Anda di halaman 1dari 6

DIALOG

Sebuah kisah sepasang suami istri yang telah menikah selama 2,5 tahun, namun belum
dikaruniai serang anak untuk kelurga kecilnya. Pada suatu hari, sepasang suami istri sedang
berbincang mengenai hal in dirumah.

Gung Praba : “Gek, nu ngudiang to sibuk ten, bli dot ngorte”


Nia : “Tiang ten sibuk Bli, tiang negak-negak gen, punapi bli ?”
Gung Praba : " Tuni Bli ngorte ajak rerama, rerama dot sajan ngelah keturunan"
Nia : "Nggih Bli, iraga masih ampun nganten 2,5 tiban nanging masih durung
polih
keturunan. Apa ada ne pelih ajak iraga? Apa patut iraga periksa ke
dokter "
Gung Praba : "Lamen gek ngerasa keto, mai ke dokter ngecek kesehatan"

Keesokan harinya, sepasang suami istri ini mengunjungi rumah sakit dan berkonsultasi dengan
dokter untuk membahas masalah kesehatan dan kesuburan.

Dokter : "Selamat pagi ibu bapak Apa ada yang bisa dibantu?"
Gung Praba : "Gini dok, saya sama istri saya mau mengecek kesehatan, karena kami
sudah
menikah selama 2,5 tahun, namun belum memiliki keturunan"
Dokter : "Baik jika seperti itu, saya akan melakukan pengecekan satu persatu
kepada
bapak dan ibu untuk dapat menyimpulkan hal ini"

Dilakukan pengecekan kepada sepasang suami istri. Semua proses pengecekan pun berakhir.

Dokter : "Mohon maaf sebelumnya Bapak ibu, setelah proses pengecekan


berakhir, hasil menunjukkan bahwa ibu subur tidak ada masalah
apapun, sedangkan dengan bapak memiliki penyakit kelainan enzim
pada sperma yang menyebabkan tingkat kesuburan rendah sehingga
sulit untuk memiliki keturunan"
Gung Praba : "Dok, apakah penyakit ini bisa disembuhkan?"
Dokter : "Mohon maaf, untuk hal ini saya tidak bisa menjamin sembuh total
karena seperti yang saya katakan,karena ini adalah penyakit didisebabkan
oleh bebersps factor salah satunya Varikokel sehingga menyebabkan
tingkat kesuburan rendah."

Nia : "Baik dok, terima kasih atas waktunya"


Dokter : “ Iyaa bu, semoga selalu diberikan kesehatan nggih”

Setalah melakukan pemeriksaan di rumah sakit, sepasang suami istri ini pun pulang.
Sesampainya di rumah.

Gung Praba : "Ampura gek, bli ten ngidang ngemang keturunan"


Nia : "Sampunan bli ngerasa bersalah kenten, gek ten kenapi. Lamen kenten,
gek
ngemang bli saran untuk ngadopsi anak"
Gung Praba : "Lamen kenten, bli ngelah nyama sane ngelah pianak lstri dadua. Coba
iraga metaken lan silahturahmi malu ngajak nyama bli nika"
Nia : "Nggih, dados bli"
Gung Praba : "Ben mani mai jengorte ajak nyama bli sane ngelah panak nika"
Nia : Nggih bli

Keesokan Harinya, sepasang suami istri mengunjungi saudara dari pihak laki-laki untuk
berdiskusi masalah pengadopsian anak.

Gung Praba : "Swastyastu De, tiang latne ngorang dot ngadopsi panak, soalne tiang
ajak kurenan tingae ten ngelah keturunan, karena De ngelah panak
lstri dadua. Dadi je De ngemaang panak De besik ajak irage?"
Dode : "Ampura bli, tiang ten je mau merusak persaudaraan atau napi, tiang
masih prihatin ngajak bli sareng gek ne ten medue keturunan Tapi, untuk
ngemaang panak De besik ngajak bli nika ten nyidang"
Shanti : "Nggih mbok nak tiang masi patuh ngajak suami tiang, tiang ngerti kok
bli ajak mbok ten wenten keturunan. Tapi, tiang ten nyidang ngemang
pianak tiang ngajak bli ajak mbok"
Dode : "Tiang ngemang bli saran nggih, untuk ngadopsi anak ring panti asuhan
atau rumah sakit"
Gung Praba : "Nggih lamen keto suksma De. Benjang iraga mekejang ngomongin
ngajak keluarga besar"
Nia : "Suksma mbok, bli Ampura mengganggu nggih"

2 hari kemudian, keluarga besar sepasang suami istri membicarakan masalah pengadopsian
anak

Gung Praba : "Om Swastyastu, driki tiang jagi ngorte masalah keluarga tiang sane ten
ngidang medue keturunan. Driki tiang jagi diskusi untuk pengadopsian anak, napi wenten
solusi?"

Nia : "Kalo ngidih panak dari keluarga ibu (pradana) gimana? Apa wenten dari
pihak gek nya yang bersediang ngemang panak ne?"

Shanti : "Diusahakan anak yang berasal dari keluarga suaminya"

Nia : "Untuk ngidih anak dari keluarga suami ampun sempet gek ngortein,
tapi ten nyidang, bli De ngajak istrine ten ngebang, lan untuk adopsi dari
keluarga tiang nika ten wenten masih sane ngidang ngemang panak ne"

Dode : "Nggih lamen ten wenten anak dari garis purusa (bapak) maupun
pradana (ibu), maka dados mengangkat anak sekama-kama, tidak ada
hubungan keluarga"

Nadya : "Jika mengangkat anak sekama-kama, bisa jadi anak tersebut nantinya
tidak disenangi keluarga besar"
Shanti :"Benar yang dikatakan sareng Nadya. Tapi, sekarang mengalami
perubahan kearah yang lebih longgar, karena tumbuhnya kesadaran
bahwa pengangkatan anak sama dengan perkawinan, yaitu harus saling
mencintai dan menyayangi antar orang tua yang mengangkat anak
dengan anak yang akan diangkat"

Gung Praba : "Tiang sareng istri ten keberatan apabila mengangkat anak sekama-
kama,
Tapi, dari pihak keluarga besar setuju napi ten?"

Nadya : "Nggih tiang setuju manten, selama kalian menyayangi dan mencintai
anak yang akan diangkat"

Dode :"Nggih tiang masih setuju"

Shanti : "Tiang setuju"

beberapa hari kemudian. Sepasang suami istri datang ke panti asuhan untuk mengadopsi anak

Gung Praba : "Swastyastu buk, ampura nggih tiang dot metaken, dados tiang adopsi
panak driki nggih?"

Penjaga panti asuhan : "Nggih dados pak, jika bapak bisa mengikuti hukum yang berlaku untuk
asuhan mengadopsi seorang anak, jadi bapak bisa mengadopsi anak disini
pak"

Nia : "Nggih buk suksma, tiang dot adopsi anak lanang nggih, sane mare
lekad. Napi wenten?"

Penjaga panti asuhan : "Jika ibu ingin mengadopsi anak laki-laki yang baru lahir bisa saja.
Namun, akan saya informasikan lebih lanjut nantinya jika ada, karena
kami dari panti asuhan bekerjasama dengan pihak rumah sakit untuk
pengadopsian anak yang baru lahir"
Nia : "Nggih buk ten kenapi, kami akan menunggu kabar baik dari pihak panti
asuhan. Suksma pak atas bantuannya"

1 bulan kemudian, pihak panti asuhan memberikan kabar baik bahwa anak laki-laki baru
lahir siap diadopsi oleh sepasang suami istri ini. Lalu, jika sudah mendapatkan seorang anak
akan mengikuti upacara pertama yang bernama upacara Sudiwadani yang bertujuan untuk
memasukan sang anak untuk menganut agama Hindu. Anak yang akan diangkat hubungan
kekeluargaan dengan ibunya dan dengan keluarganya secara adat harus diputuskan, yaitu
dengan jalan membakar benang (hubungan anak dengan keluarganya putus) dan membayar
menurut adat seribu kepeng disertai pakaian disertai pakaian wanita lengkap (hubungan anak
dengan ibu menjadi putus). Kemudian, dilanjutkan dengan upacara pemerasan (pengesahan
sang anak yang akan di adopsi oleh keluarga yang ingin mengadopsi).
Proses berikutnya adalah pembuatan surat sentana. Sesudah upacara pamerasan, dilanjutkan
dengan mengajukan permohonan penetapan pengangkatan anak kepada Pengadilan Negeri.

Oleh karena itu, di Bali perbuatan mengangkat anak adalah perbuatan hukum melepaskan anak
itu dari pertalian keluarganya dengan orang tuanya sendiri dan memasukkan anak itu ke dalam
bapak angkatnya, sehingga anak tersebut berkedudukan sebagai anak kandung untuk
meneruskan keturunan bapak angkatnya. Proses pengangkatan anak menurut hukum adat Bali
pada prinsipnya adalah mengangkat anak orang lain untuk dijadikan anak sendiri seperti anak
kandung dengan cara yang sah, oleh karena itu orang yang pernah kawin tetapi tidak
memperoleh keturunan maka dapat mengangkat anak, bila suami yang hendak mengangkat
anak maka ia akan minta persetujuan istrinya terlebih dahulu dan demikian pula sebaliknya si
istri yang hendak mengangkat anak haruslah dengan persetujuan suaminya. Menurut hukum
adat Bali pengangkatan anak tidak boleh diwakilkan tidak ada batas umur tertentu yang dapat
diangkat anak, baik yang baru lahir maupun seorang yang sudah dewasa, pokoknya anak angkat
itu tidak boleh lebih tua dari orang tua angkatnya. Pengangkatan anak dilakukan dengan
upacara dihadapan seorang pemangku adat atau pendeta dengan saksi-saksi.

Lalu adanyanya pertemuan kepala desa, saksi-saksi hingga pengadilan dalam pengesahan
pengabdosian anak.

Pengadilan : "Dengan begini saya memberikan keputusan bahwa anak ini akan di
adopsi oleh orang tersebut, saksinya ada Kepala Desa dan semua
keluarganya.
Kepala desa : "Nggih sami sampun upacarane pragat, jadi miki panak e sampun sah
jadi panak pak nggih, sampun masih terdaflar ring Kartu Keluarga (KK)"

Sebelum memberikan penetapan, hakim memeriksa keadaan ekonomi kerukunan keserasian


kehidupan keluarga serta cara mendidik keluarga angkat.
Setelah 4 bulan proses penetapan, status anak adopsi pun selesai.

Anda mungkin juga menyukai