati kepada orang lain karena adanya rasa
takut yang tidak beralasan bahwa ceritanya akan digunakan dengan jahat
untuk melawan dirinya.
4. Membaca makna tersembunyi yang merendahkan atau mengancam ke
dalam ucapan atau peristiwa yang tidak berbahaya.
5. Menahan dendam secara terus menerus (yaitu, penghinaan, luka ataupun
diremehkan yang tak termaafkan).
6. Merasakan bahwa karakter atau reputasinya diserang dimana orang lain
tidak menyadari itu dan cepat untuk bereaksi dengan marah atau untuk
menyerang balik.
7. Memiliki kecurigaan berulang, tanpa adanya pembenaran, berkaitan dengan
kesetiaan pasangan atau pasangan seksual.
B. Tidak terjadi secara eksklusif selama jalannya skizofrenia, gangguan bipolar atau
gangguan depresif dengan fitur psikotik, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak
dikaitkan dengan efek fisiologis dari kondisi medis lainnya. Catatan: Jika kriteria
ini ditemui sebelum onset dari skizofrenia, maka tambahkan “premorbid”.,
misalnya “paranoid personality disorder (premorbid).”
ii. Differential Diagnosis (Diagnosa Banding)

a) Gangguan mental lainnya dengan gejala psikotik. Gangguan kepribadian


paranoid dapat dibedakan dari gangguan delusi, tipe persecutory; schizophrenia;
dan gangguan bipolar atau depresif dengan fitur psikotik dikarenakan semua
gangguan ini ditandai dengan periode dari gejala psikotik terus-menerus (misalnya
delusi dan halusinasi). Sebagai tambahan diagnosa gangguan kepribadian paranoid
yang akan diberikan, gangguan kepribadian harus sudah muncul sebelum
permulaan dari gejala psikotik dan harus tetap bertahan ketika gejalanya berkurang.
Ketika seseorang memiliki gangguan mental terus-menerus lainnya (seperti
schizophrenia) yang diawali dengan gangguan kepribadian paranoid, maka
gangguan kepribadian paranoid juga dicatat diikuti dengan “premorbid” dalam
tanda kurung.
b) Perubahan kepribadian dikarenakan kondisi medis lainnya. Gangguan
kepribadian paranoid pasti ditandai dengan adanya perubahan kepribadian
dikarenakan kondisi medis, dimana trait yang muncul berkaitan dengan efek
langsung dari kondisi medis lainnya dalam kendali pada sistem saraf pusat.
c) Gangguan penggunaan zat. Gangguan kepribadian paranoid pasti ditandai
dengan gejala yang berkembang dari penggunaan zat secara terus-menerus.
d) Trait paranoid yang berkaitan dengan cacat fisik. Gangguan juga dapat ditandai
dengan trait paranoid berkaitan dengan perkembangan dari cacat fisik (misalnya,
gangguan pendengaran).
e) Gangguan kepribadian lainnya dan trait kepribadian. Gangguan kepribadian
lainnya dapat dibingungkan sebagai gangguan kepribadian paranoid karena
memiliki fitur tertentu yang sama. Namun, jika seseorang memiliki fitur
kepribadian yang sesuai dengan satu atau lebih dari kriteria gangguan kepribadian
sebagai tambahan dari gangguan kepribadian paranoid, semua bisa di diagnosis.
Trait paranoid mungkin adaptif, terutama dalam lingkungan yang mengancam.
Gangguan kepribadian paranoid seharusnya didiagnosis hanya ketika trait ini tidak
fleksibel, maladaptif, dan bertahan dan menyebabkan gangguan fungsional ataupun
tekanan subyektif.
B. Schizoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Skizoid)

Individu dengan gangguan kepribadian skizoid tidak menginginkan atau menikmati


hubungan sosial dan biasanya tidak memiliki teman akrab. Mereka tampak membosankan,
datar dan menyendiri, serta tidak mempunyai perasaan hangat dan tulus kepada orang lain.
Mereka jarang memiliki emosi yang kuat, tidak tertarik pada hubungan seks, dan hanya
mengalami sedikit aktivitas yang menyenangkan. Bersikap masa bodoh terhadap pujian,
kritikan, dan perasaan orang lain, individu yang mengalami gangguan ini adalah seorang
penyendiri dan menyukai berbagai aktivitas yang dilakukan dalam kesendirian. Angka
komorbiditas tertinggi pada gangguan kepribadian skizotipal, menghindar, dan paranoid,
kemungkinan terbesar karena kesamaan kriteria diagnostik pada empat kategori tersebut.

i. DSM-5 Criteria for Schizoid Personality Disorder (Kriteria DSM-5 untuk


Gangguan Kepribadian Skizoid)

A. Sebuah pola pervasif dari detachment dari hubungan sosial dan sebuah keterbatasan
dalam berekspresi emosional dalam lingkup interpersonal, dimulai saat masa
dewasa awal dan muncul dalam berbagai konteks, seperti yang diindikasikan oleh
empat (atau lebih) berikut ini:
1. Tidak menginginkan atau menikmati hubungan dekat, termasuk menjadi
bagian dalam keluarga.
2. Hampir selalu memilih kegiatan menyendiri.
3. Memiliki sedikit, jika ada, minat terhadap pengalaman seksual dengan
orang lain.
4. Jika ada aktivitas, hanya sedikit menikmati.
5. Kurangnya teman dekat atau orang yang dipercayai lainnya selain keluarga
inti.
6. Bersikap tidak peduli terhadap pujian atau kritikan dari orang lain.
7. Menunjukkan emotional coldness, detachment, atau perasaan yang datar.
B. Tidak terjadi secara eksklusif selama berjalannya schizophrenia, gangguan bipolar,
atau gangguan depresif dengan fitur psikotik, gangguan psikotik lainnya, atau
gangguan spektrum autism dan tidak berkaitan dengan efek fisiologis dari kondisi
medis lainnya. Catatan: Jika kriteria ini ditemui sebelum permulaan dari
schizophrenia, maka tambahkan “premorbid”., misalnya “schizoid personality
disorder (premorbid).”

ii. Differential Diagnosis (Diagnosa Banding)

a) Gangguan mental lainnya dengan gejala psikotik. Gangguan kepribadian


skizoid dapat dibedakan dengan gangguan delusi, skizofrenia, dan gangguan
bipolar atau depresif dengan fitur psikotik karena gangguan-gangguan ini ditandai
dengan periode gejala psikotik yang terus-menerus (seperti delusi dan halusinasi).
Untuk memberikan diagnosis tambahan terhadap gangguan kepribadian schizoid,
gangguan kepribadian tersebut harusnya sudah ada sebelum gejala psikotik dimulai
dan bertahan ketika gejala psikotik berkurang. Ketika seseorang memiliki
gangguan psikotik terus-menerus (seperti, skizofrenia) yang didahului oleh
gangguan kepribadian skizoid, maka gangguan kepribadian juga dicatat, diikuti
oleh “premorbid” dalam kurung.

b) Gangguan spektrum autisme. Mungkin akan sangat sulit untuk membedakan


seseorang dengan gangguan kepribadian skizoid dengan orang yang memiliki
bentuk gangguan spektrum autisme yang ringan, yang mungkin akan dibedakan
dengan interaksi sosial yang lebih parah dan stereotip perilaku serta minat.
c) Perubahan kepribadian dikarenakan kondisi medis lainnya. Gangguan
kepribadian skizoid bisa dibedakan dari adanya perubahan kepribadian dikarenakan
kondisi medis lainnya, dimana trait yang muncul berkaitan dengan efek langsung
dari kondisi medis lainnya dalam kendali pada sistem saraf pusat.
d) Gangguan penggunaan zat. Gangguan kepribadian skizoid dapat dibedakan dari
gejala yang berkaitan karena adanya penggunaan zat secara terus menerus.
e) Gangguan kepribadian lainnya dan trait kepribadian. Gangguan kepribadian
lainnya mungkin dapat dibingungkan sebagai gangguan kepribadian schizoid
karena mereka memiliki fitur tertentu yang sama. Karena itu, penting untuk
membedakan di antara seluruh gangguan ini berdasarkan perbedaan dalam fitur
karakteristiknya. Namun, jika seseorang memiliki fitur kepribadian yang sesuai
dengan satu atau lebih dari kriteria gangguan kepribadian sebagai tambahan dari
gangguan kepribadian skizoid, semua bisa di diagnosis. Seseorang yang
“penyendiri” mungkin menunjukkan trait kepribadian yang mungkin
dipertimbangkan sebagai skizoid. Hanya ketika trait ini tidak fleksibel, maladaptif,
dan menyebabkan gangguan fungsional ataupun tekanan subyektif maka itu
merupakan gangguan kepribadian skizoid.

C. Schizotypal Personality Disorder (Ganguan Kepribadian Skizotipal)

Gangguan kepribadian skizotipal didefinisikan oleh pikiran dan perilaku yang tidak biasa
dan eksentrik (psikotisme), memiliki kesulitan dalam hubungan interpersonal, dan kecurigaan.
Individu dengan gangguan ini dapat memiliki kepercayaan yang aneh atau pemikiran magis,
contohnya kepercayaan bahwa mereka dapat membaca pikiran orang lain dan melihat masa
depan. Dalam pembicaraan, mereka dapat menggunakan kata-kata dengan cara yang tidak
umum dan tidak jelas, contohnya, “bukan orang yang sangat dapat berbicara” yang berarti
orang yang tidak mudah diajak bicara. Ciri yang juga umum terjadi adalah ideas of reference
(keyakinan bahwa berbagai kejadian memiliki makna yang khusus dan tidak biasa bagi orang
yang bersangkutan), kecurigaan, dan pikiran paranoid. Perilaku dan penampilan mereka juga
dapat eksentrik; sebagai contoh, mereka berbicara kepada diri mereka sendiri dan memakai
pakaian yang kotor serta kusut. Perubahan perasaan mereka tampak terbatas dan datar, serta
mereka cenderung menyendiri dari orang lain. Dalam sebuah studi mengenai relatif pentingnya
simtom-simtom tersebut bagi diagnosis, Widiger dkk. (1987) menemukan bahwa pikiran
paranoid, ideas of reference, dan ilusi merupakan yang paling penting.

i. DSM-5 Criteria for Schizotypal Personality Disorder (Kriteria DSM-5 untuk


Gangguan Kepribadian Skizotipal)

A. Sebuah pola pervasif dari kurangnya sosial dan interpersonal yang ditandai dengan
ketidaknyamanan akut dan berkurangnya kapasitas untuk berhubungan dekat dan
juga distorsi kognitif atau persepsi dan eksentrisitas perilaku, dimulai pada masa
dewasa awal dan hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima
(atau lebih) kriteria berikut:
1. Ideas of reference (tidak termasuk delusions of reference).
2. Keyakinan aneh atau pemikiran berkaitan dengan hal gaib atau magis yang
mempengaruhi perilaku dan tidak konsisten dengan norma subkultural
(misalnya, takhayul, keyakinan pada ramalan, telepati, atau “indra
keenam”; pada anak-anak dan remaja, berupa fantasi atau ketertarikan yang
tidak biasa).
3. Pengalaman persepsi yang tidak biasa, termasuk bodily illusions.
4. Pikiran dan ucapan yang aneh (seperti, tidak jelas, tidak langsung,
metaforis, menjelaskan detail secara berlebihan, atau terlalu
menyederhanakan).
5. Kecurigaan atau pemikiran paranoid.
6. Perasaan yang tidak pantas atau berpikiran sempit.
7. Tingkah laku atau penampilan yang aneh, eksentrik, atau khas.
8. Kurangnya teman dekat atau orang kepercayaan selain keluarga dekat.
9. Kecemasan sosial berlebihan yang tidak berkurang walaupun sudah akrab
dan cenderung dikaitkan dengan ketakutan paranoid daripada penilaian
negatif tentang diri sendiri.
B. Tidak terjadi secara khusus selama berlangsungnya skizofrenia, bipolar disorder
atau depressive disorder dengan ciri psikotik, psychotic disorder lainnya, atau
autism spectrum disorder. Catatan: Jika kriteria terpenuhi sebelum timbulnya
skizofrenia, tambahkan “premorbid”, misalnya, “schizotypal personality disorder
(premorbid).”

ii. Differential Diagnosis (Diagnosa Banding)

a) Other mental disorders with psychotic symptoms. Schizotypal personality


disorder dapat dibedakan dari delusional disorder, schizophrenia, dan bipolar atau
depressive disorder dengan ciri-ciri psikotik karena semua gangguan ini ditandai
dengan periode gejala psikotik yang persisten (misalnya, delusi dan halusinasi).
Untuk memberikan diagnosis tambahan pada schizotypal personality disorder,
gangguan kepribadian itu harus sudah ada sebelum timbulnya simptom psikotik dan
tetap ada saat simptom psikotik sudah berkurang. Jika seseorang memiliki
gangguan psikotik persisten (misalnya, schizophrenia) yang didahului oleh
gangguan kepribadian schizotypal, schizotypal personality disorder juga harus
dicatat, diikuti dengan “premorbid” dalam tanda kurung.
b) Neurodevelopmental disorders. Mungkin ada kesulitan besar untuk membedakan
anak-anak dengan schizotypal personality disorder dari kelompok heterogen
penyendiri, anak-anak aneh yang perilakunya ditandai dengan isolasi sosial,
eksentrik, atau penggunaan bahasa yang aneh yang diagnosisnya mungkin adalah
gangguan spektrum autisme ringan atau gangguan komunikasi dan bahasa.
Gangguan komunikasi dapat dibedakan berdasarkan keutamaan dan tingkat
keparahan gangguan dalam bahasa dan ciri khas gangguan bahasa yang dapat
ditemukan dengan menggunakan language assessment khusus. Bentuk gangguan
spektrum autisme ringan dibedakan oleh kurangnya kesadaran sosial dan hubungan
timbal balik emosional serta perilaku dan ketertarikan yang stereotip.
c) Personality change due to another medical condition. Schizotypal personality
disorder harus dibedakan dari perubahan kepribadian akibat kondisi medis lain, di
mana ciri-ciri yang muncul disebabkan oleh pengaruh kondisi medis lain pada
sistem saraf pusat.
d) Substance use disorders. Schizotypal personality disorder juga harus dibedakan
dari gejala yang mungkin berkembang yang diakibatkan oleh penggunaan zat yang
terus-menerus.
e) Other personality disorders and personality traits. Gangguan kepribadian
lainnya mungkin sering dibingungkan dengan schizotypal personality disorder
karena memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Oleh karena itu, penting untuk
membedakan di antara gangguan-gangguan ini berdasarkan perbedaan khasnya.
Namun, jika seseorang memiliki ciri kepribadian yang memenuhi kriteria untuk
satu atau lebih gangguan kepribadian selain schizotypal personality disorder,
semua dapat didiagnosis. Meskipun paranoid personality disorder dan schizoid
personality disorder juga dapat ditandai dengan social detachment dan restricted
affect, schizotypal personality disorder dapat dibedakan dari dua diagnosis ini
dengan adanya distorsi kognitif atau persepsi dan eksentrisitas atau keanehan.
Hubungan dekat terbatas pada schizotypal personality disorder dan avoidant
personality disorder.

Namun, dalam avoidant personality disorder, keinginan aktif untuk berhubungan


dibatasi oleh rasa takut akan penolakan, sedangkan pada schizotypal personality
disorder terdapat kurangnya keinginan untuk menjalin hubungan dan keinginan
pemisahan yang terus-menerus. Individu dengan narcissistic personality disorder juga
dapat menunjukkan kecurigaan, penarikan sosial, atau keterasingan, tetapi dalam
narcissistic personality disorder ciri utamanya berasal dari ketakutan akan
ketidaksempurnaan atau kekurangan yang terungkap. Individu dengan borderline
personality disorder juga mungkin memiliki gejala sementara, layaknya psikotik, tetapi
biasanya lebih berkaitan erat dengan pergeseran afektif sebagai respons terhadap stres
(misalnya, kemarahan yang intens, kecemasan berlebih, kekecewaan) dan biasanya
lebih disosiatif (misalnya, derealization, depersonalization).
Sebaliknya, individu dengan schizotypal personality disorder lebih cenderung
memiliki gejala seperti gejala psikotik yang dapat memburuk saat stres tetapi
cenderung tidak selalu terkait dengan symptom afektif yang terlihat jelas. Meskipun
isolasi sosial dapat terjadi pada borderline personality disorder, biasanya bersifat
sekunder dan terjadi akibat kegagalan interpersonal yang berulang karena ledakan
amarah dan perubahan suasana hati yang sering terjadi, bukan akibat kurangnya kontak
sosial dan keinginan untuk keintiman. Lebih lanjut, individu dengan schizotypal
personality disorder biasanya tidak menunjukkan perilaku impulsif atau manipulatif
seperti individu dengan borderline personality disorder. Ciri schizotypal selama masa
remaja mungkin mencerminkan gejolak emosional sementara, daripada gangguan
kepribadian yang bertahan lama.

D. Etiology of the Personality Disorders in the Odd/Eccentric Cluster (Etiologi Kelompok


Aneh/Eksentrik)

Apa yang menyebabkan pemikiran aneh, perilaku aneh, dan kesulitan interpersonal yang
muncul dalam kelompok kepribadian ini? Setiap gangguan kepribadian tampaknya sangat
dapat diwariskan (Kendler et al., 2007; Torgersen et al., 2000). Di luar ini para peneliti tidak
tahu banyak tentang etiologi gangguan kepribadian paranoid atau gangguan kepribadian
skizoid. Orang-orang dengan gangguan ini cenderung tidak tertarik untuk menyelesaikan
wawancara penelitian yang panjang.
Lebih banyak diketahui tentang etiologi gangguan kepribadian skizotipal. Kerentanan
genetik untuk gangguan kepribadian skizotipal tampaknya tumpang tindih dengan kerentanan
genetik untuk skizofrenia (Siever & Davis, 2004). Artinya, studi keluarga dan studi adopsi
telah menunjukkan bahwa kerabat orang dengan skizofrenia berada pada peningkatan risiko
gangguan kepribadian skizotipal (Nigg & Goldsmith, 1994; Tienari, Wynne, Laksy, et al.,
2003). Studi juga secara konsisten menunjukkan bahwa orang dengan gangguan kepribadian
skizotipal memiliki kekurangan dalam fungsi kognitif dan neuropsikologis yang serupa tetapi
lebih ringan daripada yang terlihat pada skizofrenia (McClure, Barch, Flory, et al., 2008;
Raine, 2006). Lebih jauh lagi, dan sekali lagi sejajar dengan temuan dari penelitian skizofrenia,
orang dengan gangguan kepribadian skizotipal memiliki ventrikel yang membesar dan materi
abu-abu lobus temporal yang lebih sedikit (Dickey, McCarley, & Shenton, 2002). Meskipun
tumpang tindih yang kuat dengan skizofrenia, beberapa orang dengan gangguan kepribadian
skizotipal tidak memiliki riwayat keluarga skizofrenia.

3. Dramatic/Erratic Cluster (Kluster Dramatis/Tidak Menentu)

Gangguan dalam kelompok dramatis/tidak menentu—gangguan kepribadian antisosial,


gangguan kepribadian ambang, gangguan kepribadian histrionik, dan gangguan kepribadian
narsistik dicirikan oleh gejala yang berkisar dari perilaku yang sangat tidak konsisten hingga harga
diri yang meningkat, tampilan emosional yang berlebihan, dan perilaku melanggar aturan. Lebih
banyak yang diketahui tentang etiologi gangguan kepribadian pada kelompok dramatis/tidak
menentu dibandingkan dengan lain.

A. Antisocial Personality Disorder and Psychopathy (Gangguan kepribadian Antisosial


dan Psikopati)

Secara informal, istilah gangguan kepribadian antisosial dan psikopati (kadang-kadang


disebut sebagai sosiopatI) sering digunakan secara bergantian. Perilaku antisosial, seperti
melanggar hukum, merupakan komponen penting dari keduanya, tetapi ada perbedaan penting
antara kedua gangguan tersebut. Salah satu perbedaannya adalah bahwa gangguan kepribadian
antisosial termasuk dalam DSM, sedangkan psikopati tidak. Pada bagian ini, kami akan
meninjau definisi dari dua konstruksi yang sangat terkait ini dan kemudian membahas
penelitian tentang etiologi sindrom ini.
i. Antisocial Personality Disorder: Clinical Description

Antisocial Personality Disorder (APD) melibatkan pola pervasif mengabaikan hak-hak


orang lain. Orang dengan APD dibedakan oleh sifat agresif, impulsif, dan tidak
berperasaan. Kriteria DSM-5 menentukan adanya gangguan perilaku; orang dengan APD
sering melaporkan riwayat gejala seperti membolos, melarikan diri dari rumah, sering
berbohong, pencurian, pembakaran, dan perusakan properti yang disengaja pada masa
remaja awal. Orang dengan APD menunjukkan perilaku yang tidak bertanggung jawab
seperti bekerja tidak konsisten, melanggar hukum, mudah tersinggung dan agresif secara
fisik, gagal membayar utang, sembrono dan impulsif, dan mengabaikan rencana ke depan.
Mereka menunjukkan sedikit penghargaan untuk kebenaran dan sedikit penyesalan atas
kesalahan mereka. APD diamati lebih sering di antara pria daripada wanita. Tingkatnya
juga lebih tinggi di antara yang lebih muda daripada di antara orang dewasa yang lebih tua.

ii. DSM-5 Criteria for Antisocial Personality Disorder (Kriteria DSM-5 untuk
Gangguan Kepribadian Antisosial dan Psikopati)

A. Pola ketidakstabilan yang meresap dari hubungan interpersonal, citra diri, dan
pengaruh, dan impulsif yang ditandai, dimulai pada masa dewasa awal dan hadir
dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) berikut ini:
1. Kegagalan untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial
sehubungan dengan perilaku yang sah, seperti yang ditunjukkan oleh
berulang kali melakukan tindakan yang menjadi dasar penangkapan.
2. Penipuan, seperti yang ditunjukkan dengan kebohongan berulang,
penggunaan kata-kata asing, atau menipu orang lain untuk keuntungan atau
kesenangan pribadi.
3. Impulsif atau kegagalan untuk merencanakan ke depan.
4. Kemarahan dan agresivitas, seperti yang ditunjukkan oleh perkelahian atau
penyerangan fisik yang berulang.
5. Ceroboh mengabaikan keselamatan diri sendiri atau orang lain.
6. Tidak bertanggung jawab yang konsisten, seperti yang ditunjukkan oleh
kegagalan berulang untuk mempertahankan konsistensi perilaku kerja atau
menghormati kewajiban keuangan.
7. Kurangnya penyesalan, seperti yang ditunjukkan dengan acuh tak acuh atau
merasionalisasi telah menyakiti, dianiaya, atau dicuri dari orang lain.
B. Individu berusia minimal 18 tahun.
C. Terdapat bukti gangguan tingkah laku dengan onset sebelum usia 15 tahun.
D. Terjadinya perilaku antisosial tidak hanya selama perjalanan skizofrenia frenia atau
gangguan bipolar.

iii. Psychopathy: Clinical Description

Konsep klinis dari psikopati mendahului diagnosis DSM terntang gangguan


kepribadian antisosial. Dalam buku klasiknya The Mask of Sanity, Hervey Cleckley (1976)
memanfaatkan pengalaman klinisnya untuk merumuskan kriteria diagnostik untuk
psikopati. Kriteria Cleckley untuk psikopati berfokus pada pikiran dan perasaan orang
tersebut. Dalam deskripsi Cleckley, salah satu karakteristik utama psikopati adalah
kemiskinan emosi, baik positif maupun negatif: Orang psikopat tidak memiliki rasa malu,
dan perasaan positif mereka terhadap orang lain hanyalah sebuah tindakan. Mereka sangat
menawan dan menggunakan pesona itu untuk memanipulasi orang lain demi keuntungan
pribadi. Kurangnya kecemasan mereka mungkin membuat mereka tidak akan belajar dari
kesalahan mereka, dan kurangnya penyesalan membuat mereka berperilaku tidak
bertanggung jawab dan seringkali kejam terhadap orang lain. Poin kunci lain dalam
deskripsi Cleckley adalah bahwa perilaku antisosial seseorang dengan psikopati dilakukan
secara impulsif, baik untuk kesenangan maupun untuk alasan seperti keuntungan finansial.
Skala yang paling umum digunakan untuk menilai psikopati adalah Psychopathy
Checklist-Revised (Hare, 2003). Penilai yang menggunakan skala ini melakukan
wawancara ekstensif tetapi juga mengumpulkan informasi dari sumber lain, seperti catatan
kriminal dan laporan pekerja sosial. Beberapa dari 20 item tumpang tindih dengan kriteria
untuk APD, termasuk kenakalan remaja, kriminalitas, impulsif, tidak bertanggung jawab,
pesona dangkal, kebohongan patologis, dan manipulatif. Skala tersebut juga mencakup
gejala afektif seperti kurangnya penyesalan, pengaruh yang dangkal, dan kurangnya empati
(Hare & Neumann, 2006).
Kriteria DSM-5 berbeda dari kriteria psikopati dalam hal-hal penting, termasuk
persyaratan bahwa seseorang mengalami gejala sebelum usia 15 tahun. Hal ini
menyebabkan perbedaan yang cukup besar antara kedua sindrom; hanya 20 persen orang
yang didiagnosis dengan DSM APD memperoleh skor tinggi pada Psychopathy Checklist
(Rutherford, Cacciola, & Alterman, 1999).

iv. Differential Diagnosis (Diagnosa Banding)

Diagnosis gangguan kepribadian antisosial tidak diberikan kepada individu yang lebih
muda dari 18 tahun dan diberikan hanya jika ada riwayat beberapa gejala gangguan
perilaku seperti kedepan usia 15 tahun. Untuk individu yang lebih tua dari 18 tahun,
diagnosis gangguan perilaku adalah: diberikan hanya jika kriteria gangguan kepribadian
antisosial tidak terpenuhi.
a) Gangguan penggunaan zat. Ketika perilaku antisosial pada orang dewasa
dikaitkan dengan gangguan penggunaan zat, diagnosis gangguan kepribadian
antisosial tidak dibuat kecuali: tanda-tanda gangguan kepribadian antisosial juga
hadir di masa kanak-kanak dan memiliki berlanjut hingga dewasa. Ketika
penggunaan zat dan perilaku antisosial keduanya dimulai pada masa kanak-kanak
dan berlanjut hingga dewasa, baik gangguan penggunaan zat dan kepribadian
antisosial gangguan harus didiagnosis jika kriteria untuk keduanya terpenuhi,
meskipun beberapa antisosial tindakan mungkin merupakan konsekuensi dari
gangguan penggunaan zat (misalnya, penjualan obat-obatan terlarang, pencurian)
untuk mendapatkan uang untuk obat-obatan).
b) Skizofrenia dan gangguan bipolar. Perilaku antisosial yang terjadi secara
eksklusif selama Perjalanan skizofrenia atau gangguan bipolar tidak boleh
didiagnosis sebagai antisosial gangguan kepribadian.
c) Gangguan kepribadian lainnya. Gangguan kepribadian lain mungkin dikacaukan
dengan gangguan kepribadian antisosial karena mereka memiliki ciri-ciri tertentu
yang sama. Oleh karena itu penting untuk membedakan antara gangguan ini
berdasarkan perbedaan ciri-cirinya . Namun, jika seorang individu memiliki ciri-
ciri kepribadian yang memenuhi kriteria untuk satu atau lebih gangguan
kepribadian selain gangguan kepribadian antisosial, semuanya dapat didiagnosis.
d) Perilaku kriminal tidak terkait dengan gangguan kepribadian. Kepribadian
antisosial gangguan harus dibedakan dari perilaku kriminal yang dilakukan untuk
keuntungan yang tidak disertai dengan ciri-ciri kepribadian yang khas dari
gangguan ini. Hanya ketika ciri-ciri kepribadian antisosial tidak fleksibel,
maladaptif, dan persisten dan menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan
atau penderitaan subjektif, mereka merupakan gangguan kepribadian antisosial.

v. Etiology of Antisocial Personality Disorder and Psychopathy (Etiologi Gangguan


Kepribadian Antisosial dan Psikopati)

Pada bagian ini akan mempertimbangkan etiologi APD dan psikopati. Penjelasan
serangkaian teori etiologi pada buku ini dimulai dengan penulis meninjau bukti genetik
dan kemudian mendiskusikan bukti bahwa lingkungan keluarga dan kemiskinan
mempengaruhi risiko mengembangkan gejala-gejala ini. Kemudian membahas model
psikologis, tetapi dalam melakukannya, penulis buku ini menyimpang dari pendekatan
yang digunakan pada bagian lain buku ini, yaitu cenderung memisahkan model
neurobiologis dan psikologis. Sedangkan di sini akan mempertimbangkan bukti psikologis
dan neurobiologis bersama-sama, karena pencitraan otak adalah cara yang semakin umum
untuk menguji model psikologis gangguan kepribadian antisosial dan psikopati.
a) Faktor Genetik
Studi adopsi mengungkapkan prevalensi yang lebih tinggi dari normal pada anak
adopsi dari orang tua kandung dengan APD dan penyalahgunaan zat (Cadore et al.,
1995; Ge, Conger, Cadoret, et al., 1996). Studi lama menunjukkan bahwa
kriminalitas (Gottesman & Goldsmith, 1994), psikopati (Taylor, Loney, Bobadilla,
et al., 2003), dan APD (Eley, Lichtenstein, & Moffitt, 2003) cukup terwariskan,
dengan perkiraan heritabilitas 40 hingga 50 persen.
Risiko genetik untuk APD, psikopati, gangguan perilaku, dan penyalahgunaan zat
tampaknya terkait. Seseorang mungkin mewarisi kerentanan umum untuk jenis
gejala ini, dan kemudian faktor lingkungan dapat membentuk gejala mana yang
berkembang (Kendler, Prescott, Myers, et al., 2003; Larsson, Tuvblad, Rijsdijk, et
al., 2007). Namun, beberapa risiko genetik sangat spesifik—misalnya, beberapa
gen mungkin mempengaruhi perilaku agresif dalam APD (Eley et al., 2003).
b) Faktor Sosial: Lingkungan Keluarga dan Kemiskinan
Banyak perilaku psikopat melanggar norma sosial, banyak peneliti fokus pada agen
sosialisasi utama, keluarga, dalam pencarian mereka untuk penjelasan perilaku
tersebut. Negativitas tinggi, kehangatan rendah, dan inkonsistensi orang tua
memprediksi perilaku antisosial (Marshall & Cooke, 1999; Reiss, Heatherington,
Plomin, et al., 1995). Lingkungan keluarga mungkin sangat penting ketika seorang
anak memiliki kecenderungan bawaan terhadap perilaku antisosial. Misalnya,
dalam studi adopsi yang disebutkan di atas (Cadoret et al., 1995), lingkungan yang
merugikan di rumah angkat (seperti masalah perkawinan dan penyalahgunaan zat)
terkait dengan perkembangan APD, terutama ketika orang tua kandung memiliki
APD.
Di luar studi kembar, ada penelitian prospektif substansial untuk menunjukkan
bahwa faktor sosial, termasuk kemiskinan dan paparan kekerasan, memprediksi
perilaku antisosial pada anak-anak (Loeber & Hay, 1997), bahkan ketika anak-anak
secara genetik tidak berisiko APD (Jaffee, Moffitt , Caspi, dkk., 2002). Di antara
remaja dengan gangguan perilaku, mereka yang miskin dua kali lebih mungkin
mengembangkan APD dibandingkan dengan mereka yang berasal dari latar
belakang status sosial ekonomi yang lebih tinggi (Lahey, Loeber, Burke, et al.,
2005).
c) Keberanian
Banyak pekerjaan yang menghubungkan psikopati dengan defisit dalam
pengalaman ketakutan dan ancaman. Dalam mendefinisikan sindrom psikopat,
Cleckley mencatat ketidakmampuan orang dengan psikopati untuk mengambil
keuntungan dari pengalaman atau bahkan dari hukuman; mereka tampaknya tidak
dapat menghindari konsekuensi negatif dari perilaku sosial yang salah. Banyak
pelanggar hukum kronis meskipun pengalaman mereka dengan hukuman penjara.
Mereka tampaknya kebal terhadap kecemasan atau kepedihan hati nurani yang
membuat sebagian besar dari kita tidak melanggar hukum, berbohong, atau melukai
orang lain, dan mereka mengalami kesulitan menahan dorongan hati mereka.
Cleckley berpendapat bahwa psikopat mungkin tidak belajar untuk menghindari
perilaku tertentu karena mereka tidak responsif terhadap hukuman atas perilaku
antisosial mereka.
Studi tentang aktivitas sistem saraf otonom juga mendukung gagasan bahwa
psikopat kurang responsif terhadap rangsangan yang menimbulkan rasa takut
daripada orang lain.
d) Impulsif
Satu teori terkait, bagaimanapun, menganggap impulsif, yang telah didefinisikan
sebagai kurangnya respons terhadap ancaman ketika mengejar imbalan potensial.
Penelitian neurobiologis juga mendukung gagasan bahwa psikopati terkait dengan
impulsif. Ingatlah bahwa korteks prefrontal terlibat dalam penghambatan
impulsivitas. Orang dengan psikopati memiliki lebih sedikit materi abu-abu di
korteks prefrontal daripada orang tanpa psikopati (Raine & Yang, 2007).
e) Defisit dalam Empati
Penelitian yang telah dijelaskan sejauh ini didasarkan pada gagasan bahwa
hukuman tidak membangkitkan emosi yang kuat pada orang dengan psikopati dan
dengan demikian tidak menghambat perilaku antisosial. Tetapi beberapa peneliti
percaya bahwa empati, adalah agen sosialisasi yang penting. Empati berarti selaras
dengan reaksi emosional orang lain; dengan demikian, berempati dengan kesusahan
seseorang dapat menghambat kecenderungan eksploitasi yang tidak berperasaan.
Dari perspektif ini, orang dapat berargumen bahwa beberapa ciri psikopati muncul
dari kurangnya empati.
Beberapa jenis penelitian memberikan dukungan untuk teori ini. Ketika diminta
untuk mengidentifikasi emosi yang disampaikan dalam gambar berbagai orang
asing, pria dengan psikopati sangat buruk dalam mengenali ketakutan orang lain,
meskipun mereka mengenali emosi lain dengan baik (Marsh & Blair, 2008). Untuk
menguji apakah kurangnya empati menciptakan ketidakpekaan untuk melihat
seseorang menjadi korban, peneliti telah menunjukkan gambar peristiwa
viktimisasi (misalnya, pembobolan, serangan fisik) kepada orang-orang dengan
psikopati dan untuk mengontrol peserta. Orang dengan psikopati menunjukkan
lebih sedikit respons psikofisiologis terhadap gambaran viktimisasi daripada
mereka yang tidak mengalami psikopati (Levenston, Patrick, Bradley, et al., 2000).
Temuan paralel telah muncul dari studi pencitraan otak. Sedangkan peserta tanpa
psikopati menunjukkan aktivasi korteks prefrontal ventromedial ketika mereka
melihat pelanggaran moral, mereka dengan psikopati gagal menunjukkan respon
ini (Harenski, Harenski, Shane, et al., 2010).

B. Borderline Personality Disorder (Gangguan Kepribadia Ambang)

Borderline personality disorder (BPD) telah menjadi fokus perhatian utama karena
beberapa alasan. Di antara alasan ini, BPD sangat umum dalam pengaturan klinis, sangat sulit
diobati, dan terkait dengan bunuh diri.

i. Clinical Description: Borderline Personality Disorder

Fitur inti dari gangguan kepribadian ambang adalah impulsif dan ketidakstabilan dalam
hubungan dan suasana hati. Misalnya, sikap dan perasaan terhadap orang lain mungkin
berubah secara drastis, tidak dapat dijelaskan, dan sangat cepat, terutama dari idealisasi
yang penuh gairah menjadi kemarahan yang menghina. Dalam studi pengambilan sampel
pengalaman, BPD dicirikan oleh perubahan suasana hati negatif yang lebih mendadak,
besar, dan tak terduga daripada gangguan depresi mayor (Trull, Solhan, Tragesser, et al.,
2008). Seperti dalam Clinical Case of Mary, yang membuka bab ini, kemarahan yang
intens dari orang-orang dengan BPD sering merusak hubungan. Orang dengan BPD terlalu
sensitif terhadap tanda-tanda kecil emosi orang lain (Lynch, Rosenthal, Kosson, et al.,
2006). Perilaku mereka yang tidak terduga, impulsif, dan berpotensi merusak diri sendiri
mungkin termasuk perjudian, pengeluaran sembrono, aktivitas seksual sembarangan, dan
penyalahgunaan zat. Orang dengan BPD sering tidak mengembangkan rasa diri yang jelas
dan koheren—mereka terkadang mengalami perubahan besar dalam aspek dasar identitas
seperti nilai, loyalitas, dan pilihan karir mereka. Mereka tidak tahan sendirian, takut
ditinggalkan, menuntut perhatian, dan mengalami perasaan depresi dan kekosongan kronis.
Mereka mungkin mengalami gejala psikotik dan disosiatif sementara ketika stres.
Orang dengan BPD sangat mungkin untuk memiliki komorbiditas posttraumatic stress
disorder atau gangguan mood (McGlashan et al., 2000). Mereka juga berisiko untuk
gangguan terkait zat komorbiditas dan gangguan makan, serta gangguan kepribadian
skizotipal (McGlashan et al., 2000). Saat ini, kondisi komorbiditas memprediksi
kemungkinan yang lebih besar bahwa gejala BPD akan dipertahankan selama periode 6
tahun (Zanarini, Frankenburg, Hennen, et al., 2004).
ii. DSM-5 Criteria for Borderline Personality Disorder (Kriteria DSM-5 untuk
Gangguan Kepribadian Ambang)

Pola meresap ketidakstabilan hubungan interpersonal, citra diri, dan mempengaruhi,


dan impulsif yang ditandai, dimulai pada awal masa dewasa dan hadir dalam berbagai
konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) berikut ini:
1. Upaya panik untuk menghindari pengabaian yang nyata atau yang dibayangkan.
(Catatan: Jangan termasuk bunuh diri atau perilaku melukai diri sendiri yang
tercakup dalam Kriteria 5.)
2. Pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan intens yang dicirikan oleh antara
ekstrem idealisasi dan devaluasi.
3. Gangguan identitas: citra diri atau perasaan diri yang tidak stabil secara nyata dan
terus-menerus.
4. Impulsif dalam setidaknya dua bidang yang berpotensi merusak diri sendiri
(misalnya, pengeluaran, seks, penyalahgunaan zat, mengemudi sembrono, pesta
makan). (Catatan: Jangan memasukkan bunuh diri atau bunuh diri perilaku mutilasi
yang tercakup dalam Kriteria 5.)
5. Perilaku, gerakan, atau ancaman bunuh diri yang berulang, atau perilaku melukai
diri sendiri.
6. Ketidakstabilan afektif karena reaktivitas suasana hati yang nyata (misalnya,
disforia episodik yang intens, lekas marah, atau kecemasan biasanya berlangsung
beberapa jam dan jarang lebih dari beberapa hari).
7. Perasaan kosong yang kronis.
8. Kemarahan yang tidak pantas dan intens atau kesulitan mengendalikan kemarahan
(misalnya, sering menampilkan marah, marah terus-menerus, perkelahian fisik
berulang).
9. Ide paranoid sementara yang berhubungan dengan stres atau gejala disosiatif yang
parah.

iii. Differential Diagnosis (Diagnosa Banding)

a) Gangguan depresif dan bipolar. Gangguan kepribadian ambang sering terjadi


bersamaan dengan gangguan depresif atau bipolar, dan ketika kriteria untuk
keduanya terpenuhi, keduanya dapat didiagnosis. Karena presentasi cross-sectional
dari gangguan kepribadian ambang dapat ditiru oleh suatu episode gangguan
depresif atau bipolar, klinisi harus menghindari memberikan diagnosis tambahan
gangguan kepribadian ambang hanya berdasarkan presentasi cross-sectional tanpa
mendokumentasikan pola perilaku tersebut memiliki onset dini dan perjalanan
penyakit yang lama.
b) Gangguan kepribadian lainnya. Gangguan kepribadian lain mungkin dikacaukan
dengan gangguan kepribadian garis batas karena mereka memiliki ciri-ciri tertentu
yang sama. Oleh karena itu penting untuk membedakan antara gangguan ini
berdasarkan perbedaan dalam fitur karakteristik mereka. Namun, jika seseorang
memiliki ciri-ciri kepribadian yang memenuhi kriteria untuk satu atau lebih
gangguan kepribadian selain gangguan kepribadian ambang, semuanya dapat
didiagnosis.
c) Perubahan kepribadian karena kondisi medis lain. Gangguan kepribadian
borderline harus dibedakan dari perubahan kepribadian karena kondisi medis lain,
di mana ciri-ciri yang muncul disebabkan oleh efek kondisi medis lain pada sistem
saraf pusat.
d) Gangguan penggunaan zat. Gangguan kepribadian ambang juga harus dibedakan
dari gejala yang mungkin berkembang terkait dengan penggunaan zat terus-
menerus.
e) Masalah identitas. Gangguan kepribadian ambang harus dibedakan dari masalah
identitas, yang dicadangkan untuk masalah identitas yang terkait dengan fase
perkembangan (misalnya, remaja) dan tidak memenuhi syarat sebagai gangguan
mental.

iv. Etiology of Borderline Personality Disorder (Etiologi Gangguan Kepribadian


Ambang)

BPD adalah sindrom yang kompleks, dan sesuai dengan Selain itu, banyak faktor risiko
yang berbeda dapat berkontribusi pada perkembangannya. Kami membahas faktor
neurobiologis, faktor sosial, dan teori diatesis-stres Linehan, yang mengintegrasikan faktor
neurobiologis dan sosial.
a) Faktor Neurobiologis
Faktor biologis tampaknya cukup penting untuk perkembangan BPD. Gen
bertanggung jawab atas lebih dari 60 persen varians dalam perkembangan
gangguan ini. Orang dengan BPD juga menunjukkan fungsi serotonin yang lebih
rendah daripada kontrol (Soloff, Meltzer, Greer, el al., 2000). Kerentanan lain dapat
berkontribusi pada komponen disregulasi emosi atau impulsif, daripada gangguan
secara keseluruhan (Siever, 2000).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor biologis dapat berkontribusi pada
disregulasi emosional. Orang tua dari orang dengan BPD memiliki tingkat
gangguan mood yang tinggi (Shachnow, Clarkin, DiPalma, et al., 1997). Bukti
lebih langsung datang dari studi amigdala di BPD. Amigdala adalah wilayah otak
yang sangat terlibat dalam reaktivitas emosi (lihat Gambar 6.3) dan aktivitas
amigdala telah ditemukan meningkat pada beberapa gangguan yang melibatkan
emosi yang intens, termasuk gangguan mood dan gangguan kecemasan. Orang
dengan BPD menunjukkan peningkatan aktivasi amigdala (Herpetz, Dietrich,
Wenning, et al., 2001; Silbersweig, Clarkin, Goldstein, et al., 2007). Aktivasi
amigdala tampaknya relevan untuk memahami disregulasi emosi BPD.
b) Social Factors: Childhood Abuse
Orang dengan BPD jauh lebih mungkin untuk melaporkan riwayat perpisahan
orang tua, pelecehan verbal, dan pelecehan emosional selama masa kanak-kanak
daripada orang yang didiagnosis dengan gangguan kepribadian lainnya (Reich &
Zanarini, 2001). Memang, penyalahgunaan tersebut diyakini lebih sering di antara
orang-orang dengan BPD daripada di antara orang-orang yang didiagnosis dengan
sebagian besar gangguan lainnya (Herman, Perry, & van der Kolk, 1989), dengan
pengecualian gangguan identitas disosiatif (lihat Bab 8), yang juga ditandai dengan
tingkat pelecehan anak yang sangat tinggi. Mengingat frekuensi gejala disosiatif
pada orang dengan BPD, kita dapat berspekulasi bahwa BPD dan gangguan
identitas disosiatif mungkin terkait dan bahwa, pada keduanya, disosiasi
disebabkan oleh stres ekstrim dari pelecehan anak. Memang, satu studi menemukan
bahwa orang yang dipisahkan setelah pelecehan anak lebih mungkin untuk
mengembangkan gejala BPD (Ross, Waller, Tyson, et al., 1998).
c) Diatesis Linehan–Teori Stres
Marsha Linehan mengusulkan bahwa BPD berkembang ketika orang-orang yang
mengalami kesulitan mengendalikan emosi mereka karena diatesis biologis
(mungkin genetik) dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak valid.
Artinya, diatesis disregulasi emosional berinteraksi dengan pengalaman invalidasi
untuk mendorong perkembangan BPD. Dalam lingkungan invalidasi, perasaan
orang tersebut diabaikan dan tidak dihargai—yaitu, upaya orang tersebut untuk
mengkomunikasikan perasaan diabaikan atau bahkan dihukum. Bentuk pembatalan
yang ekstrim adalah pelecehan anak, baik seksual atau nonseksual, di mana orang
tua yang kasar mengaku mencintai anak itu namun menyakiti anak itu.
Dua faktor utama yang dihipotesiskan—disregulasi emosional dan
ketidakabsahan—berinteraksi satu sama lain secara dinamis. Misalnya, anak yang
mengalami disregulasi emosional membuat tuntutan yang sangat besar pada
keluarganya. Orang tua yang putus asa mengabaikan atau bahkan menghukum
ledakan amarah anak, yang menyebabkan anak menekan emosinya. Emosi yang
tertekan berkembang menjadi ledakan, yang kemudian mendapat perhatian orang
tua. Dengan demikian, orang tua akhirnya memperkuat perilaku yang mereka
anggap tidak menyenangkan. Banyak pola lain yang mungkin, tentu saja, tetapi
kesamaan mereka adalah lingkaran setan, bolak-balik konstan antara disregulasi
dan pembatalan.

C. Histrionic Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Histrionik)

Fitur utama dari gangguan kepribadian histrionik adalah perilaku yang terlalu dramatis dan
mencari perhatian. Orang dengan gangguan ini sering menggunakan penampilan fisik mereka,
seperti pakaian, riasan, atau warna rambut yang tidak biasa, untuk menarik perhatian pada diri
mereka sendiri. Meskipun menunjukkan emosi yang berlebihan dan intens, mereka dianggap
dangkal secara emosional. Misalnya, seseorang dengan gangguan ini mungkin membicarakan
dan memanggil seseorang sebagai sahabatnya, hanya untuk mengalami kesulitan mengingat
percakapan dengan orang itu keesokan harinya. Mereka egois, terlalu peduli dengan daya tarik
fisik mereka, dan tidak nyaman jika tidak menjadi pusat perhatian. Mereka dapat secara tidak
tepat provokatif dan menggoda secara seksual dan mudah dipengaruhi oleh orang lain. Bicara
mereka sering impresionistik dan kurang detail. Misalnya, mereka mungkin menyatakan
pendapat yang kuat namun sama sekali tidak dapat mendukungnya. (Pasien: "Dia benar-benar
yang terhebat." Pewawancara: “Apa yang paling Anda sukai dari dia?” Pasien: “Astaga, saya
tidak yakin bisa menggambarkannya.”). Gangguan kepribadian histrionik sangat komorbid
dengan depresi, gangguan kepribadian ambang, dan masalah medis (Nestadt et al., 1990).

i. DSM-5 Criteria for Histrionic Personality Disorder (Kriteria DSM-5 untuk


Gangguan Kepribadian Histrionik)

Adanya lima atau lebih dari tanda-tanda emosionalitas dan pencarian perhatian yang
berlebihan berikut ini yang ditunjukkan dalam banyak konteks pada masa dewasa awal:
1. Kebutuhan yang kuat untuk menjadi pusat perhatian
2. Perilaku menggoda seksual yang tidak pantas
3. Ekspresi emosi yang berubah dengan cepat
4. Penggunaan penampilan fisik untuk menarik perhatian pada diri sendiri
5. Pidato yang terlalu impresionistik dan kurang detail
6. Ekspresi emosional yang berlebihan dan teatrikal
7. Terlalu disarankan
8. Salah membaca hubungan sebagai lebih intim daripada mereka

ii. Differential Diagnosis (Diagnosa Banding)

a) Gangguan kepribadian lainnya dan ciri-ciri kepribadian. Gangguan


kepribadian lain mungkin bingung dengan gangguan kepribadian histrionik karena
mereka memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Oleh karena itu penting untuk
membedakan antara gangguan ini berdasarkan perbedaan dalam fitur karakteristik
mereka. Namun, jika seorang individu memiliki ciri-ciri kepribadian yang
memenuhi kriteria untuk satu atau lebih gangguan kepribadian selain gangguan
kepribadian histrionik, semua dapat didiagnosis.
b) Banyak individu mungkin menunjukkan ciri-ciri kepribadian histrionik.
Hanya ketika sifat-sifat ini tidak fleksibel, maladaptif, dan bertahan dan
menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan ataunpenderitaan subjektif
mereka merupakan gangguan kepribadian histrionik.
c) Perubahan kepribadian karena kondisi medis lain. Gangguan kepribadian
histrionik harus dibedakan dari perubahan kepribadian karena kondisi medis lain,
di mana ciri-ciri yang muncul disebabkan oleh efek kondisi medis lain pada sistem
saraf pusat.
d) Gangguan penggunaan zat. Gangguan tersebut juga harus dibedakan dari gejala
yang mungkin berkembang dalam kaitannya dengan penggunaan zat terus-menerus

iii. Etiology of Histrionic Personality Disorder (Etiologi Gangguan Kepribadian


Histrionik)

Teori psikodinamik mengusulkan bahwa Tampilan emosional dan godaan yang


merupakan ciri dari gangguan ini didorong oleh godaan orang tua, terutama perilaku
menggoda ayah terhadap putrinya. Teori ini juga menyatakan bahwa orang dengan
gangguan ini dibesarkan dalam lingkungan keluarga di mana orang tua berbicara tentang
seks sebagai sesuatu yang kotor namun berperilaku seolah-olah itu menyenangkan dan
diinginkan. Pendidikan seperti itu mungkin menjelaskan keasyikan dengan seks, ditambah
dengan rasa takut untuk benar-benar berperilaku seksual. Tampilan emosi yang berlebihan
dilihat sebagai gejala dari konflik yang mendasarinya. Menjadi pusat perhatian dipandang
sebagai cara bertahan melawan harga diri yang rendah (Apt & Hurlbert, 1994). Sayangnya,
teori ini belum teruji.

D. Narcissistic Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Narsistik)

Orang dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki pandangan muluk-muluk tentang


kemampuan mereka dan disibukkan dengan fantasi sukses besar (seperti yang ditunjukkan oleh
Bob dalam Kasus Klinis). Mereka lebih dari sekadar egois—mereka membutuhkan perhatian
yang hampir konstan dan kekaguman yang berlebihan. Hubungan interpersonal mereka
terganggu oleh kurangnya empati mereka, oleh kesombongan mereka ditambah dengan
perasaan iri hati, oleh kebiasaan mereka mengambil keuntungan dari orang lain, dan oleh
perasaan berhak mereka—mereka mengharapkan orang lain untuk melakukan kebaikan
khusus untuk mereka. Orang dengan gangguan ini sangat sensitif terhadap kritik dan mungkin
menjadi marah ketika orang lain tidak mengagumi mereka. Mereka cenderung mencari
pasangan berstatus tinggi yang mereka idealkan, tapi, ketika mau tidak mau, pasangan ini gagal
memenuhi harapan mereka yang tidak realistis, mereka menjadi marah dan menolak (seperti
mereka yang mengalami gangguan kepribadian ambang). Mereka juga cenderung berganti
pasangan jika diberi kesempatan untuk bersama orang yang statusnya lebih tinggi. Gangguan
ini paling sering terjadi bersamaan dengan gangguan kepribadian ambang (Morey, 1988).

i. DSM-5 Criteria for Narcissistic Disorder (Kriteria DSM-5 untuk Gangguan


Kepribadian Narsistik)

Pola kebesaran yang meresap (dalam fantasi atau perilaku), kebutuhan akan
kekaguman, dan kurangnya empati, dimulai pada masa dewasa awal dan hadir dalam
berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) berikut:
1. Memiliki rasa mementingkan diri sendiri yang berlebihan (misalnya, melebih-
lebihkan prestasi dan bakat, berharap untuk diakui sebagai superior tanpa prestasi
yang sepadan).
2. Disibukkan dengan fantasi kesuksesan tak terbatas, kekuasaan, kecemerlangan,
keindahan, atau cinta ideal.
3. Percaya bahwa dia adalah "istimewa" dan unik dan hanya dapat dipahami oleh, atau
harus bergaul dengan, orang (atau institusi) khusus atau berstatus tinggi lainnya.
4. Memerlukan jatah kekaguman yang berlebihan.
5. Memiliki rasa memiliki (yaitu, harapan yang tidak masuk akal terutama perlakuan
yang menguntungkan atau kepatuhan otomatis dengan harapannya).
6. Eksploitatif secara interpersonal (yaitu, mengambil keuntungan dari orang lain
untuk mencapai tujuannya sendiri).
7. Kurang empati: tidak mau mengenali atau mengidentifikasi dengan perasaan dan
kebutuhan orang lain.
8. Sering iri pada orang lain atau percaya bahwa orang lain iri padanya.
9. Menunjukkan perilaku atau sikap yang angkuh, angkuh.

ii. Differential Diagnosis (Diagnosa Banding)

a) Gangguan kepribadian dan ciri kepribadian lainnya. Gangguan kepribadian


lain mungkin bingung dengan gangguan kepribadian narsistik karena mereka
memiliki ciri-ciri umum tertentu. Oleh karena itu, penting untuk membedakan
antara gangguan ini berdasarkan perbedaan dalam fitur karakteristik mereka.
Namun, jika seseorang memiliki ciri kepribadian yang memenuhi kriteria untuk
satu atau lebih gangguan kepribadian selain gangguan kepribadian narsistik, semua
dapat didiagnosis. Fitur yang paling berguna dalam membedakan gangguan
kepribadian narsistik dari gangguan kepribadian histrionik, antisosial, dan ambang,
di mana gaya interaktif masing-masing centil, tidak berperasaan, dan
membutuhkan, adalah karakteristik kebesaran dari gangguan kepribadian narsistik.
b) Mania atau hipomania. Grandiositas dapat muncul sebagai bagian dari episode
manik atau hipomanik, tetapi hubungan dengan perubahan mood atau gangguan
fungsional membantu membedakan episode ini dari gangguan kepribadian
narsistik.
c) Gangguan penggunaan zat. Gangguan kepribadian narsistik juga harus dibedakan
dari gejala yang mungkin berkembang terkait dengan penggunaan zat terus-
menerus.

iii. Etiology of Narcissistic Personality Disorder (Etiologi Gangguan Kepribadian


Narsistik)

Pada bagian ini membahas kedua model yang paling berpengaruh dari etiologi
gangguan ini: model psikologi diri dan model sosial-kognitif. Kedua teori tersebut
merupakan upaya untuk memahami bagaimana seseorang mengembangkan sifat- sifat ini.
a) Model Psikologi Diri
Heinz Kohut mendirikan varian psikoanalisis yang dikenal sebagai psikologi diri,
yang dijelaskan dalam dua bukunya, Analisis Diri(1971) dan Pemulihan diri
(1977). Kohut mencatat bahwa orang dengan gangguan kepribadian narsistik
memproyeksikan kepentingan diri yang luar biasa, penyerapan diri, dan fantasi
kesuksesan tanpa batas di permukaan. Tapi Kohut berteori bahwa karakteristik ini
menutupi harga diri yang sangat rapuh. Orang dengan gangguan kepribadian
narsistik berusaha untuk meningkatkan rasa harga diri mereka melalui pencarian
tanpa henti untuk menghormati orang lain.
b) Model Sosial-Kognitif
Model gangguan kepribadian narsistik yang dikembangkan oleh Carolyn Morf dan
Frederick Rhodewalt (2001) dibangun berdasarkan dua ide dasar: (1) orang dengan
gangguan ini memiliki harga diri yang rapuh, sebagian karena mereka berusaha
mempertahankan keyakinan bahwa mereka istimewa. (2) interaksi antar pribadi
penting bagi mereka untuk meningkatkan harga diri, bukan untuk mendapatkan
kedekatan atau kehangatan. Dengan kata lain, mereka terikat pada tujuan
mempertahankan visi besar tentang diri mereka sendiri, dan tujuan ini meliputi
pengalaman mereka.
Menurut teori ini, ketika orang dengan gangguan kepribadian narsistik berinteraksi
dengan orang lain, tujuan utama mereka adalah untuk meningkatkan harga diri
mereka sendiri. Hal ini mempengaruhi bagaimana mereka bertindak terhadap orang
lain dalam beberapa cara. Pertama, mereka cenderung banyak melakukan; ini
sering berhasil pada awalnya, tetapi seiring waktu, membual berulang kali dianggap
negatif oleh orang lain (Paulhus, 1998). Kedua, ketika orang lain melakukan lebih
baik daripada yang mereka lakukan pada tugas yang relevan dengan harga diri,
mereka akan merendahkan orang lain, bahkan ke wajah orang itu.

4. Anxious/Fearful Cluster (Kluster Cemas/Menakutkan)

Kluster cemas/takut termasuk gangguan kepribadian menghindar, gangguan kepribadian


dependen, dan gangguan Orang dengan gangguan ini cenderung merasa khawatir dan tertekan.

A. Avoidant Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Penghindar)

Orang dengan ‘avoidant personal disorder’ sangat takut dengan kritik, penolakan, dan
ketidaksetujuan yang pada akhirnya membuat mereka menghindari pekerjaan atau hubungan
untuk melindungi diri mereka sendiri dari umpan balik yang negatif. Dalam situasi sosial
mereka menahan diri karena ketakutan yang berlebihan untuk mengatakan sesuatu yang bodoh,
malu, terlihat merona, atau menunjukkan tanda-tanda kecemasan lainnya. Mereka juga percaya
bahwa mereka tidak kompeten dan lebih rendah dari orang lain dan enggan mengambil risiko
atau mencoba aktivitas baru.
Gangguan kepribadian penghindar sering terjadi bersamaan dengan gangguan kecemasan
sosial. Beberapa berpendapat bahwa gangguan kepribadian penghindar mungkin sebenarnya
merupakan varian yang lebih kronis dari gangguan kecemasan sosial (Alden, Laposa, Taylor,
et al., 2002). Keduanya, gangguan kepribadian penghindaran dan gangguan kecemasan sosial,
terkait dengan sindrom yang disebut taijin kyofusho yang terjadi di Jepang (taijin berarti
"interpersonal" dan kyofusho berarti "ketakutan"). Seperti orang dengan gangguan kepribadian
menghindar dan gangguan kecemasan sosial, mereka yang memiliki taijin kyofusho terlalu
sensitif dalam hubungan interpersonal. situasi dan menghindari kontak interpersonal. Tapi apa
yang mereka takutkan agak berbeda dari ketakutan biasa orang-orang dengan diagnosis DSM.
Orang-orang dengan taijin kyofusho cenderung cemas atau malu tentang bagaimana mereka
mempengaruhi atau tampak bagi orang lain misalnya, mereka takut mereka jelek atau memiliki
bau badan (Ono, Yoshimura, Sueoka, et al., 1996).
Sekitar 80 persen orang dengan gangguan kepribadian penghindar memiliki komorbiditas
depresi berat. Kondisi komorbiditas umum lainnya termasuk gangguan kepribadian ambang,
gangguan kepribadian skizotipal dan penyalahgunaan alkohol (McGlashan et al., 2000).
Tidak banyak yang diketahui tentang mengapa gangguan kepribadian menghindar
berkembang, mungkin hal ini disebabkan karena banyak orang dengan gejala ini merasa sangat
tidak nyaman diwawancarai untuk penelitian. Heritabilitas gangguan kepribadian ini
tampaknya sekitar 27 hingga 35 persen (Reichborn-Kjennerud, Czajkowski, Neale, et al.,
2007; Torgersen et al., 2000). Kerentanan genetik untuk penghindar gangguan kepribadian
tampaknya tumpang tindih dengan kerentanan genetik terhadap gangguan kecemasan sosial
(Reichborn-Kjennerud, Czajkowski, Torgersen, dkk, 2007). Para ahli teori juga berfokus pada
peran pengalaman anak usia dini. Misalnya, gangguan kepribadian penghindar dianggap hasil
ketika seorang anak diajari, mungkin melalui pemodelan, untuk takut pada orang dan situasi
yang orang lain akan menganggapnya tidak berbahaya.

i. DSM-5 Criteria of Avoidant Personality Disorder (Kriteria DSM-5 untuk


Gangguan Kepribadian Penghindar)

Pola penghambatan sosial yang meresap, perasaan tidak mampu, dan hipersensitivitas
terhadap kritik seperti yang ditunjukkan oleh empat atau lebih hal berikut yang dimulai
pada masa dewasa awal dalam banyak konteks:
1. Menghindari aktivitas pekerjaan yang melibatkan kontak interpersonal yang
signifikan, karena takut dikritik atau tidak disetujui
2. Tidak mau terlibat dengan orang lain kecuali yang pasti disukai
3. Menahan diri dalam hubungan intim karena takut dipermalukan atau diejek
4. Preokupasi dengan dikritik atau ditolak
5. Dihambat dalam situasi interpersonal baru karena perasaan tidak mampu
6. Memandang diri sendiri sebagai orang yang tidak kompeten atau inferior secara
sosial
7. Sangat enggan untuk mencoba aktivitas baru karena mungkin terbukti memalukan

ii. Differential Diagnosis (Diagnosa Banding)

a) Gangguan kecemasan. tampaknya ada banyak tumpang tindih antara gangguan


kepribadian penghindar dan gangguan kecemasan sosial (fobia sosial), sedemikian
rupa sehingga mereka mungkin berasal dari kondisi yang sama atau serupa.
penghindar juga mencirikan gangguan kepribadian penghindar dan agorafobia, dan
mereka sering terjadi bersamaan.
b) Gangguan kepribadian lainnya dan ciri-ciri kepribadian. Baik gangguan
kepribadian menghindar maupun gangguan kepribadian dependen dicirikan oleh
perasaan tidak mampu, hipersensitif terhadap kritik, dan kebutuhan akan kepastian.
Meskipun fokus utama perhatian pada gangguan kepribadian avoidant adalah
menghindari penghinaan dan penolakan, pada gangguan kepribadian dependen
fokusnya adalah pada perawatan. Namun, gangguan kepribadian menghindar dan
gangguan kepribadian dependen sangat mungkin terjadi bersamaan. Namun,
individu dengan gangguan kepribadian penghindaran ingin Anda memiliki
hubungan dengan orang lain dan merasakan kesepian yang mendalam, sedangkan
mereka dengan gangguan kepribadian skizoid atau skizotipal mungkin puas dengan
dan bahkan lebih memilih isolasi sosial mereka.
c) Perubahan kepribadian karena kondisi medis lain. Gangguan personal itu
harus dibedakan dari perubahan kepribadian karena kondisi medis lain, di mana
ciri-ciri yang muncul disebabkan oleh efek dari kondisi medis lain atau sistem saraf
pusat.
d) Gangguan penggunaan zat. Gangguan kepribadian menghindar juga harus
dibedakan dari gejala-gejala yang mungkin berkembang dalam kaitannya dengan
penggunaan zat terus-menerus.

B. Dependent Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Dependen)

Fitur utama dari gangguan kepribadian dependen adalah ketergantungan yang berlebihan
pada orang lain dan kurangnya dari kepercayaan diri. Orang dengan gangguan kepribadian
dependen memiliki kebutuhan yang kuat untuk dirawat (diperhatikan), yang sering membuat
mereka merasa tidak nyaman saat sendirian. Ketika hubungan dekat berakhir, mereka segera
mencari hubungan lain untuk menggantikannya. Mereka melihat diri mereka sebagai orang
lemah, dan mereka berpaling kepada orang lain untuk dukungan dan pengambilan keputusan.

Secara khusus, kriteria yang menggambarkan orang dengan gangguan kepribadian


dependen sangat pasif (misalnya, mengalami kesulitan memulai proyek atau melakukan
sesuatu sendiri, membiarkan orang lain membuat keputusan untuk mereka). Penelitian
menunjukkan, orang dengan gangguan kepribadian dependen sebenarnya dapat melakukan apa
yang diperlukan untuk menjaga hubungan dekat; ini mungkin melibatkan bersikap sangat
hormat dan pasif, tetapi mungkin melibatkan mengambil langkah-langkah aktif untuk menjaga
hubungan (Bornstein, 1997).

Prevalensi gangguan kepribadian dependen lebih tinggi di India dan Jepang daripada di
Amerika Serikat, mungkin karena masyarakat ini mendorong beberapa perilaku yang mungkin
ditafsirkan sebagai ketergantungan. Gangguan kepribadian dependen sering terjadi bersamaan
dengan gangguan kepribadian ambang, skizoid, histrionik, skizotipal, dan menghindar, serta
dengan gangguan mood, gangguan kecemasan, dan bulimia.

Perkiraan heritabilitas gangguan kepribadian dependen bervariasi di seluruh penelitian


(Reichborn-Kjennerud, dkk, 2007; Torgersen dkk., 2000). Penyelidik berpendapat bahwa
gangguan kepribadian dependen dapat dihasilkan dari gaya pengasuhan yang terlalu protektif
dan otoriter yang mencegah perkembangan perasaan efikasi diri (Bornstein, 1997). Dalam
perkembangan yang sehat, bayi menjadi melekat pada orang dewasa dan menggunakan orang
dewasa sebagai basis aman untuk mengeksplorasi dan mengejar tujuan lain. Seiring
perkembangan berlangsung, anak-anak menjadi kurang bergantung pada kehadiran
keterikatan. Ada kemungkinan bahwa perilaku keterikatan abnormal yang terlihat pada
gangguan kepribadian dependen mencerminkan gangguan awal hubungan orang tua-anak yang
disebabkan oleh kematian, pengabaian, penolakan, atau overprotektif.

i. DSM-5 Criteria of Dependent Personality Disorder (Kriteria DSM-5 untuk


Ketergantungan Kepribadian Dependen)

Kebutuhan yang berlebihan untuk diurus, seperti yang ditunjukkan dengan setidaknya
lima dari hal berikut yang dimulai pada masa dewasa awal dan ditunjukkan dalam banyak
konteks:

1. Kesulitan membuat keputusan tanpa saran yang berlebihan dan kepastian dari orang
lain
2. Membutuhkan orang lain untuk bertanggung jawab atas sebagian besar bidang
kehidupan
3. Kesulitan tidak setuju dengan orang lain karena takut kehilangan dukungan mereka
4. Kesulitan melakukan sesuatu sendiri atau memulai proyek karena kurang percaya
diri
5. Melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan sebagai cara untuk mendapatkan
persetujuan dan dukungan orang lain
6. Perasaan tidak berdaya ketika sendirian karena takut tidak mampu merawat diri
sendiri
7. Sangat mencari hubungan baru ketika salah satu berakhir
8. Preokupasi dengan ketakutan akan harus menjaga diri

ii. Differential Diagnosis (Diagnosa Banding)

a) Gangguan mental dan kondisi medis lainnya. Kepribadian ketergantungan harus


dibedakan dari ketergantungan yang timbul sebagai akibat dari gangguan mental
lain (misalnya gangguan depresif, gangguan panik) sebagai akibat dari kondisi
medis lainnya.
b) Gangguan kepribadian dan ciri kepribadian lainnya. Gangguan kepribadian
lain mungkin dikacaukan dengan gangguan kepribadian dependen karena memiliki
ceritain yang sama. Namun, jika seseorang memiliki ciri-ciri kepribadian yang
memenuhi kriteria untuk salah satu gangguan kepribadian lebih selain gangguan
kepribadian ketergantungan, semua dapat didiagnosa.
c) Perubahan kepribadian karena kondisi medis lain. Gangguan kepribadian
dependen harus dibedakan dari perubahan kepribadian karena kondisi medis lain,
di mana ciri-ciri yang muncul disebabkan oleh efek kondisi medis lain pada sistem
saraf pusat.
d) Gangguan penggunaan zat. Gangguan kepribadian dependen juga harus
dibedakan dari gejala yang mungkin berkembang terkait dengan penggunaan zat
terus-menerus.

C. Obsessive-Compulsive Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Obsesif-


Kompulsif)

Orang dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif adalah perfeksionis, sibuk dengan


rincian, aturan, dan jadwal. Mereka memiliki banyak sekali kesulitan dalam membuat
keputusan (agar mereka tidak salah) dan mengalokasikan waktu (agar mereka tidak melakukan
kesalahan). Hubungan interpersonal mereka sering bermasalah karena mereka menuntut agar
semuanya dilakukan dengan cara yang benar. Mereka sering dikenal sebagai "orang gila
kontrol". Umumnya, mereka serius, kaku, formal, dan tidak fleksibel, terutama mengenai
masalah moral. Mereka tidak dapat membuang benda-benda usang dan tidak berguna, bahkan
benda-benda yang tidak memiliki nilai sentimental, dan mereka cenderung sangat hemat
sampai pada tingkat yang menimbulkan kekhawatiran di antara orang-orang di sekitar mereka.

Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif berbeda dari gangguan obsesif-kompulsif


(OCD), meskipun ada kesamaan dalam nama. Gangguan kepribadian tidak termasuk obsesi
dan kompulsi yang mendefinisikan namanya. Meskipun demikian, kedua kondisi tersebut
sering terjadi bersamaan (Skodol, Oldham, Hyler, et al., 1995). Ada beberapa indikasi bahwa
kerentanan genetik dari gangguan kepribadian obsesif-kompulsif mungkin tumpang tindih
dengan gangguan obsesif-kompulsif; anggota keluarga dari mereka dengan gangguan obsesif-
kompulsif cenderung memiliki tingkat tinggi dari sifat-sifat yang terlibat dalam gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif, seperti perfeksionisme (Calvo, Lázaro, Castro Fornieles, dkk,
2009).

i. DSM-5 Criteria of Obsessive-Compulsive Personality Disorder (Kriteria DSM-5


untuk Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif)

Kebutuhan yang kuat akan keteraturan, kesempurnaan, dan kontrol, seperti yang
ditunjukkan oleh setidaknya empat dari hal berikut dimulai pada masa dewasa awal dan
dibuktikan dalam banyak konteks:

1. Keasyikan dengan aturan, detail, dan pengaturan sampai titik dimana aktivitas
menghilang
2. Perfeksionisme ekstrim mengganggu penyelesaian tugas
3. Pengabdian yang berlebihan untuk bekerja dengan mengesampingkan waktu luang
dan persahabatan
4. Ketidakfleksibelan tentang moral dan nilai
5. Kesulitan membuang barang-barang yang tidak berharga
6. Keengganan untuk mendelegasikan kecuali orang lain sesuai dengan satu standar
7. Kekikiran
8. Kekakuan dan keras kepala

ii. Differential Diagnosis (Diagnosa Banding)


a) Kondisi medis kronis yang berhubungan dengan nyeri dan disabilitas.
Diagnosis kepribadian Chang karena kondisi medis lain diberikan hanya jika
mekanisme patofisiologis langsung dapat ditegakkan. Diagnosis tidak diberikan
jika perubahan tersebut disebabkan oleh perilaku penyesuaian psikologis atau
respons terhadap kondisi medis lain.
b) Gangguan mental lain karena kondisi medis lain. Diagnosis perubahan
kepribadian karena kondisi medis lain tidak diberikan jika gangguan tersebut lebih
baik dijelaskan oleh gangguan mental lain karena kondisi medis lain (misalnya
gangguan depresi karena tumor otak).
5. Treatment of Personality Disorders

A. General Approaches to the Treatment of Personality Disorder

Sebuah tinjauan dari 15 studi menunjukkan bahwa 52 persen klien sembuh dari gangguan
kepribadian dalam waktu sekitar 15 bulan pengobatan (Perry, Banon, & Ianni, 1999). Namun,
sebagian besar studi tentang efektivitas pengobatan harian atau psikoterapi ini tidak memasukkan
kelompok kontrol melainkan membandingkan klien dengan mereka yang menerima perawatan
standar.
Orang dengan gejala gangguan kepribadian yang serius mungkin menghadiri program
perawatan sehari yang menawarkan psikoterapi, baik dalam format kelompok maupun individu,
selama beberapa jam per hari. Biasanya, sesi psikoterapi diselingi dengan terapi sosial dan
okupasi. Durasi program tersebut bervariasi, tetapi beberapa berlangsung selama beberapa bulan.
Program cenderung bervariasi dalam pendekatan pengobatannya, dengan beberapa menawarkan
pendekatan psikodinamik, yang lain menawarkan pendekatan yang mendukung, dan yang lain
lagi menawarkan perawatan perilaku kognitif. Di luar program perawatan sehari, banyak klien
terlihat dalam perawatan psikologis rawat jalan individu.
Terapis psikodinamik bertujuan untuk mengubah pandangan pasien saat ini tentang masalah
masa kanak kanak yang dianggap mendasari gangguan kepribadian. Misalnya, mereka mungkin
membimbing seorang pria dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif untuk menyadari
bahwa pencarian masa kecilnya untuk memenangkan cinta orang tuanya dengan menjadi
sempurna tidak perlu dibawa ke masa dewasa—bahwa dia tidak perlu menjadi sempurna untuk
memenangkan persetujuan orang lain dan bahwa adalah mungkin untuk membuat kesalahan tanpa
ditinggalkan oleh mereka yang cintanya dia cari. Studi pengobatan psikodinamik sering
mencakup berbagai gangguan kepribadian yang berbeda.
Dalam terapi kognitif untuk gangguan kepribadian, Aaron Beck dan rekan (1990) menerapkan
jenis analisis yang sama yang digunakan dalam pengobatan depresi. Setiap gangguan dianalisis
dalam hal keyakinan kognitif negatif yang dapat membantu menjelaskan pola gejala. Misalnya,
terapi kognitif untuk orang perfeksionis dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif
pertama-tama mengharuskan pasien untuk menerima esensi dari model kognitif—bahwa perasaan
dan perilaku terutama merupakan fungsi dari pikiran. Bias dalam berpikir kemudian dieksplorasi,
seperti ketika pasien menyimpulkan bahwa dia tidak dapat melakukan sesuatu dengan benar
karena kegagalan kecil dalam satu usaha tertentu. Terapis juga mencari asumsi atau skema
disfungsional yang mungkin mendasari pikiran dan perasaan orang tersebut—misalnya,
keyakinan bahwa setiap keputusan harus benar. Di luar kognisi yang menantang, pendekatan Beck
terhadap gangguan kepribadian menggabungkan berbagai teknik perilaku kognitif lainnya.

B. Treatment of Schizotypal Personality Disorder, Avoidant Personality Disorder, and


Psychopathy

Perawatan untuk gangguan kepribadian skizotipal mengacu pada hubungan gangguan ini
dengan skizofrenia. Lebih khusus, obat antipsikotik (misalnya, risperidone, nama dagang
Risperdal) telah menunjukkan efektivitas dengan gangguan kepribadian schizotypal (Raine,
2006). Obat-obatan ini tampaknya sangat membantu untuk mengurangi pemikiran yang tidak
biasa. Antidepresan juga dapat membantu dengan beberapa gejala gangguan kepribadian
skizotipal. Sedikit penelitian tersedia tentang pendekatan psikologis untuk pengobatan gangguan
kepribadian skizotipal.
Gangguan kepribadian penghindar tampaknya merespons pengobatan yang sama yang efektif
bagi mereka yang memiliki gangguan kecemasan sosial. Artinya, obat antidepresan serta
pengobatan perilaku kognitif dapat membantu (Reich, 2000). Seseorang yang didiagnosa
memiliki gangguan kepribadian penghindar sangat sensitif terhadap kritik. Sensitivitas ini dapat
diatasi dengan pelatihan keterampilan sosial tentang cara mengatasi kritik, dengan desensitisasi
sistematis, atau dengan terapi kognitif (Renneberg, Goldstein, Phillips, et al., 1990). Versi
kelompok pengobatan perilaku kognitif telah ditemukan untuk membantu dan mungkin
menawarkan kesempatan untuk berlatih interaksi sosial yang konstruktif dalam lingkungan yang
aman (Alden, 1989). Gangguan kepribadian penghindar mungkin memerlukan perawatan yang
lebih intensif dan tahan lama daripada gangguan kecemasan sosial.
Meskipun pandangan pesimis awal tentang apakah psikopati dapat diobati (misalnya,
Cleckley, 1976), meta-analisis yang komprehensif dari 42 studi pengobatan psikologis psikopati
menunjukkan bahwa pengobatan dapat membantu (Salekin, 2002). Studi-studi ini memiliki
banyak masalah metodologis, tetapi 17 di antaranya, yang melibatkan 88 orang dengan psikopati,
menemukan bahwa psikoterapi psikoanalitik sangat membantu dalam domain seperti
meningkatkan hubungan interpersonal, meningkatkan kapasitas untuk merasakan penyesalan dan
empati, mengurangi jumlah berbohong, dibebaskan dari masa percobaan, dan menahan pekerjaan.
Efek terapeutik positif serupa ditemukan dalam lima penelitian yang menggunakan teknik
perilaku kognitif dengan 246 orang dengan psikopati. Terapi lebih bermanfaat bagi klien yang
lebih muda. Agar benar-benar efektif, pengobatan harus cukup intensif: empat kali seminggu
selama setidaknya satu tahun—pengobatan psikososial dosis tinggi apa pun orientasi teoritisnya.
Ini adalah temuan yang sangat positif mengingat kepercayaan yang dipegang secara luas bahwa
psikopati pada dasarnya tidak dapat diobati. Penulis meta-analisis, bagaimanapun,
memperingatkan di akhir artikelnya bahwa “. . . penelitian perlu melakukan beberapa upaya untuk
menentukan apakah klien 'berpura-pura baik' dalam studi pengobatan atau apakah perubahan itu
asli” (Salekin, 2002 hal. 107).

C. Treatment of Borderline Personality Disorder

Beberapa klien menimbulkan tantangan yang lebih besar untuk pengobatan daripada mereka
dengan Borderline Personality Disorder (BPD), terlepas dari jenis pengobatan yang digunakan.
Klien dengan BPD cenderung menunjukkan masalah interpersonal mereka dalam hubungan
terapeutik seperti yang mereka lakukan dalam hubungan lain. Karena klien ini merasa sangat sulit
untuk mempercayai orang lain, terapis merasa sulit untuk mengembangkan dan mempertahankan
hubungan terapeutik. Pasien secara bergantian mengidealkan dan menjelek-jelekkan terapis,
menuntut perhatian dan pertimbangan khusus pada suatu saat—seperti sesi terapi pada jam-jam
yang aneh dan panggilan telepon yang tak terhitung jumlahnya selama periode krisis tertentu—
dan menolak untuk menepati janji pada waktu berikutnya; mereka memohon pengertian dan
dukungan terapis tetapi bersikeras bahwa topik tertentu terlarang.
Bunuh diri selalu merupakan risiko serius, tetapi seringkali sulit bagi terapis untuk menilai
apakah panggilan telepon panik pada pukul 2:00 am adalah panggilan untuk bantuan atau gerakan
manipulatif yang dirancang untuk menguji seberapa istimewa pasien bagi terapis dan sejauh mana
terapis akan pergi untuk memenuhi kebutuhan pasien saat ini. Seperti dalam kasus Mary, rawat
inap seringkali diperlukan untuk melindungi diri dari ancaman bunuh diri. Melihat klien seperti
itu sangat menegangkan sehingga biasanya terapis berkonsultasi secara teratur dengan terapis lain
untuk mendapatkan nasihat dan dukungan dalam menangani emosi mereka sendiri saat mereka
mengatasi tantangan luar biasa dalam membantu klien ini.
Antidepresan dan penstabil suasana hati telah dicoba sebagai cara untuk memadamkan gejala
suasana hati dan impulsivitas BPD. Ada beberapa bukti bahwa antidepresan dapat menurunkan
agresivitas dan depresi yang sering muncul pada klien ini (Rinne, van den Brink, Wouters, et al.,
2002) dan bahwa lithium penstabil mood dapat mengurangi beberapa iritabilitas, kemarahan, dan
bunuh diri ( Link, Steiner, Boiago, dkk., 1990). Meskipun beberapa temuan positif untuk setiap
pendekatan pengobatan, sebagian besar obat telah diuji hanya dalam satu penelitian; lebih banyak
penelitian diperlukan (Toffers, Völlm, Rücker, et al., 2010).

i. Dialectical Behavior Therapy of Borderline Personality Disorder

Marsha Linehan (1987) memperkenalkan pendekatan yang dia sebut dialectical


behavior therapy (DBT), menggabungkan empati dan penerimaan yang berpusat pada klien
dengan pemecahan masalah perilaku kognitif, teknik pengaturan emosi, dan pelatihan
keterampilan sosial. Konsep dialektika berasal dari karya filsuf Jerman Georg Wilhelm
Friedrich Hegel (1770-1831). Ini mengacu pada ketegangan konstan antara fenomena apa
pun (ide, peristiwa, dll, yang disebut thesis) dan kebalikannya (antitesis), yang diselesaikan
dengan penciptaan fenomena baru (synthesis). Dalam DBT, istilah dialektis digunakan
dalam dua cara utama:
● Mengacu pada strategi yang tampaknya berlawanan yang harus digunakan terapis
ketika merawat orang dengan BPD — menerima mereka apa adanya namun
membantu mereka berubah.
● Mengacu pada kesadaran pasien bahwa membagi dunia menjadi baik dan buruk
tidak perlu; sebaliknya, seseorang dapat mencapai sintesis dari hal-hal yang
berlawanan ini. Misalnya, alih-alih melihat seorang teman sebagai baik semuanya
(tesis) atau semuanya baik (antitesis), teman dapat dilihat memiliki kedua jenis
kualitas (sintesis).
Aspek perilaku kognitif DBT, baik yang dilakukan secara individu maupun kelompok,
melibatkan empat tahap. Pada tahap pertama, perilaku impulsif yang berbahaya ditangani,
dengan tujuan meningkatkan kontrol yang lebih besar. Pada tahap kedua, fokusnya adalah
belajar memodulasi emosi yang ekstrem. Fase ini mungkin melibatkan pembinaan untuk
membantu seseorang belajar menoleransi tekanan emosional. Tahap ketiga berfokus pada
peningkatan hubungan dan harga diri. Tahap empat dirancang untuk mempromosikan
keterhubungan dan kebahagiaan. Sepanjang klien belajar cara yang lebih efektif dan
diterima secara sosial menangani masalah sehari hari mereka. Pada dasarnya, DBT
melibatkan terapi perilaku kognitif yang dikombinasikan dengan intervensi untuk
memberikan validasi dan penerimaan kepada klien.
Linehan dan rekan melakukan percobaan di mana klien secara acak ditugaskan untuk
DBT atau pengobatan seperti biasa, yang berarti terapi apa pun yang tersedia di
masyarakat. Setelah 1 tahun pengobatan dan lagi 6 dan 12 bulan kemudian, klien dalam
kedua kelompok dibandingkan pada berbagai ukuran (Linehan, Heard, & Armstrong,
1993). Temuan segera setelah pengobatan mengungkapkan bahwa DBT lebih unggul
pengobatan seperti biasa-klien menunjukkan perilaku melukai diri sendiri kurang
disengaja, termasuk upaya bunuh diri lebih sedikit; putus pengobatan lebih sedikit; dan
menghabiskan lebih sedikit hari di rumah sakit. Namun, tidak ada perbedaan dalam depresi
yang dilaporkan sendiri dan perasaan putus asa antara kedua kelompok perlakuan. Pada
asesmen lanjutan, keunggulan DBT tetap dipertahankan. Selain itu, klien DBT memiliki
catatan kerja yang lebih baik, melaporkan lebih sedikit kemarahan, dan dinilai lebih baik
daripada klien terapi pembanding. Tetapi sebagian besar klien masih merasa sangat sedih
pada tindak lanjut 1 tahun, menggaris bawahi kesulitan ekstrim dalam merawat klien
seperti itu. Sejak saat itu, banyak orang lain yang telah menguji kemanjuran DBT dengan
hasil yang baik. Dalam meta-analisis dari 16 studi, DBT ditemukan memiliki efek positif
moderat dalam mengurangi cedera diri dan bunuh diri dibandingkan dengan kondisi
kontrol (Kliem, Kröger, & Kosfelder, 2010).

ii. Mentalization-Based Therapy of Borderline Personality Disorder

Mentalization-based therapy adalah bentuk pengobatan psikodinamik yang


dikembangkan untuk BPD. Teori di balik perawatan ini menekankan bahwa orang dengan
BPD gagal untuk terlibat dalam mentalisasi—memikirkan perasaan mereka sendiri dan
orang lain. Dikatakan bahwa ketidakamanan awal dalam hubungan, ditambah dengan
trauma yang intens, membuat orang tersebut secara defensif menghindari pemikiran
tentang perasaan dan hubungan. Karena orang tersebut tidak hati-hati mempertimbangkan
masalah ini, harapan untuk hubungan berdasarkan pengalaman awal terus meliputi
hubungan saat ini. Tujuan terapis adalah untuk mendorong pendekatan yang lebih aktif dan
bijaksana terhadap hubungan dan perasaan. Perawatan melibatkan psikoterapi individu
mingguan, serta sesi kelompok yang diadakan beberapa kali per minggu, hingga 3 tahun.
Untuk mempelajari kemanjuran program ini, peneliti mendaftarkan 44 orang yang
didiagnosis dengan BPD yang menghadiri program rumah sakit sehari. Pasien secara acak
ditugaskan untuk menerima perawatan berbasis mentalisasi hingga 3 tahun sebagai
suplemen untuk perawatan biasa mereka atau untuk melanjutkan perawatan biasa mereka
(Bateman & Fonagy, 2004). Temuan awal positif dan pada tindak lanjut 8 tahun tingkat
upaya bunuh diri tetap lebih rendah di antara mereka yang telah menerima perawatan
berbasis mentalisasi.
Dalam satu penelitian, para peneliti membandingkan pengobatan psikodinamik dan
DBT yang serupa dengan kelompok kontrol terapi suportif. Meskipun pengobatan
psikodinamik dan DBT keduanya menyebabkan skor depresi dan kecemasan yang lebih
rendah, terapi psikodinamik tampak lebih efektif daripada DBT dalam mengurangi
kemarahan (Clarkin, Levy, Lenzenweger, et al., 2007).

iii. Schema-Focused Cognitive Therapy of Borderline Personality Disorder

Schema focused cognitive therapy memperkaya terapi kognitif tradisional dengan


fokus yang lebih luas pada bagaimana anteseden anak usia dini dan pola asuh membentuk
pola kognitif saat ini. Dalam terapi yang berfokus pada skema, terapis dan pasien bekerja
untuk mengidentifikasi asumsi maladaptif (skema) yang dipegang klien tentang hubungan
dari pengalaman awalnya. Diasumsikan bahwa orang tersebut juga memiliki skema untuk
hubungan yang sehat, dan tujuan terapi adalah untuk meningkatkan penggunaan skema
yang sehat ini, daripada perilaku otomatis yang mencerminkan skema hubungan yang
bermasalah. Mirip dengan beberapa pendekatan psikodinamik, terapis bekerja untuk
mengubah representasi internal dari hubungan yang diambil dari pengalaman awal yang
sulit. Mirip dengan terapi kognitif lainnya, meskipun, terapis mungkin menekankan pada
bagaimana pola-pola ini diekspresikan dalam kehidupan saat ini dan mungkin
menggunakan tugas pekerjaan rumah untuk mencoba mengubah pola-pola ini. Karena
perawatan ini dirancang untuk mengatasi lebih banyak masalah seumur hidup, bentuk
terapi kognitif khusus ini dapat memerlukan waktu 3 tahun. Meskipun secara tradisional
ditawarkan sebagai terapi individu, versi kelompok CT telah menunjukkan hasil yang
menggembirakan ketika digunakan sebagai suplemen untuk terapi standar untuk
pengobatan BPD (Blum, John, Pfohl, et al., 2008). Dalam satu penelitian, terapi yang
berfokus pada skema menyebabkan lebih banyak pengurangan gejala daripada terapi
psikodinamik (Giesen-Bloo, van Dyck, Spinhoven, et al., 2006). Meskipun secara
tradisional ditawarkan sebagai terapi individu, versi kelompok CT telah menunjukkan hasil
yang menggembirakan ketika digunakan sebagai suplemen untuk terapi standar untuk
pengobatan BPD (Blum, John, Pfohl, et al., 2008). Dalam satu penelitian, terapi yang
berfokus pada skema menyebabkan lebih banyak pengurangan gejala daripada terapi
psikodinamik (Giesen-Bloo, van Dyck, Spinhoven, et al., 2006). Meskipun secara
tradisional ditawarkan sebagai terapi individu, versi kelompok CT telah menunjukkan hasil
yang menggembirakan ketika digunakan sebagai suplemen untuk terapi standar untuk
pengobatan BPD (Blum, John, Pfohl, et al. 2008). Dalam satu penelitian, terapi yang
berfokus pada skema menyebabkan lebih banyak pengurangan gejala daripada terapi
psikodinamik (Giesen-Bloo, van Dyck, Spinhoven, et al., 2006).
BAB II
PENUTUP

Personality disorder adalah pola yang muncul dari pengalaman dan perilaku menyimpang
yang tidak sesuai dengan ekspektasi kultur individual tersebut, bersifat meluas dan tidak fleksibel,
muncul di masa remaja atau masa dewasa awal, stabil kemunculannya, dan mengarah pada distress
atau impairment.
Personality disorder dikelompokkan menjadi tiga kelompok dengan karakteristik yang
khas dan berbeda-beda satu sama lain. Kluster A termasuk paranoid, schizoid, dan schizotypal.
Individu dengan gangguan ini sering tampak aneh atau eksentrik. Kluster B termasuk antososial,
borderline, histrionic, dam narcissistic. Individu dengan gangguan ini sering kali tampak dramatis,
emosional, tak menentu. Kluster C termasuk avoidant, dependent, dan Obsessive-Compulsive.
Individu dengan gangguan ini sering tampak takut dan cemas.
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013). DSM V 5th edition, (Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders V). Wahington, DC : American Psychiatric Association.
Davison, G. C., Johnson, S. L., Kring, A. M., & Neale, J. M. (2012). Abnormal Psychology
(twelfth edition). United States of America: John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai