Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

MENINGITIS PADA ANAK

DISUSUN OLEH :

Ratu Permata
1410221054

PEMBIMBING :
Letkol (CKM) dr. Roedi Djatmiko, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RST DR. SOEDJONO MAGELANG
2015
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
MENINGITIS PADA ANAK

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen ILMU KESEHATAN ANAK Rumah Sakit Tk.II
dr. Soedjono Magelang

Oleh :

Ratu Permata
1410221054

Magelang, Agustus 2015


Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Dokter Pembimbing,

Letkol (CKM) dr. Roedi Djatmiko, Sp.A


Meningitis
Definisi
Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairanserebrospinal maupun selaput otak
yang membungkus jaringan otak dan medula spinalis. Kuman-kuman masuk ke setiap bagian
ruang subarakhnoidal dan dengan cepat menyebar ke bagian lain sehingga medula spinalis
terkena, yang akhirnya menimbulkan eksudasi berupa pus atauserosa yang disebabkan oleh
bakteri maupun virus.

Insiden dan Epidemiologi


Data WHO menunjukkan bahwa sekitar 1,8 juta kematian anak balita di seluruh dunia setiap
tahun. Lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia tenggara dan Pasifik
barat. Pada satu penelitian diAmerika, tercatat 55% dari kasus meningitis terjadi pada anak laki-
laki. Meningococcal meningitis umumnya terjadi antara umur 3 tahun sampaimasa pubertas.

Etiologi
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, atau
parasit yang menyebar dalam darah kecairan otak. Meningitis disebabkan oleh berbagai macam
organisme tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti
fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sumsum tulang belakang.

Patofisiologi
Mekanisme invasi bakteri ke selaput otak dan ruang arakhnoid belum diketahui secara
pasti, namun banyak kasus meningitis diawali oleh infeksi primer seperti nasofaringitis, otitis
media dan miokarditis yang menunjukan bahwa meningitis adalah infeksi sekunder yang terjadi
secara hematogen ataupun perkontinuitatum.
Invasi kuman-kuman (meningokokus, pneumokokus, hemofilusinfluenza, streptokokus)
ke dalam ruang subarakhnoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan arakhnoid, CSS dan
sistem ventrikulus.
 Jika bakteri patogen dapat memasuki ruang subarakhnoid, berarti mekanisme pertahanan
tubuh yang menurun. Pada umumnya di dalam cairan serebrospinal yang normal tidak ditemukan
bakteri dan komplemen lainnya. Namun pada meningitis atau peradangan pada selaput
otak ditemukan bakteri dan peningkatan komplemen dalam cairan serebrospinal. Konsenterasi
komplemen ini memegang peranan penting dalam opsoniasi dari Encapsuled Meningeal Patogen,
suatu proses yang penting untuk terjadinya fagositosis.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi akibat
inflaasi yang disebabkan oleh bakterimia, dan dalam waktu yang sangat singkat terjadi
penyebaran sel-sel leukosit polimormonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam
minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag.

a. Meningitis Bakteri
Meningitis bakteri adalah peradangan pada selaput otak (menings),yang disebabkan oleh
bakteri. Bakteri yang paling sering adalah Hinfluenza, Diplocooccus pneumoniae,
Streptokokus grup A, Sthapilococcus Aureus, E coli, Kliebsella dan Pseudomonas. Tubuh
akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dengan terjadinya peradangan yang
disebabkan oleh neutrofil, monosit, dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri,
fibrin dan leukosit terbentuk di ruangan subarachnoid akan terkumpul di dalam cairan
serebrospinal sehingga dapat menyebabkan peningkatan intracranial. Hal ini akan
mengakibatkan jaringan otak akan menjadi infark. Resiko terjadinya meningitis bakterialis
meningkat pada penderita infeksi primer seperti infeksi telinga, infeksi tenggorokan,
miokarditis dan pasien pasca bedah.

b. Meningitis Tuberkulosa
Meningitis Tuberkulosa adalah peradangan selaput otak akibatkomplikasi dari infeksi
tuberkulosa primer. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak oleh
M. Tuberkulosis secara langsung. Penyebaran hematogen tetapi biasanya sekunder melalui
pembentukan tuberkel-tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra
yang kemudian peceh ke dalam rongga subarakhniod yang akhirnya akan memberikan gejala
klinis terhadap penderita.
c. Meningitis Virus
Suatu sindrom infeksi virus SSP yang akut dengan gejala rangsangmeningeal, pleiositosis
dalam cairan serebrospinal, perjalanan penyakit tidak lama dan self limiting disease tanpa
didahului dengan demam untuk beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada anak ialah
demam dan nyeri kepala yang mendadak, nausea, vomiting, kesadaran menurun, kaku kuduk,
fotoofobia, parastesia serta mialgia. Gejala pada bayi tidak khas, bayi mudah terangsang dan
menjadi gelisah, mual dan muntah sering terjadi tapi kejang jarang terjadi.

d. MENINGITIS KRONIK
Meningitis kronik adalah suatu infeksi selaput otak (menings) yang berlangsung selama satu
bulan atau lebih. Beberapa organisme infeksius bisa menyerang otak dan tumbuh di dalam
otak, kemudian secara bertahap menyebabkan gejala-gejala klinis pada pasien. Penyebab
yang paling sering adalah jamur crypococcus, cytomegalo virus, dan M. Tuberkulosa.
Gejalanya menyerupai meningitis bakterial namun perkembangan penyakitnya berlangsung
lambat, biasanya lebih dari beberapa minggu. Demam timbul tidak sehebat meningitis
bakterial. Sering terjadi nyeri kepala, linglug dan bahkan sakit punggung.

e. MENINGITIS NEONATUS
Meningitis pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh bakteri, virus jamur, atau protozoa.
Meningitis dapat dikaitkan dengan sepsis atau muncul sebagai infeksi lokal. Kebanyakan
kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen. Dapat juga melalui defek neural tube,
saluran sinus congenital atau luka tembus waktu pengambilan sampel kulit kepala janin.
Radang otak dan infark septik sering terjadi pada meningitis bakteri. Pembentukan abses,
ventrikulitis, hydrocephalus.
GEJALA KLINIS
Pada neonatus gejala klinis berbeda dengan anak yang lebih besar dan dewasa. Umumnya
meningitis terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang,
nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi, diare, biiasanya disertai dengan
septikemia dan pneumonitis. Kejang terjadi lebih kurang 44% anak dengan penyebab H.
Influenza, 25% oleh streptokokus pneumoniae, 78%sterptokokus, dan 10% oleh meningokokus.
Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig, brudzinki dan fontanela
menonjol untuk waktu awal belum muncul. Pada anak yang lebih besar, permulaan penyakit juga
terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri
otot, nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan pernafasan bagian atas.
Gejala klinis jika dibagi menurut umur tercantum seperti dibawah ini.
 Pada neonatus : 
o Gejala tidak khas
o Demam kadang-kadang, tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan kesadaran
menurun
o Ubun-ubun besar kadang cembung 
o Pernapasan tidak teratur
 Pada anak umur 2 bulan – 2 tahun
o Gambaran klasik tidak tampak 
o Demam, muntah, gelisah dan kejang berulang
o Kadang “high pitched cry”
 Pada anak > 2 tahun
o Demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala
o Kejang
o Gangguan kesadaran
o Tanda-tanda rangsang meningeal ada
Diagnosis
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak yang tidak diketahui etiologinya,
letargi, muntah, kejang dan gejala lainnya harus dipikirkan kemungkinan meningitis. Diagnosis
pasti untuk meningitis mutlak harus dengan pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi
lumbal. Namun jika terdapat tanda peningkatan intra kranial berupa kesadaran menurun, sakit
kepala, papil edem dan muntah maka harus penggunaan pungsi lumbal harus dengan hati-hati
atau tidak sama sekali, karena akan menyebabkan herniasi serebelum dan batang otak akibat
dekompresi dibawa foramen magnum.
Pada meningitis bakterial stadium akut terdapat leukosit polimorfonuklear. Jumlah sel
berkisar antara 1.000-10.000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100.000/mm3, dapat disertai
sedikit eritrosit. Bila jumlah sel di atas 50.000 mm3 maka kemungkinan abses otak yang pecah
dan masuk ke dalam sistem ventrikulus. Pada meningitis tuberkulosa didapatkan CSF yang
jernih kadang-kadang sedikit keruh. Bila CSF didiamkan maka akan terjadi pengendapan fibrin
yang halus seperti sarang laba-laba. Jumlah sel antara 10-500/ml. Tes tuberkulin dilakukan pada
bayi dan anak untuk memastikan meningitis tuberkulosa.

Penatalaksanaan
Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderitaharus menginap di
rumah sakit untuk perawatan dan pengobatan intensif. Penderita perlu istirahat mutlak dan
apabila infeksi cukup berat maka penderita perlu dirawat diruang isolasi. Penderita dengan
demam dan renjatan atau koma harus dirawat intensif. Fungsi respirasi dan kebutuhan gizi dan
cairan harus dipantau dengan ketat.Apabila telah ditegakkan diagnosis melalui biakan atau kultur
CSFyang telah diambil, maka terapi dengan antibiotik harus segera diberikan. Tetapi untuk terapi
permulaan diberikan ampicilin dengan gentamicin atau aminoglikosida lainnya melalui intravena
atau intra muscular. Pemilihan terhadap aminoglikosida dipengaruhi oleh tempat infeksi didapat
dan tempat asal kuman enterik gram negatif ditemukan, yaitu apakah di ruang rawat neonatus
atau di ruang rawat neonatus intensif. infeksi gram negatif yang didapat dari ibu atau masyarakat
sekitarnya sensitif terhadap kinamicin, sedangkan infeksi yang didapat di ruang rawat intensif
lebih sensitif terhadap gentamicin. Pengobatan lesi kulit yang nekrotik dan diduga disebabkan
oleh pseudomonas adalah dengan tikarsilin dangentamicin.
Sesudah diketahui bakteri penyebab dari meningitis dengan uji sensitifitas maka
pengobatan harus segera diberikan. Sebagan besar kuman gram negatif dan enterokokus harus
diberikan terapi kombinasi penisilin dengan aminoglikosida, karena kedua obat ini bekerja secara
sinergis.
Terapi sepsis harus diberikan selama 10-14 hari atau 5-7 hari sesudah tampak tanda
perbaikan kelinik dan tidak disertai oleh adanya abses atau kerusakan jaringan yang luas. Biakan
darah yang dilakukan 24-48 jam sesudah pengobatan harus negatif. Apabila biakan positif atau
ada abses yang tersembunyi, maka terapi harus diganti. Terapi meningitis diberikan selama tiga
minggu. Pengobatan yang lebih lama mungkin diperlukan apabila perbaikan klinis lambat atau
hasil lab yang tidak membaik.
Disamping pengobatan dengan antibiotik, diperlukan juga terapi penunjang seperti
pemberian cairan dan elektrolit, dan bantuan ventilasi.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang biasanya timbul berhubungan dengan proses inflamasi pada menings dan
pembuluh darah serebral berupa kejang, paresenervus kranialis, lesi serebri fokal, dan
hidrosefalus. Dan komplikasi yang disebabkan oleh bakteri meningokokus pada organ tubuh
lainnya sepertiinfeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endicarditis, myocarditis, orchitis,
eepydidimiti, albuminuria atau hematuria dan perdarahan adrenal. DIC dapat terjadi sebagai
komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran napas
bagian atas, telinga tengah dan paru-paru.

PROGNOSIS
Angka mortalitas pada kasus yang tidak diobati sangat bervariasi tergantung daerah endemik,
biasanya berkisar antara 50-90%. Dengan terapai saat ini, angka mortalitas sekitar 10% dan
insiden dari kompikasi dan sequelle rendah. Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah usia
pasien, bakterimia, kecepatan terapi, komplikasi dan keadaan umum dari pasien sendiri.
Kejadian fatal rendah terjadi pada kelompok usia antara 3-10 tahun. Angka mortalitas tiggi
didapatkan pada infant, pasien dewasa dengan keadaan umum yang buruk dan pasien dengan
perdarahan adrenal yang ekstensif.
Pencegahan
 Imunisasi
Vaksin meningokokus sangat penting untuk epidemis controling dinegara yang selalu
terdapat infeksi meningokokus grup A, dengan epidemik setiap beberapa tahun. Imunitas
yang didapat tidak bertahan selamanya dan akan berkurang dalam 3-5 tahun setelah
vaksinasi. Polisakarida grup C menghasilkan respon imun yang lebih rendah pada anak
dibawah usia 2 tahun. Imunoprofilaksis terhadap infeksi meningokokus menggunakan vaksin
polisakarida kuadrivalent (serogrup A, C, Y dan W 135). Pada bayi,hanya komponen vaksin
meningokokus grup A yang menghasilkan pritektif antibodi. Vaksinasi hanya
direkomendasikan untuk individu dengan resiko tinggi, termasuk pengunjung negara dengan
penyakit endemik atau epidemik.
Pada negara berkembang, penyebab infeksi meningokokus adalah grup B. Kapsul
polisakarida dari organisme ini mempunyai imunogenisitas yang sangat rendah, sebab
antibodi anti-B polisakarida tidak bersifat bakterisidal didalam komplemen manusia. Untuk
meningkatkan imunogenisitas dari polisakarida serogrup B, telah dikembangkan suatu
polisakarida protein konyugat vaksin yang serupa dengan protein konyugat vaksin H.
Influenza tipe B.
 Kemoprofilaksis
Resiko dari meningitis pada kontak keluarga sekitar 4 : 100, kurang lebih 500-1000
kali lipat dibandingkan dengan populasi secara umum dan resiko akan meningkat pada anak-
anak. Resiko untuk terkena meningitis menjadi tinggi segera setelah kontak dengan
penderita, dimana kebanyakan kasus timbul pada minggu pertama setelah kontak, paling
lambat dua bulan. Pada kasus degan penderita, secepatnya harus diberikan kemoprofilaksis.
Kontak didefinisikan sebagai keluarga, perawat yang kontak dengan sekretoral dari pasien
dan petugas kesehatan yang melakukan tindakan resusitasi mouth to mouth secara langsung.

Kemoprofilaksis meningitis meningokokus


ANTIBIOTIK DOSIS
Rifampin (oral)
Dewasa: 600 mg setiap 12 jam selama 2 hariAnak > 1 tahun : 10 mg/kgBB setiap 12 jam
selama 2 hariAnak < 1 tahun : 5 mg/kgBB setiap 12 jam selama 2 hari
Ceftriaxone (IM) Dewasa : 250 mgAnak : 125 mg
Ciprofloxasin (oral) 750 mg
Sulfisoxazole (oral)
Dewasa : 1 g setiap 12 jam selama 2 hariAnak 1-12 tahun : 500 mg setiap 12 jam selama 2
hariAnak < 1 tahun : 500 mg selama 2 hari
 
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, meningitis bakterialis (online) 2010. Available from


URLhttp://www.medicastore.com diakses tanggal 27 januari 2012.2.
2. Anonim, meningitis kronis (online) 2010. Available from URLhttp//www.medicastore.com
diakses tanggal 27 januari 2012.3.
3. Assis Aquino Gondim de F, Meningoccocal Meningitis (agustus2009). Available from URL
http//www.madscape.com diaksestanggal 29 januari 2012.4.
4. Horn J, Pediatrics, Meningitis and Encephalitis (mei 2010).Available from URL
http//www.medscape.com diakses tanggal 29 januari 2012.5.
5. Japardi j, Meningitis Meningoccocal. Medan : Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera
Utara : 2002. Available from URL http//ww w.Bedahiskandarjapari23.com diakses tanggal
27 januari 2012.6.
6. Saharso Darto, Diktat Kuliah Neurologi Anak, Makassar. FakultasKedokteran Universitas
Hasanuddin : 2003. Hal. 134-136.7.
7. Staf pengajat Ilmu Kesahatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta.Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Vol. 2 editor : Rusepno Hasan, etal. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. Hal 558-9.8.
8. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UH, Meningitis Purulenta.Diktat Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Universitas Hasanuddin.Makassar. 2004. Hal. 78.9.
9. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta.Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Vol. 2. Editor : Rusepno Hasan,et al. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta. Hal 562,628-910.
10. Markum A. H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta :Balai penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Hal327-311.
11. Nelson W. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 Jakarta : ECG. 2009. Hal65512.
12. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis cetakan ke-4. Yogyakarta:Gajah Mada University
Press. 2008. Hal 161-168, 181-187

Anda mungkin juga menyukai