Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM


MEMECAHKAN MASALAH FISIKA DITINJAU DARI GAYA
BERPIKIR SEKUENSIAL ABSTRAK

OLEH

NONI M. SILLA

NIM : 1901050023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang atas rahmat-
Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ANALISIS
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM MEMECAHKAN
MASALAH FISIKA DITINJAU DARI GAYA
BERPIKIR SEKUENSIAL ABSTRAK ".

Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas salah satu mata kuliah di jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Nusa
Cendana.

Dalam pembuatan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini bisa membawa manfaat utnuk kita
semua.

Kupang, Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................
1.3 Tujuan ............................................................................................

BAB II . PEMBHASAN
2.1 Berpikir...........................................................................................
2.2 Pemecahan masalah Fisika.............................................................
2.3 Gaya Berpikir..................................................................................
2.4 Sekuensial Abstrak..........................................................................
BAB III PENUTUP
3. Kesimpulan........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fisika adalah salah satu mata pelajaran yang penting dalam bidang pendidikan. Hal ini

dikarenakan mata pelajaran fisika dapat membuat peserta didik dalam berpikir logis, kritis

dan kreatif untuk memecahkan berbagai persoalan dalam materi fisika. Pembiasaan berpikir

yang sistematis, logis, melatih imajinasi dan membentuk ide akan mengembangkan

kemampuan manusia dalam memecahkan masalah kehidupan. Kemampuan berpikir kritis

dalam pembelajaran disekolah sebagai pendidikan formal yang sangat penting dikarnakan

mementukan keberhasilan peeserta didik yang pada akhirnya akan mempengaruhi

perkembangan seserta didik secara keseluruhan. Perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia

dapat dilakukan dengan cara mengubah sistem pembelajaran yang selama ini dilaksanakan

dari sistem pembelajaran yang berpusat pada guru menuju pembelajaran yang lebih

bermakna yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sistem pembelajaran yang

mengerahakan keterpusatan pada siswa akan dapat menumbuhkan dan melatih kemampuan

berpikir kritis siswa dalam pembelajaran maupun dalam memecahkan masalah yang

dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Berpikir kritis merupakan hal yang terpenting karena di daerah globalisasi sekarang

ini tegnologi semakin maju dan sudah seharusnya kita bisa memilih-milih informasi yang

benar juga mencari tau sebab akibat dan bukti yang masuk akal. Dngan demikian perlu

adanya menanamkan kebiasaan berpikir kritis pada peserta didik supaya mereka bisa

menyelesaikan atau memecahkan suatu persoalan yang mereka hadapi dalam proses belajar

mengajar. Menurut Ennis Mendefinisikan bahwa berpikirkritis merupakan suatu proses

penggunaan kemampuan secara rasional dan reflektif yang bertujuan untuk mengambil

keputusan tentang apa yang yakini dan dilakukan. Dengan berpiir kritis siswa mampu
merumuskan, mengidentifikasi, menafsirkan dan merencanakan pemecahan masalah

sehingga dapat memahami permasaah dengan lebih baik terhadap permasalahan yang

dihadapi.

Seorang guru atau pendidik sudah seharusnya mengajarkan kepada peserta didik

untuk berpikir kritis. Ini dikarenakan agar peserta didik bisa mempertanggungjawabkan

sebuah informasi yang didapatkannya dengan disertai alasan yang masuk akal. Kemampuan

berpikir kritis juga dapat membiasakan peserta didik dalam mengevaluasi suatu kesimpulan

yang benar dan tepat. Dengan demikian, berpikir kritis dapat kita ajarkan pada anak-anak

dari usia dini.

Selain itu, untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada peserta didik, guru

juga harus mengetahui bagaimana karakteristik cara berpikir peserta didik tersebut. Hal ini

dikernakan setiap individu memiliki pola pikir yang berbeda-beda dalam mengatur dan

menangkap infomasi yang diterimanya. Dengan demikian sudah seharusnya pendidik bisa

mengetahui perbedaan gaya-gaya berpikir dari peserta didik. Oleh karena itu, mengetahui

gaya berpikir peserta didik sangatlah penting. Gaya bepikir adalah pola yang dipakai oleh

seseorang dalam menerima informasi yang diperolehnya. Menurut Deporter dan Hernaeki

menyatakn bahwa, gaya berpikir adalah bagaimana cara seseorang dalam menerima dan

mengolah suatu informasi yang didapatkannya didalam otak. Oleh sebab itu, gaya berpikir

setiap individu tentunya mempunyai perbedaanmasing-masing tergantung kebiasaan orang

tersebut.

Menurut Bobby Deporter ada empat jenis gaya berpikir yaitu : sekuensial kongkret,

acak kongkret, sekuensial abstrak, dan acak abstrak. Banyak macam gaya berpikir yang

dikemukakan oleh para ahli beberapa intaranya telah diuraikan diatas, dalam penelitian,

peneliti mengambil gaya berpikir Sekuensial abstrak, dimana siswa dengan gaya berpikir
sekuensial abstrak memiliki kemampuan penalaran yang tinggi, kritis dan analitis. Pemikir

sekuensial abstrak ini lebih suka pelajaran yang disajikan dalam bentuk sistematis.

Masalah yang timbul dalam lapangan ialah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan

masih berpusat pada guru yang mengakibatkan kemampuan berpikir siswa belum

sepenuhnya dikembangkan. Selain itu masalah yang sering terjadi adalah bahwa kegiatan

pembelajaran masih bersifat teacer Center hal ini dapat dilihat dengan guru menyajikan

materi, dan memberikan contoh-contoh kepada siswa pada praktek pembelajarannya. Siswa

selalu dibimbing atau diberikan pentunjuk penyelesain masalah secara lengkap sehingga

siswa belum mampu untuk belajar memecahkan masalah secara mandiri menggunakan

kemmmpuan yang dimilikinya unuk menyelesaikan masalah. Hal ini mengakibatkan

kemampuan berpikir kritis siswa belum berkembang optimal.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis mencoba menyususn makalah dengan judul

“ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM

MEMECAHKAN MASALAH FISIKA DITINJAU DARI GAYA BERPIKIR

SEKUENSIAL ABSTRAK”.

1.2. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan apa itu berpikir Kritis ?

2. Menejelskan pemecahan apa itu Masalah Fisika ?

3. Menjelaskan apa itu gaya Berpikir ?

4. Menjelaskan apa itu sekuensial abstrak ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui itu berpikir Kritis

2. Untuk mengetahui pemecahan apa itu Masalah Fisika

3. Untuk mengetahui gaya berpikir

4. Untuk Mengetahui apa itu sekuensial abstrak


BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Berpikir Kritis

a. Berpikir

Arti kata dasar “pikir” dalam kamus besar bahasa indonesia (2010: 767) adala akal

budi, ingatan, angan-angan. “Berpikir” artinya menggunakan akal budi untuk mengingat

sesuatu, membayangkan, memutuskan sesuatu dan menimbang-nimbang dalam ingatan.

Berpikir adalah daya jiwa yang dapat meletakan daya hubungan-hubungan antara

pengetahua kita. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang di alami seorang bila

mereka di hadapkan pada suatu masalahh atau situasi yang harus dipecahakan. Proses

berpikir itu ada pokoknya terdiri dari tiga langkah yaitu : pembentukan pengertian,

pembentukan pendapat, dan penarikan kesimplan Suryabrata (2004)

Aktifitas atau kegiatan berpikir merupakan sebuah proses yan kompleks dan dinamis.

Proses dinamis dalam berpikir mencakup tiga tahap yaitu : pembentukan pengertian,

pembentukan pendapat, an pembentukan keputusan atau penarikan kesimpulan (Wasti

Soemanto dalam Subryata 2004). Irham (2013 : 42) dari pendapat tersebut, proses berikir

merupakan aktifitas memahami sesuatu melalui proses pemahaan terhadap sesuatu yang

sedang dihadapi dan faktor-faktor lainnya. Berpikir diartikan sebagai suatu aktifitas mental

untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu

keputusan atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfin a desire to understand), Ruggiero

(Siswono, 2008 :13). Pendapat itu menunjukan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu

masalah ataupun ingin memahami sesuatu maka ia melakukan suatu aktifitas berpikir.

Suryabrata (2002), berpendapat bahwa berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat

dilukiskan menurut proses dan jalannya. Sedangkan menurut Ruggiero (dalam Santock,

2010), berpikir adalah suatu aktifitas menta untuk membantu memformulasikan atau
menyelesaikan sutu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi syarat keinginan.

Pendapat ini menunjukan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah,

menyelesaikan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu

aktivitas berpikir.

Berpikir sebagai suatu kemampuan mental seseorang dapat dibedakan menjadi

beberapa jenis, antara lain berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Berpkir bagi

peserta didik pada hakekatnya merupkan kemampuan untuk menyeleksi dan menanalisis

bahkan mengkritis pengetahuan yang ia peroleh. Berpikir juga tidak terlepas dari usaha

mengadakan penyesuaiaan pemahaman atas informasi baru dengan informasi yang sudah

dimilikinya sebagai sebuah pengetahuan.

Conway (dalam Kusuma, 2013:24), mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir

berpikir melibatkan enam jenis berpikir yaitu : (1) metakognisi, (2) berpikir kritis, (3)

berpikir kreatif, (4) proses kognitif (pemecahan masalah dan pengambilan keputusan), (5)

kemampuan berpikir inti (seperti representasi dan meringkas), (6) memahami peran konten

pengetahuan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian berpikir, maka dapat disimpulkan

bahwa berpikir adalah aktivitas mental yang dilakukan untuk menemukan pengertian atau

pemecahan masalah yang kita kehendaki.

b. Berpikir Kritis

Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, karena dalam kehidupan

di masyarakat, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan

penyelesaian. Untuk menyelesaikan suatu permasalah tentu diperlukan data-data agar dapat

dibuat keputusan yang logis, dan untuk membuat suatu keputusan yang tepat, diperlukan

kemampuan berpikir kritis yang baik. Karena begitu pentingnya, berpikir kritis pada

umumnya dianggap sebagai tujuan utama dari pembelajaran. Selain itu berpikir kritis
memainkan peranan yang penting dalam banyak macam pekerjaan, khususnya pekerjaan

pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan berpikir analitis Watson dan Glaser, (dalam

Sulianti, 2008 :21).

Menurut Ennis (2011), berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir

reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan.

Sedangkan Presseisen dan Costa (dalam Facione, 2013: 4) mengatakan bahwa berpikir

kritis diartikan sebagai keterampilan berpikir yang menggunakan proses berpikir dasar,

untuk menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan

interprestasi, mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi

yang mendasari tiap-tiap posisi, memberikan model presentasi yang dapat dipercaya,

ringkas dan meyakinkan.

Berpikir kritis seringkali dibicarakan sebagai suatu kemampuan manusia yang

sangat umum sehingga menyentuh hampir setiap aktivitas berpikir yang dilakukan dalam

kehidupan sehari-hari. Berdasarkan sintesis terhadap hasil-hasil penelitian yang relevan,

Romlah (2002), mendefinisikan berpikir kritis sebagai suatu proses penggunaan

kemampuan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat,

mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini atau dilakukan.

Pengertian yang lain diberikan oleh Ennis dalam Makmun (2005), yaitu; berpikir

kritis merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk

akal mengenai apa yang kita percayai dan apa yang kita kerjakan. Berpikir kritis

merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. Costa (Liliasari, 2000: 136)

mengkategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi kedalam empat

kelompok yang meliputi penyelesaian masalah (problem solving), pengambilan keputusan

(decision making), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative

thinking). Sedangkan pengertian profil berpikir kritis menurut penulis adalah menelaah,
menganalisis, dan mengorganisasikan terhadap informasi yang diterimanya, diperiksa dan

dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki

sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu memberikan kesimpulan terhadap

informasi tersebut dengan alasan yang tepat agar para siswa tidak salah pada waktu

membuat keputusan dalam kehidupannya, mereka perlu memiliki kemampuan profil

berpikir kritis yang baik.

Menurut Ruber (Romlah, 2002: 9) dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan

strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan, penyelesaian

masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya. Hal ini sejalan dengan pendapat

Tapilouw (Romlah, 2002:9), bahwa “berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang

dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini merupakan cara berpikir yang terarah,

terencana, mengikuti alur logis sesuai dengan fakta yang diketahui”.

Menurut O’Daffer dan Thornquist sebagaimana dikutip oleh Glaser (dalam

Sumarmo, dkk., 2012: 18) mencoba melakukan sintesis terhadap hasil-hasil penelitian

yang berfokus pada berpikir kritis sehingga diperoleh beberapa kesimpulan berikut: (1)

siswa pada umumnya menunjukkan hasil belajar yang kurang memuaskan dalam

menghadapi tugas-tugas akademik yang memuat tuntutan penerapan profil berpikir kritis,

(2) Disposisi untuk berpikir secara kritis merupakan suatu komponen berpikir kritis yang

sangat efektif, (3) Terdapat sejumlah bukti kuat bahwa upaya untuk melakukan

pembelajaran berpikir kritis dapat dilakukan secara efektif, walaupun masih sedikit bukti

yang diketahui tentang penyebab utama berkembangnya profil berpikir kritis seseorang,

dan (4) profil berpikir kritis dapat diterapkan secara efektif pada suatu tugas akademik

manakala dikembangkan tiga hal berikut: profil berpikir kritis, pengetahuan materi

subyek, dan pengalaman untuk menerapkan kedua hal tersebut. Karena kurangnya bukti

tentang penyebab berkembangnya profil berpikir kritis seseorang, sejumlah peneliti


mencoba mencari jawaban melalui studi yang berfokus pada penggunaan matematika

sebagai bidang studi untuk meningkatkan kemampuan profil berpikir kritis tersebut.

Studi lain yang dilakukan Lewis (2009) juga mencoba mengembangkan profil

berpikir kritis siswa melalui pembelajaran pembuktian dan logika pada bidang geometri

yang dikaitkan dengan situasi sehari-hari. Studi tersebut menemukan bahwa cara yang

dilakukan dapat secara efektif meningkatkan profil berpikir kritis siswa. Sementara Price

dan Wilcox sebagaimana dikutiip oleh Nur (dalam Suprihatiningrum, 2013: 241) yang

melakukan studi tentang pengaruh penggunaan pendekatan penemuan dan pembelajaran

yang dirancang untuk meningkatkan profil berpikir kritis matematika, menemukan bahwa

pendekatan tersebut dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap peningkatan profil

berpikir kritis siswa. Dari pendapat para ahli seperti telah diutarakan di atas, dapat

disimpulkan bahwa profil berpikir kritis merupakan bagian dari penalaran.

Dari uraian diatas tampak bahwa profil berpikir kritis berkaitan erat dengan

argumen, karena argumen sendiri adalah serangkaian pernyataan yang mengandung

pernyataan penarikan kesimpulan. Seperti diketahui kesimpulan biasanya ditarik

berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diberikan sebelumnya atau yang disebut premis.

Dalam argumen yang valid sebuah kesimpulan harus ditarik secara logis dari premis-

premis yang ada. Selanjutnya bagaimana cara mengajar para siswa agar mereka memiliki

profil berpikir kritis yang baik? Menurut Bonnie dan Potts (2003) secara singkat dapat

disimpulkan bahwa ada tiga buah strategi untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan

profil berpikir kritis, yaitu : (1) Building Categories (Membuat Klasifikasi), (2) Finding

Problem (Menemukan Masalah), dan (3) Enhancing the Environment (Mengkondusifkan

lingkungan).

Disebutkan pula bahwa beberapa “ciri khas” dari mengajar untuk profil berpikir

kritis meliputi: (1) Meningkatkan interaksi diantara para siswa sebagai pembelajar, (2)
Dengan mengajukan pertanyaan open-ended, (3) Memberikan waktu yang memadai

kepada para siswa untuk memberikan refleksi terhadap pertanyaan yang diajukan atau

masalah-masalah yang diberikan, dan (4) Teaching for transfer (mengajar untuk dapat

menggunakan kemampuan yang baru saja diperoleh terhadap situasi-situasi lain dan

terhadap pengalaman sendiri yang para siswa miliki).

Sesuai defenisi-defenisi diatas, disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah suatu cara

berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari suatu situasi

masalah, termasuk didalamnya kemampuan untuk mengumpulkan informasi, mengingat,

menganalisis situasi, membaca serta memahami dan mengidentifikasi hal-hal yang

diperlukan.

1.2 Pemecahan Masalah Fisika

Pemecahan masalah adalah prosese yang melibatkan penggunaan langkah-langkah

tertentu (heuristik), yang sering disebut sebagai model atau langkag-langkah pemecahn

masalah, untuk menemukan solusi suatu masalah. heuristik merupakan pedoman atau

langkah-langkah umum yang digunakan untuk memandu penyelesaiaan masalah. namun

langkah-langkah ini tidak menjamin kesuksesan individu dalam memecahkan masalah.

sementara itu Krikley mendefenisikan pemecahan masalah sebagai proses mensintesis

berbagai konsep, aturan, atau rumusuntuk memecahkan masalah. pengertian pemecahan

masalah yang dikemukakan tas mengidentifikasi bahawa diperolehnya solusi suatu masalah

menjadi syarat bagi proses pemecahan masalah dikatakan berhasil.

Pada pembelajaran fisika, kemampuan menyelesaikan masalah siswa masih tergolong

rendah. Dalam mengerjakan soal-soal fisika yang diberikn oleh guru, siswa lebih sering

menggunakan persamaan matematis tanpa melakukan analisis, menebak rumus yang

digunakan dan menghfal contoh soal yang telah dikerjakan untuk mengerjakan soal-soal

lain mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan permasalahan yang kompleks. Siswa
mampu mneyelesaikan permaalahan kuantittati sederhana namun kurang memiliki

kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang lebih kompleks. Siswa mengalami

kesulitan karena strategi yang diajarkan dalam pembelajaran hanya untuk menyelesaikan

masalah yang membutuhkan perhitungan matematis semata.

Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan sesesorang untuk menemukan

solusi melalui suatu proses yang melibatkan permerolehan informasi. Menurut Chi dan

Glaser kemampuan pemecahan masalah sebagai aktivitas kognotif kompleks yang

didalamnya termasuk mendapatkan informasi dan mengorganisasikan dalam bentuk stuktur

pengetahuan. Heler mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah pada hakikatnya

kemampuan berpikir (Learning to Think) atau belajar bernalar (Learning to Reason) yaitu

berpikir atau bernalar, mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh untuk

memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai.

Berdasarkan pengertian dari para ahli yang telah diuraikan di atas maka dapat kita

simpulkan bahwa, kemampuan pemecahan masalah adalah keampuan menerapkan konsep-

konsep pengetahuan yang telah dimilikinya untuk menyelesaikan suatu permasalahan baru

atau memecahkan suatu masalah yang dihadapi.

Pemecahan masalah sangat erat kaitannya dengan konsep fisika. Faktor yang

mempengaruhi pemecahan masalah fisika yaitu struktur pengetahuan yang dimiliki siswa

yang memecahkan masalah dan karakter permasalahan. Heler mengajukan langkah

pemecahan masalah dalam pembelajaran fisika melalui lima tahap yaitu :

1. Memfisualisasikan masalah (Fisualize The Problem)

Pada langkah ini, pertama sekali yang dilakukan adalah dengan membuat daftar

variabel yang diketahui dan tidak diketahui.

2. Menggambarkan masalah dalam deskripsi Fisika (Describe The Problem in Physic

decription)
pada langkah ini, mendeskripsikan dengan membuat diagram benda bebas dan

memilih sistem koordinat.

3. Merencakan solusi (Planthe solution)

Pada langkah ini yaitu merencanakan solusi dengan cara mengubah deskripsi fisika

menjadi presentasi matematis.

4. Merencnakan rencana (Exsecute The Plan)

Yaitu melaksanakan rencana dengan melakukan operai matematis.

5. Periksa dan Evaluasi (Check and Evaluate)

Yaitu mengavaluasi solusi yang didapatkan dengan mengejek kelengkapan jawaban,

tanda, satuan, dan nilai.

1.3 Gaya Berpikir

Menuru Luasiana, gaya berpikir dala sebagai kecenderungan seseorang yang relatif

tetap dalam mengatur ata meproses suatu informasi ataupun memecahka masalah, an cara

khas dalm belajar, bai yng berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi,

sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhuungan dengan lingkungan belajar.

Berkenaan dengan cara belajar peserta didik, Anthony F. Gregorc menjelaskan tentang

bagaimana seseorang menggunakan pikiran dalam menerima dan mengolh informasi. Hasil

penelitiannya menunjkan bahwa ada dua hal penting yang perlu dietahui tentang bagaimana

cara peserta didik dapat menangkap, melihat dan memahami materi pelajaran. Fungsi otak

dalam menerima pelajaran terbagi menjadi dua yaitu persepsi dan pengaturan. Persepsi

diartikan sebagai cara yang dilakukan oleh peserta didik dalam menangkap materi pelajaran,

mencermati dan selanjutnya menerima konsep yang telah diajarkan.

Pengaturan atau penyusunan diartikan sebagai cara mengatur informasi atau konsep

yang telah dipelajari, dan menggunakan informsi tersebut untuk menyelesaikan masalah

sesuai dengan persepsi yang di tangkap. Pada tahap persepsi, pelajar dapat menankap
informasi secara konkrit artinya informasi melalui penggunaan panca indra, peserta didik

akan menangkap materi pelajaran yang rasionl menurut penglihatan, pendenganran, atau

tundakan. Selain itu, peserta didik dapat menangkap informasi secara abstrak artinya peserta

didik memahami materi pelajaran yang disertai dengan emosi, intusi, imajinasi,menekankan

pada perasaan dan ide. Meskipun setiap oeang dapat menggunakan kedua persepsi tersebut

namun salah satu akan lebi mendominasi.

Setelah peserta didik dapat menangkap segala informasi, selanjutnya adalah peserta

didik akan mengatur atau mengolah informasi tersebut. Tahap pengaturan atau penyusunan

juga di kelompokan menjadi dua yaitu sekuensialdan acak. Peserta didik yang sekuensial

adalah peserta didik memiliki kemampuan untuk mengurutkan, penyusunan dan menyimpan

informasi secara beraturan, logis dan bertahap, sedangakan pesrta didik yang acak adalah

peserta didik yang memiliki kemampuan untuk mengurutkan, menyusun dan menyimpan

informasi secara serabutan tanpa urutan yang khusus, bagian demi bagian dan bukan

informasi secara menyeluruh. Perbedaan berpikir dan kemantangan berpikir di pengaruhi

oleh gaya berpikir.

Gaya berpikir adalah mode atau cara berpikir yang di pakai oleh seseorang dalam

menangkap informasi dan mengolah informasi tersebut. Gaya berpikitr diperkenalkan oleh

Anthony Gregorc. Gregorc mengelompokan gaya pikir kedalam empat kelompok yang

meliputi, gaya berpikir sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret dan acak

abstrak. Gaya berpikir ini menyajikan cara yang terorganisasi untuk mempertimbangkan

bagaimana pkiean bekerja Gregorc membagi otak kedalam dua macam, pertam persepsi

(konkret an abstrak) yaitu cara menerima informasi, kedua pengaturan (sekuensia dan acak)

yaitu cara mengunakan informasi yang kita persepsikan. Setiap orang mempunyai

kecenderungan gaya berpikir yang berbeda-beda. Menurut Bobby Deporter ada 4 jenis gaya

berpikir yaitu:
1. Sekuensial Kongkret

Tipe pemikiran ini lebih mendasar dirinya pada kenyataan, memproses informasi dengan

cara terstruktur, dan linear. Bagi para pemikir sekuensial kongkret, relitas terdiri dari apa

yang dapat mereka ketahui melalui indera fisik mereka, yaitu indera penglihatan, peraba,

pendengaran, perasa dan penciuman.

2. Sekuensial Abstrak

Pemikir ini cenderung kritis dan analitis dikeranakan mereka mempunyai daya imajinasi

yang kuat. Juga kemampuan penalaran yang buat. Proses berpikirnya logis, rasional,

terstruktur dan intelektual sehingga pemikir ini lebih mudah dalam menyelesaikan suatu

masalah.

3. Acak konkret

Pemikir mempunyai sikap eksperimental yang diiringi dengan perilaku yang kurang

terstruktur. Pemikir acak konkret sama seperti pemikir sekuensial konkret, dikarenakan

mereka berpikir berdasarkan kenyataan tetapi ingin melakukan pendekatan yang coba-

coba.

4. Acak Abstrak

Pemikir acak abstrak cenderung menggunakan perasaan sebagai bagian utama

duniannya. Pemikir ini menyerap ide-ide dan informasi dan suka belajar kelompok

namun tidak terstruktur. Mereka suka berbicara, menjabarkan, pemikiran, merefleksi

sesuatu, membayangkan, mencari ide dan membuat hubungan personal.

Dari keempat gaya berpikir diatas peneliti ingin menjelaskan lebih lanjut mengenai

gaya berpikir sekuensial abstrak, yang akan digunakan pada proses penelitian. Gaya

berpikir sekuensial abstrak bertipe sekuensial abstrak bertipe pemikirn abstrak, berpikir

konseptual dan menganalisis informasi. Tipe ini biasanya tidak mau menerima begitu saja

segala informasi tanpa melakukan cek dan ricek. Orang yang memiliki gaya berpikir
sekuensial abstrak umumnya senang dengan dunia teori, segala sesuatu di hubungkan

dengan teori yang mereka baca, mereka mau beragumentasi panjang lebar tentang hal yang

mereka bicarakan. Realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak untuk mengetahui hal-hal

penting seperti titik kunci dan detail-detail penting. Proses berpikir yang mereka miliki

adalah logis, rasionl, dan intelekual. Berbeda dengan gaya berpikir konkrit, orang-orang

yang berpikir abstrak cenderung menugganakan otak sebelah kanan lebih dominan dari pada

otak sebelah kiri. Otak kanan lebih bersifat kreatif, biasanya memainkan peranan dengan

hal-hal yang berhubungan dengan irama, musik, gambar, dan imajinasi.

2.4 Sekuensial Abstrak

Menurut Ross adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan

banyak informasi baik melalui membaca buku atau penggunaan internet, kemudia hasil

penulusurannya dapat disajikan dalam bentuk maalah atau presentasi. Dengan cara ini maka

kemampuan verbal, kemampuan berpiikir logis dananalitas akan terlatih.

Menurut Deporter (1992) menyebutkan kiat untuk memberikan pelayanan kepada

siswa dengan gaya berpikir sekuensial abstrak adalah thriveunder teacer who are experts in

the student’s area of interest, need quet to work ang think andlearn wel through lecture,

yang berarti bahwa pemebelajaran yang harus ditangani oleh ahlinya,karena siswa dengan

gaya belajar ini cenderung berpikir kritis, logis dan analitis. Dengan kata lain bahwa mereka

perlu penjelasan secara rasional tentang apa yang belum mereka pahami ketika

mengumpulkan data, dan model pembelajaran tepat bagi mereka adalah metode ceramah.

Siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak adalah ia yang suka dengan

teori dan pemikiran abstrak. Siswa ini cenerung kritis dan analitis karena memiliki gaya
iimajinasi yang kuat. Pada umumnya ia menangkap peragaan yang konkret. Biasanya ia

bersifat pendiam dan menyukai pelajaran atau informasi yang disajikan secara sistematis.

Karakteristik yang dimiliki siswa sekuensial abstrak yaitu:

1. Mengumpulkan data sebelum membuat kesimpulan.

2. Menganalisa dan membuat gagasan

3. Menggambarkan urutan peristiwa secara logis

4. Menggunakan fakta atau membuktikan suatu teori

5. Mudah memahami sesuatu apabila mempelajarinya dengan mengamati, bukan

mengerjakan.

6. Hidup dalam dunia gagasan yang abstrak

7. Menyelesaikan suatu persoalan sampai tuntas.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut diatas dapat di simpulkaan bahwa berpikir kritis adalah

suatu cara berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari

suatu situasi masalah, termasuk didalamnya kemampuan untuk mengumpulkan informasi,

mengingat, menganalisis situasi, membaca serta memahami dan mengidentifikasi hal-hal

yang diperlukan.

Kemampuan pemecahan masalah adalah keampuan menerapkan konsep-konsep

pengetahuan yang telah dimilikinya untuk menyelesaikan suatu permasalahan baru atau

memecahkan suatu masalah yang dihadapi.

Pemecahan masalah sangat erat kaitannya dengan konsep fisika. Faktor yang

mempengaruhi pemecahan masalah fisika yaitu struktur pengetahuan yang dimiliki siswa

yang memecahkan masalah dan karakter permasalahan.

Gaya berpikir adalah mode atau cara berpikir yang di pakai oleh seseorang dalam

menangkap informasi dan mengolah informasi tersebut.

Sekuensial Abstrak

Pemikir ini cenderung kritis dan analitis dikeranakan mereka mempunyai daya imajinasi

yang kuat. Juga kemampuan penalaran yang buat. Proses berpikirnya logis, rasional,

terstruktur dan intelektual sehingga pemikir ini lebih mudah dalam menyelesaikan suatu

masalah.
DAFTAR PUSTAKA

Hernachy dan bobby Deporter. Quanturn Learning. Bandung, 2015

Lusiana. Menguak Rahasia Berpikir kritisdan Kreatif. Jakarta, 2008

Anthony. Contextual Teaching and Learning. Bandung, 2007

Ennis, R.H. (2011). The nature of critical thinking: An outline of critical thinking

dispositions and abilities. University Of Illinois.

Facione, P.A. (2013). Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Millbrae, CA:

Measured Reason and The California Academic Press.

Makmun, A. S. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda

Santrock, J. W. (2010). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta

Siswono. (2008). Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan

Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa

University Press.

Kusuma, W. S. (2013). Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset

Suryabrata, S. (2004), Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai