Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KELOMPOK 4

“PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI MASA UMAR BIN


KHATTAB”

Di susun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Sejarah Sosial Hukum Islam
Dosen Pengajar: Dr. Ali Akbar, M.Ag

DISUSUN OLEH :

1. Riska Nurajijah Pane (0204212111)

2. Suci Rahmadani (0204212110)

3. Riki Alamsyah Hasibuan (0204212086)

KELAS MUAMALAH 3 D

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUMATERA UTARA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI MASA
UMAR BIN KHATTAB” tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat
memperoleh nilai tugas pada mata kuliah Sejarah Sosial Hukum Islam.

Kami ucapkan terimakasih kepada ibu dosen pengajar selaku dosen mata kuliah hadits ahkam
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Demikianlah makalah ini kami susun dan akhir kata saya mengharapkan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga tugas makalah ini bermanfaat dalam
memperkaya ilmu pengetahuan.

Medan, 8 Oktober 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………..……………………..………
ii

DAFTAR ISI……………………………………………………….………..………………..iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………..…………………….…………
1

BAB II PEMBAHASAN……………………………..…………………………..……………
3
1. Biografi Umar Ibn al Khattab……………………………………………………..…………
3
2. Perkembangan Hukum Islam Pada Masa Umar Bin Khattab……………………..
…….3
3. Pemikiran - Pemikiran Umar bin Khattab
Sebagai Kontribusi Dalam Syariat
Islam.............................................................................7
4. Kebijakan –kebijakan Umar bin Khattab Berkaitan
Dengan Penerapan Siyasah
Syar’iyah...................................................................................7

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………..………13

DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………...……14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Perkembangan Islam pada Zaman Nabi Muhammad SAW dan para sahabat merupakan
masa keemasan Islam, hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan
adanya pelaku dan aktor/faktor utamanya yaitu Rasulullah, kemudian pada zaman selanjutnya
yaitu pada zaman sahabat yang membawa misi peradaban yang lebih baik.
Pada setiap kepemimpinan Islam tentunya memiliki kemajuan kemajuan (peradaban) yang
berbeda dan punya ide dan gagasan yang berbeda serta kebijakan-kebijakan yang berbeda
pula baik itu sebelumnya atau sesudahnya. Karena karakter dan sikap setiap pemimpin
menentukan sebuah wilayah. Umar bin Khattab adalah seorang khalifah setelah Abu Bakar.
Dia seorang pemimpin yang tegas dan pemberani serta pejuang Islam yang sejati.Sifat adil,
pemurah, semangat juang yang tinggi, kecerdasan dan iman yang kokoh adalah pembawaan
yang terpatri dalam kepribadian Umar bin Khattab.1

Hukum Islam adalah hukum yang berasal dari dan menjadi bagian dari agama Islam.
Khalifah Umar bisa jadi Dikatakan sebagai pelopor legislasi di negara Islam. Dia telah
menciptakan paradigma baru dalam sejarah Islam. Perkembangan Islam pada masa Khalifah
Umar untuk memperluas wilayah Islam mengalami Hasil yang brilian. Dengan semakin
meluasnya wilayah Islam, maka perlu adanya pendidikan masyarakat dan Kegiatan
pembinaan juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh orang-orang yang baru saja masuk Islam
di berbagai Daerah taklukan jelas membutuhkan bimbingan dalam mengamalkan penerapan
Islam. Oleh karena itu, hukum Islam juga mengalami perkembangan dari periode
sebelumnya. Sumber hukum Islam di era Umar selain Al-Qur’an dan Sunnah juga dilakukan
dengan Ijtihad. Metode dalam penelitian ini Adalah penelitian kepustakaan, dengan
mengumpulkan, membaca, dan mempelajari buku-buku yang ada hubungannya dengan ini.
Diskusi Sepintas keputusan atau Ijtihad Umar tampak bertentangan dengan ketentuan Al-
Qur’an, tetapi jika ditelaah hakikat ayat-ayatnya dalam rangka tujuan keseluruhan hukum
Islam, ijtihad yang dilakukan oleh Umar bin Khattab tidak bertentangan dengan makna Ayat
undang-undang.

Rasulullah memuji Abu Bakar karena diberi kelembutan hatinya dan bijaksana, sedangkan
Umarbin Khattab diberi sifat keras, cerdas dan tegas. Sebagaimana Rasulullah Saw.,
bersabda:
ِArtinya: “Umatku yang paling penyanyang adalah Abu Bakar dan yang paling tegas dalam
menegakkan agama Allah adalah Umar”.2
Dengan karekter/ sifat yang tegas, keras dan cerdas yang dimiliki khalifah Umar membawa
dampak yang signifikan dalam sejarah perkembangan Islam, sehingga sejarah mencatat mulai
terbukanya dakwah Islam dengan terbuka dan terang-terangan pada masyarakat zaman
1
Abbas Mahmud Al-Aqqad, Kejeniusan Umar bin Khattab (Jakarta: Pustaka Azzam,2002)
2
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Empat Khalifah Rasul yang Agung (Jakarta: Darul Haq, 2014), hal. 222.

iv
itu.Sejarah telah mencatat dengan tinta emasnya, bahwa Islam pernah mencapai kejayaannya
dalam bidang peradaban, bahkan sebelum bangsa Eropa maju, peradaban Islam telah
mencapai puncak keemasannya. Dengan demikian, tidak dapat disangkal lagi bahwa karena
perdaban Islam-lah peradaban Eropa menjadi maju, karena bangsa Eropa telah belajar dari
peradaban Islam.
Ini tidak terlepas dari andil besar para sahabat Rasulullah Saw., dan generasi terbaik
sesudahnya yang telah mendapatkan didikan Rasulullah Saw., baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dan di antara sahabat yang memiliki andil besar itu adalah Khalifah Umar
bin Khattab yang bergelar alFaruq.

2. RUMUSAN MASALAH

a. Mengetahui biografi dari Umar bin Khattab?


b. Mengetahui perkembangan hukum islam pada masa Umar bin Khattab?
c. Mengetahui pemikiran pemikiran serta kebijakan kebijakan Umar bin Khattab pada
masa pemerintahannya?

v
BAB II
PEMBAHASAN

1. Biografi Umar Ibn al Khattab

Umar nama lengkapnya adalah Abu al Hafash 'Umar ibn al Khattab ibn Nufayl ibn 'Abd al
'Uzza ibn Rabbah ibn 'Abdillah ibn Qarth ibn Ramzah ibn 'Adiy ibn Ka'ab ibn Lu-ay al
'Adawiy, bertemu nasabnya dengan nabi Muhammad SAW dan Abu Bakr pada nenek
moyang mereka Ka'ab ibn Lu-ay. Menurut Imam al-Thabariy, Umar dilahirkan di Makkah
sekitar empat tahun sebelum terjadinya perang Fijjar, atau sekitar 13 tahun setelah kelahiran
Muhammad SAW. Pada masa kecilnya, Umar menjadi penggembala ternak kepunyaan
keluarganya dan pencari kayu api. Setelah dewasa, dia menjadi pedagang, namun harta
dagangannya tidak begitu banyak.

Ketika mulai mengembangkan Islam di Makkah, 'Umar termasuk penentangnya yang


paling keras. Umar memeluk Islam pada tahun keenam kenabian dan setelah memeluk Islam
dia tampilsebagai pembela yang sejati. Sewaktu para sahabat yang lainnya hijrah ke Yastrib
secara sembunyi-sembunyi, Umar malahan hijrah secara terang terangan dan menentang
orang-orang Qurays, kalau ada yang berani menganggu perjalanannya. Menurut yang
diriwayatkan oleh Ibn Atsir bahwa Abdullah ibnu Mas'ud berkata: Islamnya Umar adalah
suatu kemenangan, Hijrahnya adalah suatu pertolongan, dan pemerintahannya adalah rahmat.
Setelah hijrah, Umar tetap menjadi pendamping setia Nabi Saw dan dia selalu diajak Nabi
dalam setiap musyawarah. Banyak pendapat yang dikemukakan Umar yang kemudiannya
dikuatkan oleh wahyu yang turun setelah itu.

Pada deretan Khulafaur Rasyidin, Umar adalah khalifah yang kedua dan dialah pertama
kali diberi gelar Amir al-Mukminin sebelum Abu Bakar meninggal dunia. Ia mewasiatkan
bahwa sepeninggal beliau nanti Umar lah yang menjadi khalifah dengan mengumpulkan
penduduk di Mesjid Nabi saw, kemudian berkata kepada mereka: "Apakah kalian menyetujui
orang yang kutunjuk untuk menggantikan Aku sepeninggalku? Sesungguhnya aku demi
Allah telah bersungguh-sungguh berdaya upaya memikirkan hal itu, dan aku tidak
mengangkat seseorang dari sanak keluarga tetapi aku telak menunjuk Umar ibn Kaththab
sebagai penggantiku. Maka dengarlah dan taatilah ia. Orang banyak pun berkata "Sami'na wa
atha'na". Pengangkatan Umar menjadi Khalifah itu merupakan fenomena yang baru, tetapi
haruslah dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tetap dalam bentuk musyawarah,
usulan, atau rekomendasi dari Abu Bakar yang diserahkan kepada persetujuan umat Islam.

Begitu menjadi khalifah, Umar segera menghadapi tugas-tugas berat yang menjadi
tanggungjawabnya, baik yang berhubungan dengan masalah dalam negeri (internal) maupun
yang berkaitan dengan masalah luar negeri (eksternal).

vi
2. Perkembangan Hukum Islam Pada Masa Umar Bin Khattab

Setelah Khalifah pertama Abu Bakar as Siddiq meninggal dunia, Umar


menggantikan kedudukannya sebagai khalifah kedua. Pemerintahan Umar ibn Khattab
ini berlangsung selama 10 tahun yakni dari tahun 634 - 644 M. Satu hal yang perlu
dicatat terlebih dahulu tentang kebijakan- kebijakan Umar dalam melanjutkan usaha
pendahulunya adalah:
 Umar turut aktif dalam menyiarkan agama Islam. Ia melanjutkan usaha Abu
Bakar meluaskan daerah Islam sampai ke Palestina, Syiria, Irak, dan Persia di
sebelah Utara serta ke Mesir di Barat Daya.
 Menetapkan tahun Islam yang terkenal dengan tahun Hijriah berdasarkan
peredaran bulan (qamariyah), dibandingkan dengantahun Masehi (Miladiyah)
yang didasarkan pada peredaran matahari. Perbedaan di antara tahun ini setiap
tahun adalah 11 hari. Penetapan tahun Hijriah ini dilakukan Umar pada 638 M.
 Sikap tolerannya terhadap pemeluk agama lain. Hal ini terbukti ketika belaiu
hendak mendirikan masjid di Jerussalem (Palestina). Beliau minta izin kepada
pemuka agama lain di sana, padahal beliau adalah pemimpin dunia waktu itu.

Ketika Islam semakin tersebar, masalah hukum semakin bertambah dan semakin
meluas pula peranan para gubernur. Oleh karena itu Umar Ibn Khattab memisahkan
peradilan (yudikatif) dari pemerintahan (eksekutif), dan mengangkat beberapa orang
sebagai hakim selain para gubernur. Umar mengangkat Abu Darda’ sebagai hakim di
Madinah, Syuraih sebagai hakim di Bashrah, dan Abu Musa al- Asy’ari sebagai hakim
di Kufah. Umar melakukan hal yang sama dengan Abu Bakar. Sebelum mengumpulkan
sahabat untuk bermusyawarah, ia bertanya kepada sahabat lain: “Apakah kalian
mengetahui bahwa Abu Bakar telah memutuskan kasus yang sama?” Jika pernah, ia
mengikuti kepetusan itu, Jika tidak ada, ia mengumpulkan sahabat dan bermusyawarah
untuk menyelesaikannya. Sebagaimana yang dikutib dari salah satu wasiat Umar ra.
kepada qadhi (hakim) pada zamannya, yaitu Syuraih. Wasiat tersebut adalah:
 Berpeganglah kepada Alquran dalam menyelesaikan kasus
 Apabila tidak ditemukan dalam Alquran, hendaklah engkau berpegang kepada
sunnah
 Apabila tidak didapatkan ketentuannya dalam sunnah, berijtihadlah.

Kepada Abu Musa al-Asy’ari, Umar pernah berpesan yang isinya mengandung pokok-
pokok penyelesaian perkara di muka sidang, yang ternyata disambut dan diterima di
kalangan Ulama serta dihimpunlah daripadanya pokok-pokok hukum. Isi suratnya
sebagai berikut:
“Amma ba’du. Sesungguhnya memutuskan perkara adalah fardhu”
Yang dikokohkan dan sunnah yang harus diikuti. Lalu pahamilah apabila diajukan
kepadamu (suatu perkara), dan putuskanlah apabila telah jelas (kedudukannya), karena
sebenarnya tidaklah ada artinya bicara soal keadilan tanpa ada pelaksanaannya.
Sama ratakanlah manusia (pihak-pihak yang berpekara) dalam majelismu, dalam
pandanganmu, dan dalam keputusanmu, sehingga orang yang berpangkat tidak akan
mengharapkan penyelewenganmu, dan orang yang lemah tidak sampai putus asa
mendambakan keadilanmu. Bukti itu wajib atas pihak yang menolak (gugatan/ tuduhan).
Dan boleh mengadakan perdamaian di antara kaum Muslim, kecuali perdamaian yang
menghalalkan yang haram dan mengaharamkan yang halal. Barangsiapa yang
mendakwakan sesuatu hak yang tiada ada di tempatnya, atau di suatu bukti, maka
berilah tempo kepadanya sampai ia dapat membuktikan dakwaannya, kemudian kalau ia

vii
dapat membuktikannya, maka berikanlah haknya itu, tetapi kalau ia tidak mapu
membuktikannya, karena yang demikian itu lebih mantap bagi keuzurannya dan lebih
menampakkan barang yang tersembunyi. Janganlah sekali-kali menghalangi kepadamu,
sesuatu keputusan yang telah engkau jatuhkan hari ini, kemudian engkau tinjau kembali,
lalu engkau memperoleh petunjuk agar engkau kembali kepada kebenaran, karena
sesungguhnya kebenaran itu harus didahulukan, tidak dapat dibatalkan oleh apa pun,
sedangkan kembali kepada kebenaran itu lebih baik dari pada terus bergelimang dalam
kebatilan.
Para hakim pada masa Umar merujuk kepada Alquran. Jika tidak mendapati hukum
dalam Alquran mereka mencarinya dalam sunnah. Tapi jika mereka tidak mendapatkan
sesuatu di dalamnya, mereka bertanya kepada fuqaha mujtahidin, apakah di antara
mereka terdapat orang yang mengerti sesuatu dalam Sunnah mengenai perkara yang
dihadapi. Jika didapatkan, mereka berpedoman dengan apa yang dikatakan orang yang
mengetahuinya tersebut setelah dilakukan upaya penguatan. Jika tidak didapatkan,
mereka berijtihad secara kolektif jika topik permasalahan terdapat hubungan dengan
prinsip- prinsip dasar jamaah, dan berijtihad secara invidu dalam masalah-masalah
sektoral yang khusus dengan individu.

Berikut ini adalah sebagian contoh kasus peradilan pada masa Umar ibn Khaththab,
yaitu:
1. Masalah nasab
Seorang anak mengaku di depan Umar bahwa seorang wanita adalah ibunya. Maka,
wanita tersebut datang dengan beberapa orang yang bersaksi bahwa dia belum menikah
dan anak tersebut telah berbohong. Umar pun memerintahkan untuk
menghukumnya dengan had qazaf (tuduhan zina). Lalu, hal tersebut terdengar oleh
Ali, maka dia mengintervensi perkara ini dan menawarkan kepada anak tersebut agar
menikahi wanita yang diakui sebagai ibunya. Wanita itupun berteriak:” Allah, Allah, itu
neraka. Demi Allah, dia adalah anakku”. Kemudian dia mengakui bahwa keluarganya
telah menikahinya dengan seorang tanpa kerelaannya,
lalu ia mengandung anak ini darinya, dan suaminya pergi berperang lalu terbunuh.
Kemudian dia mengirimkan anaknya kepada kaum yang bersedia merawatnya, dan tidak
mengakuinya sebagai anak. Maka, Ali menetapkan nasab anak tersebut dengan wanita
yang ditunjukinya.

2. Masalah makar perempuan


Seorang perempuan sangat tertarik kepada seorang pemuda, maka dia menuangkan zat
putih pada bajunya dan di antara dua pahanya. Lalu perempuan itu mengadu kepada Umar
ibn Khattab dengan mengatakan bahwa pemuda tersebut memperkosanya seraya
mengisyaratkan bekas-bekas yang dibuatnya. Pemuda itupun menolak dakwaan tersebut, dan
Umar mengalihkan masalah ini kepada Imam Ali. Ali memerintahkan untuk diambilkan air
panas lalu dituangkan pada baju, dan mengeraslah zat yang putih tersebut, sehingga tampak
jelas letak kebenaran sebab kecerdasan Ali dan kecermatan pandangannya. Demikianlah
bentuk penyelesaian secara kimiawi. Akhirnya, Imam Ali bertanya kepada wanita
tersebut dan dia mengakui rekayasanya sehingga tuduhannya tersebut ditolak.
Karena usianya yang relatif masih muda dibandingkan dengan Abu Bakar, Umar
lama memegang pemerintahan. Sifatnya keras dan sebagaimana biasanya, orang yang
mempunyai sifat keras selalu berusaha bertindak adil melaksanakan hukum. Terkenal
keberaniannya dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan keadaan-keadaan yang
nyata pada suatu waktu tertentu. Ia mengikuti cara Abu Bakar dalam menemukan
hukum. Namun demikian, Khalifah Umar terkenal keberanian dan kebijaksanaannya

viii
dalam menerapkan ketentuan hukum yang terdapat dalam Alquran untuk mengatasi
sesuatu masalah yang timbul dalam masyarakat berdasarkan kemaslahatan atau
kepentingan umum.
Sepintas lalu keputusan- keputusan (dalam kepustakan terkenal dengan Ijtihad) Umar
itu seakan-akan bertentangan dengan ketentuan- ketentuan Alquran, namun kalau dikaji
sifat hakikat ayat-ayat tersebut dalam kerangka tujuan hukum Islam keseluruhannya,
ijtihad yang dilakukan oleh Umar Ibn Khattab itu tidak bertentangan dengan maksud
ayat-ayat hukum tersebut.

Banyak tindakan Umar di lapangan hukum, namun yang akan dikemukakan adalah
beberapa contoh ijtihad Umar, yakni:
 Talak tiga yang diucapkan sekaligus di suatu tempat pada suatu ketika, dianggap
sebagai talak yang tidak mungkin rujuk (kembali) sabagai suami-istri, kecuali
salah satu pihak (dalam hal ini bekas istri) kawin lebih dahulu dengan orang lain.
Garis hukum ditentukan oleh Umar berdasarkan kepentingan para wanita, karena
di zamannya banyak pria yang dengan muda mengucapkan talak tiga sekaligus
kepada istrinya, untuk dapat bercerai dan kawin lagi dengan wanita lain.
Tujuannya adalah untuk melindungi kaum wanita dari penyalahgunaan hak talak
yang berada di tangan pria. Tindakan ini dilakukan oleh Umar agar pria berhati-
hati mempergunakan hak talak itu dan tidak muda mengucapkan talak tiga
sekaligus yang di zaman nabi dan Khalifah Abu Bakar dianggap (jatuh sebagai)
talak satu. Umar menetapkan garis hukum yang demikian, untuk mendidik suami
supaya tidak menyalahgunakan wewenang yang berada dalam tangannya.

 Alquran telah menetapkan golongan-golongan yang berhak menerima zakat,


termasuk muallaf di dalamnya yaitu (di antaranya orang- orang yang baru
memeluk agama Islam yang seyogianya dilindungi karena masih lemah imannya
dan karena ia memeluk agama Islam hubungannnya dengan keluarganya
(mungkin) terputus. Pada zaman Rasulullah golongan ini memperoleh bagian
zakat, tetapi Khalifah Umar menghentikan pemberian zakat kepada muallaf
berdasarkan pertimbangan bahwa Islam telah kuat, umat Islam telah banyak
sehingga tidak perlu lagi diberikan keistimewaan kepada golongan khusus dalam
tubuh umat Islam.

 Menurut Alquran surat Al-Maidah (5) ayat 38 orang yang mencuri diancam
dengan hukuman potong tangan. Di masa pemerintahan Umar terjadi kelaparan
dalam masyarakat di Semenanjung Arabia. Dalam keadaan masyarakat ditimpa
oleh bahaya kelaparan itu, ancaman hukuman terhadap pencuri yang disebut
dalam Alquran tidak dilaksanakan oleh Khalifah Umar berdasarkan pertimbangan
keadaan (darurat) dan kemaslahatan (jiwa) masyarakat.

 Di dalam Alquran (QS 5: 5) terdapat ketentuan yang membolehkan pria Muslim


menikahi wanita ahlul kitab (wanita Yahudi dan Nasrani). Akan tetapi Khalifah
Umar melarang perkawinan campuran demikian, untuk melindungi kedudukan
wanita Islam dan keamanan (rahasia) negara.

 Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar ibn Khattab menyatakan pendapat
yang berbeda dengan Abu Bakar yang menyamaratakan harta rampasan di
kalangan Muhajirin dan Anshar. Ketika masa pemerintahannya, ia membagikan
harta rampasan berdasarkan prestasi Muhajirin dan Anshar.

ix
 Umar ibn Khattab menetapkan untuk tidak membagikan harta rampasan perang
kepada para tentara yang berjasa merebutnya. Namun, tanah rampasan tersebut
tetap digarap oleh pemiliknya dan mereka dikenakan pajak untuk kepentingan
negara.

 Umar ibn Khattab berfatwa tentang masa iddah seorang istri yang dicerai
sebelum monopause, namun tidak menstruasi sebelum dicerai. Masa iddahnya
adalah sembilan bulan (masa hamil), jika memang hamil maka itulah masa
iddahnya. Jika tidak maka masa iddahnya ditambah tiga bulan untuk menentukan
atau meyakinkan kebersihan rahim.

3. Pemikiran - Pemikiran Umar bin Khattab Sebagai Kontribusi Dalam Syariat


Islam

Salah satu dari empat Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khattab mempunyai keistimewaan
berpikir dan memahami syari‟at Islam, diakui sendiri oleh Nabi.3 Salah satu kecerdesannya
adalah mampu menghadapi masalah baru belum pernah ada pada masa Rasul dan khalifah
Abu Bakar, Umar berijtihad untuk menerapkan hukum tentang masalah-masalah yang baru.
Dalam ketetapannya itu sering seakan-akan bertentangan dengan sunnah atau ketetapan Abu
Bakar pendahulunya, namun jika diteliti lebih dalam, ternyata Umar memiliki prediksi yang
lebih komprehensif tentang ajaran Islam. Contohnya; Ghanimah, dalam surat Al-Anfal
mengajarkan bahwa harta rampasan perang, termasuk tanah harus dibagikan dengan cara
tertentu, sebagian untuk tentara yang berperang. Nabi juga pernah membagi-bagi tanah
pertanian di Khaibar setelah dibebaskan dari bangsa Yahudi yang memusuhi Nabi. Namun,
demi kepentingan umum dan Negara, Umar tidak melaksanakannya sebagaimana yang
diterangkan al-Qur‟an dan Sunnah Nabi, bahkan Umar membagi-bagikannya kepada para
petani kecil setempat, sekalipun belum muslim. Tentunya tindakan tersebut menuai protes
dri para sahabat, termasuk juga memecahkan masalah baru seperti potong tangan bagi
pencuri, cerai tiga kali yang diucapkan dalam sekali, dan lain-lain.
Umar melihat persoalan tidak hanya dari satu aspek, tapi ia mempertimbangkan banyak
aspek dan mencoba melihat segala sesuatu secara holistic komprehensif. Umar merupakan
sosok pribadi yang tidak hanya dikenal sholeh, namun juga memiliki intelektual yang
cemerlang. Hal ini diperkuat dengan daya nalar dan kekuatan ijtihadnya dalam
menyikapi dan memutuskan berbagai persoalan.

4. Kebijakan –kebijakan Umar bin Khattab Berkaitan Dengan Penerapan Siyasah


Syar’iyah
3
Arif Setiawan, Islam di Masa Umar bin Khattab, (Jakarta: Hijri Pustaka, 2002), h.2

x
Politik di dalam Islam disebut As Siyasah syar’iyah. As Siyasah adalah tindakan, yang
dengan tindakan itu manusia dapat lebih dekat kepada kebaikan dan lebih jauh dari
kerusakan. Beragama dan bernegara yang dikelola secara politik sudah dimulai sejak jaman
Nabi Muhammad Saw. Agama dan politik tidak dapat dipisahkan. Nabi membangun
Madinah dengan peradaban politik. Beliau Pemimpin Agama sekaligus sebagai Kepala
Negara. Pengubahan nama Yatsrib menjadi Madinah adalah keputusan politik. Beliau
membuat piagam Madina juga merupakan pekerjaan politik. Beliau mempertemukan kaum
Muhajirin dengan kaum Anshar itu sikap politik. Beliau membangun pasar untuk
kesejahteraan umat adalah usaha politik, dilanjutkan lagi para sahabat yang menjadi khalifah
termasuk struktur politik.
Umar bin Khattab membuka lembaran sejarah, mempercepat kemajuan, membentuk
pemerintahan, mengatur kantor-kantor, meletakkan dasar-dasar peradilan dan administrasi,
mengadakan Baitul Maal, menempatkan pasukan- pasukan di perbatasan dan melakukan
sesuatu dengan cara yang sebaik- baiknya. Kebijakan-kebijakan yang dilakukannya adalah
sebagai berikut :

a. Perluasan Wilayah
Masa Umar adalah masa kejayaan Islam. Saat itulah Islam menyebar ke seluruh penjuru
bumi. Fokus utamanya dalam perluasan wilayah adalah melakukan ekspansi wilayah seluas-
luasnya. Beliau mengaplikasikan sistem yang tepat dalam mengamankan Negara dari
musuh-musuhnya dengan mengirim ekspedisi- ekspedisi dan mengadakan penaklukan.4
Ia menyadari bahwa tugas utamanya adalah menyukseskan ekspedisi yang dirintis oleh
pendahulunya. Hal ini terjadi karena pemerintahannya tidak disibukkan oleh para
pemberontak dan pembangkang di dalam negeri. Sebab mereka telah dikikis habis oleh
khalifah sebelumnya (Abu Bakar), dan era penaklukan militer pun telah dimulai.

Umar melanjutkan perluasan wilayah ( futuhat ) ke tiga arah: ke utara, menuju wilayah
syiria di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah, ke arah barat yang dipimpin oleh Amru
bin Ash, dan menuju ke timur ke arah Iraq dibawah pimpinan Surahbil bin Hasanah.5
Belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar bin Khattab telah menorehkan tinta
emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasan Islam. Pada tahin 635 M, Damaskus
(ibukota Syiria) telah ia tundukkan, setahun kemudian seluruh wilayah Syiria jatuh ke

4
Al-Akkad, Kecemerlangan, h. 141.
5
Sunanto, Sejarah Klasik, h. 23.

xi
tangan kaum muslimin, setelah memenangkan pertempuran hebat di lembah Yarmuk, di
sebelah timur anak sungai Yordania. Keberhasilan pasukan Islam dalam penaklukan Syiria
pada masa Umar bin Khattab tidak lepas dari rentetan penaklukan pada masa sebelumnya,
yaitu di masa khalifah Abu bakar, yang saat itu telah mengirimkan pasukannya ke front
Syiria di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Ketika pasukan muslim di Syiria
terdesak, Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk membantu pasukan muslim di
Syiria. Di saat itu keadaan genting, Abu Bakar meninggal, kemudian diganti dengan Umar
bin Khattab.
Setelah peristiwa di Syiria itu, Umar membuat kebijakan untuk membebas tugaskan
Khalid bin Walid dari posisinya sebagai panglima. Hal ini sangat mengejutkan semua pihak,
termasuk Khalid. Para ahli sejarah masa lalu cenderung menyebut Umar berniat
mengingatkan pasukan Islam bahwa Allah lah yang menjadi penyebab kemenangan
mereka bukan Khalid. Jika pasukan muslim dapat mempertahankan rangkaian kemenangan
di peperangan tanpa dipimpin salah satu panglima besar sepanjang sejarah ini, hal tersebut
bias menjadi bukti bagi yang imannya lemah tentang pertolongan dan petunjuk Ilahiah
dalam misi mereka.6
Keberhasilan yang diraih dalam penaklukan berbagai wilayah bukanlah bentuk
penjajahan melainkan menyelamatkan manusia dari kejahiliyahan, sebagaimana salah satu
prinsip agama Islam adalah menyebarkan ajarannya kepada orang lain, lain halnya dengan
Yahudi yang menganggap bangsanya sendirilah yang terpilih dan menganggap bangsa lain
adalah domba-domba tersesat.7 Perluasan kekuasan yang dimaksud bertujuan untuk
menyeru kepada amar ma‟ruf nahi munkar, menyebar luaskan ajaran Islam karena misi
Islam adalah Rahmatan lil alamin.

b. Sistem Pemerintahan dan Bidang Politik


Pada masa khalifah Umar, kondisi politik Islam dalam keadaan stabil. Usaha perluasan
wilayah Islam memperoleh hasil gemilang. Karena perluasan daerah terjadi terjadi dengan
cepat, ia segera mengatur administrasi Negara, dengan mencontoh administrasi yang sudah
berkembang, terutama di Persia.8 Dalam masa pemerintahnnya Umar membuat lembaga-
lembaga yang disebut Ahlul hal wal ‘aqdi. Secara etimologi, ahlul hal wal ‘aqdi adalah
lembaga penengah dan pemberi fatwa. Sedangkan menurut Terminologi, adalah wakil-wakil
rakyat yang duduk sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum
6
Firas Alkhateeb, Lost Islamic History, terj. Mursyid Wijarnak, (Yogyakarta: PT Benteng Pustaka, 2014), h. 50-51
7
Marshall Hodsgon, The Venture Of Islam, Jilid 1, (Chicago: Chicago University Press, 1974), h. 315.
8
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta; DIVA Press, 2015), h. 211

xii
cerdik pandai (cendikiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas
mereka.

Lembaga-lembaga yang disebut dengan ahlul hal wal aqdi, diantaranya adalah :
1. Majelis Syuro (Dewan Penasehat), ada tiga bentuk.9
a. Dewan Penasehat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang
terkenal, antara lain Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal,
Ubay bin Ka‟ab, Zaid bin Tsabit, Tolhah dan Zubair.
b. Dewan Penasehat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan
Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas membahas masalah-
masalah yang menyangkut kepentingan umum.
c. Dewan antara Penasehat Tinggi dan Umum beranggotakan para sahabat
(Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah
khusus.
2. Al-Khatib (Sekretaris Negara), diantaranya adalah Abdullah bin Arqam.
3. Nidzamul Maly (Departemen keuangan), mengatur masalah keuangan dengan
pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai‟ dan lain-lain.
4. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan
pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund (badan
Pertahanan dan Keamanan) yang bertugas menggaji pasukan perang dan
pegawai pemerintahan. Pada zaman Rasul dan Abu Bakar semuanya adalah
prajurit. Ketikan disuruh perang siaplah mereka mengikuti perintah Nabi.
Selesai perang, ghanimah dibagi mereka kembali menjadi penduduk sipil.
Masa Umar keadaan berubah, disusunlah satu badan yang mengurus tentara.10
5. Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dan
Negara.
6. Departemen Pendidikan dan lain-lain.

c. Bidang Ekonomi
1. Al-Kharaj
Kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang di dapat
dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap

9
Ali Audah, Ali bin Abi Thalib, (Jakarta: Pustaka Utama, 20130, h. 106
10
Sunanto, Sejarah Islam, h. 27

xiii
dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan diadakannya pajak
tanah (AL-Kharaj)
2. Ghanimah
Semua harta rampasan perang (Ghanimah), dimasukkan ke dalam Baitul Maal
sebagai salah satu pemasukan Negara untuk membantu rakyat. Ketika itu,
peran diwadul jund, sangat berarti dalam mengelola harta tersebut.
3. Pemeratan zakat
Khalifah Umar bin Khattab juga melakukan pemerataan terhadap rakyatnya
dan meninjau kembali bagian-bagian zakat diperuntukkan kepada orang-orang
yang disatukan hatinya (al-muallafatu qulubuhum)

d. Lembaga Perpajakan
Umar bin Khattab menggagas konsep perpajakan guna mengatur kekayaan
dan kepentingan rakyat. Apalagi kondisi wilayah kekuasaan Islam semakin meluas,
yaitu wilayah Persia, Irak, Syiria dan Mesir. Pajak sangat diperlukan untuk
mengatur alur operasional pembiayaan, baik pembiayaan rutin pemerintah maupun
biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke seluruh wilayah tetangga
lainnya. Ibnu Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan merupakan
kebutuhan bagi kekusaan raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran.
Mengenai konsep perpajakan Umar banyak memperoleh masukan dari kerajaan
Persia, sebab ketika itu raja Persia telah mengenal konsep perpajakan yang disebut
sijil, yaitu daftar seluruh pendapatan dan pengeluaran diserahkan dengan gteliti
kepada Negara. Kemudian Umar menugaskan stafnya untuk mendaftar dan
menyusun kategori pembayaran pajak.

e. Lembaga Keuangan
Dalam mengembangkan lembaga keuangan, Umar selalu menggunakan
Ijtihad, karena banyak persoalan ketika masa Rasul dan masa Abu Bakar tidak ada.
Itjihad yang sesuai dengan tujuan syariat Islam dan kemashlahatan. Contohnya:
1. Zakat
Zakat merupakan penopang kehidupan yang utama dekat pemerintahan Islam
dan juga merupakan undang-undang yang pertama dari Allah.
2. Jizyah
Jizyah merupakan pajak yang diwajibkan kepada masing-masing individu non

xiv
muslim yang berada di bawah pemerintahan Islam seperti ahli kitab.11
3. Kharaj
Kharaj berarti sumber pendapatan Baitul Maal selain zakat. Sedangkan kharaj
dalam pengertian khusus adalah pajak bumi yang ditarik dari wilayah-wilayah
yang ditaklukkan oleh pasukan Islam dengan menggunakan kekuatan senjata.

f. Lembaga Peradilan
Peraturan Umar bin Khattab soal pengadilan adalah peraturan yang kokoh
lagi adil untuk menetapkan suatu hukuman dan menyelesaikan persengketaan
tentang hak-hak orang. Ia juga membangun pengadilan dan memilih orang-orang
adil dan mampu melaksanakan peradilan. Umar tidak membuat Undang-undang
sebagai pegangan hukum dan pengadilan, karena undang-undang yang dipakai
mengacu pada Al-Qur‟an dan Sunnah. Umar bin Khattab mendidik para hakim
dalam mengambil keputusan jika suatu perkara sulit dimengerti oleh mereka.
Umar bin Khattab juga melakukan perubahan dalam kekuasaan peradilan
dengan memisahkannya dari eksekutif. Umar mengangkat Abu Al-Darda‟ sebagai
hakim di Madinah. Adapun untuk hakim-hakim daerah Umar mengangkat Syarih bin
Harits untuk Kufah, Abu Musa untuk Bashrah, dan Qais ibn Abi al‟Ash untuk
Mesir.12
Mereka diberi kewenangan yang luas dan bebas dari intervensi kekuasaan
eksekutif. Namun, yang digarisbawahi adalah bahwa hakim-hakim, baik di pusat
maupun di daerah,diberikan wewenang yang luas hanya untuk menangani masalah-
masalah yang berkaitan dengan sengketa harta atau hukum perdata. Adapun untuk
masalah-masalah tindak pidana seperti qishah dan hudud, Umar sendirilah yang
menanganinya.13

11
Muhammad Ash-Shalabi, Umar bin Khattab, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar), h. 358
12
Al-Faruq, Umar bin Khattab, h. 37
13
Iqbal, Fiqih SIyasah, h. 70.

xv
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Umar Ibn Khattab adalah profil seorang pemimpin yang sukses, mujtahid yang
ulung dan sahabat Rasulullah yang sejati. Ia sukses dalam mengibarkan panji- panji
Islam. Ia wafat dalam usia 63 tahun setelah kurang lebih 10 tahun mengenggam
amanat sebagai khalifah hingga akhinya beliau terbunuh oleh salah seorang
musuhnya yang bernama Abu Lu’lu’ah dengan cara yang amat tragis. Kepiawaian
Umar dalam memimpin sangat energik dan strategik sehingga dapat menguasai
semua medan wilayah penaklukan dan pengembangan Islam. Banyak tindakan
Umar dalam bidang hukum seperti yang telah dikemukakan di atas, sepintas lalu
keputusan-keputusan Umar itu seakan- akan bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan Alquran, namun kalau dikaji sifat hakikat ayat-ayat tersebut dalam
kerangka tujuan hukum Islam keseluruhannya, ijtihad yang dilakukan Umar Ibn
Khattab itu tidak bertentangan dengan maksud ayat-ayat hukum tersebut.

2. SARAN
Akhirnya terselesaikannya makalah ini kami selaku pemakalah menyadari dalam
menyusun makalah ini yang membahas hadits ahkam tentang jual beli masih jauh dari
kesempurnaan baik dari tata cara penulisan dan bahasa yang dipergunakan maupun dari
segi penyajian materinya.

xvi
DAFTAR PUSTAKA

Aizidi, Rizem, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Yogyakarta: DIVA Press, 2015

Alkhateeb, Firas, Lost Islamic History, terj. Mursyid Wijarnako, Yogyakarta: PT


Benteng Pustaka, 2014

Al-Akkad, Abbas Mahmoud, „Abqoriyatu ‘Umar, terj. Bustami A. Gani, Jakarta: Bulan
Bintang, 1978

Al-Maghlouth, Sami bin Abdullah, Jejak Khalifaur Rasul Umar bin Khattab, Jakarta:
Almahira, 2014
.
Al-Mubarakfury, Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, terj. Kathur Suhardi, cet I, Jakarta:
Pustaka Al Kautsar, 1997.

Amin, Muhammad Masyhur, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Indonesia Spirit


Foundation, 2004.

Ash-Shalabi, Muhammad, Umar bin Khattab, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008.

xvii

Anda mungkin juga menyukai