Anda di halaman 1dari 4

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diabetes Melitus


Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai
akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin
(WHO, 1999).
Seseorang dikatakan menderita diabetes apabila pada pemeriksaan darah dari
pembuluh darah halus (kapiler) glukosa darah lebih dari 120 mg/dL pada keadaan puasa
dan/atau lebih dari 200 mg/dL untuk 2 jam setelah makan. Bila yang diambil darah dari
pembuluh balik (vena) maka kadar glukosa puasa lebih dari 140 mg/dL dan/atau 200
mg/dL untuk 2 jam setelah makan. Glukosa darah yang kurang dari 120 atau 140 mg/dL
pada keadaan puasa namun antara 140–200 mg/dL pada 2 jam setelah makan disebut
sebagai Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) yang tidak memerlukan pengobatan tapi
tetap memerlukan pemantauan secara berkala.
B. Klasifikasi
Menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia (2006) :
a. DM tipe 1
DM tipe 1 ini disebabkan oleh karena adanya proses autoimun / idiopatik yang
menyebabkan defisiensi insulin absolut.
b. DM tipe 2
DM tipe 2 ini bervariasi, mulai dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
C. Patofisiologi
a. Patofisiologi DM tipe 1
DM tipe 1 ini disebabkan oleh karena adanya proses autoimun / idiopatik yang
menyebabkan defisiensi insulin absolut. Ditandai dengan ketidakmampuan
pankreas untuk mensekresikan insulin dikarenakan kerusakan sel beta yang
disebabkan oleh proses autoimun.
b. Patofisiologi DM tipe 2
Pada DM terjadi gangguan pada reaksi RIS (Receptor Insulin Substrate)
sehingga menurunkan jumlah transporter glukosa terutama GLUT 4 yang
mengakibatkan berkurangnya distribusi glukosa kejaringan yang menyebabkan
penumpukan glukosa darah yang pada akhirnya akan menimbulkan hiperglikemia
atau meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh. Pelatihan fisik mempotensiasi
efek olahraga terhadap sensitivitas insulin melalui beberapa adaptasi dalam
transportasi glukosa dan metabolisme. Kegiatan senam diabetes sangat penting
dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar gula darah
dengan cara merangsang stimulasi hormon insulin yang akan mengakibatkan
peningkatan glukosa transporter terutama GLUT 4 yang berakibat pada
berkurangnya resistensi insulin dan peningkatan pengambilan gula oleh otot serta
memperbaiki pemakaian insulin yang berakibat menurunya kadar gula darah post
prandial dan gula darah puasa. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki
dengan berolahraga (Borghouts,2000).
D. Gejala Klinis
Gejala DM dibedakan menjadi akut dan kronik :
1. Gejala akut DM yaitu: polifagia, polydipsia ,poliuria, nafsu makan bertambah namu
berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.
2. Gejala kronik diabetes melitus yaitu: Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih
dari 4kg (Bennet, 2008).
E. Penatalakasanaan DM
1. Edukasi
DM tipe 2 umumnya terjadi dikarenakan adanya pola gaya hidup dan perilaku yang
sudah terbentuk secara mapan. Untuk menuju adanya perubahan perilaku sepert
merokok dan minum minuman beralkohol diperlukan partisipasi aktif
pasien,keluarga, lingkungan. (Dwi,2014)
2. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total,
agar dapat berhasil Terapi Gizi Medis memerlukan keterlibatan menyeluruh dari
anggota (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan, dan pasien itu sendiri). Setiap
penderita diabetes sebaiknya mendapat Terapi Gizi Medis sesuai dengan kebutuhan
agar sasaran terapi dapat tercapai.Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin
(Yunir & Soebardi,2009).
DAFTAR PUSTAKA

Yosmar, R., Almasdy, D., & Rahma, F. (2018). Survei risiko penyakit diabetes melitus
terhadap masyarakat Kota Padang. Jurnal sains farmasi & klinis, 5(2), 134-141.
Kurniawaty, E., & Yanita, B. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
Diabetes Melitus. Jurnal Majority, 5(2), 27-31.
Chaidir, R., Wahyuni, A. S., & Furkhani, D. W. (2017). Hubungan self care dengan kualitas
hidup pasien diabetes melitus. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema
Kesehatan, 2(2), 132-144.
Prawitasari, D. S. (2019). Diabetes melitus dan antioksidan. KELUWIH: Jurnal Kesehatan
dan Kedokteran, 1(1), 48-52.

Anda mungkin juga menyukai