Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/341452836

Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Permasalahan


Matematis melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Article · May 2020

CITATIONS READS

0 298

2 authors:

Evelyn Angelika Edy Surya


State University of Medan State University of Medan
1 PUBLICATION   0 CITATIONS    333 PUBLICATIONS   2,497 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

CRITICAL THINGKING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA View project

Analisis Kemampuan Berpikir Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematis View project

All content following this page was uploaded by Evelyn Angelika on 18 May 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan
Permasalahan Matematis melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM)
Evelyn Angelika1, Edy Surya2
1
Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika UNIMED
2
Dosen Prodi Pendidikan Matematika UNIMED
Evelynangelikah@mhs.unimed.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM) dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan
permasalahan matematis. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang
dipelajari dari sekolah dasar hingga sekolah menengah akhir, bahkan tingkat perguruan
tinggi. Salah satu tujuan pembelajaran matematika ialah memecahkan atau menyelesaikan
permasalahan. Pemecahan masalah matematis merupakan suatu kegiatan kognitif yang
kompleks, sebagai proses untuk mengatasi suatu masalah yang ditemui dan untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut diperlukan sebuah strategi. Walaupun pemecahan
masalah merupakan hal esensial yang harus dikuasai siswa, namun pada kenyataannya
siswa kurang mandiri dalam menggunakan konsep yang telah diajarkan ke dalam
pemecahan masalah. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya hasil pelajaran matematika.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam pemecahan masalah matematis adalah Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM).
Kata Kunci : Pembelajaran berbasis masalah, Pemecahan masalah
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of Problem Based Learning (PBL) in improving
students’ ability to solve mathematical problem. Mathematics is one of compulsory lesson
that are learned from elementary school to high school, even at the college level. One
purpose of learning mathematics is to solve the mathematical problem. Mathematical
problem solving is a complex cognitive activity, as a process to overcome a problem
encountered and to solve these problems a strategy is needed. Although problem solving is
an essential lesson that must be mastered by students, but in reality students are less
independent in using concepts that have been taught in problem solving. This is evidenced
by the low results of mathematics lessons. One learning model that can be used to improve
students' ability to solve mathematical problems is Problem Based Learning (PBL).
Keywords : Problem based learning, Problem solving
A. PENDAHULUAN
Education according Novriani & Surya (2017) is “a human need throughout life,
without human education will be difficulties to develop and education plays an important
role in life.” (Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup, tanpa
pendidikan manusia akan sulit untuk berkembang dan pendidikan memainkan peran
penting dalam kehidupan). Dengan demikian, manusia harus menjadikan pendidikan
sebagai kebutuhan pokok di dalam kehidupannya dan manusia harus meningkatkan mutu
pendidikan di dalam dirinya. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan adalah melalui belajar dan salah satu mata pelajaran yang dibutuhkan di
kehidupan adalah matematika.
Menurut Permendiknas Nomor 22, 2006 : 345 matematika adalah salah satu mata
pelajaran yang dipelajari yang dimulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah bahkan
sampai ke Perguruan Tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk membekali siswa dengan berfikir
logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama (dalam Harahap
& Surya, 2017). Mathematics according M.A Akanamu dan M. O. Fajemidagba
(Simamora dkk 2017) is “one of the compulsory subjects in formal education and takes a
very important role in education. Mathematics skills is needed to learn other subjects, such
as physics, chemistry, biology and even social science.” (Matematika adalah salah satu
mata pelajaran wajib dalam pendidikan formal dan mengambil peran yang sangat penting
di dalam dunia pendidikan. Keterampilan matematika diperlukan untuk mempelajari mata
pelajaran lain seperti fisika, kimia, biologi, dan bahkan ilmu-ilmu sosial).
Tujuan belajar matematika menurut Wardhani (2008 : 8) dalam (Harahap & Surya,
2017) adalah memecahkan masalah, merancang model matematika, dan menafsirkan
model yang diperoleh. Hal senada menurut Depdiknas, 2006:8 (dalam Surya, 2012) bahwa
tujuan belajar matematika adalah supaya siswa memahami konsep matematika secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat serta memiliki sifat menghargai kegunaan matematika di
dalam kehidupan. Berdasarkan tujuan belajar matematika tersebut, diharapkan
pembelajaran matematika di sekolah dapat membentuk pola pikir siswa menjadi lebih
matang dan dapat mengaplikasikan pelajaran matematika di kehidupan.
Namun pada kenyataan, hasil belajar matematika di sekolah masih jauh dari
memuaskan dan masih terdapat banyak siswa yang tidak suka dan bosan ketika belajar
matematika. Mereka cenderung enggan memperhatikan dan menanggapi pelajaran yang
diberikan oleh guru dan menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan
mengerikan. Pada penelitian yang dilakukan Surya (2012) menunjukkan bahwa hasil
belajar matematika rendah karena siswa kurang antusias menerimanya. Siswa lebih
bersikap pasif, enggan, malu untuk mengungkapkan pendapatnya dan tidak jarang siswa
merasa tidak mampu dalam belajar matematika sebab mereka menanggap matematika sulit,
menakutkan, bahkan terdapat beberapa siswa yang membenci matematika hingga
menanggap matematika sebagai momok menakutkan.
Salah satu kemampuan matematika yang harus dimiliki oleh siswa adalah
pemecahan masalah. Pehkonen (2007) dalam (Astriani dkk, 2017) menyebutkan bahwa
memecahkan masalah secara umum diterima sebagai makna untuk meningkatkan
kemampuan. (solving the problem is generally accepted as a meaning to promote the ability
to think). Pentingnya kemampuan memecahkan masalah matematik pada siswa menurut
Utari Sumarmo (dalam Nasution dkk, 2017) bahwa salah satu tujuan pengajaran
matematika adalah kemampuan pemecahan masalah, bahkan pemecahan masalah dapat
dikatakan sebagai jantung matematika. Selain itu Beigie (2008) says that “through
problem-solving, students can learn about deepening their understanding of mathematical
concepts by working through the issues carefully selected which use the application of
mathematics to real problems. The development of mathematical problem solving ability
can equip students to think logical, analytical, systematic, critical, and creative.” (dalam
Surya, Putri, Mukhtar, 2017).
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah yang dialami siswa disebabkan oleh
kurang mampunya guru dalam melatih kemampuan siswa. Senada seperti yang dikatakan
Arends dalam (Hadijah & Surya, 2016) bahwa guru jarang memberikan pelajaran tentang
bagaimana siswa belajar tetapi selalu menuntut siswa belajar dan siswa juga dituntut untuk
menyelesaikan masalah tetapi siswa jarang diajarkan bagaimana cara menyelesaikan
masalah.
Berdasarkan permasalahan di atas, diperlukan suatu konsep atau pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
memecahkan permasalahan matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM).
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL)
menurut Barrows dan Tamblyn (dalam Surya dkk, 2018) PBL is “probably the most
innovative learning methods are never implemented in school education, the effectiveness
in facilitating student on problem solving skills and independent study has been reported
widely in medical education.” Nasution dkk pada 2017 mengatakan bahwa Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) adalah salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
guru berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran berbasis masalah menggunakan
permasalahan dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis
dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensi dari materi pelajaran. Tan, Wee & Kek berpendapat bahwa ciri-ciri
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: pembelajaran dimulai dengan
pemberian masalah, masalah yang diberikan dalam konteks dunia nyata, siswa
merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan sehubungan dengan permasalahan
di atas secara aktif dan berkelompok.

B. METODE
Jenis dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif, yaitu penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif. Deskriptif yang
digunakan adalah studi pustaka. Sebagaimana yang dikatakan Zed (2003) (dalam
Supriyadi, 2016) studi pustaka merupakan serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka pengumpulan data dalam penelitian yang
menggunakan studi pustaka dilakukan dengan menelaah dan/atau mengeksplorasi beberapa
jurnal, buku-buku, dan dokumen-dokumen (yang berbentuk cetak maupun elektronik) serta
sumber-sumber data dan informasi lainnya yang dianggap relevan dengan penelitian yang
dibahas. Langkah awal yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah mengumpulkan,
membaca, dan memahami hasil dari penelitian sebelumnya yang relevan kemudian
mengolah data dengan menggunakan analisis deskriptif.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) (dalam Sumartini,
2016) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan pelajaran matematika di sekolah, guru harus
memperhatikan lima kemampuan matematika, yaitu: (1) koneksi (conections), (2)
penalaran (reasoning), (3) komunikasi (communications), (4) pemecahan masalah
(problem solving), dan (5) representasi (representations).
Penerapan model pemecahan masalah pertama kali diperkenalkan oleh Polya
(1973) (dalam Simbolon dkk, 2017), yang terbagi menjadi empat tahap, yaitu: (1)
memahami masalah, (2) mengembangkan rencana penyelesaian, (3) implementasi rencana
penyelesaian, dan (4) meninjau hasil yang diperoleh.
Kemampuan Pemecahan Masalah
Hasanah dan Surya (2017) mengatakan bahwa kemampuan adalah potensi yang
oleh seseorang dalam menguasai keterampilan yang merupakan bawaan atau hasil dari
latihan yang dilakukan untuk digunakan dalam melakukan sesuatu yang ingin dicapai.
“Ability is the proficiency or potential possessed by a person in mastering a skill that is
innate or the results of exercises done for use in doing something to be achieved.”
Sementara memecahkan masalah matematika adalah suatu kegiatan untuk menyelesaikan
masalah cerita, menyelesaikan masalah yang tidak rutin, menerapkan matematika dalam
kehidupan sehari-hari atau keadaan lainnya (Hasanah & Surya, 2017). Polya (dalam
Hadijah & Surya, 2016) menyebutkan pemecahan masalah merupakan suatu cara mencari
jalan keluar dari suatu kesukaran atau suatu cara mengatasi sesuatu halangan dan mencapai
suatu tujuan yang berguna bagi siswa.
Branca (1980) (dalam Sumartini, 2016) mengungkapkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematika sangat diperlukan oleh setiap siswa karena (1) pemecahan
masalah merupakan tujuan umum pelajaran matematika, (2) pemecahan masalah yang
meliputi metoda, prosedur, dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum
matematika, dan (3) pemecahan masalah merupakan kemampuan dalam belajar
matematika.
Charles dan O’Daffer (1997) (dalam Harahap & Surya, 2017) menyatakan
pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika memiliki tujuan untuk: (1)
mengembangkan keterampilan berpikir siswa, (2) mengembangkan kemampuan
menyeleksi dan menggunakan strategistrategi penyelesaian masalah, (3) mengembangkan
sikap dan keyakinan dalam menyelesaikan masalah, (4) mengembangkan kemampuan
siswa menggunakan pengetahuan yang saling berhubungan, (5) mengembangkan
kemampuan siswa untuk memonitor dan mengevaluasi pemikirannya sendiri dan hasil
pekerjaannya selama menyelesaikan masalah, (6) mengembangkan kemampuan siswa
menyelesaikan masalah dalam suasana pembelajaran yang bersifat kooperatif, (7)
mengembangkan kemampuan siswa menemukan jawaban yang benar pada masalah-
masalah yang bervariasi.
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Menurut Nurhasanah (2009) (dalam Sumartani, 2016) Pembelajaran berbasis
masalah (problem based learning) adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pembelajaran.
Sherly (dalam Simamora dkk, 2017) Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
sebagai metode pembelajaran, dibangun dengan gagasan konstruktivisme dan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Saat menggunakan PBM, guru membantu siswa
fokus pada pemecahan masalah dalam konteks dunia nyata, yang akan mendorong siswa
untuk memikirkan situasi masalah tersebut pada saat siswa mencoba untuk memecahkan
masalah.
Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) menurut Arends (dalam Sari
& Rahadi, 2014) adalah sebagai berikut: (a) Pengajuan pertanyaan atau masalah, (b)
Berfokus pada keterkaitan antar disiplin, (c) Penyelidikan autentik, (d) Menghasilkan
produk dan memamerkannya, (e) Kerjasama.
Karakteristik proses pembelajaran berbasis masalah menurut Barrow dan Tamblyn
(dalam Perwitasari & Surya, 2017) adalah: (a) Mulailah dengan fokus pada masalah; (b)
penyelidikan dan awal identifikasi kebutuhan belajar siswa; (c) Keterampilan dan
pengetahuan belajar sesuai dengan persyaratan; (d) Aplikasi dan refleksi; (e) Peningkatan
dan pengembangan; dan (f) Kesimpulan dan integrasi pembelajaran ke dalam pengetahuan
dan keterampilan siswa.
Barrett (2005) (dalam Sumartini, 2016) merumuskan ciri pembelajaran berbasis
masalah sebagai berikut : (1) Mula-mula masalah diberikan kepada siswa, (2) Siswa
mendiskusikan masalah itu dalam kelompok. Mereka mengklarifikasi fakta,
mendefinisikan apa masalahnya. Menggali gagasan berdasarkan pengetahuan sebelumnya.
Menemukenali apa yang mesti diketahui (dipelajari) untuk memecahkan masalah itu (isu
belajar terletak di sini). Bernalar melalui masalah dan menentukan apa tindakan atas
masalah tersebut. (3) Setiap siswa secara perorangan aktif terlibat mempelajari
pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mereka, (4) Bekerja kembali
berkelompok untuk menyelesaikan masalah, (5) Menyajikan selesaian atas masalah, (6)
Melihat dan menilai kembali apa yang telah mereka pelajari dari pengalaman memecahkan
masalah itu.
Perbedaan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran konvensional
adalah sebagai berikut: pada pembelajaran konvensional : (1) siswa hanya menerima
pengetahuan yang diberikan oleh guru, (2) kebenaran tentang pengetahuan bersifat final
dan mutlak, (3) interaksi siswa sangat minim. Sementara itu pada pembelajaran bebasis
masalah: (1) siswa yang mandiri, (2) siswa yang memiliki kemampuan tinggi, (3) siswa
yang mampu berkomunikasi secara aktif dalam pembelajaran, (4) siswa yang mampu
memahami masalah multi-dimensi dan mampu memahami masalah lebih dalam, (5) siswa
yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. (Astriani dkk,
2017)
Sanjaya (2008) (dalam Sari & Rahadi, 2014) mengungkapkan bahwa pembelajaran
berbasis masalah memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu sebagai berikut:
a. Kelebihan-kelebihan pembelajaran berbasis masalah
1) Memberi tantangan kepada siswa untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa,
2) Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami
masalah dalam kehidupan nyata,
3) Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis.
b. Kelemahan-kelemahan pembelajaran berbasis masalah
1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk
mencobanya,
2) Membutuhkan cukup waktu untuk persiapan pembelajaran.
Wee dan Kek (2010) (dalam Eviyanti dkk, 2017) mengatakan beberapa kelebihan
pembelajaran berbasis masalah, di antaranya: (1) Memiliki keaslian seperti di dunia kerja;
(2) Dibangun dengan mempertimbangkan pengetahuan sebelumnya; 3) Mengembangkan
pemikiran metakognitif dan konstruktif. Metakognitif berarti mencoba mencerminkan apa
yang kita pikirkan pada satu hal; 4) Meningkatkan minat dan motivasi dalam belajar.
Penelitian yang dilakukan oleh Astriani dkk pada November 2015 di MTs Al-
Yusriyah menunjukkan adanya pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap
kemampuan memecahkan masalah siswa. Dalam penelitian ini, kemampuan pemecahan
masalah diukur dengan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah dalam empat tahap,
yaitu memahami masalah, merencanakan solusi, mengimplementasikan rencana
penyelesaian dan memeriksa kembali kebenaran hasil yang diperoleh. Dengan melakukan
kegiatan belajar yang dirancang sesuai dengan karakteristik dan tahapan masalah berbasis
model pembelajaran memungkinkan munculnya indikator pemecahan masalah. Hal ini
dapat dilihat ketika siswa sedang mengerjakan lembar aktivitas siswa dan tes kemampuan
pemecahan masalah matematika yang melayani tentang pembelajaran kontekstual. Selama
kegiatan pembelajaran berlangsung, pembelajaran berbasis masalah ini mendorong siswa
saling membantu, berbagi, menghargai antara kemampuan belajar yang berbeda yang
dimiliki oleh setiap siswa.
Hasil peneltian tersebut menunjukkan bahwa siswa yang telah diberikan
eksperimen pengajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah, kemampuan
pemecahan masalah matematika lebih tinggi jika dibandingkan dengan kemampuan
pemecahan siswa di kelas yang dikontrol dengan pembelajaran konvensional. Ini
menunjukkan adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah
terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa MTs Al-Yusriyah.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Simamora dkk pada tahun 2017 di kelas VIIB
SMP Negeri 3 Medan juga mengungkapkan bahwa penerapan model pembelajaran
berbasis masalah meningkatkan kegiatan belajar dan keterampilan pemecahan masalah
matematika siswa. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa, siswa
diminta untuk menyelesaikan tes. Berdasarkan analisis tes, sebelum tindakan dalam Siklus
1, rata-rata tes awal yang diperoleh skor siswa adalah 1 (sangat rendah); tidak ada satu
siswa yang menguasai pemecahan masalah. Pada Siklus 1, setelah menggunakan
Pembelajaran Berbasis Masalah, diperoleh skor rata-rata siswa adalah 4,87 (kategori sangat
rendah) dengan jumlah siswa yang mendapat skor lebih besar atau sama dengan 65
sebanyak 10 siswa (33%) miliki penguasaan pembelajaran tercapai dan 20 siswa belum
berhasil. Sedangkan pada Siklus 2, setelah media ditambahkan dengan grafik, skor rata-
rata siswa adalah 8,38 (kategori tinggi) dengan jumlah siswa yang mendapatkan skor lebih
besar dari atau sama dengan 65 sebanyak 28 siswa (93%) telah mencapai ketuntasan belajar
dan 8 siswa belum tuntas.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Eviyanti dkk di SMP Negeri 1 Banda
Aceh. Penelitian ini mengungkapkan adanya perbedaan Berdasarkan analisis yang telah
dilakukan, dapat dilihat bahwa ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah meningkat
secara signifikan antara siswa yang menerima pembelajaran berbasis masalah (kelas VII7)
dan siswa yang hanya menerima pembelajaran konvensional (kelas VII8).
Perbedaannya adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
melalui model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang menerima
pembelajaran konvensional.

D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) memiliki pengaruh dalam meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pemecahan masalah dapat dilakukan
dengan cara memahami masalah, mengembangkan rencana penyelesaian, implementasi
rencana penyelesaian, dan meninjau hasil yang diperoleh. Kegiatan pembelajaran berbasis
masalah sudah teruji dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal ini
terbukti dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah lebih baik
dilakukan melalui pembelajaran berbasis masalah dibandingkan pembelajaran
konvensional.

DAFTAR PUSTAKA
Astriani, Nurullita, Surya, E, & Syahputra E. (2017). The Effect of Problem Based
Learning to Students’ Mathematical Problem Solving Ability. IJARIIE. Vol. 3,
No. 2. Hal : 3441-3446.
Eviyanti, Cut Yuniza, Surya,E., Syahputra, E., & Simbolon, M. (2017). Improving the
Students’ Mathematical Problem Solving Ability by Applying Problem Based
Learning Model in VII Grade at SMPN 1 Banda Aceh Indonesia. International
Journal of Novel Research in Education and Learning. Vol. 4, No. 2. Hal : 138-
144
Hadijah, S & Surya, E. (2016). Pengaruh Penggunaan Metode Pembelajaran Trade A
Problem Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas VIII MTsN
Tanjung Pura Materi Kubus dan Balok T.A 2013 / 2014. AdMathEdu. Vol. 6, No.
2. Hal: 67-76.
Harahap, E. R., & Surya, E. 2017. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Kelas VII dalam Menyelesaikan Persamaan Linear Satu Variabel. Jurnal
Matematika. UNIMED.
Hasanah, Mar’atun & Surya, E. (2017). Differences in the Abilities of Creative Thinking
and Problem Solving of Students in Mathematics by Using Cooperative Learning
and Learning of Problem Solving. International Journal of Sciences: Basic and
Applied Research (IJSBAR). Vol. 34, No. 1. Hal : 286-299.
Nasution, Z.M, Surya, E, & Manullang, M. (2017). Perbedaan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik dan Motivasi Belajar Siswa yang Diberi Pendekatan
Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendidikan Matematika Realistik di
SMP Negeri 3 Tebing Tinggi. Jurnal paradikma. Vol. 10, No. 1. Hal : 67-78.
Novriani, Milda Rizky & Surya, E. (2017). Analysis of Student Difficulties in Mathematics
Problem Solving Ability at MTs SWASTA IRA Medan. International Journal of
Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR). Vol. 33, No. 3. Hal : 63-75.
Perwitasari, Dewi & Surya,E. (2017). The Development of Learning Material Using
Problem Based Learning to Improve Mathematical Communication Ability of
Secondary School Students. International Journal of Sciences: Basic and
Applied Research (IJSBAR). Vol. 33, No. 3. Hal : 200-207.
Sari, Lisna Siti Permana, Rahadi, Moersetyo. (2014). Pembelajaran Berbasis Masalah
untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah
Pertama. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 3, no. 3, Hal. 143-150.
Simamora, Rustam E., Sidabutar, Dewi Rotua & Surya, E. (2017). Improving Learning
Activity and Students’ Problem Solving Skill through Problem Based Learning
(PBL) in Junior High School. International Journal of Sciences: Basic and
Applied Research (IJSBAR). Vol. 33, No. 2, Hal : 321-331.
Simbolon, Maruli, Mulyono, Surya, E., Syahputra, E. (2017). The Efforts to Improving the
Mathematical Critical Thinking Student’s Ability through Problem Solving
Learning Strategy by Using Macromedia Flash. American Journal of
Educational Research. Vol. 5, No. 7, Hal : 725-731,
Sumartini, T.S. (2016). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol.
5, No. 2, Hal : 148-158.
Supriyadi. (2016). Community of Practitioners : Solusi Alternatif Berbagi Pengetahuan
Antar Pustakawan. Ejournal undip. Vol. 2, No.2, Hal: 83-93.
Surya, E. 2012. Upaya Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah dengan Strategi
Konflik Kognitif. Jurnal Matematika. Vol. 1, No. 8

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai