Anda di halaman 1dari 23

SINOPSIS 10

REABILITAS INSTRUMEN, VALIDITAS INSTRUMEN, TEKNIK ANALISIS


DATA DAN META ANALISIS

Disusun Oleh:

Muhammad Syahrul Rahmadoni/19050514067/S1 PTE 2019A

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

2022
1
A. REABILITAS INSTRUMEN
Reliabilitas adalah tingkat konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang
sama dan tes yang sama pula ketika diuji pada waktu yang berbeda. Atau,
konsistensi skor juga dapat diperoleh dengan soal yang berbeda tetapi memiliki
kesamaan dari berbagai aspek.
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang mempunyai
asal kata rely yang artinya percaya dan reliabel yang artinya dapat dipercaya.
Keterpercayaan berhubungan dengan ketepatan dan konsistensi. Test hasil
belajar dikatakan dapat dipercaya apabila memberikan hasil pengukuran hasil
belajar yang relatif tetap secara konsisten. Beberapa ahli memberikan batasan
reliabilitas. Reliabilitas berhubungan dengan akurasi instrumen dalam
mengukur apa yang diukur, kecermatan hasil ukur dan seberapa akurat
seandainya dilakukan pengukuran ulang. Reliabilitas juga dinyatakan sebagai
konsistensi pengamatan yang diperoleh dari pencatatan berulang baik pada
satu subjek maupun sejumlah subjek.
Pada suatu instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data,
reliabilitas skor hasil tes merupakan informasi yang diperlukan dalam
pengembangan tes. Reliabilitas merupakan derajat keajegan (consistency) di
antara dua skor hasil pengukuran pada objek yang sama, meskipun
menggunakan alat pengukur yang berbeda dan skala yang berbeda.
Koefisien reliabilitas dapat diartikan sebagai koefisien keajegan atau
kestabilan hasil pengukuran. Alat ukur yang reliabel akan memberikan hasil
pengukuran yang stabil dan konsisten. Artinya suatu alat ukur dikatakan
memiliki koefisien reliabilitas tinggi manakala digunakan untuk mengukur hal
yang sama pada waktu berbeda hasilnya sama atau mendekati sama. Dalam hal
ini, Reliabilitas merupakan sifat dari sekumpulan skor. Dalam kaitannya
dengan dunia pendidikan, dengan alat ukur yang reliabel, hasil pengukuran
akan sama informasinya walaupun penguji berbeda, korektornya berbeda atau
butir soal yang berbeda tetapi mengukur hal yang sama dan memiliki
karakteristik butir yang sama.
Pendapat lain menyatakan bahwa meskipun tidak ada perjanjian secara
umum, tetapi secara luas dapat diterima bahwa untuk tes yang digunakan

2
untuk membuat keputusan pada siswa secara perorangan harus memiliki
koefisien reliabilitas Reliabilitasminimal sebesar 0,85. Dengan demikian, pada
penelitian ini, tes seleksi digunakan untuk menentukan keputusan pada siswa
secara perorangan, sehingga indeks koefisien reliabilitasnya diharapkan
minimal sebesar 0,85.
Penentuan koefisien realiabilitas instrumen dapat digunakan melalui
berbagai cara. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut.
1. Instrumen Paralel
Pendekatan bentuk-parallel,membutuhkan dua tes yang kedudukannya
saling paralel atau setara. Artinya tes yang akan diestimasi reliabilitasnya
harus mempunyai paralelnya, yaitu tes lain yangjumlah itemnya sama,
setara dan tentunya mempunyai tujuan sama, Dengan bahasa yang
sederhana dapat dikatakan bahwa seorang peneliti harus mempunyai dua
intrumen kembar jika ingin menggunakan tipe pendekatan paralel dalam
mengestimasi reliabilitas instrumennya. Dalam kenyataannya, membuat
dua tes yang paralel adalah sesuatu yang tidak mungkin. Akan tetapi
dengan kajian teori yang prosedur yang tepat, sifat akan bisa didekati.
Mengembangkan dua instrumen tes yang paralel harus memenuhi
syaratsyarta khusus. Syarat tersebut diantaranya mempunyaitujuan yang
sama, item yang sama, batasan yang sama ,jumlah item yang sama,
indicator yang sama dan kata operasional yang mungkin sama. Jika sudah
diperoleh dua instrume yang paralel, maka dengan menghitung korelasi
dari skor hasil tes kedua instrumen, akan diketahui seberapa realiabel
instrumem tersebut.
Hasil tingkat reliabilitas menunjukkan reliabilitas dari dua instrumen
yang saling paralel tersebut. Dua tes yang paralel cenderung akan
menghasilkan nilai koefisien korelasi yang tinggi. Jika dua instrumen tes
yang telah dianggap paralel menghasilkan nilai koefisien korelasi yang
rendah, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut tidak dapat
dipercaya atau tidak reliabel. Jika pada pendekatan test retest harus
dilakukan dalam tenggang waktu tertentu, maka dalam penggunakan
pendekatan paralel waktu tidak menjadi masalah.

3
Akan tetapi dalam pendekatan tes paralel tetep mempunyai kelemahan
terkait efek bawaan yang mungkin terjadi. Hal ini jika tes paralel di lakukan
berturutturut satu salam lain. Kemungkinan peserta tes atau responden
akan meningkatkan performanya dalam tes yang kedua. Tes pertama
dijadikan Latihan dan pengalaman sehingga pada tes kedua hasilnya akan
lebih meningkat. Akan tetapi jika dua tes dilakukan dalam waktu yang
bersamaan dan item soal terlalu banyak, bisa jadi akan menyebabkan efek
kelelahan pada peserta sehingga performa menurun di waktuwaktu
terakhir tes. Untuk mengatasi kendala dalam pendekatan tes bentuk
pararel. Maka soal dapat dibuat dengan urutan item acak yang telah
dicampur dari kedua atau dengan ketentuan tertentu, misalnya nomor
ganjil untuk soal dari instrumen yang pertama dan nomor genap untuk soal
dari instrumen yang kedua. Sebenarnya tantangan dan kelemahan utama
dalam penggunaan pendekatan ini adalah sangat sulit untuk membuat dua
instrumen yang bersifat paralel atau setara satu sama lain.
2. Test Re Test
Metode tes ulang yaitu metode pengujian reliabilitas yang dilakukan
dengan menyajikan sebuah perangkat instrumen kepada kelompok
responden sebanyak dua kali. Hasil pengukuran kedua pengujian
selanjutnya dikorelasikan. Sebuah instrumen dikatakan reliable jika dua kali
pengujian menunjukkan hasil yang stabil. Stabilitas ditunjukkan oleh
korelasi antara skor yang diperoleh dari kedua pengujian.
Alasan digunakan metode ini adalah karena instrumen yang reliabel pasti
akan cenderung menhasilkan skror, nilai yang sama jika diberikan dua kali
kepada responden atau subjek penelitian. Jika hasil tes sebanyak dua kali
tersebut menghasilkan skor yang relatif berbeda, maka instrumen tersebut
dinyatakan sebagai instrumen yang tidak reliabel karena tidak memberikan
hasil yang konsisten. Reliabilitas instrumen dalam metode ini ditunjukkan
melalui suatu koefisien korelasi antara hasil penggunaan instrumen yang
pertama dengan penggunaannya yang kedua. Masalah yang kemungkinan
muncul dari penggunaan metode ini adalah adanya a carry over effect. A
carry over effect adalah ketidak percayaan pada hasil karena insrumen

4
diberikan dua kali pada responden. Artinya ketika responden mengerjakan
soal tes kedua kalinya, pasti pengerjaan tes yang pertama akan sedikit
banyak mempengaruhinya. Responden bisa jadi mengingat jawaban
terdahulu atau memperbaiki kesalahan dari jawabannya yang terdahulu.
3. Metode Belah Dua
Metode belah dua yaitu uji reliabilitas yang dilakukan jika peneliti yang
hanya mengembangkan satu perangkat instrumen dan tidak ingin
mengujicobakan dua kali. Metode ini dilakukan dengan cara membagi butir
perangkat menjadi dua belahan, selanjutnya mengkorelasikan skor total
kedua belahan. Setiap butir dalam instrumen harus mengukur hal yang
sama, sehingga korelasi antara mereka harus tinggi. Oleh karena butir akan
dibagi menjadi dua yang sama besar, maka jumlah butir instrumen harus
genap. Retnowati (2017) menyebutkan beberapa formula reliabilitas yang
menggunakan metode belah dua antara lain adalah sebagai berikut.
a. Rumus Spearman-Brown
2r 1 1
22
r 11 =
1+r 1 1
22

r 11 = Koefisien reliabilitas
r 12 = Koefisien korelasi antara belahan 1 dan 2
b. Rumus Rulon
2
S(1−2 )
r 11=1−
S 2t
2
S(1−2 ) = Variansi selisih skor belahan 1 dan 2
c. Rumus Flagnan
S21 + S22
r 11 =2(1− )
S 2t
2
S1 = Variansi belahan 1

S22 = Variansi belahan 2


4. Kurder Richardson
Kuder-Richardson merupakan salah satu uji reliabilitas yang dilakukan
jika jumlah butir instrumen berjumlah ganjil. Di antara beberapa rumus

5
Kuder dan Richardson, KR-20 dan KR-21 merupakan rumus yang paling
banyak digunakan.
a. KR-20
KR-20 digunakan untuk analisis butir dikotomi, seperti 1-0, benar salah,
ya-tidak, hidup-mati. Adapun rumus dari KR-20 adalah sebagai
berikut.

r 11 = ( )(
n
n−1
S2t + ∑ pq
2
St )
n = Jumlah butir
p = Proporsi skor yang diperoleh
q = Proporsi skor maksimum dikurangi skor yang diperoleh
2
St = Variansi total
b. KR-21
KR-21 digunakan untuk instrumen yang menggunakan skor 0 dan 1,
skala Likert (musalnya, 1-2-3-4-5), dan penilaian tes dalam bentuk
uraian. Untuk rumus dari KR-21 adalah sebagai berikut.

r 11 = ( )(
n
n−1
1−
M ( n−M )
n S2t )
n = Jumlah butir
M = Rata-rata skor total
2
St = Variansi total
5. Hyot
Hyot merupakan salah satu metode perhitungan koefisien reliabilitas lain
yang dilakukan jika jumlah butir instrumen berjumlah ganjil dengan
persamaan berikut.
V (s)
r 11=1−
V (r)
r 11 = Koefisien reliabilitas
V(r)=Varian responden
V(s)= Varian sisa
6. Alpha Cronbach

6
Alpha Cronbach merupakan salah satu metode perhitungan koefisien
reliabilitas lain yang dilakukan jika jumlah butir instrumen berjumlah ganjil
dengan persamaan berikut.

( )(
r 11=
n
n−1
1−
∑ S 2i
∑ S 2t )
n = Jumlah butir
S2i = Variansi butir
2
St = Variansi total
B. VALIDITAS INSTRUMEN
Validitas dalam suatu instrumen penelitian adalah untuk menunjukkan
ketercapaian atau keberhasilan suatu alat dalam mengukur apa yang hendak
diukur. Prinsip instrument tes adalah valid tetapi tidak bersifat universal.
Derajat validitas hanya berlaku untuk satu kelompok tertentu yang memang
telah direncanakan pemakaiannya oleh si peneliti. Misalnya instrumen tes ini
akan valid jika diujikan dalam kelom A, tetapi belum tentu valid jika diujikan
kepada kelompok B.
Secara metodologis, validitas merupakan suatu tes yang dapat dibedakan
menjadi empat macam jenis, yaitu validitas isi, konstruk, konkuren dan
prediksi. Keempat jenis ini dapat dibedakan lagi menjadi dua macam validitas
berdasarkan rentetan berfikirnya, yaitu validitas logic dan validitas empiris.
Validitas logic pada prinsipnya mencakup validitas isi, yang ditentukan
berdasarkan pertimbangan (judgment) dari para pakar. Sedangkan validitas
empiris ditentukan dengan menghubungkan performasi sebuah tes terhadap
criteria penampilan tes yang lainnya dengan menggunakan formulasi statistik.
Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan lain yang menyebutkan bahwa
validitas merupakan kebijakan evaluatif yang terintegrasi tentang sejauhmana
fakta empiris dan alasan teoretis mendukung kecukupan dan kesesuaian
inferensi dan tindakan berdasarkan skor tes atau skor suatu instrumen.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa validitas
akan menunjukkan dukungan fakta empiris dan alasan teoritis terhadap
terhadap interpretasi skor tes atau skor suatu instrumen, dan terkait dengan
kecermatan pengukuran.
7
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil tes evaluasi tidak valid. Beberapa
faktor tersebut secara garis besar dapat dibedakan menurut sumbernya, yaitu
faktor internal dari tes, faktor eksternal tes, dan faktor yang berasal dari siswa
yang bersangkutan. Diantaranya sebagai berikut.
1. Faktor yang berasal dari dalam tes
a. Arahan tes yang disusun dengan makna tidak jelas sehingga dapat
mengurangi validitas tes.
b. Kata-kata yang digunakan dalam struktur instrumen evaluasi, tidak
terlalu sulit.
c. Item tes dikonstruksi dengan jelas.
d. Tingkat kesulitan item tes tidak tepat dengan materi pembelajaran yang
diterima siswa.
e. Waktu yang dialokasikan tidak tepat, hal ini termasuk kemungkinan
terlalu kurang atau terlalu longgar.
f. Jumlah item terlalu sedikit sehingga tidak mewakili sampel.
g. Jawaban masing-masing item evaluasi bisa diprediksi siswa.
2. Faktor yang berasal dari administrasi dan skor tes
a. Waktu pengerjaan tidak cukup sehingga siswa dalam memberikan
jawaban dalam situasi tergesa-gesa.
b. Adanya kecurangan dalam tes sehingga tidak membedakan antara
siswa yang belajar dengan melakukan kecurangan.
c. Pemberian petunjuk dari pengawas yang tidak dapat dilakukan pada
semua siswa.
d. Teknik pemberian skor yang tidak konsisten.
e. Siswa tidak dapat mengikuti arahan yang diberikan dalam tes baku.
f. Adanya joki (orang lain bukan siswa) yang masuk dalam menjawab
item tes yang diberikan.
3. Faktor yang berasal dari jawaban siswa
Menurut Sukardi (2009) seringkali terjadi bahwa interpretasi terhadap
item-item tes evaluasi tidak valid, karena dipengaruhi oleh jawaban siswa
dari pada interpretasi item-item pada tes evaluasi.
Adapun beberapa jenis validitas, diantaranya sebagai berikut.

8
1. Validitas Konstruk (Construc Validity)
Validitas konstruk adalah validitas yang menunjukkan sejauhmana
instrumen mengungkap suatu kemampuan atau konstruk teoretis tertentu
yang hendak diukurnya. Prosedur validasi konstruk diawali dari suatu
identifikasi dan batasan mengenai variabel yang hendak diukur dan
dinyatakan dalam bentuk konstruk logis berdasarkan teori mengenai
variabel tersebut. Dari teori ini ditarik suatu konskuensi praktis mengenai
hasil pengukuran pada instrumen kondisi tertentu, dan konskuensi inilah
yang akan diuji. Apabila hasilnya sesuai dengan harapan maka instrumen
itu dianggap memiliki validitas konstruk yang baik.
Adapun proses melakukan validitas konstruk dapat dilakukan dengan
cara melibatkan hipotesis testing yang dideduksi dari teori yang
menyangkut dengan konstruk yang relevan. Misalnya jika suatu teori
kecemasan menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kecemasan yang
lebih tinggi akan bekerja lebih lama untuk menyelesaikan suatu masalah,
dibandingkan dengan orang yang memiliki tingkat kecemasan yang
rendah. Tetapi jika yang berlaku malah sebaliknya, bukan berarti bahwa tes
yang sudah baku tadi berarti tidak melakukan pengukuran terhadap
kecemasan seseorang. Atau dengan kata lain hipotesis yang berhubungan
dengan tingkah laku seseorang dengan kecemasan tinggi tidak benar. Dari
kasus tersebut mengindikasikan bahwa konstruk yang berhubungan
dengan orang yang memiliki kecemasan tinggi memerlukan kajian ulang
guna mendapatkan koreksi dan untuk melakukan penyesuaian kembali.
2. Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi adalah derajat dimana sebuah tes dapat mengukur kecakupan
substansi yang ingin diukur. Dua aspek yang sangat penting untuk
memperoleh validitas isi ialah valid isi itu sendiri dan valid teknik dalam
melakukan sampling. Validitas isi mencakup hal-hal yang berkaitan dengan
suatu item yang bertujuan untuk menggambarkan pengukuran dalam suatu
cakupan yang hendak diukur. Sedangkan validitas sampling merupakan
istrumen yang berkaitan dengan pengujian bagaimanakah baiknya suatu
sampel tes dapat mempresentasikan total cakupan isi yang diteliti.

9
Validitas isi mempunyai peran yang sangat penting untuk tes pencapaian.
Validitas isi pada umumnya ditentukan melalui pertimbangan para ahli.
Tidak ada formula matematis untuk menghitung dan tidak ada cara untuk
menunjukkan secara pasti. Melainkan fungsi validitas isi adalah untuk
menggambarkan bagaimana suatu tes divalidasi dengan menggunakan
validitas isi. Langkah melakukan pertimbangan para ahli untuk melakukan
validitas isi seperti beriktu. Pertama, para ahli diminta untuk mengamati
secara cermat semua item dalam tes yang hendak divalidasi. Kemudian
mereka diminta untuk mengkoreksi semua item yang telah dibuat. Pada
akhir perbaikan, mereka diminta untuk memberikan pertimbangan tentang
bagaimana tes tersebtu dapat menggambarkan cakupan isi yang hendak
diukur. Pertimbangan para ahli tersebut biasanya juga menyangkut
kemampuan instrument tersebut dalam mengukur semua aspek yang
diwakilkan oleh item soal terhadap apa yang hendak diukur. Atau dengan
kata lain, membandingkan antara apa yang harus dimasukkan dengan apa
yang hendak diukur dan direfleksikan menjadi tujuan tes.
3. Validitas Muka (Face Validity)
Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya
karena hanya didasarkan pada penilaian tes selintas mengenai isi alat ukur,
apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur
maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi. Apabila penilaian tes
telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang
hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah
terpenuhi.
4. Validitas Butir (Item Validity)
Validitas butir disebut juga dengan validitas internal. Validitas butir
memperlihatkan seberapa jauh hasil ukur butir tersebut konsisten dengan
hasil ukur instrumen secara keseluruhan. Oleh karena itu, validitas butir
tercermin pada besaran koefisien korelasi antara skor butir dan skor total
instrumen. Jika koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
instrumen positif dan signifikan, maka butir tersebut dapat dianggap valid
berdasarkan ukuran validitas butir.

10
Validitas butir digunakan pada analisis butir dalam rangka uji coba
pengukuran untuk memperbaiki alat ukur. Melalui validitas butir, ada butir
yang dapat dipertahankan di dalam alat ukur serta ada butir yang perlu
dibuang, diperbaiki, atau diganti. Diharapkan melalui uji coba dan
perbaikan yang berulang-ulang, kita akan memperoleh alat ukur yang baik
dan dapat dipercaya.
5. Validitas Prediktif (Predictive Validity)
Menurut Rakhmat dan Solehuddin (2006: 69), Validitas prediktif
menunjukkan kepada tingkat ketepatan skor atau performan tes dalam
memprediksi performan atau prestasi mendatang. Selanjutnya menurut
Surapranata (2006: 54) Hubungan antara skor tes yang diperoleh peserta tes
dengan keadaan yang akan terjadi diwaktu yang akan datang.  Berdasarkan
beberapa definisi menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan validitas prediktif adalah tingkat ketepatan skor tes
dalam memprediksi prestasi mendatang.
Validitas prediktif termasuk dalam validitas berdasar kriteria (criterion-
related validity). Validitas prediktif sangat penting artinya bila tes
dimaksudkan berfungsi sebagai prediktor bagi performansi di waktu yang
akan datang.  Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini
antara lain adalah dalam bimbingan karir, seleksi mahasiswa baru,
penempatan karyawan, dan semacamnya.
Koefisien korelasi antara skor alat ukur dan kriteria merupakan petunjuk
mengenai saling hubungan antara skor alat ukur dengan skor kriteria dan
merupakan koefisien validitas prediktif. Apabila koefisien ini diperoleh dari
sekelompok individu yang merupakan sampel yang representatif, maka alat
ukur yang telah teruji validitasnya akan mempunyai fungsi prediksi yang
sangat berguna dalam prosedur alat ukur di masa datang.
Adapun validitas prediktif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
hubungan antara skor tes yang diperoleh siswa dalam tes APM (Advances
Progressive Matrices) dan IST (Intelligenz Strukture Test) dengan prestasi
belajar yang dicapai.
6. Validitas Konkuren (Concurrent Validity)

11
Validitas konkuren disebut juga dengan validitas bandingan. Validitas
bandingan artinya kejituan daripada suatu tes dapat dilihat dari korelasinya
terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat kini secara riil. Cara yang
digunakan untuk menilai validitas bandingan adalah dengan cara
mengkorelasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil-
hasil yang dicapai dalam tes yang sejenis yang diketahui mempunyai
validitas tinggi (misalnya tes standar). Tinggi rendahnya koefisien korelasi
yang diperoleh menunjukkan tinggi rendahnya validitas tes yang akan kita
nilai kualitasnya.
C. TEKNIK ANALISIS DATA
Secara umum, pengertian analisis data adalah langkah mengumpulkan,
menyeleksi, dan mengubah data menjadi sebuah informasi. Kegiatan ini
umumnya diterapkan pada institusi pendidikan, namun ada juga sebuah
profesi yang memang khusus melakukan teknik pengkajian data setiap harinya.
Pengolahan data dan analisis data itu memiliki makna yang berbeda, tetapi
seringkali digunakan secara bergantian. Pengolahan data adalah mengubah
data mentah menjadi data yang lebih bermakna. Adapun teknik dalam
menganalisis data adalah sebagai berikut.
1. Uji T Satu Sampel
Uji-t satu sampel merupakan salah satu prosedur pengujian statistik yang
cukup populer digunakan oleh banyak peneliti. Bila ingin menguji satu
variabel dengan jumlah yang relatif terbatas, maka menggunakan uji-t satu
sampel.
2. Uji Dua Sampel Berhubungan
Ketika membandingkan dua kelompok satu sama lain, harus dibedakan
antara dua kasus, dalam kasus pertama membandingkan dua nilai yang
direkam dari subjek yang sama pada dua waktu tertentu. Uji-t sampel
berpasangan atau berhubungan juga disebut uji-t sampel dependen.
3. Uji Dua Sampel Terpisah
Tes kedua untuk membandingkan dua kelompok independen, misalnya,
membandingkan efek dari dua obat yang diberikan kepada dua kelompok
pasien yang berbeda, dan membandingkan bagaimana kedua kelompok

12
tersebut merespons maka disebut uji-t sampel trpisah atau uji-t untuk dua
kelompok independen. Jika ada dua sampel independen, varians dari
selisih antara rata-rata mereka adalah jumlah dari varian yang terpisah, jadi
kesalahan standar dari perbedaan rata-rata adalah akar kuadrat dari jumlah
varian terpisah.
4. Korelasi Product Moment Pearson
Korelasi product moment pearson, atau dengan simbol (r), ini paling populer
dan sering digunakan oleh mahasiswa dan peneliti. Korelasi ini
dikemukakan oleh Karl Pearson tahun 1900. Fungsi dari korelasi ini adalah
untuk mengetahui derajat hubungan dan kontribusi variabel bebas
(independent) dengan variabel terikat (dependent). Teknik analisis korelasi
product moment pearson ini termasuk teknik statistik parametrik yang
menggunakan data interval dan ratio dengan persyaratan tertentu. Sebagai
contoh adalah ketika data dipilih secara acak (random), kemudian datanya
berdistribusi normal, data yang dihubungkan berpola linier dan data yang
dihubungkan mempunyai pasangan yang sama sesuai dengan subjek yang
sama. Jika semua syarat itu terpenuhi, maka korelasi ini bisa digunakan,
namun jika salah satu tidak terpenuhi, maka analisis ini tidak bisa
dilakukan.
Adapun rumus dari korelasi product moment pearson adalah sebagai
berikut.
a. Rumus 1
r =¿ ¿
b. Rumus 2
r =¿ ¿

c. Rumus 3
( ∑ x . y)
r=
√ (∑ x )(∑ y )
2 2

Ketentuan dari teknik ini adalah r tidak boleh kurang dari -1 dan tidak
boleh lebih dari 1 (-1 < r < 1). Apabila nilai r = -1 maka berarti korelasinya

13
negatif sempurna, jika nilai r = 0 artinya tidak ada korelasi, dan jika nilai r =
1 artinya korelasinya sangat kuat. Sedangkan arti setiap harga r adalah
sebagai berikut.
a. Interval koefisien 0,80 – 1,00 memiliki arti tingkat hubungan yang
sangat kuat.
b. Interval koefisien 0,60 – 0,79 memiliki arti tingkat hubungan yang kuat.
c. Interval koefisien 0,40 – 0,59 memiliki arti tingkat hubungan yang
cukup kuat.
d. Interval koefisien 0,20 – 0,39 memiliki arti tingkat hubungan yang
rendah.
e. Interval koefisien 0,00 – 0,19 memiliki arti tingkat hubungan yang
sangat rendah.
Setelah diujikan pada korelasi product moment pearson, kemudian nilai r itu
sendiri bisa digunakan untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan
variabel X terhadap Y, artinya pada koefisien determinasi ini bisa
digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabel Y di pengaruhi oleh
variabel X yang di ujikan pada data tersebut. Koefisien determinasi bisa
dinyatakan sebagai seberapa besar kemampuan semua variabel bebas (X)
dalam menjelaskan varians dari variabel terikatnya (Y). Secara sederhana,
koefisien determiasi ini dihitung dengan mengkuadratkan nilai korelasi nya
(r), sehingga dapat di rumuskan sebagai berikut.
KD = R = r2 x 100%
Dengan keterangan sebagai berikut.
KD (R) = Nilai Koefisien Determinasi
r = Nilai Koefisien Korelasi
Penggunakan R Square (R Kuadrat) sering menimbulkan permasalahan,
yaitu bahwa nilainya akan selalu meningkat dengan adanya penambahan
variabel bebas dalam suatu model. Hal ini akan menimbulkan bias, karena
jika ingin memperoleh model dengan R tinggi, seorang penelitian dapat
dengan sembarangan menambahkan variabel bebas dan nilai R akan
meningkat, tidak tergantung apakah variabel bebas tambahan itu
berhubungan dengan variabel terikat atau tidak.

14
Oleh karena itu, banyak peneliti yang menyarankan untuk menggunakan
Adjusted R Square. Interpretasinya sama dengan R Square, akan tetapi nilai
Adjusted R Square dapat naik atau turun dengan adanya penambahan
variabel baru, tergantung dari korelasi antara variabel bebas tambahan
tersebut dengan variabel terikatnya. Nilai Adjusted R Square dapat bernilai
negatif, sehingga jika nilainya negatif, maka nilai tersebut dianggap 0, atau
variabel bebas sama sekali tidak mampu menjelaskan varians dari variabel
terikatnya.
Setelah hasil korelasi (r) kemudian di lanjutkan dengan R atau
determinasi, maka langkah selanjutnya adalah dengan pengujian signifikasi.
Hal ini berguna apabila peneliti ingin mencari makna hubungan atau
korelasi antara variabel X terhadap variabel Y. Adapun untuk rumus uji nya
adalah dengan uji t, yaitu sebagai berikut.
r √ n−2
t hitung=
√ 1−r 2
Keterangan:
T hitung = Nilai t
r = Nilai Koefisien Korelasi
n = Jumlah Sampel

5. Korelasi Tata Jenjang Spearman


Korelasi tata jenjang Spearman adalah salah satu teknik analisis statistik
yang digunakan untuk menghitung korelasi antara dua kelompok data
(variabel) yang sama-sama berskala atau berjenis ordinal (rangking,
tingkatan, urutan, atau jenis rasio yang diordinalkan).
2
6£ D
ρ=1− 2
N (N −1)

Dengan keterangan sebagai berikut.

ρ = koefisien korelasi tata jenjang Spearman yang dicari.

D = Difference (perbedaan skor antar dua kelompok pasangan).

N = Jumlah kelompok.
15
Setelah perhitungan  diselesaikan, maka langkah berikutnya
adalahmenarik kesimpulan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut.
a. Nilai  adalah nilai r empirik, kemudian konsultasikan dengan r tabel
pada tabel nilai-nlai kritis korelasi tata jenjang Spearman (nilai-nilai ).
b. Tentukan taraf signifikansi 5% (taraf kepercayaan 95%) atau taraf
signifikansi 1% (taraf kepercayaan 99%).
c. Mencari N dalam tabel
d. Apabila r empirik lebih besar sama dengan r tabel, maka H0 ditolak,
dan juga sebaliknya. Apabila r empirik lebih kecil sama dengan r tabel,
maka H0 diterima.
e. Kemudian menulis kesimpulan akhir dengan menggambarkan tingkat
korelasinya (positif atau negatif).
6. Korelasi Phi
Korelasi phi merupakan salah satu teknik analisis korelasional yang
digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel X dan variabel Y.
Korelasi phi digunakan apabila data variabel X dan data variabel Y sama-
sama berjenis nominal (diskrit) dan dikotomis. Artinya data variabel X dan
Y hanya dibagi dalam dua kategori, tidak lebih dari dua kategori. Bila lebih
dari dua kategori, maka peneliti disarankan untuk menggunakan rumus
kai kuadrat (χ2 ) atau koefisien kontingensi (KK).
ad−bc
∅=
√( a+b)(c +d )(a+ c)(b+ d)
7. Korelasi Parsial
Korelasi antar variabel dengan analisis terhadap variabel secara
berpasangan, yaitu satu variabel bebas (X) dan satu variabel terikat (Y)
dengan tanpa mempertimbangkan, menghitung, atau melibatkan variabel
bebas lain (X2, X3, ... Xn) yang diduga kuat serta berkorelasi dan
berkontribusi terhadap kondisi variabel terikat (Y). Dalam korelasi parsial
ada variabel yang dikontrol dan variabel yang mengontrol. Pengertian
dikontrol di sini adalah meniadakan korelasi atau pengaruh variabel
kontrol terhadap variabel yang sedang dianalisis koefisien korelasinya.

16
Apabila dikehendaki, analisis terhadap korelasi satu variabel bebas
dengan satu variabel terikat tersebut dapat dikontrol oleh satu, dua atau
lebih variabel bebas yang lain. Sehingga terciptalah jenjang analisis korelasi
parsial, yaitu korelasi parsial jenjang pertama, korelasi parsial jenjang
kedua, korelasi parsial jenjang ketiga dan seterusnya.
Korelasi parsial merupakan kelanjutan dari korelasi antar variabel
(korelasi jenjang nihil). Oleh karenanya, perhitungan atau analisis korelasi
parsial dapat dilakukan setelah analsisi korelasi antar variabel (jenjang
nihil) dilakukan, Korelasi parsial bertujuan mencari atau menghitung
korelasi yang lebih murni dan lebih bersih dari dua variabel yang sedang
dianalisis. Semakin tinggi jenjang korelasi parsial yang dilakukan, maka
semakin murni dan bersih hasil koefisien korelasi yang didapatkan, serta
semakin dapat dipertanggung-jawabkan. Oleh karena itu, hasil koefisien
korelasi yang diperoleh melalui analisis korelasi antar variabel (jenjang
nihil) dan korelasi parsial sangat mungkin berbeda. Boleh jadi hasil tersebut
signifikan pada korelasi antar variabel (jenjang nihil) namun tidak
signifikan pada korelasi parsial.
Adapun jenis korelasi parsial, diantaranya sebagai berikut.
a. Korelasi Parsial Jenjang Pertama
Korelasi parsial jenjang pertama adalah sebuah analisis korelasi antara
dua variabel yang dikontrol oleh satu variabel lain. Artinya, dalam
korelasi jenjang pertama terdapat satu ubahan yang dikontrol.
Adapun rumus dari korelasi jenjang pertama adalah sebagai berikut.

r y 1−( r y 2 ) ( r 12 )
r y1.2 =
√ (1−r y2
2
)( 1−r 122 )
Dengan keterangan sebagai berikut.
r y1.2 = Korelasi antara variabel Y dan variabel X1, dikontrol oleh variabel
X2
r y2 = Korelasi antara variabel Y dengan variabel X2.
r 12 = Korelasi antara variabel X1 dengan variabel X2.
b. Korelasi Parsial Jenjang Kedua
17
Korelasi parsial jenjang kedua adalah sebuah analisis korelasi antara
dua variabel yang dikontrol oleh dua variabel lain. Dasar analisis
korelasi parsial jenjang kedua adalah hasil dari analisis jenjang pertama.
Begitu pula hasil dari korelasi jenjang kedua, akan menjadi dasar dari
analisis jenjang ketiga dan seterusnya.
Pada analisis korelasi parsial jenjang kedua ini akan dilakukan analisis
sebanyak 3 kali; yaitu: (1) korelasi variabel kriterium (Y) dengan
variabel prediktor (X1) dengan dikontrol oleh variabel prediktor X2 dan
X3, (2) korelasi variabel kriterium (Y) dengan variabel prediktor (X2)
dengan dikontrol oleh variabel prediktor X1 dan X3, dan (3) korelasi
variabel kriterium (Y) dengan variabel prediktor (X3) dengan dikontrol
oleh variabel prediktor X1 dan X2.
Adapun rumusnya adalah sebagai berikut.
r y 1−2−( r y 3−2 ) ( r 13−2 )
r y1.23=
√ (1−r y 3−2
2
)( 1−r 13−22 )
r y 2−1−( r y 3−1 ) ( r 23−1 )
r y2.13=
√ (1−r y 3−1
2
)( 1−r 23−12 )
r y 3−1−( r y2−1 ) ( r 32−1 )
r y3.12=
√ (1−r y 2−1
2
)(1−r 32−12 )
Dengan keterangan sebagai berikut.
r y1.23 = korelasi variabel Y dan variabel X1 dikontrol oleh variabel X2
dan X3
r y2.13 = korelasi variabel Y dan variabel X2 dikontrol oleh variabel X1
dan X3
r y3.12 = korelasi variabel Y dan variabel X3 dikontrol oleh variabel X1
dan X2
c. Korelasi Parsial Jenjang Seterusnya
Untuk rumus umum dari korelasi parsial jenjang keberapapun dari
korelasi-korelasi jenjang yang lebih rendah adalah sebagai berikut.
r y 1−23 ….(k−1)−( r yk−23 … .(k−1) )( r 1 k−23… .(k−1) )
r y1−23 …. k =
√( 1−r 2
yk −23… .(k−1) )(1−r 21 k−23… .(k−1) )

18
Uji signifikansi korelasi parsial dilakukan menggunakan uji t. Uji
signifikansi dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel
pada taraf signifikansi yang telah ditetapkan. Jika nilai t hitung lebih
besar daripada nilai t tabel pada taraf signifikansi yang ditetapkan
berarti hubungan variabel X dan Y adalah signifikan maka hipotesis
nihil ditolak. Jika demikian maka korelasi antara variabel X dan Y tidak
dipengaruhi oleh variabel Z. Rumus untuk uji signifikansi adalah
sebagai berikut.
r XY .Z
t=


2
1−r XY . Z
N −3
8. Korelasi Point-Biserial
Korelasi point biserial digunakan untuk menganalisis hubungan antara
satu variabel yang berdata interval/rasio dan satu variabel yang berdata
nominal dikotomis (belah dua), seperti jenis kelamin (laki-laki dan
perempuan), pendidikan (umum dan kejuruan), pegawai (negeri dan
swasta), dan sebagainya.
X p −X q
r pbi = √ pq
s
Dengan keterangan sebagai berikut.
r pbi = koefisien korelasi point biserial yang dicari
X p = rata-rata hitung data interval dari subyek berkategori 1
X q = rata-rata hitung data interval dari subyek berkategori 0
s= simpangan baku dari keseluruhan data interval
p= proporsi kasus berkategori 1
q = proporsi kasus berkategori 0

Hasil perhitungan r pbi diuji signifikasinya dengan menggunakan rumus t.

t=r pbi
√ N −2
1−r pbi
Hasil perhitungan t atau t hitung ini dikonsultasikan dengan nilai-nilai
kritis t pada t tabel, dengan db (N-2) dan pada taraf signifikansi 5% dan 1%.
Jika th > tt maka H0 ditolak dan H1 diterima.
19
D. META ANALISIS
Meta analisis merupakan suatu teknik statistika yang mengabungkan dua
atau lebih penelitian sejenis sehingga diperoleh paduan data secara kuantitatif.
Dilihat dari prosesnya, meta-analisis merupakan suatu studi observasional
retrospektif, dalam artian peneliti membuat rekapitulasi data tanpa melakukan
manipulasi eksperimental.
Meta-analisis lebih tidak bersifat subjektif dibandingkan dengan metode
tinjauan lain. Meta analysis tidak fokus pada kesimpulan yang didapat pada
berbagai studi, melainkan fokus pada data, seperti melakukan operasi pada
variabel- variabel, besarnya ukuran efek, dan ukuran sampel. Untuk
mensintesis literatur riset, meta-analisis statistikal menggunakan hasil akhir
dari studi-studi yang serupa seperti ukuran efek, atau besarnya efek. Fokus
pada ukuran efek dari penemuan empiris ini merupakan keunggulan meta-
analisis dibandingkan dengan metode tinjauan literatur lain.
Meta analisis mencakup analisis konten (content analysis) yang mengkode
karakteristik dari suatu penelitian, misalnya umur, tempat penelitian, atau
domain tertentu dalam bidang kelimuan tertentu. Effect size yang memiliki
karakteristik sama dikelompokkan bersama dan dibandingkan.
Effect size adalah indeks kuantitatif yang digunakan untuk merangkum hasil
studi dalam analisis meta. Artinya, effect size mencerminkan besarnya
hubungan antar variabel dalam masing-masing studi. Pilihan indeks effect size
bergantung pada jenis data yang digunakan dalam studi. Meta analisis juga
mempunyai kelebihan yaitu sebagai berikut.
1. Prosedur meta menerapkan disiplin yang berguna dalam proses
merangkum temuan penelitian.
2. Meta analisis merupakan studi yang dilakukan dengan cara yang lebih
canggih dari pada prosedur peninjauan konvensional yang cenderung
mengandalkan ringkasan kualitatif atau “vote-counting”.
3. Meta analisis mampu menemukan pengaruh atau hubungan yang
dikaburkan dalam pendekatan lain untuk meringkas penelitian.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut, analisis meta juga memiliki beberapa
kekurangan. Analisis ini membutuhkan waktu yang lebih lama dalam

20
penyelesaiannya dari pada review penelitian kualitatif konvensional. Selain itu,
dalam melaksanakan analisis meta seorang peneliti membutuhkan
pengetahuan yang khusus dalam memilih dan mengkomputasi effect size yang
tepat dan menganalisis secara statistika.
Analisis meta mempunyai tiga langkah utama yaitu merumuskan
pertanyaan penelitian analisis meta yang akan dilakukan, mengumpulkan
studi-studi atau hasil penelitian sebagai bahan analisis meta, menghitung effect
size, dan menyusun laporan hasil analisis.
Berbagai ukuran efek statistik yang digunakan untuk mengkode berbagai
bentuk temuan penelitian kuantitatif dalam meta analisis didasarkan pada
konsep standarisasi. Statistik effect size menghasilkan standarisasi statistik dari
temuan penelitian sehingga nilai numerik yang dihasilkan dapat ditafsirkan
secara konsisten di semua variabel dan ukuran yang terlibat. Standarisasi dalam
konteks ini memiliki arti yang sama persis bila kita berbicara tentang standar
skor dalam pengujian dan pengukuran. Dengan cara yang sama, statistik
ukuran efek yang paling umum dalam analisis meta membakukan variasi
dalam distribusi sampel skor untuk ukuran yang diminati. Oleh karena itu,
kunci dalam meta analisis adalah menentukan effect size yang mampu mewakili
temuan kuantitatif dari sekumpulan studi penelitian dalam bentuk standar
yang memungkinkan perbandingan numerik dan analisis bermakna di seluruh
penelitian. Meta analis harus menggunakan statistik effect size yang memberikan
standarisasi yang sesuai untuk desain penelitian tertentu, bentuk temuan
kuantitatif, variabel, dan operasionalisasi yang disajikan dalam rangkaian
penelitian yang sedang diselidiki. Ada banyak effect size yang bisa diterapkan
untuk satu keadaan atau keadaan lain, namun, dalam praktiknya, hanya sedikit
yang banyak digunakan. Sebagian besar temuan empiris masuk dalam salah
satu dari beberapa kategori generik dimana statistik ukuran efek spesifik dan
prosedur statistik terkait dikembangkan dan diakui secara luas. Adanya effect
size menjadikan meta-analisis mungkin untuk dilakukan, karena effect size
diperoleh dari dependent variable. Effect size menstandarisasi temuan dari
berbagai macam studi yang dapat secara langsung dibandingkan. Indeks
standar yang dapat digunakan sebagai effect size adalah standarized mean

21
difference, koefisien korelasi, dan odds-ratio, asalkan mempunyai karakteristik
yaitu dapat dibandingkan antar penelitian, menunjukkan besaran dan arah
hubungan yang diminati, serta ukuran sampel yang independen. Perbedaan
pada suatu meta analsis dapat disebabkan karena perbedaan penggunaan
statistika dalam penelitian dan belum adanya tansformasi data menjadi data
yang sudah terstandarisasi. Dalam satu meta analisis dapat mencakup lebih
dari satu jenis analisis statistika misalnya t-test, anova, multipel regresi,
korelasi, oods ratio, atau chi-square yang kemudian harus diubah dalam bentuk
effect size. Terdapat bermacam-macam jenis effect size yaitu effect size berdasarkan
rata-rata (mean), effect size berdasarkan data biner, effect size berdasarkan data
korelasi.

DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Ismet. 2022. Analisis korelasi. Power Point Bahan Ajar Mata Kuliah Metodologi
Penelitian.

Hasan, I. (2006). Analisis data penelitian dengan statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Mundir, H. (2012). Statistik pendidikan pengantar analisis data untuk penulisan skripsi dan
tesis. Jember: STAIN Jember Press.

Sudjana.(1992). Teknis analisis regresi dan korelasi. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2006). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2015). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan


R&D). Bandung: Alfabeta.

Sukardi. (2009). Metodologi penelitian pendidikan (kompetensi dan praktiknya). Jakarta:


Bumi Aksara.

Suryabrata, Sumadi. (2011). Metodologi penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rahmat, C., & Solehudin. (2006). Pengukuran dan hasil belajar. Bandung: Andira

22

Anda mungkin juga menyukai