Anda di halaman 1dari 12

Persyaratan beton struktural untuk bangunan

gedung dan penjelasan


(SNI 2847-2019)

1. Material Beton Bertulang (SNI 2847-2019)


Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah
tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang disyaratkan dengan
direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama
dalam menahan gaya yang bekerja. Beton normal adalah beton yang mempunyai
berat satuan wc = ( 2.200 - 2.500 ) kg/m3.
Kuat tarik leleh (fy) minimum yang disyaratkan atau titik leleh dari
tulangan dalam MPa. Kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c) ditetapkan oleh
perencana struktur dan dipakai dalam perencanaan struktur beton, dinyatakan
dalam satuan MPa.
Modulus Elastisitas beton (Ec) merupakan rasio tegangan normal tarik
atau tekan terhadap regangan yang timbul akibat tegangan tersebut. Nilai rasio ini
berlaku untuk tegangan dibawah batas proposional material.
Ec = 4700.√fc’.......................... MPa
Ec = wc1,5.0,043.√fc’ ................MPa
Modulus Elastisitas baja tulangan (Es)
Es = 200.000 MPa
Es = 2,1 x 106 kg/cm2

5
6
7

2. Beban-Beban Pada Struktur


Beban-beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen
struktur tidak selalu dapat diramalkan dengan tepat sebelumnya. Bahkan apabila
beban-beban tersebut telah diketahui dengan baik pada salah satu lokasi sebuah
struktur tertentu, biasanya distribusi beban dari elemen yang lain pada
keseluruhan struktur masih membutuhkan asumsi dan pendekatan. Adapun
beberapa jenis beban yang bekerja pada suatu struktur antara lain:
2.1 Beban Gravitasi
Beban gravitasi terdiri dari beban mati dan beban hidup yang
didistribusikan pada balok pemikul. Di dalam SNI 2847-2019
dijelaskan bahwa:
a. Beban Mati
Merupakan berat dari semua bagian dari suatu gedung yang
bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, finishing, mesin-
mesin, serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan gedung tersebut
Selanjutnya, dalam perencanaan nanti beban mati ini ditentukan
berdasarkan Peraturan Pembebanan SNI 1727-2020 - Beban
Desain Minimum dan Kriteria terkait untuk Bangunan Gedung
dan Struktur Lain mengenai berat sendiri bahan bangunan dan
komponen gedung.
b. Beban hidup
Merupakan semua beban yang terjadi akibat pemakaian atau
penghunian suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang
berasal dari barang-barang yang dapat berpindah dan/atau beban
akibat air hujan padat atap Pada SNI 1727-2020 pengaturan beban
hidup menyatakan bahwa beban hidup dapat dianggap hanya
bekerja pada lantai atau atap yang sedang ditinjau dan ujung-
ujung terjauh kolom dapat dianggap terjepit, selama ujung-ujung
tersebut dibuat menyatu (monolit) dengan komponen struktur
lainnya.
8

Adapun beban hidup yang dipakai dalam perencanaan nantinya


ditentukan berdasarkan Peraturan SNI 1727-2020 - Beban Desain
Minimum dan Kriteria terkait untuk Bangunan Gedung dan
Struktur Lain mengenai beban hidup pada lantai gedung.
2.2. Beban Horizontal
Berdasarkan Peraturan SNI 1727-2020 - Beban Desain Minimum dan
Kriteria terkait untuk Bangunan Gedung dan Struktur Lain terdiri dari:
a. Beban angin
Mencakup semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara dalam
perencanaan nantinya.
b. Beban gempa
Mencakup semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada
gedung atau bagian gedung yang meniru pengaruh dari gerakan
tanah akibat gempa itu.
Dalam perencanaan nantinya, beban angin tidak diperhitungkan atau
diabaikan, karena struktur komponen gedung direncanakan untuk dapat
menahan beban gempa.
2.3. Kombinasi Pembebabanan
Sesuai dengan ketentuan yang telah tercantum pada SNI 2847-2019
dan SNI 1726-2019, agar struktur dan komponen dari struktur
memenuhi syarat dan ketentuan yang layak pakai terhadap bermacam-
macam kombinasi pembebanan yang mungkin terjadi pada bangunan
ini, maka harus dipakai ketentuan dari faktor pembebanan sebagai
berikut:
Kuat perlu (U) untuk menahan beban mati (D):
U = 1,4D
Kuat perlu (U) untuk menahan beban mati (D) dan beban hidup (L), dan
juga beban atap (A) atau beban hujan (R), paling tidak harus sama
dengan:
U = 1,2D + 1,6L + 0,5(A atau R)
9

Bila ketahanan struktur terhadap beban angin (W) harus diperhitungkan


dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W
berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu:

U = 1,2D + 1,0L + 1,6W + 0,5(A atau R)


Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban
hidup (L) yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang
paling berbahaya, yaitu:
U = 0,9D + 1,6W
Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa (E) harus diperhitungkan
dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu (U) harus diambil sebagai
berikut:
U = 1,2D + 1,0L + 1,0E
atau
U = 0,9D + 1,0E
dimana:
U = beban batas
D = beban mati
L = beban hidup
W = beban angin
10

3. Desain Pelat Lantai


3.1 Tebal Pelat lantai
Pelat adalah elemen bidang tipis yang menahan beban-beban transversal
melalui aksi lentur ke masing-masing tumpuan. Pelat dapat berupa
bentang satu arah atau dua arah dan dapat ditumpu pada balok-balok
monolit, balok baja, dinding-dinding, atau oleh kolom-kolom secara
langsung.
 adalah rasio bentang bersih dalam arah memanjang terhadap
arah memendek dari pelat.

Ly

Lx
a. Pelat Satu Arah ( jika   2 )
Pada SNI 03-2847-2019 tabel 08 tercantum tebal minimum sebagai
fungsi terhadap bentang. Nilai-nilai pada tabel tersebut berlaku
untuk struktur yang tidak mendukung serta sulit berdeformasi atau
berpengaruh terhadap struktur yang mudah rusak akibat lendutan
yang besar. Nilai kelangsingan yang diberikan itu berlaku untuk
beton normal dan tulangan dengan fy maks 420 Mpa.
Berikut tebal minimum (h) pada pelat satu arah yang dimaksud:


 Dua Tumpuan :
20
11


 Satu Ujung Menerus :
24

 Kedua Ujung Menerus :
28

 Kantilever :
10
 fy 
Untuk fy >420 Mpa nilai tersebut dikalikan dengan  0,40  
 700 
b. Pelat Dua Arah ( jika   2 )
Pelat yang menahan pada dua arah dijelaskan pada pasal 11.5.3
SNI 2847-2019. tebal minimum (h) pada pelat dua arah adalah:

 Untuk 0,2 <  m < 2,0, ketebalan pelat harus memenuhi:

 fy 
n  0,8  
 1400 
h=

36  5  fm  0,2 
tetapi tidak boleh kurang dari 125 mm.
 Untuk  m > 2,0 harus memenuhi:

 fy 
n  0,8  
 1400 
h=
36  9 
tetapi tidak boleh kurang dari 90 mm.
dimana:
12

n = panjang bentang arah memanjang yang diukur dari muka


ke muka tumpuan pada pelat tanpa balok, dan muka ke
muka balok atau tumpuan lain pada kasus lainnya
 = rasio bentang bersih dalam arah memanjang terhadap arah
memendek dari pelat dua arah
 m = nilai rata-rata  untuk semua balok pada tepi-tepi dari
suatu panel

m = , dimana n adalah jumlah balok pada tepi suatu
n
panel
 = rasio kekakuan lentur penampang balok terhadap
kekakuan lentur pelat dengan lebar yang dibatasi secara
lateral oleh garis-garis sumbu tengah dari panel-panel
yang bersebelahan (bila ada) pada tiap sisi balok
E cb .Ib
Rumusnya adalah:  =
E cp .Ip

dimana:
Ib = momen inersia terhadap sumbu titik pusat penampang
bruto balok
Ip = momen inersia terhadap sumbu titik pusat penampang
bruto pelat
Momen inersia dari penampang balok dengan flens terhadap
sumbu pusatnya adalah:
1
Ib = b h3  b e2
12
Momen inersia dari pelat adalah:
1 3
Is = bs x h f
12
13

3.2. Perhitungan Pelat


a. Beban terfaktor (qu) untuk pelat
qu = 1,2 qd + 1,6 ql
dimana :
qd = beban mati pada pelat
ql = beban hidup pada pelat
b. Tinggi Efektif (d)
Adalah jarak antara titik berat tulangan bidang tarik ke sisi luar
bidang tekan:
 Tinggi Efektif (d) dalam arah x adalah:
dx = dy tumpuan = tebal pelat – selimut beton - ½ Ǿ tulangan
 Tinggi Efektif (d) dalam arah y adalah:
dy Lapangan = tebal pelat – selimut beton - Ǿ tulangan x- ½ Ǿ
tulangan y
c. Perhitungan Momen yang terjadi pada Pelat
Mu = 0,001 x qu x Lx2 x C
dimana:
C didapat dari tabel coefisien momen, yang didasarkan pada nilai
Ly
Lx
Lx = lebar pelat arah-x
Ly = lebar pelat arah-y
qu = beban terfaktor
14

3.3. Penulangan Pelat


 Mu adalah momen terfaktor, yang diperoleh dari perhitungan statika
momen lentur
 Momen Nominal adalah momen terfaktor dibagi dengan faktor
reduksi kekuatan (  )
Mu
Mn =

dimana:
Mn = momen nominal (KNm)
Mu = momen terfaktor (KNm)
 = faktor reduksi kekuatan (untuk pelat = 0,8)
 Koefisien Tahanan (Coefficien Resistent)
Mn
Rn =
b.d 2
dimana:
Rn = koefisien tahanan (Mpa)
Mn = momen nominal (Nmm)
b = besar peninjauan pelat (mm)
d = tinggi efektif pelat sesuai arah tulangan (mm)
 Perbandingan Tegangan
15

fy
m=
0,85. fc'
dimana:
m = perbandingan tegangan
fy = mutu baja tulangan
f’c = mutu beton

 Rasio Tulangan yang memberikan kondisi regangan yang seimbang

0,85. 1 . fc'  600 


b =  
fy  600  fy 
dimana:
 1 = 0,85 untuk fc’  30 Mpa. Untuk beton dengan
nilai kuat tekan di atas 30 Mpa, nilai  1 harus
direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan 7
Mpa di atas 30 Mpa, tetapi  1 tidak boleh diambil
kurang dari 0,65.
 Batas Rasio Penulangan
 maks = 0,75 .  b
dimana:
 maks = rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan
maksimum
b = rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan
seimbang
 Batas Rasio Penulangan Minimum
1,4
 min =
fy
dimana:
 min = rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan
minimum
 Rasio Tulangan Tarik yang diperlukan pada suatu penampang pelat
16

1 2.m.Rn 
 1  1  

m fy 

dimana:
 = rasio tulangan tarik yang diperlukan
 Luas Penampang Tarik yang dibutuhkan
As =  . b . d
dimana:
As = luas tulangan tarik yang dibutuhkan (mm2)
 Jarak Tulangan Tarik
b
S=
As perlu
1 2
d
4
dimana:
s = jarak tulangan tarik (mm)
 Kontrol Luas Penampang dan Jarak tulangan tarik
b 1
Asada = x d 2
s 4
dimana: Asada harus lebih besar dari Asperlu
 Tulangan Bagi
Asbagi = 20% x Asperlu
b
S =
Asbagi
1 2
d
4
dimana: Asada harus lebih besar dari Asbagi

Anda mungkin juga menyukai