Anda di halaman 1dari 7

Mengukir Pelangi di Negeri Rangsang

karya Aisyah Nur Hanifah

Suasana pagi nan indah, semilir angin yang berhembus dari arah laut, menyeberangi
bebatuan pantai yang berbaris dengan rapi di mulut pantai. Tak tertinggal, burung-burung
berterbangan di sekitaran semenanjung pantai sembari bersiul mesra menyambut indahnya
pagi. Dan dari ufuk timur, surya kembali terbit, dengan senyumannya yang sumbringah dan
memberikan semangat baru kepada anak-anak di Pulau Rangsang dan juga masyarakat yang
ada di Pulau tersebut.

Sementara itu, ada sebuah Sekolah Menengah Pertama yang berdiri dengan
bangunannya yang sederhana di sekitaran rumah penduduk. Walau tampak sederhana, dan
sangat tidak layak pakai, namun hal ini tidak pernah mengurungkan niat para anak-anak di
Pulau Rangsang untuk dapat bersekolah. Mereka tetap semangat, untuk mencapai masa
depan. Hal ini dikarenakan, adanya Ibu Aisyah, yang mana merupakan guru mereka satu-
satunya di Sekolah ini.

“Assalamualaikum Anak-anak,” dengan wajahnya yang ramah, Ibu Aisyah menyapa


mereka dengan ramah dan santun.

“Waalaikumsalam Bu,” jawab mereka semua dengan lantang dan semangatnya.

“Alhamdulillah, kita bisa bertemu lagi seperti biasanya pada pagi hari ini, bagaimana,
apakah kalian semua telah paham dengan pelajaran matematika yang Ibu berikan semalam?”
ibu Aisyah mencoba bertanya.

Tampak semuanya diam tanpa kata. Ibu Aisyah mengerti, keterbatasan teknologi, dan
ilmu pengetahuanlah yang terkadang membuat anak-anak di Pulau Rangsang ketertinggalan
dengan kemajuan zaman yang telah mengarah ke arah modern seperti sekarang ini. Namun
apa daya, bagaimanapun juga, tugasnya sebagai seorang guru, haruslah berupaya untuk
menjadikan anak didiknya bisa mendapatkan pendidikan yang layak, dan pada intinya, suatu
hari nanti, dapat bersaing dengan anak-anak yang berada di Kota.

“Hem, baiklah Ibu tahu, mungkin Ibu akan mengajarkan kalian sekali lagi, agar tetap
paham,”
“Bu?” tiba-tiba saja, salah satu seorang muridnya berdiri dan menghampiri Ibu
Aisyah.

“Iya, Harri, ada apa?” Ibu Aisyah mencoba menghampirinya.

“Apakah benar, jika Ibu akan meninggalkan kami? dan kembali ke kota?”

Sungguh tidak pernah dibayangkan, Harri salah satu muridnya yang juga merupakan
murid terpintar di kelas, telah mengetahui surat edaran dari Dinas Pendidikan yang telah
menyuruhnya untuk meninggalkan Pulau Rangsang, dan berpindah ke Kota.

“Ah, tidak Harri. Bagaimanapun, Ibu akan berusaha, agar kalian semua menjadi
pintar. Ibu telah berniat, Ibu akan tetap di sini, sampai kalian sukses semua. Ibu percaya,
kalian semua bisa bersaing dengan anak-anak yang di kota. Apalagi, bapak Kepala Desa,
sudah meyakinkan kepada Ibu, untuk mendidik kalian di sini,” Ibu Aisyah mencoba
meyakinkan murid-muridnya.

“Ibu Aisyah, jujur, kami semua sangat senang sekali, ketika kami tahu, Ibu mau
mengajar dan memberikan ilmu bagi kami anak-anak Pulau Rangsang. Karena, Ibu kan tahu,
jika kami ingin melanjutkan ke SMP, kami harus menyeberang dulu ke Pulau Merbau, dan itu
sangatlah jauh, orangtua kami tidak akan pernah mengizinkan, dikarenakan biayanya yang
cukup mahal. Tapi, semenjak ada Ibu di sini, kami jadi bisa merasakan melanjutkan sekolah
kembali, ya walaupun di dalam ruang kelas yang sederhana ini, kami sudah senang kok,”
Kemudian, Ibu Aisyah tersenyum kepada Harri, dan juga kepada murid-muridnya,

“Anak-anak, Ibu janji, Ibu akan mencoba menghubungi teman-teman Ibu yang berada
di kota, insya Allah mereka pasti akan mau membantu kita untuk merenovasi sekolah kita,
dan kita harus buktikan, jika sekolah kita juga bisa bersaing dengan Sekolah Menengah
Pertama lainnya yang ada di kota, kalian mengerti?” kata Ibu Aisyah sembari memberikan
semangat kepada murid-muridnya.

Di siang harinya, tepatnya jam 13.00 WIB, Berjalanlah ibu Aisyah, menyusuri jalanan
setapak yang tersusun dari tumpukan-tumpukan papan kecil untuk menuju ke rumahnya.
“Memang, sungguh miris keadaan Pulau ini. Pulau yang indah, namun tidak semuanya
mengetahuinya. Pulau yang sangat jauh dari keramaian dan hiruk-pikuk kota. Andaikan
semua orang tahu, jika masyarakat dan anak-anak yang berada di Pulau Rangsang ini, juga
memiliki kemampuan yang sama dengan anak-anak yang ada di kota. Anak-anak Pulau
Rangsang juga pintar, aku yakin, suatu hari, Pulau Rangsang dan anak-anak yang ada di sini,
pasti akan berubah menjadi lebih maju,” kata Ibu Aisyah di dalam hatinya. Sesampai di
rumah, tiba-tiba saja handphone-nya berdering, dan ternyata setelah dilihat, adalah telepon
dari sahabatnya Jaka.

“Hai, Jaka, Assalamualaikum?” Ibu Aisyah mencoba menyapanya dengan ramah.


“Waalaikumsalam, Syah, kamu di mana? aku di Pulau Rangsang sekarang, aku sudah berada
di depan SMP tempat kamu mengajar,”

“Kamu serius? baiklah, aku akan menemui kamu sekarang,”

Setibanya di depan SMP Rangsang, “Jaka, kamu apa kabar?”

“Aku baik Syah. Syah, kamu serius ngajar di tempat ini? Syah, kamu kan tahu, semua
orang juga tahu, kamu itu lulusan terbaik ketika kuliah, kenapa sih kamu mau mengajar di
tempat seperti ini? kenapa kamu tidak mengajar di kota saja denganku?”

“Jaka, bagiku, di manapun aku mengajar, itu adalah yang terbaik bagiku. Aku sudah
nyaman di sini. Masyarakatnya yang sangat ramah dan terbuka menerimaku. Belum lagi,
semangat belajar anak-anak di Pulau Rangsang ini sangat kuat Jak, kemudian juga aku sudah
berjanji pada diriku, aku tidak akan pergi dari Pulau ini, sampai pada saatnya, anak-anak di
Pulau Rangsang ini bisa sukses mengejar cita-cita mereka,”

“Aku bangga mempunyai sahabat seperti kamu Syah. Aku tahu, cita-cita kamu
sangatlah mulia, kamu memang guru yang sejati. Oh, ya jika kamu memperbolehkan, aku
punya jalan untuk mempermudah cita-cita kamu,”

“Oh ya? apakah itu Jak?”

Kemudian, Jaka memberikan sebuah undangan berupa Olimpiade Sains yang akan
digelar di Kabupaten Meranti, tapatnya berada di Ibu Kota Selat Panjang, “Jak, makasih ya,
kamu sudah mau jauh-jauh datang ke mari hanya untuk memberikan undangan Olimpiade ini,
semoga aja, kami dapat memenangkannya, dan kemudian murid–muridku dapat lebih
mengenal dunia luar dan tidak ketertinggalan lagi seperti sekarang ini,” tampak ibu Aisyah
sangat senang dan lebih bersemangat.
“Assalamualaikum Ibu Aisyah,” terlihat keempat sekawan yang juga merupakan
murid kebanggaan ibu Aisyah di sekolah menghampiri ibu Aisyah dan Jaka. Mereka adalah
Latif, Harri, Sofwan, dan Nur.

“Waalaikum salam. Kebetulan kalian semua di sini, ke mari Nak, ini ada undangan
Olimpiade Sains buat kita, kalian mau membacanya?” kemudian ibu Aisyah memberikan
undangan tersebut kepada keempat muridnya.

“Kalian semua sepertinya tampak pintar, saya harap kalian ikut ya di Olimpiade Sains
ini?” Jaka menyapa mereka dengan ramah pula.

“Terima kasih ya Pak, untuk undangannya buat kami. Semoga, kami menang di dalam
Olimpiade Sains ini, dengan begitu, kami bisa membanggakan untuk Ibu Aisyah, dan
nantinya, semua orang bisa tahu keberadaan sekolah kami ini, khususnya keberadaan Pulau
Rangsang,” jawab Nur dengan semangat pula.

Satu minggu kemudian, tepatnya hari Selasa, 13 Maret 2016,

“Bu Aisyah, gak menyangka ya, besok adalah keberangkatan kami untuk mengikuti
Olimpiade Sains di Kabupaten,” kata Sofwan sembari tersenyum lebar.

“Iya. Dengan demikian, hari ini, kita harus tingkatkan pengetahuan kalian berempat
ya, agar kalian nantinya bisa lanjut ke Olimpiade Sains tingkat Provinsi, hingga sampai
Mancanegara, kalian mau kan?”

“Wah, Bu Aisyah, jangankan sampai mancanegara, kami di sini bisa pergi ke kota
saja, sudah kebanggaan luar biasa untuk kami Bu,” kata Nur dengan senyumnya yang manis.

“Dan, insya Allah impian kalian akan terwujud, percayalah,” ibu Aisyah kembali
memberi semangat.

“Tapi Bu, bagaimana dengan biaya kami untuk pergi ke kota? dan pasti anak-anak
yang di kota lebih pintar daripada kami,”

Ibu Aisyah begitu terkejut, ketika mendengar pernyataan yang begitu menyayat
hatinya, ya, mengenai biaya untuk pergi ke kota. Sungguh pernyataan Harri, begitu
membingungkan untuknya, “Kalian tenang saja, yang terpenting tugas kalian saat ini adalah
belajar dan kembali belajar untuk lomba Olimpiade Sains besok pagi. Kalian pasti bisa.
Urusan biaya, biar itu adalah tugas Ibu sebagai guru kalian, mengerti?” kemudian ibu Aisyah
memeluk keempat muridnya.

Di bawah pohon rindang, Harri, Sofwan, Nur dan Latif mencoba berdiskusi mengenai
keberangkatan mereka besok pagi.

“Kita tidak boleh diam saja, kita harus membantu Ibu Aisyah mencari biaya untuk
kita pergi besok ke kota?” Latif memulai pembicaraan.

“Iya kamu benar, bagaimana, jika kita sekarang pergi ke pantai untuk menjaring ikan,
kemudian kita jual ke pengepul ikan?” Nur memberikan usul.

“Kami akan membantu kalian,” tiba-tiba saja tampak terlihat teman-teman mereka
yang juga merupakan murid dari ibu Aisyah ikut serta membantu mereka berempat
mengumpulkan uang.

“Kami ingin, keempat teman kami, pergi dan meraih juara di Kota. Dengan begitu,
suatu hari Pulau Rangsang, akan mencapai kemajuan dan banyak dikenal oleh orang-orang
yang berada di luar sana. Pokoknya kita harus buktikan jika kita ini mampu, maka dari itu,
kami ingin membantu kalian,”

“Terima kasih semuanya, pokoknya kami janji, aku, Nur, Latif, dan Sofwan akan
berjuang memenangkan lomba Olimpiade ini,” Harri begitu menyambut dengan gembira
bantuan dari temannya Haikal. Kemudian beramai-ramailah mereka semua menuju ke pantai
untuk mencari ikan dan menjualnya ke pengepul.

Sementara di Kantor Kepala Desa, tampak ibu Aisyah mencoba berdiskusi kepada
Pak Yunus, untuk membicarakan biaya transportasi ke Kota.

“Maaf Bu Aisyah, untuk sekarang ini, khas Desa Rangsang, sangatlah defisit, jadi
tidak bisa diberikan untuk keberangkatan mereka berempat ke Kota,” Ibu Asiyah kembali
membujuk.

“Tapi Pak, saya janji, mereka berempat pasti akan mendapatkan juara dan akan
membanggakan Desa Rangsang tentunya, percayalah Pak, anak-anak di Pulau Rangsang
inilah, yang suatu hari akan memajukan Pulau Rangsang ke arah yang lebih maju,”

“Maaf Bu, tetap saja tidak bisa. Dan, saya mohon janganlah membawa anak-anak di
Pulau Rangsang terlalu berangan-angan tinggi. Sungguh mustahil, jika mereka dapat bersaing
dengan anak-anak yang di Kota,” Entah mengapa, pernyataan dari Pak Yunus, sangat begitu
menyayat hati Bu Aisyah, tanpa berpikir panjang, ibu Aisyah pamit dan pergi dari Kantor
Kepala Desa.

Keesokan paginya, menjelang keberangkatan ke Kota, “Bu, Aisyah, Ibu tidak usah
khawatir mengenai pembiayaan ke kota, kami berempat telah berhasil mengumpulkan uang
dari hasil kerja keras kami kemarin Bu, Ibu senang kan?” Nur mencoba memberikan
penjelasan kepada ibu Aisyah.

“Ibu bangga dengan kalian semua. Semoga saja, dari kota nanti kita membawa
kemenangan ya. Dan Ibu minta maaf, karena Ibu tidak mempunyai biaya untuk
keberangkatan kalian ke kota, ditambah lagi, sudah 5 bulan ini, Ibu belum menerima gaji dari
dinas pendidikan. Kalian tahu kan, Ibu hanya seorang guru honorer, selain berperan sebagai
guru, Ibu juga sekaligus Kepala Sekolahnya, jadi Ibu minta maaf dengan kalian semua,” kata
ibu Aisyah.

“Ibu, justru kami yang sangat berterima kasih dengan Ibu, Ibu sudah mengizinkan
kami bersekolah di sini dengan gratis, Ibu juga telah membimbing kami hingga kami menjadi
pintar, dan pastinya, kami jadi semakin tahu dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang
semakin meluas,”

Kemudian, Sofwan, Harri, Latif, dan Nur pun memeluk ibu Aisyah. Dan sampailah
mereka di kota, dengan semangat, mereka berempat dengan giatnya mengerjakan soal-soal
Olimpiade Sains. Hingga, dengan berjalannya waktu, akhirnya mereka berempat, dengan
bimbingan ibu Aisyah berhasil memenangkan Olimpiade Sains tingkat Kabupaten, dan
sampailah pula tingkat Provinsi Riau, dan kemudian, salah satu di antara mereka berempat,
yaitu Nur, berhasil mengukir prestasi Olimpiade Sains hingga ke tingkat Internasional, dan
berhasil mendapatkan medali perak ke Indonesia, khususnya ke Pulau Rangsang, Kabupaten
Meranti, Riau.
3 Tahun kemudian. Sungguh, prestasi yang didapatkan oleh Nur, Latif, Harri, dan
Sofwan, lambat laun, dapat membawa suatu perubahan yang besar bagi perkembangan Pulau
Rangsang, hingga berubah menjadi sebuah Desa yang maju, dan banyak dikenal oleh para
wisatawan lokal maupun mancanegara. Selain itu, saat ini, berkat prestasi mereka pula, Pulau
Rangsang telah berubah menjadi suatu tempat destinasi wisata dan budaya melayu. Dan yang
paling utama adalah, SMP Rangsang, telah mengalami perkembangan dan perubahan ke arah
yang lebih baik lagi.

Banyak, para orangtua, yang menyekolahkan anak-anaknya untuk bersekolah di SMP


Rangsang, ditambah lagi, banyaknya para donatur yang memberikan sumbangan untuk
kemajuan pembangungan SMP Rangsang. “Saya sendiri, begitu bangga menjadi anak Pulau
Rangsang. Terima kasih kepada Ibu Aisyah yang telah memberikan motivasi terbaik untuk
saya, dan juga teman-teman semua, sehingga dapat meraih kesuksesan seperti sekarang ini,
dan dapat memajukan Pulau Rangsang yang kami cintai. Ibu Aisyah, sungguh, Ibu adalah
pahlawan terbaik bagi kami selamanya,” kata Nur, di saat memberikan sambutan dalam acara
peresmian gedung SMP Rangsang, yang sekarang berubah menjadi SMP Terpadu Rangsang.

Anda mungkin juga menyukai