Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN POLIO

Dosen Pembimbing:
Ns. Lasmina, S.Kep

Disusun Oleh :
TK 2B
Nama Kelompok:

Haria Dini Bunga Pertiwi


Jasmin Rahmatillah
Maisan
Nurleili
Rauzatul Jannah
Risa Maulia
Rizki Fajar Rifani
Suhendra
AKPER KESDAM ISKANDAR MUDA LHOKSEUMAWE
DIPLOMA III KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN POLIO” dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi
pendidikan dalam profesi keperawatan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikansangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Lhokseumawe, Mei 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................. i
Daftar Isi...................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan.....................................................................................
A. Latar Belakang Masalah...................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................
C. Tujuan Penulisan..............................................................................
D. Manfaat Penulisan............................................................................

BAB II TINJAUAN TEORITIS...............................................................


A. Konsep Teori.......................................................................................
2.1 Pengertian......................................................................................
2.2 Etiologi...........................................................................................
2.3 Patofisiologi...................................................................................
2.4 Manifestasi Klinis..........................................................................
2.5 Klasifikasi......................................................................................
2.6 Komplikasi.....................................................................................
2.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................
2.8 Penatalaksanaan.............................................................................
B. Asuhan Keperawatan pada pasien anak yang menderita Polio........
2.1.1 Perencanaan...................................................................................
2.1.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................
2.1.3 Perencanaan...................................................................................
2.1.4 Implementasi..................................................................................
2.1.5 Evaluasi..........................................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................
3.1 Kesimpulan.....................................................................................
3.1 Saran...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Poliomyeilitis atau sering disebut polio adalah penyakit akut yang menyerang
sistem saraf perifer yang disebabkan oleh virus polio. Penyakit poliomyelitis paling
banyak menyerang pada anak – anak di bawah 5 tahun dan juga bisa pada remaja.
Gejala utama penyakit ini adalah kelumpuhan. Kelumpuhan biasanya dapat menetap
setelah 60 hari yang akan menyebabkan kecacatan. (Widoyono, 2011).
Menurut WHO pada tahun 2018, wabah polio ditemukan di negara papua
nugini setelah 18 tahun menghilang dinegara pasifik. Jumlah kasus polio diseluruh
dunia telah turun lebih dari 99 persen sejak 1988, dari sekitar 350.000 kasus
kemudian menjadi 22 kasus yang dilaporkan pada tahun 2017 (Kompas, 2018).
Kasus polio di Indonesia pada tahun 2005 terjadi pertama kali di Cidahu,
Sukabumi, Jawa Barat yang dengan cepat menyebar ke Provinsi Banten, DKI, Jakarta,
Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Data terakhir melaporkan secara total
terdapat 295 kasus polio 1 yang tersebar di 10 Provinsi dan 22 kabupaten/ kota di
Indonesia (Budi, et al., 2013).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan diagnosa Polio?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Polio pada anak
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien dengan penyakit Polio pada
anak
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
penyakit Polio pada anak
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien dengan penyakit Polio
pada anak
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien dengan penyakit Polio
pada anak.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien dengan penyakit Polio
pada anak.

D. Manfaat
1. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah pengetahuan Dan
wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Polio pada
anak.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan pimpinan rumah sakit dapat meneruskan kepada perawat ruangan
dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan Polio pada anak.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan yang diperoleh dapat dijadikan sebagai pembelajaran di Prodi
Keperawatan dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien Polio pada anak.
BAB II

TINJAUAN TIORITIS

A. Konsep Teori

2.1 Pengertian Polio

Poliomyeilitis atau sering disebut polio adalah penyakit akut yang menyerang
sistem saraf perifer yang disebabkan oleh virus polio.Gejala utama penyakit ini adalah
kelumpuhan. Kelumpuhan biasanya dapat menetap setelah 60 hari yang akan
menyebabkan kecacatan. (Widoyono, 2011).
Poliomielitis merupakan penyakit infeksi akut oleh sekelompok virus
ultramikroskop yang bersifat neurotrofik yang awalnya menyerang saluran
pencernaan dan pernafasan yang kemudian menyerang susunan saraf pusat melalui
peredaran darah (Huda, 2016).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Poliomielitis
adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh poliovirus (PV) pada anak dibawah 15
tahun yang menyerang susunan saraf pusat dan ditandai dengan kelumpuhan.
Sampai saat ini tidak ada obat untuk mengobati penyakit ini, tetapi tersedia
vaksin yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit ini. Karenanya, upaya yang
paling penting dalam mengatasi penyakit ini adalah dengan memberikan imunisasi.

2.2 Etiologi

Menurut Widoyono (2011), Virus Polio termasuk genus enterovirus. Di alam


bebas virus polio dapat bertahan hingga 48 jam pada musim kemarau dan 2 minggu
pada musim hujan. Di dalam usus manusia virus dapat bertahan hidup sampai 2 bulan.
Virus polio tahan terhadap sabun, detergen, alkohol, eter, kloroform, tetapi virus ini
akan mati dengan pemberian formaldehida 0,3%, klorin, pemanasan, dan sinar
ultraviolet.
Poliomyelietis dapat disebabkan oleh virus yaitu sebagai berikut:
a. Tipe I Brunhilde : Sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas
b. Tipe II Lansing : Kadang menyebabkan kasus yang sporadik
c. Tipe III Leon : Epidemi ringan
Virus tersebut dapat hidup berbulan – bulan di dalam air, mati dengan pengeringan
atau oksidan. Virus tersebut hanya menyerang sel – sel dan daerah susunan syaraf
tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila
ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3 – 4 minggu sesudah
timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis yaitu:
1. Medula spinalis terutama kornu anterior
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti – inti saraf kranial serta
formasioretikularis yang mengandung pusat vital
3. Sereblum terutama inti – inti virmis
4. Otak tengah “ midbrain ” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang –
kadang nucleus rubra
5. Talamus dan hipotalamus
6. Palidum
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik

2.3 Patofisiologi

Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring, berkembang biak


dalam saluran pencernaan (traktus digestivus), kelenjar getah bening regional dan
sistem (retikuloendotelial). Dalam keadaan ini timbul :
1. Perkembangan virus. Tubuh bereaksi dengan membentuk tipe antibodi spesifik.
2. Bila pembentukan zat anti dalam tubuh mencukupi dan cepat maka virus akan
dinetralisasikan sehingga timbul gejala klinik yang ringan, atau tidak terdapat
sama sekali dan timbul imunitas terhadap virus tersebut.
3. Bila proliferasi virus tersebut lebih cepat dari pembentukan zat anti, maka akan
timbul viremia dan gejala klinik, kemudian virus akan terdapat dalam feses untuk
beberapa minggu lamanya.

Berlainan dengan virus lain yang menyerang susunan syaraf, maka neuropatologi
poliomyelitis biasanya patognomonik. Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah
susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang
sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4
minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis adalah :

1. Medula spinalis terutama kornu anterior


2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti – inti saraf kranial serta
formasioretikularis yang mengandung pusat vital
3. Sereblum terutama inti – inti virmis
4. Otak tengah “ midbrain ” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang –
kadang nucleus rubra
5. Talamus dan hipotalamus
6. Palidum
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik

Bergantung pada beratnya penyakit. Pada bentuk paralitik sesuai dengan bagian
yang mana yang terkena. Bentuk spinal dengan paralisis pernafasan dapat ditolong
dengan bantuan pernafasan buatan. Tipe bulbar prognosisnya buruk, kematian
biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernafasan atau infeksi sekunder pada jalan
nafas. Otot-otot yang lumpuh dan tidak pulih kembali menunjukan paralisis tipe
flasitd dengan Antonia, refleksi dan degenerasi. Komplikasi residual paralisis tersebut
ialah kontraktur terutama sendi subluksasi bila otot yang terkena sekitar sendi,
perubahan trofik oleh sirkulasi yang kurang sempurna hingga mudah terjadi ulserasi.
Pada keadaan ini diberikan pengobatan secara ortopedik.

2.4 Manifestasi Klinis

Penyakit poliomyelitis paling banyak pada anak – anak di bawah 5 tahun dan juga
bisa pada remaja. Kemungkinan gejala dicurigainya poliomyelitis pada anak adalah
panas disertai dengan sakit kepala, sakit pinggang, kesulitan menekuk leher dan
punngung, kekuatan otot yang diperjelas dengan tanda head drop, tanpa tripod saat
duduk, tanda tanda spinal, tanda brudzinsky atau kering. Infeksi virus polio dapat
diklasifikasikan menjadi minor illnesses (gejala ringan, seperti: asmtomatis / silent
infection dan poliomyelitis abortif) dan major illnesses (gejala berat, baik paralitik,
maupun non-paralitik) (Huda, 2016).
a. Minor Illnesses (Gejala Ringan)
1. Sangat ringan atau bahkan tanpa gejala
2. Nyeri tenggorokan dan perasaan tak enak diperut, gangguan gastrointestinal,
demam ringan, perasaan lemas, dan nyeri kepala
3. Terjadi selama 1-4 hari, kemudian menghilang dan jarang lebih dari 6 hari.
Selama waktu itu virus bereplikasi pada nasofaring dan saluran cerna bagian
bawah.
b. Major Illnesses (Gejala Berat)
1. Poliomielitis non-paralitik Gejala klinis sama dengan poliomyelitis abortif,
hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih berat. Gejala-gejala ini timbul 1-
2 hari, kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi
demam atau masuk dalam fase kedua dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit
ini adalah adanya nyeri atau kaku otot belakang leher, tubuh dan tungkai
dengan hipertonia mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion
spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha duduk dari posisi tidur,
maka ia akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua tangan
menunjang kebelakang pada tempat tidur (Tripod sign) dan terlihat kekakuan
otot spinal oleh spasme, kaku kuduk terlihat secara pasif dengan Kernig dan
Brudzinsky yang positif. “Head drop” yaitu bila tubuh penderita ditegakkan
dengan menarik pada kedua ketiak sehingga menyebabkan kepala terjatuh ke
belakang. Refleks tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat perubahan
maka kemungkinan akan terdapat poliomyelitis paralitik.
2. Poliomielitis paralitik Gejala poliomielitis paralitik sama dengan yang terdapat
pada poliomyelitis non-paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan
otot skelet atau kranial, dan timbul paralisis akut. Pada bayi ditemukan
paralisis vesika urinaria dan atonia usus. Secara klinis dapat dibedakan
menjadi beberapa bentuk sesuai dengan tingginya lesi pada susunan saraf yang
terkena.
a. Bentuk spinal Gejala kelemahan/paralysis/paresis otot leher, abdomen, tubuh,
diafragma, toraks dan terbanyak ekstremitas bawah. Tersering otot besar, pada
tungkai bawah otot kuadrisep femoris, pada lengan otot deltoideus, dan sifat
paralisis adalah asimetris. Refleks tendon mengurang/menghilang serta tidak
terdapat gangguan sensibilitas.
b. Bentuk bulbar Terjadi akibat kerusakan motorneuron pada batang otak
sehingga terjadi insufisiensi pernafasan, kesulitan menelan, tersedak, kesulitan
makan, kelumpuhan pita suara dan kesulitan bicara. Saraf otak yang terkena
adalah saraf V, IX, X, XI dan kemudian VII.
c. Bentuk bulbospinal Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan
bentuk bulbar
d. Bentuk ensefalitik Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang menurun,
tremor dan kadang-kadang kejang.
2.5 Klasifikasi

Dapat berupa poliomyelitis asimtomatis, poliomyelitis abortif, poliomyelitis non-


paralitik, dan poliomyelitis paralitik:
a. Poliomielitis asimtomatis
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak terdapat
gejala klinis sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90-95%
penduduk dan menyebabkan imunitas pada virus tersebut.
b. Poliomyelitis abortif
Diduga secara klinik hanya pada daerah yang terserang epidemic terutama yang
diketahui kontak dengan pasien poliomyelitis yang jelas. Diperkirakan terdapat 4-
8% penduduk pada suatu epidemi. Timbul mendadak berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia,
nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
Diagnosis pasti hanya dapat dibuat dengan menemukan virus dibiakan jaringan.
Diagnosis banding : influenza atau infeksi bakteri daerah nasofaring.
c. Poliomyelitis non-paralitik
Gejala klinik sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea, dan
muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari, kadang-kadang di ikuti
penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk dalam fase
kedua dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini ialah adanya nyeri dan kaku otot
belakang leher, tubuh dan tungkai dengan hypertonia, mungkin disebabkan oleh
lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha
duduk dari sikap tidur, ia akan menekuk kedua lutut keatas sedangkan kedua
lengan menunjang kebelakang ada tempat tidur (tanda tripod) dan terlihat
kekakuan otot spinal oleh spasme. Kuduk kaku terlihat secara pasif dengan
kerning dan brudzinsky yang positif. Head drop ialah bila tubuh pasien ditegakan
dengan menarik pada kedua ketiak akan menyebabkan kepala terjatuh ke
belakang. Reflek stendon tidak berubah dan bila terdapat perubahan maka
kemungkinan akan terdapat poliomyelitis paralitik. Diagnosis banding dengan
meningismus, meningitis serosa tonsillitis akut yang berhubungan dengan adenitis
servikalis.
d. Poliomyelitis paralitik
Gejala sama pada poliomyelitis non-paralitik disertai kelemahan satu atau lebih
kumpulan otot skelet atau kranial. Timbul paralitis akut. Pada bayi ditemukan
paralisis vesika urinearia dan atonia usus.
e. Bentuk spinal. Tipe poliomyelitis paralisis yang paling sering akibat invasi virus
pada motor neuron di kornu anterior medulla spinalis yang bertanggung jawab
pada pergerakan otot-otot, termasuk otot-otot intercostal, trunkus, dan tungkai.
Kelumpuhan maksimal terjadi cukup cepat (2-4 hari), Gejala kelemahan /
paralisis/ paresis otot leher, abdomen, tubuh, diagfragma, toraks dan terbanyak
ekstremitas bawah. Tersering otot besar, pada tungkai bawah otot kuadriseps
femoris, pada lengan otot deltoideus. Sifat paralisis asimetris. Refleks tendon
mengurang/ menghilang. Tidak terdapat gangguan sensibilitas.
Diagnosis Banding:
 Pseudoradikuloneuritis yang non-neurogen
Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pleiositosis. Disebabkan oleh
trauma/kontusia, demam reumatik akut, osteomyelitis.
 Polioneuritis
Gejala paraplegia dengan gangguan sensibilitas, dapat dengan paralisis
palatum mole dan gangguan otot bolamata
 Polioradikuloneuritis
 Miopatia (kelainan progresif dari otot-otot dengan paralisis dan kelemahan
disertai rasa nyeri)
f. Bentuk bulbar. Terjadi kira-kira 2% dari kasus polio paralitik. Polio bulbar terjadi
ketika poliovirus menginvasi dan merusak saraf-saraf di daerah bulbal batang
otak. Destruksi saraf-saraf ini melemahkan otot-otot yang dipersarafi nervus
kranialis, menimbulkan gejala ensefalitis, dan menyebabkan susah bernafas,
berbicara, dan menelan. Gangguan motorik satu atau lebih saraf otak dengan atau
tanpa gangguan pusat vital yakni pernafasan dan sirkulasi. Akibat gangguan
menelan, sekresi mucus pada saluran napas meningkat yang dapat menyebabkan
kematian.
g. Bentuk bulbospinal. Kira-kira 19% dari semua kasus polio paralitik yang
memberikan gejala bulbar dan spinal; subtype ini dikenal dengan respiratori atau
polio bulbospinal. Polio virus menyerang nervus frenikus, yang mengontrol
diagfragma untuk mengembangkan paru-paru dan mengontrol otot-otot yang
dibutuhkan untuk menelan. Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan
bentuk bulbar.
h. Bentuk ensefalitik Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang menurun, tremor
dan kadang-kadang kejang.

2.6 Komplikasi

Menurut driyana, dkk (2013) Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien polio
adalah sebagai berikut :
1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Huda (2016) pemeriksaan penunjang terdiri dari :
1. Pemeriksaan Lab :
 Pemeriksaan darah tepi perifer
 Cairan serebrospinal
 Pemeriksaan serologik
 Isolasi virus polio
2. Pemeriksaan radiology
3. Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan di daerah kolumna anterior
4. Pemeriksaan likuor memberikan gambaran sel dan bahan mikia ( kadar gula
dan protein )
5. Pemeriksaan Histologik corda spinalis dan batang otak untuk menentukkan
kerusakan yang terjadi pada sel neuron.

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan pada penderita polio tidak spesifik. Pengobatan ditujukkan untuk


merdakan gejala dan pengobatan spotif untuk meningkatkan stamina penderita.
(Widoyono,2011)
Menurut Reeves dalam Huda (2016) penatalaksanaan pengobatan pada
penderita poliomyelitis adalah simptomatis dan suportif. Adapun penatalaksanaan
menurut klasifikasi poliomyelitis yaitu sebagai berikut:
1. Infeksi tanpa gejala : istirahat total
2. Infeksi abortif : istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur norma. Kalau
perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktivitas selama 2
minggu, 2 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuromuskuloskeletal untuk
mengetahui adanya kelainan.
3. Non Paralitik : sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat efektif bila
diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit setiap 2-4 jam
dan kadang – kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya diberikan
foot board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak pada sudut
yang sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang.
Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat denervasi sel
kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.
4. Paralitik : Harus di rawat di rumah sakit karena sewaktu – waktu dapat terjadi
paralisis pernafasan, dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila rasa
sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan
kaki/tangan. Jika terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulan
parasimpatetik seperti bethanechol (Urecholine) 5-10 mg oral atau 2,5-5mg/SK.
DAFTAR PUSTAKA

Eka Ayu Sartika, Resa. 2018. WHO: Wabah Polio Terjadi Di Papua Nuigini Setelah 18
Tahun. Kompas.com

Widoyono. 2011 . Penyakit Tropis. Surabaya: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai