Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada alam sendiri ada penunjukkan listrik yang sangat popular seperti
kilat dan api St. Elmo yang merupakan sinar yang muncul pada tiang layar
kapal pada saat badai. Kenyataan bahwa fenomena ini merupakan salah
satu fenomena listrik asli tidak diketahui sampai abad ke delapan belas.
Sebagai contoh baru pada tahun 1752 Franklin dengan eksperimen
layangannya yang terkenal menunjukkan bahwa kilat merupkan pelepasan
muatan listrik- pecikan listrik raksasa (Giancoli, 2001).

Akhirnya pada tahun 1800, sebuah peristiwa penting terjadi dimana


Alessandro Volta (1752-1827) dapat membuat batrai listrik, dn dengan
baterai tersebut menghasilkan aliran uatan listrik tetap yang pertama yaitu
arus listrik searah (tetap). Diamana teknologi selnjutnya berdasarkan arus
listrik (Giancoli, 2001).

Di zaman sekarang ini listrik sudah berlimpah dan dikenal beragam


rangkaian listrik didalamnya. Yang merupakan bagian dasar dari semua
alat elektronik dari pesawat radio dan televisi sampai komputer dan bahkan
mobil. Bahkan pengukuran ilmiah dari fisika mencakup pula ilmu biologi
dan kedokteran, menggunakan rangkaian listrik. Setelah diketahui
mengenai prinsip dasar dari arus listrik maka selanjutnya untuk
penerapanprinsip tersebut pada rangkaian DC (Direct Current) dan untuk
memahami cara kerja berbagai instrumen listrik lainnya (Giancoli, 2001).

Terkhususkan untuk penganalisisan mengenai arus dan tegangan yang


dibahas pada praktikum kali ini yaitu besarnya arus dan tegangan yang
mengalir pada tiap tiap titik percabangan dari rangkaian listrik Dc. Yaitu,
dapat berupa rangkaian listrik seri, paralel, seri-paralel atau rangkaian
listrik setara.
Dahulu ketika lampu pohon Natal jenis tertentu terbakar, seluruh rangkaian lampu
akan padam. Dewasa ini ketika salah satu lampu pada yang lainnya masih dapat
menyala. Bagaimanapun untuk rangkaian lainnya dengan bola lampu, apabila
anda melepaskan sebuah lampu maka seluruh lampu dalam rangkaian tersebut
akan ikut padam. Semua hal ini berkaiatan dengan rangkaian listrik yang
digunakan padanya. Sehingga selanjutnya perlu mengetahui hubungan antara
rangkaian listrik tersebut dengan sifat sifat dari arus dan tegangan yang
melewatinya (Giancoli, 2001).

Pada rangkaian arus searah ini tidak aka nada rangkaian transiien sebagai mana
diketahui rangkaian transien merupakan rangkaian pada arus bolak-balik
(Winarsih, 2002).

I.1 Ruang Lingkup

Pada praktikum kali ini membahas hal hal mengenai rangkaian pada arus searah,
sebagaimana diketahui bahwa rangkaian dalam arus searah ini dapat berupa
rangkaian seri, parallel, seri-paralel, maupun rangkaian setara. Dimana
selanjutnya pada tiap tiap rangkaian akan ditinju nilai dari besar arus dan tegangan
yang melewatinya.

I.2 Tujuan Praktikum

Setelah melakukan praktikum ini maka mahasiswa akan mampu:

1. Mengukur beda potensial pada rangkaian listrik


2. Memerapkan hukum Kirchoff pada rangkaian listrik
3. Menganalisa rangkaian listrik seri dan parallel
4. Membuat dan menganalisa rangkaian Thevenin
5. Membuat dan menganalisa rangkaian Norton
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Arus Listrik

Ketika terminal baterai dihubungkan dengan jalur penghantar yang kontiniu, maka
akan didapatkan rangkaian listrik. Biasanya batrai dalam rangkaian listrik
digambarkan seperti (Giancoli, 2001):

+ -

Gambar II.1 Simbol baterai

Garis pendek menunjukkan terminal negatif dan garis panjang menunjukkan

terminal positif. Biasanya baterai digunakan sebagai salah satu sumber listrik dari

bola lampu, pemanas, radio, dan lainnya. Ketika rangkaian ini terbentuk, muatan

akan mengalir melewati kawat rangkaian. Aliran muatan seperti inilah yang

disebut arus listrik. Lebih tepat lagi arus listrik dalam suatu rangkaian

didefinisikan sebagai jumlah total muatan yang melewatinya persatuan waktu

dalam satu titik. Dengan demikian dapat dirumuskan nilai aus rata-rata sebagai

(Giancoli, 2001):

∆𝑄
𝐼= … … … … (2. 1)
∆𝑡

Dimana nilai ∆𝑄 adalah jumlah muatan yang melewati konduktor pada suatu
lokasi dalam jangka waktu ∆𝑡. Arus listrik selanjutnya dihitung dalam coloumb
per detik yang diberi satuan ampere (Giancoli, 2001).
Selanjutnya arus listrik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu arus listrik searah
dan arus listrik bolak-balik (Jati, 2010). Dalam pembahasan kali ini akan dibahas
mengenai arus listrik searah.

II.2 Arus Listrik Searah (DC)

Arus searah atau DC disebabkan oleh sumber arus berkutub tetap. Pada arus
searah dikenl kutub positif dan kutub negatif tidak seperti pada arus listrik bolak-
balik. Seperti yang sudah dijelakan sebelumnya bahwa arus dapat difenisikan
sebagai total muatan yang mengairi suatu kawat penghantar dalam satu waktu
tertentu. Selanjutnya dikenal pula besran rapat arus listrik ( 𝑗⃑`) yang merupakan
besaran vektor menyatakan arus listrik persatuan luas. Arus listrik ( i ) merupakan
besaran skalar, sebab i merupakan hasil dari proyeksi 𝑗` terhadap vektor luas
penampang penghantar 𝑑𝑠`, sehingga (jati, 2010):

i = ∫ 𝑗` . 𝑑𝑠`............(2. 2)

Rumus ini berarti pada kawat berdiameter penampang sempit, selalu memberikan
arah 𝑗` sejajar dengan 𝑑𝑠` sehingga rapat arus listik berarah ke sepanjang sumbu
kawat itu (Jati, 2010).

Hal ini perlu diperhatikan ketika arah 𝑗` searah dengan perpindahan muatan
positif, sehingga arh arus listrik sejajar dengan arah aliran lubang (hole). Hole
yang dimaksud ini adalah sebuah atom yang kehilangan satu elektronnya sehingga
memiliki sebuah lubang. Berhubungan bahwa kawat itu sempit sehingga 𝑗` sejajar
dengan normal luas penampangnya, selanjutnya dapat dipandang sebagai (Jati,
2010) :

𝑑ı`
𝑗` = … … … … (2. 3)
𝑑
𝐴
Selanjutnya pada arangkaian dapat ditinjau besar kuat medan listrik yang muncul
dalam sebuah konduktor diamana besarnya ∆𝑉 dan bebanding terbalik dengan
panjang kawat 𝑙 . dalam kaitannya menjadi (Jati, 2010):

∆𝑉
𝐸= … … … … (2. 4)
𝑙

Sehingga dari persamaan diatas didapatkan nilai arus listrik:

i ≈ 𝐴𝐸

𝐴∆𝑉
i≈
𝑙


𝑉 … … … … (2. 5)
i≈
𝑅

Selain itu besarnya kuat arus yang mengalir dalam konduktor juga bergantung dari
jenis konduktornya itu, yang dinyatakan oleh tahanan jenis atau resistivitas
konduktor (𝜌) yang bersatuan ohmmeter, atau besaran konduktivitas 𝜎 yang
1
memenuhi hubungan 𝜎 = yang bersatuan1/ohm, selanjutnya nilai arus dapar
𝜌

dirumuskan sebagai (Jati, 2010):

𝐴
i=
𝜌 ∆𝑉 … … … … (2. 6)
𝑙

Hal ini juga bermakna:

𝜌𝑙
𝑅= … … … … (2. 7)
𝐴

II.3 Hukum Ohm dan Hukum Kirchoff

Untuk menghasilkan arus listrik dalam sebuah rangkaian maka akan diperlukan
beda potensial, salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghasilkan beda
potensial adalah dengan menggunakan baterai. Georg Simon Ohm (1787-1854)
menentukan dengan melakukan eksperimen bahwa arus pada kawat logam
sebanding dengan besarnya beda potensial V yang diberikan ke ujung-ujungnya
(Giancoli, 2001):

𝐼∞𝑉 … … … … (2. 8)

pada kenyataannya besarnya aliran arus listrik pada kawat tidak hanya
dipengaruhi oleh tegangan, tetapi juga hambatan yang diberikan kawat terhadap
aliran elektron. Maka elektron pada kawat akan diperlambat karena adanya
interaksi dengan atom-atom kawat. Makin tinggi hambatan yang ditimbulkan
menyebabkan makin kecilnya besar arus yang dapat melewati kawat tersebut
dengan besar beda potensial V. Maka akan didapatkan nilai (Giancoli, 2001):

𝑉
𝐼= … … … … (2. 9)
𝑅

Selanjutnya untuk menyelesaikan rangkaian yang lebih rumit akan digunakan


hukum kirchoff. Dimana terdapat dua hukum kirchoff yang digunakan dalam
praktikum ini, yaitu hukum satu kirchoff dan hukum dua kirchoff. Kedua hukum
ini dibuat oleh G. R. Kirchoff (1824-1887) di pertengahan abad sembilan belas.
Hukum-hukum ini merupakan penerapan yang berguna dari hukum kekekalan
muatan dan energi (Giancoli, 2001).

Hukum pertama kirchoff atau hukum titik cabang berdasarkan pada kekekalan
muatan. Dimana hukum ini menyatakan bahwa pada setiap titik cabang, jumlah
semua arus yang memasuki cabang harus sama dengan semua arus yang
meninggalkan cabang tersebut (Giancoli, 2001).

𝐼 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = 𝐼 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟

Sedangkan untuk hukum keduanya (hukum loop) didasarkan pada kekekalan


energi yang menyatakan bahwa jumlah perubahan potensial mengelilingi lintasan
tertutup pada suatu rangkaian harus sam dengan nol (Giancoli, 2001).
Gambar II.2 Hukum II Kirchoff

Berdasarkan hukum II Kirchoff tentang tegangan bahwa jumlah tegangan dalam


rangkaian tertutup sama dengan nol. Berdasarkan rangkaian diatas maka
persamaan tegangan dapat ditulis (Tim Fakultas teknik UNY, 2001):

−𝑉 + 𝐼𝑅1 + 𝐼𝑅2 + 𝐼𝑅3 = 0

𝐼𝑅1 + 𝐼𝑅2 + 𝐼𝑅3 = 𝑉

𝐼(𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3) = 𝑉

𝑉
𝐼= … … … … (2. 10)
𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3

II.4 Komponen dalam Arus Searah

1. Resistor

Gambar II.3 Resistor

Resistansi merupakan sifat material yang cenderung menghambat arus listrik.


Resistor sendiri merupakan komponen yang mempunyai sifat resistansi tersebut.
Komponen ini akan mengubah energi listrik menjadi energi panas (Adi, 2010).
Umumnya resistor ini terbuat dari karbon. Dalam hukum ohm diketahui bahwa
resistansi berbanding terbalik dengan jumlah arus yang mengalir melaluinya.
Satuan resistansi sendiri adalah ohm disimbolkan Ω (Ahmad, 2007).

Bentuk-bentuk resistor konvesional mengikuti sebuah hukum yaitu hukum garis


lurus atau straight line law yaitu ketika tegangan di plot terhadap arus sehingga ini
akan memungkinkan penggunaan resistor sebagi suatu sarana untuk mengkonversi
arus menjadi jatuh tegangan dan sebaliknya. Karena itulah resistor merupakan
komponen untuk mengontrol arus dan tegangan yang bekerja dalam rangkaian
elektronika. Selain itu resistor juga dapat berfungsi sebagai beban untuk
menstimulasi keberadaan suatu rangkaian dalam sebuah percobaan (Tooley,2002).

Tegangan

Kemiringan besar = resistansi tinggi

Kemiringan kecil = resistansi rendah

Arus

Gambar II.4 Tegangan diplot terhadap arus untuk dua nilai resistor yang berbeda.
Dimana kemiringan grafik sebanding dengan nilai resistansi.

Berdasarkan jenis dan bahan yang digunakan resistor digunakan menjadi beberapa
yaitu resistor kawat, resistor arang, dan resistor oksida logam. Namun demikian
dalam perdagangan resistor dibedakan menjadi resistor tetap dan resistor tidak
tetap/ variabel. Resistor tetap contohnya seperti metal film resistor, metal oxide
resistor, carbon film resistor, dan ceramic encased wirewound, dan sebagainya.
Sedangkan beberapa contoh kapasitor variabel seperti potensiometer, trimer-
potensiometer, termister, DR, dan Vdr (Ahmad, 2007).

Gambar (II.5) memperlihatkan hubungan antara resistor dan suhu. Karena


resistansi dari sebuah bahan bertambah besar seiring dengan kenaikan suhu,
sehingga memiliki koefisien suhu positif (PTC). Tidak semua bahan memiliki
karakteristik PTC. Resistansi dari konduktor berbahan karbon mengecil dengan
kenaikan suhu sehingga disebut memiliki koefisien suhu negatif (NTC) (Tooley,
2002).

Resistansi dari suhu konduktor pada suhu t diberikan oleh persamaan:

Rt = R0(1+𝛼t+𝛽t2+𝛾t3.....).................(2.11)

Dimana 𝛼 merupakan koefisien suhu dari sebuah resistansi.


Resistansi

Suhu

0°C

Gambar II.5 Variasi resistansi terhadap perubahan suhu untuk sebuah konduktor
logam.

Resistansi

Rt

R0

Suhu
0°𝐶 t°𝐶

Gambar II.6 Aproksimasi garis lurus

Tipe resistor pada umumnya adalah berbentuk tabung dengan dua kaki tembaga
dikiri dan dikanannya. Pada bagian badan terdapat lingkaran warna berbentuk
gelang untuk memudahkan pemakai mengetahui besar resistansi tanpa perlu
mengukur menggunakan ohmmeter. Kode warna tersebut adalah standar
manufaktur yang dikeluarkan oleh EIA (Electronic Industries Association) seperti
yang ditunjukkan pada tabel berikut (Zaki, 2005):
Tabel II.1 Kode Warna pada Resistor

FAKTOR
NO WARNA NILAI TOLERANSI
PENGALI
1 Hitam 0 1
2 Coklat 1 10 ±1%
3 Merah 2 102 ±2%
4 Jingga 3 103
5 Kuning 4 104
6 Hijau 5 105
7 Biru 6 106
8 Violet 7 107
9 Abu-abu 8 108
10 Putih 9 109
11 Emas - 10-1 ±5%
12 Perak - 10-2 ±10%
Tanpa
13 - - ±20%
Warna

2. Induktor

Gambar II.7 Induktor

Induktor merupakan alat untuk menyimpan energi listrik dalam medan-magnetik.


Pengaplikasiannya berupa perangkat choke, filter dan rangkaian pemilih
frekuensi. Karakteristik dari sebuah induktor biasanya ditentukan oleh bahan inti,
jumlah lilitan dan dimensi-dimensi kumparannya (Tooley, 2002).

Inti induktor biasanya berupa inti udara besi atau ferit. Induktor memiliki
karakteristik yang berbeda dengan kapasitor yaitu menahan arus AC dan
meneruskan arus DC. Satuan induktor adalah Henry (H) (Adi, 2010).
Fungsi utama dari sebuah induktor dalam sebuah rangkaian yaitu untuk melawan
fluktuasi arus yang melewatinya. Pengaplikasiannya dalam rangkaian DC
bertujuan untuk menghasilkan tegangan DC yang konstan terhadap fluktuasi
beban arus. Sedangkan pengaplikasian pada rangkaian bertegangan AC bertujuan
agar meredam perubahan fluks arus yang tidak diinginkan, selain itu induktor juga
mampu diaplikasikan pada rangkaian filter dan tunner (Zaki, 2005).

Karakteristik listrik dari sebuah induktor ditentukan oleh bebeapa faktor seperti,
bahan inti, jumlah lilitan, dan dimensi-dimensi fisik kumparannya. Dalam
praktejnya setiap kumparan memiliki induktansi (L) maupun resistansinya (Rs)
sendiri. Walaupun induktansi dan resistansi pada induktor terlihat terpisah tetapi
pada kenyataannya keduanya terdistribusi merata pada seluruh baguan komponen.
Untuk memudahkan dalam menganalisis komponen maka resistansi dan
induktansi diperlakukan secara terpisah (Tooley,2002).

II.5 Daya dan Energi Arus Searah

Jika suatu sumber tegangan V diberikan beban R sehingga arus yang mengalir
pada rangkaian sebesar I, maka sumber tegangan menyalurkan daya listrik
sedangkan R menyerap daya listrik. Kedua daya ini akan memiliki besar yang
sama (Tim Fakultas Teknik UNY, 2001).

Gambar II.8 Rangkaian dengan sumber tegangan V dan beban R

Besarnya daya yang mengalir dapat dikatakan memiliki nilai sebanding dengan
perklian anatara besarnya arus yang mengalir pada rangkaian dan besarnya
tegangan yang diperlukan/ ditimbulkan rangkaian. Sehingga dapat dirumuskan
sebagai (Tim Fakultas Teknik UNY, 2001):

𝑃 = 𝑉𝐼 … … … … (2. 12)
Dimana diketahui dari hukum ohm bahwa besarnya tegangan akan sebanding
dengan besarnya arus yang melewati rangkaian dn besarnya hamabtan pada
rangkaian , sehingga selanjutnya dpat diruuskan besar daya (Tim Fakultas Teknik
UNY, 2001):

𝑃 = 𝑅𝐼2 … … … … (2. 13)

2
𝑃 = 𝑉 … … … … (2. 14)
𝑅

Sehingga keseluruhan akan diperoleh hubungan :

2
𝑃 = 𝑉𝐼 = 𝑅𝐼2 = 𝑉 … … … … (2. 15)
𝑅

Selanjutnya akan didapatkan nilai atau besarnya energi listrik yang disalurkan
oleh sumber tegangan sama dengan energi listrik yang diserap oleh R. Besarnya
energi listrik yang disalurkan akan bergantung pada besanya daya dan waktu,
dapat dirumuskan sebagai (Tim Fakultas Teknik UNY, 2001):

W = 𝑃𝑡...............(2. 16)

Dalam sistem internasional satuan daya adalah watt, dan satuan waktu adalah
sekon, sehingga didapatkan satuan energi adalah watt. Sekon atau joule.
Selanjutnya dalam penggunaan sehari-hari satuan energi listrik dinyatakan dengan
KWH(Kilo Watt Hours). Dimana 1 𝐾W𝐻 = 6,3 × 106 j𝑜𝑢𝑙𝑒 (Tim Fakultas
Teknik UNY, 2001)

II.6 Rangkaian Arus Listrik Searah

1. Rangkaian Pembagi Tegangan


Dalam rangkaian listrik arus searah untuk memperoleh suatu tegangan
tertentu, rangkaian seperti ini disebut sebagai rangkaian pembagi
tegangan. Rangkaian pembagi tegangan ini dapat ditunjukkan seperti pada
gambar (I I.9) (Tim Fakulta Teknik UNY, 2001):
Gambar II.9 Rangkaian pembagi tegangan
Besarnya arus yang mengalir pada rangkaian yaitu:
𝑉
𝐼= … … … … (2. 17)
𝑅1 + 𝑅2
Tegangan pada R2 adalah :
𝑉
𝑉2 = 𝐼𝑅2 = 𝑅2
+ 𝑅2
𝑅 1

𝑉2 =
𝑅 𝑅2 𝑉 … … … … (2. 18)
+ 𝑅2
1

Dan dengan cara yang sama akan didapatkan nilai tegangan pada R1:

𝑉1 =
𝑅 𝑅2 𝑉 … … … … (2. 19)
+ 𝑅2
1
2. Rangkaian Pembagi Arus
Dalam rankaian pembagi tegangan tahanan disusun secara seri, sedangkan
dalam rangkaian pembagi arus tahanan akan disusun secara parallel.
Seperti ditunjukkan pada gambar berikut (Tim Fakultas Teknik UNY,
2001):

Gambar II.10 Rangkaian pembagi arus


Jika dinyatakan dalam konduktansi (Tim Fakultas Teknik UNY, 2001):
Gambar II.11 Rangkaian dengan konduktansi
Maka akan didapatkan persamaan:
𝐺1
𝐼1 = 𝐼 … … … … (2. 20)
+ 𝐺2
𝐺1
𝐺2
𝐼2 = 𝐼 … … … … (2. 21)
𝐺 1+ 𝐺2
3. Rangkaian
seri
Ketika dua atau lebih resistor dihubungkan dari ujung ke ujung seperti
pada gambar (2.12) maka rangkaian ini disebut rangkaian seri. Dimana
resistor tersebut selanjutnya akan dilewati muatan sehingga arus I yang
melewati setiap resistor memiliki nilai yang sama. Jika tidak maka hal ini
berarti muatan terakumulasi pada beberapa titik pada rangkaian, yang
tidak terjadi dalam keadaan stabil (Giancoli, 2001).

Gambar II.12 Rangkaian seri


Ditentukan bahwa V menyatakan tegangan pada ketiga resistor dan
dianggap semua resistor yang lain pada rangkaian dapat diabaikan
sehingga V sama dengan tegangan batri sebagai sumber. Tentukan
𝑉1, 𝑉2, 𝑉3 merupakan beda potensial berurut-urut pada resistor 𝑅1, 𝑅2, 𝑅3.
Maka dengan menggunakan hukum ohm didapatkan nilai 𝑉1 = 𝐼𝑅1, 𝑉2 =
𝐼𝑅2, 𝑉3 = 𝐼𝑅3. Karena resitor tersebutdihubungkan dari ujung keujung,
kekekalan energi menyatakan bahwa tegangan total V sama dengan jumlah
dari masing-masing tegangan pada masing-masing resistor, sehingga
didapatkan sifat-sifat dari rangkaian seri yaitu (Giancoli, 2001):
𝐼𝑡𝑜𝑡 = 𝐼1 = 𝐼2 = 𝐼3 … … … … (2. 22)
𝑉𝑡𝑜𝑡 = 𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3 … … … … (2. 23)
𝑅𝑡𝑜𝑡 = 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3 … … … … (2. 24)
4. Rangkaian Paralel
Pada rangkaian paaralel ini aus dari sumber terbagi menjadi cabng-cabang
yang terpisah. Perkabelan pada rumah-rumah dan gedung-gedung diatur
sehingga semua peralatan listrik tersusun secara paralel. Dengan
perkabelan paralel ini jiak diputuskan satu alat maka arus ke alat yang lian
tidak terganggu. Berbeda dengan rangkaian seri dimana apabila diputus
satu alat maka distribusu arus kealat lainnya akan terganggu (Giancoli,
2001).

Gambar II.13 Rangkaian paralel


Pada rangkaian paralel berdasarkan gambar (II.13) arus total I yang
meninggalkan baterai akan terbagi menjadi tiga cabang. Ditentukan
𝐼1, 𝐼2, 𝐼3 sebagai aru yang berturut-turut melalui resistor 𝑅1, 𝑅2, 𝑅3.
Dikarenakan besar muatan listrik kekal, arus yang masuk ke dalam titik
cabang harus sama besarnya dengan arus yang keluar dari titik cabang,
dengan demikian dapat dirumuskan besrnya arus sebagai berikut
(Giancoli, 2001):
𝐼𝑡𝑜𝑡 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3 … … … … (2. 25)
Ketika resistor terhubung secara paralel, maka pada masing masing
resistor akan mengalami tegangan yang sama (Giancoli, 2001).
𝑉𝑡𝑜𝑡 = 𝑉1 = 𝑉2 = 𝑉3 … … … … (2. 26)
Sehingga dari hukum ohm (𝑉 = 𝐼𝑅) akan didapatkan nilai dai hambatan
total pada resistor yaitu (Giancoli, 2001):
1 1 1 1
= + + … … … … (2. 27)
𝑅𝑡𝑜𝑡 𝑅1 𝑅2 𝑅3
5. Rangkaian Seri-Paralel
Susunan R (Resistor) pada sebuah untaian juga bias merupakan kombinasi
antara rangkaian paralel dan rangkaian seri. Maka penyelesaian
selanjutnya akan digunakan gabunan dari kedua rumus dari rangkaian seri
maupun parallel. Sebagai contoh dapat dilihat gambar di bawah (Arifin,
2015):

Gambar II.14 Rangkaian seri-paralel


Pada gambar (II.14) arus yang memulai dari tiap resistor dalam rangkaian
parallel tersebut umumnya berbeda, tetapi beda potensial pada ujung ujung
resistor haruslah sama (Arifin, 2015). Selanjutnyanilai hambatan pada
rangkaian diatas dapat diselesaikan sebagai berikut:
1 1 1
= +
𝑅45 𝑅4 𝑅5
𝑅2−45 = 𝑅45 + 𝑅2
1 1 1
= +
𝑅3−2−45 𝑅3 𝑅2−45
𝑅𝑡𝑜𝑡 = 𝑅3−2−45 + 𝑅1 … … … … (2. 28)
6. Rangkaian Setara
Rangkaian setara berfungsi untuk menyederhanakan rangkaian. Ada dua
macam rangkaian setara yaitu rangkaian setara Norton dan rangkaian
setara Thevenin (Arifin, 2015).
Rangkaian setara Thevenin adalah rangkaian setara yang menggunakan
sumber tegangan tetap, yakni sebuah sumber tegangan ideal dengan
tegangan keluarannya yang tidak berubah, berapapun besarnya arus yang
diambil darinya (Arifin, 2015).
Sedangkan rangkaian setara Norton menggunakan sumber arus tetap, yang
dapat menghasilkan arus, berapapun hambatan yang dipasang pada
keluarannya (Arifin, 2015).
Sebuah rangkaian dengan terminal keluaran yang menghubungkan
kesebuah alat eksternal (rangkaian lain), kedua ujung terminal akan
membentuk suatu gerbang tunggal yaitu gerbang keluaran (Arifin, 2015).

Gambar II.15 Rangkaian pembagi tegangan (a) tanpa diberi beban


(b) diberi beban
Rangkaian pada gambar (II.15.a) mempunyai keluaran terbuka, oleh
karena gelombang keluaran a dan b tidak diambil arus. Ada keadaan ini
disebut sebagai tegangan keluaran terbuka yaitu Vob (Arifin, 2015).

𝑉𝑜𝑏 = s 1𝐾
(𝑅
+ 𝑅2 𝑅2 = 12 𝑉 = 6 𝑉 … … … … (2. 29)
1 ) (1𝐾 + 2𝐾)
Pada gambar (II.15.b) ujung a dan b dihubungkan dengan suatu hambatan
beban, RL=1KΩ. demgan adanya hambatan beban RL, arus loop menjadi
(Arifin, 2015):

𝐼= s 12𝑉
= = 8𝑚𝐴 … … … … (2. 30)
𝑅1 + (𝑅2//𝑅𝐿) 𝐼𝐾 + (𝐼𝐾//1𝐾)
𝑉0 = 𝑉𝑎𝑏 = 𝐼(𝑅2//𝑅𝐿) = (8𝑚𝐴)(1𝐾//1𝐾) = 4𝑉 … … … … (2. 31)

Dengan adanya rangkaian beban, maka rangkaian pembagi tegangan


mengalami jatuh tegangan (Arifin, 2015).
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 21Oktober 2015, hari Rabu pukul 13.00
Wita sampai dengan 15.00 Wita di Laboratorium elektronika Fisika Dasar
Fakultas MIPA Universitas Hasanuddi, tanggal.

III. 2 Alat dan Bahan

III. 2. 1 Alat Beserta Fungsinya

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah:

a) Papan PCB

Gambar III.1 Papan PCB

Berfungsi sebagai tempat perakitan rangkaian parallel, seri, parallel-sei dan


rangkaian setara.

b) Kabel Jumper

Gambar III.2 Kabel Jumper


Kabel ini berfungsi untuk menghubungkan komponen dalam rangkaian pada
papan PCB.

a) Multimeter

Gambar III.3 Multimeter


Berfungsi untuk mengukur tegangan masukan, tegangan keluaran (DC), arus,
dan hambatan dari rangkaian elektronika.
b) Catu Daya

Gambar II.4 Catu Daya


Berfungsi sebagai sumber tegangan pada percobaan ini.
III.2.2 Bahan Beserta Fungsinya

Bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah:

a) Resistor

Gambar III.5 Resistor Tetap


Berfungsi sebagai komponen penyusun rangkaian.
b) Induktor

Gambar III.6 Induktor


Berfungsi sebagai salah satu komponen penyusun
rangkaian.

III.3 Prosedur Percobaan

III.3.1 Prosedur Percobaan perhitungan Nilai Resistansi resistor

1. Menyiapkan alat dan bahan.


2. Mengambil lima buah resistor yang memiliki nilai resistansi yang berbeda.
3. Membaca nilai resistasi kapasitor bedasarkan warna cicin resistor.
4. Mengukur nilai hambatan masing-masing resistor menggunakan
multimeter.
5. Menuliskan hasil yang didapatkan ke dalam suatu table hasil percobaan.

III.3.2 Prosedur Percobaan pada Rangkaian Seri

Gambar III.7 Rangkaian Seri

1. Menyiapkan alat dan bahan.


2. Membuat rangkaian seperti pada gambar diatas dengan nilai komponen R
yang ditentukan sendiri.
3. Menyambungkan rangkaian dengan sumber tegangan.
4. Mengukur arus yng masuk pada rangkaian dengan menghubungkan
multimeter pada titik a dan d.
5. Mengukur nilai tegangan tiap tiap titiknya yaitu titik a-b,b-c,c-d dan a-d.
6. Membandingkan dengan nilai yang didapatkan melalui perhitungan teori.

III.3.3 Prosedur Percobaan pada Rangkaian Paralel

Gambar III.8 Rangkaian Paralel

1. Menyiapkan alat dan bahan.


2. Membuat rangkaian seperti pada gambar diatas dengan nilai komponen R
yang ditentukan sendiri.
3. Menyambungkan rangkaian dengan sumber tegangan.
4. Mengukur arus yang masuk pada rangkaian tersebut.
5. Mengukur arus yang mengalir pada tiap tiap tegangan yang ada.
6. Mengukur nilai tegangan tiap tiap hambatan yang dilewati.
7. Membandingkan dengan nilai yang didapatkan melalui perhitungan teori.

III.3.4 Prosedur Percobaan pada Rangkaian Seri-Paralel

Gambar III.9 Rangkaian seri-paralel


1 Menyiapkan alat dan bahan.
2 Membuat rangkaian seperti pada gambar diatas dengan nilai komponen R
yang ditentukan sendiri.
2. Menyambungkan rangkaian dengan sumber tegangan.
3. Mengukur arus yang masuk pada rangkaian dengan menghubungkan
multimeter pada titik a dan e.
4. Mengukur arus yang mengalir pada tip tiap tegangan yang ada yaitu arus
untuk titik a-b,b-c,c-d,b-e dan a-e.
5. Mengukur nilai tegangan tiap tiap titiknya yaitu titik a-b,b-c,c-d,b-e dan a-
e.
6. Membandingkan dengan nilai yang didapatkan melalui perhitungan teori.
III.3.5 Prosedur Percobaan pada Rangkaian Setara

Gambar III.10 Rangkaian Setara

1. Menyiapkan alat dan bahan.


2. Membuat rangkaian seperti pada gambar diatas dengan nilai komponen R
yang ditentukan sendiri.
3. Dimana rangkaian pertama tanpa diberi beban.
4. Menyambungkan rangkaian dengan sumber tegangan.
5. Mengukur arus yang masuk pada rangkaian dengan menggunakan
multimeter.
6. Mengukur nilai tegangan pada rangkaian.
7. Menambahkan nilai beban pada rangkaian dan melakukan pecobaan sesuai
urutan 4 dan 5.
8. Menuliskan hasil yang didapatkan pada table hasil percobaan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

IV.1.1 Tabel Data

IV.1.1.1 Data Nilai Resistansi Resistor

Kode Warna Resistansi Resistansi


No Secara Teori Secara
A B C D (Ω) Praktek (Ω)

1 Hijau Biru Coklat Emas 560 ± 5 % 500 ± 5 %

2 Biru Abu-abu Hitam Emas 68 ± 5 % 60 ± 5 %

3 Coklat Hijau Coklat Emas 150 ± 5 % 142 ± 5 %

4 Coklat Merah Coklat Emas 120 ± 5 % 111 ± 5 %

5 Orange Hitam Coklat Emas 300 ± 5 % 300 ± 5 %

IV.1.1.2 Data Nilai Arus dan Tegangan dalam Rangkaian Seri

Hambatan Vcc Kode Catu


No I (A) Itot (A) V (V) Vtot (V)
(Ω) (V) Daya

1 R1 7,5

2 R2 9 0,0129 0,01282 1,3 10,79896 CD/DC-03

3 R3 2

Keterangan:
R1 = 500 Ω
R2 = 60 Ω
R3 = 142 Ω
IV.1.1.3 Data Nilai Arus dan Tegangan dalam Rangkaian Paralel

Kode
Hambatan Vcc V
No I (A) Itot (A) Vtot (V) Catu
(Ω) (V) (V)
Daya

1 R1 0,0177
7,65758
2 R2 0,1333 CD/DC-
9 0,1968 8,5
03
3 R3 0,0642

Keterangan:
R1 = 500 Ω
R2 = 60 Ω
R3 = 142 Ω

IV.1.1.4 Data Nilai Arus dan Tegangan dalam Rangkaian Seri Paralel

Kode
Hambatan Vcc
No I (A) Itot (A) V (V) Vtot (V) Catu
(Ω) (V)
Daya

1 R1 0,0156 8,76

2 R2 0,011 0,47

3 R3 0,0042 0,01772 1,28 CD/DC-


9 10,03679
03
4 R4 0,00616 0,81

5 R5 0,0027 0,81

Keterangan:
R1 = 500 Ω
R2 = 60 Ω
R3 = 142 Ω
R4 = 111 Ω
R5 = 300 Ω
IV.1.1.5 Data Nilai Arus dan tegangan dalam Rangkain Setara

Perlakuan IA (A) IB (A) VA (V) VB (V)

Diberi Beban

3,33 3,37 2,5 2,5

Tidak diberi
Beban
4,9 11 5 5

IV.1.2 Pengolahan Data

IV.1.2.1 Nilai Resistansi Resistor

a. Secara Teori

Persamaan R = ab x 10 ± D Ω

1. Warna Resistor : Hijau, Biru, Coklat, dan

Emas R1 = 56 + 101 ± 5 % = 560 Ω ±

5%

2. Warna Resistor : Biru, Abu-abu, Hitam, dan Emas

R2 = 68 + 10 ± 5 % = 68 Ω ± 5 %

3. Warna Resistor : Coklat, Hijau, Coklat, dan Emas

R3 = 15 + 101 ± 5 % = 150 Ω ± 5 %

4. Warna Resistor : Coklat, Merah, Coklat, dan Emas

R4 = 12 + 101 ± 5 % = 120 Ω ± 5 %

5. Warna Resistor : Orange, Hitam, Coklat, dan Emas

R5 = 30 + 101 ± 5 % = 300 Ω ± 5 %
b. Secara Praktikum
1. R1 = 500 Ω ± 5 %
2. R2 = 60 Ω ± 5 %
3. R3 = 142 Ω ± 5 %
4. R4 = 111 Ω ± 5 %
5. R5 = 300 Ω ± 5 %

IV.1.2.2 Rangkaian Seri

IV.1.2.2.1 Nilai Hambatan pada Rangkaian Seri

a. Hambatan Rangkaian Seri Secara Teori

Rtot = R1 + R2 + R3

= 560 Ω + 68 Ω + 150 Ω
= 778 Ω
b. Hambatan Rangkaian Seri Secara Praktikum

Rtot = R1 + R2 + R3

= 500 Ω + 60 Ω + 142 Ω

= 702 Ω

IV.1.2.2.2 Nilai Arus pada Rangkaian Seri

a. Arus Rangkaian Seri secara Teori


I=V
R

V3 7,5
I1 = = = 0,01339 A ≈ 0,01 A
R1 560

V2
I2 =
1,3 = = 0,01911 A ≈ 0,01 A
R2 68

V3 2
I3 = = = 0,01333 A ≈ 0,01 A
R3 150
𝑉𝑡𝑜𝑡 9
Itot = = = 0,01156 A ≈ 0,01 A
𝑅𝑡𝑜𝑡 778

Catatan:

Sesuai teori dimana nilai arus total pada rangkaian seri sama dengan besar
tiap tiap arus pada hambatan.

b. Arus Rangkaian Seri secara Praktikum


I=V
R

V3 7,5
I1 = = = 0,01500 A ≈ 0,01 A
R1 500

V2
I2 =
1,3 = = 0,02166 A ≈ 0,02 A
R2 60

V3 2
I3 = = = 0,01408 A ≈ 0,01 A
R3 142

𝑉𝑡𝑜𝑡 9
Itot = = = 0,01282 A ≈ 0,01 A
𝑅𝑡𝑜𝑡 702

Catatan:

Sesuai teori dimana nilai arus total pada rangkaian seri sama dengan besar
tiap tiap arus pada hambatan.

IV.1.2.2.3 Nilai Tegangan pada Rangkaian Seri

a. Tegangan Rangkaian Seri secara Teori


V = IR
V1 = I1.R1 = (0,01339 A)(560 Ω) = 7,4984 V
V2 = I2.R2 = (0,01912 A)(68 Ω) = 1,30016 V
V3 = I3.R3 = (0,01333 A)(150 Ω) = 1,9995 V
Vtot = V1 + V2 + V3 = (7,4984 + 1,30016 + 1,9995) V = 10,79806 V
b. Tegangan Rangkaian Seri secara Praktikum
V = IR
V1 = I1.R1 = (0,01500 A)(500 Ω) = 7,5000 V
V2 = I2.R2 = (0,02166 A)(60 Ω) = 1,2996 V
V3 = I3.R3 = (0,01408 A)(142 Ω) = 1,9993 V
Vtot = V1 + V2 + V3 = (7,5000 + 1,2996 + 1,9993) V = 10,79896 V

IV.1.2.3 Rangkaian Paralel

IV.1.2.3.1 Nilai Hambatan pada rangkaian paralel

a. Hambatan rangkaian Paralel secara Teori

I I I I
= + +
Rek R1 R2 R3

1
=560 + 1 1
+ 150
68

= 43,20587 Ω

b. Hambatan rangkaian Paralel secara Praktikum

I I I I
= + +
Rek R1 R2 R3

1
=500 + 1 1
+ 142
60

= 38,91050 Ω

IV.1.2.3.2 Nilai Arus pada Rangkaian Paralel

a. Arus pada Rangkaian Paralel secara Teori


I=V
R

V1 9
I1 = = = 0,01607 A
R1 560

I2 = V2= 9
= 0,13235 A
R2 68
V3 9
I3 = = = 0,06000 A
R3 150

Itot = I1 + I2 + I3 = (0,01607 + 0,13235 + 0,06000) A = 0,20842 A


b. Arus pada Rangkaian Paralel secara Praktikum
I=V
R

I1 = V1= 8,5
= 0,01517 A
R1 500

I2 = V2= 8,5= 0,125 A


R2 60

I3 = V3= 8,5
= 0,0567 A
R3 142

Itot = I1 + I2 + I3 = (0,01517 + 0,125 + 0,0567) A = 0,1968 A

IV.1.2.3.3 Nilai Tegangan pada Rangkaian Paralel

a. Tegangan pada Rangkaian Paralel secara Teori


V = IR
V1 = I1.R1 = (0,01607 A)(560 Ω) = 8,99920 V ≈ 9 V
V2 = I2.R2 = (0,13235 A)(68 Ω) = 8,99980 V ≈ 9 V
V3 = I3.R3 = (0,06000 A)(150 Ω) = 9 V ≈ 9 V
Vtot = 𝐼𝑡𝑜𝑡𝑅𝑡𝑜𝑡 = (0,20842 A)(43,20587 Ω) = 9,00495 V≈ 9 V

Catatan:

Sesuai teori dimana nilai tegangan total pada rangkaian paralel sama
dengan besar tiap tiap tegangan pada hambatan.

b. Tegangan pada Rangkaian Paralel secara Praktikum


V = IR
V1 = I1.R1 = (0,01517 A)(500 Ω) = 7,585 V ≈ 8 V
V2 = I2.R2 = (0,125 A)(60 Ω) = 7,5 V ≈ 8 V
V3 = I3.R3 = (0,0567 A)(142 Ω) = 8,05 V ≈ 8 V
Vtot = 𝐼𝑡𝑜𝑡𝑅𝑡𝑜𝑡 = (0,1968 A)(38,91050 Ω) = 7,65758 V≈ 8 V

Catatan:
Sesuai teori dimana nilai tegangan total pada rangkaian paralel sama
dengan besar tiap tiap tegangan pada hambatan.

IV.1.2.4 Rangkaian Seri-Paralel

IV.1.2.4.1 Nilai Hambatan pada Rangkaian Seri-Paralel

a. Hambatan pada Rangkaian Seri-Paralel secara Teori

I I I
Rp = R4+ R5

I
= 120 + I
300

Rp = 85,71428 Ω

Rs = R2 + Rp = (68 + 85,71428) Ω = 153,71428 Ω

I I I I
Rp = Rs + R3
= I = 75,91721 Ω
153,71428 + 150

Rtot = R1 + Rp = (560 + 75,91721) Ω = 635,91721 Ω


b. Hambatan pada Rangkaian Seri-Paralel secara Praktikum

I I I
Rp = R4+ R5

I
= 111 + I
300

Rp = 81,02189 Ω

Rs = R2 + Rp = (60 + 81,02189) Ω = 141,02189 Ω

I I I I
Rp = Rs + R3
= I = 70,75462 Ω
141,02189 + 142

Rtot = R1 + Rp = (500 + 70,75462) Ω = 570,75462 Ω


IV.1.2.4.2 Nilai Arus pada Rangkaian Seri-Paralel

a. Arus pada Rangkaian Seri-Paralel secara Teori


I=V
R

I1 = V1 = 8.76= 0,01564 A
R1 560

I2 = V2 = 0,47 = 0,00691 A
R2 68

I3 = V3 = 1,28 = 0,00853 A
R3 150

I4= V4 = 0,81 = 0,00675 A


R4 120

I5 = V5 = 0,81 = 0,00270 A
R5 300

I4-5 = I4 + I5 = (0,00675 + 0,00270) = 0,00945 A


I2 + I4−5 0,00691+ 0,00945
I2-45 = 2
= 2
= 0,00818 A
I3-245 = I3 + I2-45 = (0,00853 + 0,00818) A = 0,01671 A
I1 + I3−245 0,01564+ 0,01671
Itot = 2
= 2
= 0,016175 A

b. Arus pada Rangkaian Seri-Paralel secara Praktikum


I=V
R

I1 = V1 = 8.76 = 0,01752 A
R1 500

I2 = V2 = 0,47 = 0,00783 A
R2 60

I3 = V3 = 1,28 = 0,00901 A
R3 142

I4= V4 = 0,81 = 0,00729 A


R4 111

I5 = V5 = 0,81 = 0,00270 A
R5 300
I4-5 = I4 + I5 = (0,00729 + 0,00270) = 0,00999 A
I2 + I4−5 0,00783+ 0,00999
I2-45 = 2
= 2
= 0,00891 A
I3-245 = I3 + I2-45 = (0,00901 + 0,00891) A = 0,01792 A
Itot
I1 + I3−245 0,01752+ 0,01792
= 2
= 2
= 0,01772 A

IV.1.2.4.3 Nilai Tegangan pada Rangkaian Seri-Paralel

a. Tegangan pada Rangkaian Seri-Paralel secara Teori

V = IR

V1= I1.R1 = (0,01564 A)(560 Ω) = 8,75840 V


V2 = I2.R2 = (0,00691 A)(68 Ω) = 0,46988 V
V3 = I3.R3 = (0,00853 A)(150 Ω) = 1,27950 V
V4 = I4.R4 = (0,00675 A)(120 Ω) = 0,81000 V
V5 = I5.R5 = (0,00270 A)(300 Ω) = 0,81000 V
𝑉4 + 𝑉5 0,81000+ 0,81000
V4-5 = 2 = 2 = 0,81000 V
V2-45 = V2 + V45 = (0,46988 + 0,81000) V = 1,27988 V
𝑉3 + V245 1,27950+ 1,27988
V3-245 = 2
= 2
= 1,27969 V
Vtot = V1 + V3-245 = (8,75840 + 1,27969) = 10,03809 V
b. Tegangan pada Rangkaian Seri-Paralel secara Praktikum

V = IR

V1= I1.R1 = (0,01752 A)(500 Ω) = 8,76000 V


V2 = I2.R2 = (0,00783 A)(60 Ω) = 0,46980 V
V3 = I3.R3 = (0,00901 A)(142 Ω) = 1,27942 V
V4 = I4.R4 = (0,00729 A)(111 Ω) = 0,80919 V
V5 = I5.R5 = (0,00270 A)(300 Ω) = 0,81000 V
V4 + V5 0,80919+ 0,81000
V4-5 = 2 = 2 = 0,80959 V
V2-45 = V2 + V45 = (0,46980 + 0,80959) V = 1,27939 V
𝑉3 + V245 1,27942+ 1,27939
V3-245 = 2 = 2 = 1,27679 V
Vtot = V1 + V3-245 = (8,76000 + 1,27679) = 10,03679 V

IV.1.3 Gambar Rangkaian

IV.1.3.1 Gambar Rangkaian Seri

Gambar IV.1 Rangkaian seri

IV.1.3.2 Gambar Rangkaian Paralel

Gambar IV.2 Rangkaian paralel


IV.1.3.3 Gambar Rangkaian Seri-Paralel

Gambar IV.3 Rangkaian seri-paralel

IV.1.3.4 Gambar Rangkaian Searah

Gambar IV.4 Rangkaian searah


IV.4 Pembahasan
Pada perhitungan mengenai resistansi pada resistor didapatkan sedikit adanya
perbedaan antara nilai resistansi resistor dari teori dan praktikum. Hal ini dapat
dikarenakan kesalahan dalam pengamatan skala pada ohmmeter atau disebabkan
oleh keadaan resistor sendiri yang kurang baik. Tetapi, resistor yang digunakan
masih dapat dikatakan bagus apabila nilai yang ditunjukkan pada perhitungan
sesuai praktikum tidak melebihi nilai toleransi dari sebuah kapasitor.
Selanjutnya pada perakitan rangkaian seri dimana diketahui pada rangkaian ini
nilai arus yang mengalir tetap (teori). Dan teorema ini dapat dibuktikan dalam
praktikum ini dimana didapatkan bahwa nilai arus yang melewati rangkaian, rata
rata bernilai 0,01 A disetiap titiknya dan dapat dilihat pula bahwa nilai arus total
yang mengalir dalam rangkaian juga memiliki nilai yang sama dengan arus yang
mengalir pada tiap tiap hambatan.
Sedangkan untuk nilai tegangan pada rangkaian seri ini didapatkan bahwa
berdasarkan praktik nilai yang didapatkan yaitu 10,79896 V dan berdasarkan teori
didapatkan nilai tegangan sebesar 10,79806 V. dapat dilihat bahwa kedua nilai
tersebut hamper sama (𝑉𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡i𝑘𝑢𝑚 ≈ 𝑉𝑡𝑒𝑜𝑟i) jadi dapat disimpulakan bahwa
praktikum yang dilakukan memiliki hasil yang bagus karena sesuai dengan teori
yang ada.
Selanjutnya pada perakitan rangkaian paralel. Dimana pada rangkaian ini nilai
tegangannyalah yang memiliki nilai yang sama pada tiap tiap titik hambatan yang
ada (teori). Berdasarkan praktikum didapatkan nilai tegangan yang kesemuanya
mendekati nilai 8 V sedangkan nilai tegangan pada teori menunjukkan nilai 9 V.
hal ini masih dapat ditoleransi dikarenakan interval antara kedua nilai tidak jauh
berbeda sehinga dapat dikatakan praktikum ini mendapatkan nilai yang sesuai
dengan teori pula. Perbedaan nilai ini mungkin dikarenakan oleh adanya
akumulasi muatan pada beberapa titik di rangkaian.
Besarnya arus yang mengalir pada rangkain parallel sesuai teri yaitu sekitar
0,6198 A dan berdasarkan teori besarnya arus adalah 0,20842 A. Sehingga apabila
dibulatkan nilai dai arus yang terukur pada praktikum dan nilai arus yang terukur
pada teori adalah mendekati (𝐴𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡i𝑘𝑢𝑚 ≈ 𝐴𝑡𝑒𝑜𝑟i) sehingga dapat dikatakan sesuai
dengan teori.
Tak jauh berbeda pula pada rangkaian seri-paralel dimana nilai arus berdasarkan
praktikum juga memiliki nilai yang mendekati nilai arus berdasarkan teori
(𝐴𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡i𝑘𝑢𝑚 ≈ 𝐴𝑡𝑒𝑜𝑟i) dan untuk nilai tegangan yang diukur berdasarkan praktikum
juga mendekati nilai tegangan berdasarkan teori (𝑉𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡i𝑘𝑢𝑚 ≈ 𝑉𝑡𝑒𝑜𝑟i). Sehigga dapat
dikatakan pada praktikum kali ini kesalahan pengukuran dan alat yang digunakan
sangat kecil. Hal ini dikarenakan nilai yang didapatkan dalam praktikum selalu
mendekati nilai yang diketahui dalam praktikum.
Pada rangkaian terakhir yaitu rangkaian setara dapat dilihat bahwa sebelum diberi
beban nilai arus dan tegangan yang mengalir selalu lebih besar dari rnilai
tegangan dan arus yang mengalir setelah diberi beban hal ini sesuai dengan teori
dimana dengan diberikannya beban pada suatu rangkaian akan menyebabkan nilai
tegangan membesar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan

Dalam percobaan ini dapat ditarik kesimpulan yaitu:


1. Pada rangkaian listrik baik seri, parallel, maupun seri-paralel dapat
diketahui nilai beda potensialnya.
2. Pada perhitungan yang dilakukan pada rangkaian listrik yang bersangkutan
dengan nilai arus, tegangan dan hambatan akan digunakan hokum ohm
dan kirchoff.
3. Dapat menganalisis rangkaian seri dan parallel.
4. Membuat dan menganalisis rangkaian Thevenin.
5. Membuat dan menganalisis rangkaian setara Norton.

V.2 Saran

V.2.1 Saran untuk Laboratorium

Untuk laboratorium diharapkan agar memperbaiki multimeter yang ada sehingga


pengukuran yang dilakukan dalam praktikum lebih akurat.

V.2.2 Saran untuk asisten

Agar selalu menjadi yang terbaik.


DAFTAR PUSTAKA

Adi, Agung Nugroho. 2010. Mekatronika. Yogyakarta. Graha Ilmu

Ahmad, Jayadi. 2007. Eldas Ilmu Elektronika. Jayadin.wordpess.com

Arifin. 2015. Penuntun Praktiku Elektronika Dasar I. Makassar. UNHAS

Giancoli. 2001. Fisika. Jakarta. Erlangga

Jati, Bambang Murdaka Eka, Tri Kuntoro Priyambodo. 2010. Fisika Dasar.
Yogyakarta. Penerbit Andi

Tim Fakultas Teknik UNY. 2001. Rangkaian Listrik Arus Searah. Yogyakarta.
UNY

Tooley, Mike. 2002. Rangkaian Elektronik Prinsip dan Aplikasi. Jakarta.


Erlangga

Winarsih, Irda, 2002, ‘Pengamatan Perilaku Transien’, Universitas Trisakti,


vol.1, no.2, hal.1.

Zaki. 2005. Cara Mudah Belajar Merangkai Elektronika Dasar. Yogyakarta.


Absolut

Anda mungkin juga menyukai