Anda di halaman 1dari 13

BAB I

DEFINISI

1. Discharge Planning adalah serangkaian keputusan dan aktivitas-aktivitasnya


yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan yang kontinu dan
terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga pelayanan kesehatan.
Mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam memberi
layanan kesehatan kepada pasien. Seorang discharge planners bertugas
membuat rencana, mengkoordinasikan, memonitor dan memberikan
tindakan dan proses kelanjutan perawatan. (Potter and Perry, 2005)
2. Bentuk keterkaitan yang berkualitas antara rumah sakit, community based
service, organisasi non pemerintah dan wali pasien. (NSW, department of
health, discharge planning principles, 2005)
3. Ners mempunyai peranan penting dalam proses perawatan pasien dan
sebagai tim discharge planner rumah sakit, karena pengetahuan dan
kemampuan ners dalam proses keperawatan sangat berpengaruh dalam
memberikan kontinuitas perawatan melalui proses discharge planning.
(Caroll & Dowling, 2007)
4. Perencanaan Pemulangan Pasien (P3) atau Discharge planning : (Buku
MPP, 2016)
 Adalah kegiatan yang merencanakan dan memfasilitasi perpindahan
pasien ke fasyankes lain atau ke rumah dengan lancar dan aman
 Merupakan suatu proses multidisiplin melibatkan PPA dan MPP
 Sasarannya adalah meningkatkan / menjaga kontinuitas pelayanan
 Proses dimulai saat admisi rawat inap
 Memastikan keselamatan pasien keluar dari rumah sakit dan
memperoleh asuhan yang tepat pada fase berikutnya di fasyankes lain
atau dirumah
 Dasar atau filosofi P3 adalah : keberhasilan asuhan pasien di rawat inap
agar berlanjut juga di rumah.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Tujuan Discharge Planning


 Menurunkan lama rawat dirumah sakit
 Mengurangi risiko readmisi (rawat ulang)
 Meningkatan kepuasan kesehatan bagi pasien dan profesional.
 Sedikit bukti bahwa perencanaan pulang mengurangi biaya untuk pelayanan
kesehatan
 Meningkatkan kesembuhan
 Memastikan obat medikamentosa yang diresepkan.
 Memberikan koreksi, persiapan yang memadai saat pindah asuhan ke
fasilitas kesehatan yang lain.

B. Manfaat

C.
 .

Pasien dengan kasus sulit yang membutuhkan asuhan dan perawatan


berkelanjutan, meliputi:

2
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Ruang Lingkup manajemen ini adalah panduan tentang keselamatan dan


keamanan rumah sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayaksuma.
2. Ruang Lingkup keselamatan dan keamanan Rumah Sakit mencakup:
a. Pasien
b. Keluarga pasien
c. Pengunjung
d. Semua staf
3. Ruang Lingkup keselamatan berdasarkan sarana mencakup semua unit atau
instalasi yang ada di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma.

3
BAB III
TATA LAKSANA

A. Upaya Keselamatan dan Keamanan


Rumah sakit memastikan seluruh komponen rumah sakit baik pasien, staf
dan pengunjung terproteksi dari kehilangan, pengrusakan dan kerusakan,
atau akses serta penggunaan oleh mereka yang tidak berwenang dan
memastikan seluruh komponen rumah sakit baik pasien, staf dan pengunjung
terproteksi dari kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau akses serta
penggunaan oleh mereka yang tidak berwenang dengan :
1. Menjamin keamanan, semua staf, pengunjung, vendor / pedagang dan
lainnya di rumah sakit diidentifikasi dan diberi tanda pengenal (badge)
yang sementara atau tetap atau langkah identifikasi lain, juga seluruh
area yang seharusnya aman, seperti ruang perawatan bayi baru lahir,
yang aman dan dipantau.
2. Melaksanakan sosialisasi keselamatan dan keamanan kerja kepada
seluruh karyawan dalam bentuk pelatihan, leaflet, poster, penyuluhan
dan lain – lain.

4
3. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi
ketentuan dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), termasuk
penggunaan alat pelindung diri (APD), serta selalu mengacu pada
pencegahan dan pengendalian infeksi.

B. Konsep Manajemen Risiko


Waktu tertentu atau dalam keadaan tertentu dengan tingkat keparahan
cedera, kerusakan, dampak terhadap kesehatan manusia, responsi,
lingkungan atau kombinasi dari ini disebabkan oleh proses produksi.
Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui menganalisis
serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan
untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Manajemen
risiko adalah suatu pendekatan terstruktur dalam mengelola ketidakpastian
yang berkaitan dengan ancaman dalam suatu rangkaian aktivitas manusia
termasuk: penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan
mitigasi risiko dengan pengelolaan sumber daya. Tujuan utama manajemen
risiko adalah menjamin keamanan dan keselamatan.
Ada 3 elemen dasar pelaksanaan manajemen risiko, yaitu:
1. Identifikasi hazard atau bahaya
Tujuan dari identifikasi bahaya adalah untuk menyoroti proses kerja yang
menimbulkan dampak signifikan terhadap kesehatan dan keselamatan
karyawan serta menyoroti bahaya yang berkaitan dengan
peralatan,sumber respon, kondisi atau kegiatan tertentu.
2. Penilaian risiko (risk assessment)
Penilaian Risiko adalah penentuan kemungkinan dan keparahan
kejadian untuk menentukan besarnya dan prioritas bahaya yang sudah
diidentifikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan metode analisis kuantitatif
kualitatif, semi –kuantitatif atau kualitatif-kuantitatif.
3. Pengendalian risiko
Pengendalian adalah penghilangan atau inaktivasi bahaya dengan cara
yang sedemikian rupa sehingga suatu proses pekerjaan minim risiko
bagi pekerja atau personel yang masuk ke dalam suatu area kerja.
Pengendalian umumnya diberlakukan pada sumber bahaya. Metode ini
sering disebut sebagai rekayasa. Jika ini tidak berhasil, bahaya dapat
dikendalikan pada titik antara sumber bahaya dan pekerja. Metode ini
disebut sebagai pengendalian responsive. Jika hal ini masih tidak
memungkinkan, bahaya harus dikendalikan pada tingkat pekerja melalui
penggunaan alat pelindung diri (APD), meskipun ini adalah bentuk
pengendalian yang paling lemah. Risiko adalah kombinasi dari
kemungkinan terjadinya peristiwa berbahaya.

5
C. Kerangka Kerja Manajemen Risiko
Strategi untuk mengaplikasikan manajemen risiko salah satunya
dengan menerapkan sistem manajemen terintegrasi yang mengacu Siklus
Deming PDSA (Plan-Do-Study-Act) . Adapun tujuan dari prinsip tersebut
adalah melakukan perbaikan berkelanjutan (continual improvement) sebagai
basis framework dan proses manajemen risiko. Siklus PDSA akan dijelaskan
dalam tahap-tahap sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan (Plan)
Meliputi penjelasan studi yang akan dilakukan, tes untuk perubahan
proses, atau eksperimen yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya.
Dalam tahap perencanaan ini, meliputi semua daftar yang diperlukan
untuk melaksanakan studi, termasuk siapa yang akan melakukan, data
apa yang harus dicatat, pelatihan apa yang diperlukan, dan sebagainya.
2. Tahap Pelaksanaan (Do)
Ketidaksesuaian dengan rencana dicatat dan digunakan dalam analisis.
3. Tahap Studi (Study)
Hasil dari Tahap Do dibandingkan dengan prediksi yang dibuat selama
tahap perencanaan. Apabila hasil tidak sesuai dengan apa yang
diprediksikan, teori yang ada pada tahap perencanaan dapat direvisi.
Sebaliknya, apabila hasilnya tidak sesuai dengan prediksi, tim akan
menentukan bagaimana konsisi studi yang berbeda dari kondisi yang
akan dilihat dari proses atau sistem di masa akan datang.
4. Tahap Tindakan (Act)
Tim menentukan suatu tindakan dengan melihat ketiga tahap
sebelumnya. Tindakan dapat berupa perubahan proses / sistem yang
dipelajari oleh tim atau tim melakukan tes lebih lanjut sebelum
melakukan perubahan. Pada tahap ini juga memutuskan apa yang
difokuskan pada siklus berikutnya.

D. Fungsi Pengawasan
Fungsi Pengawasan terkandung dalam tahap PDSA yang ketiga (Study) di
mana fungsi ini penting keberadaannya dalam suatu proses manajemen
risiko. Fungsi pengawasan akan mengimplementasikan ketiga elemen dasar
manajemen risiko yaitu Identifikasi bahaya, Penilaian risiko, dan
Pengendalian risiko. Fungsi pokok dari suatu pengawasan adalah untuk
mencegah terjadinya penyimpangan atau  kesalahan, memperbaiki
penyimpangan atau kesalahan yang terjadi, serta mempertebal rasa
tanggung jawab. Dalam pelaksanaannya, pengawasan atau monitoring
membandingkan standar dengan kinerja actual. Melalui kegiatan

6
pengawasan, pemantauan dan pengkajian ulang terhadap seluruh proses
manajemen risiko termasuk konteksnya (lingkungan, proses, organisasi,
strategi, stakeholder dan sebagainya) diharapkan dapat menjawab ketiga
pertanyaan berikut :
1. Apakah tindakan pengendalian telah menyelesaikan masalah (menekan
risiko bahaya)?
2. Adakah risiko baru yang timbul setelah dilakukan pengendalian?
3. Apakah semua bahaya sudah teridentifikasi dengan benar dan
menyeluruh?
Dengan demikian fungsi pengawasan adalah membantu seluruh manajemen
dalam menyelesaikan tanggung jawabnya secara efektif dengan
melaksanakan analisa, penilaian, rekomendasi dan penyampaian laporan
mengenai kegiatan yang diperiksa.

E. Monitoring Lingkungan Kerja


Monitoring lingkungan kerja merupakan kegiatan pengawasan dan
pemantauan berkala setiap kegiatan operasional rumah sakit yang terkait
dengan keamanan serta keselamatan baik pasien, pengunjung, maupun
karyawan di rumah sakit. Pelaksanaan monitoring selain untuk membantu
mengidentifikasi potensi bahaya, terlebih penting untuk menunjukkan
keseriusan setiap anggota organisasi dalam mengambil tanggungjawab
sebagai pelaksana keselamatan di tempat kerja. Monitoring lingkungan kerja
sedikit banyak memiliki konsep yang sama dengan inspeksi yakni lebih
cenderung menangkap gap atau temuan yang bersifat respon atau sesaat
berupa kondisi tidak aman maupun perilaku tidak aman.
Adapun tujuan diadakannya inspeksi lingkungan adalah :
1. Memastikan tidak ada penyimpangan dari pelaksanaan perencanaan
program.
2. Mengevaluasi kembali implementasi semua standar yang digunakan.
3. Memastikan kelayakan fasilitas lama maupun baru.
4. Mengenalkan awereness atau kewaspadaan akan keamanan dan
keselamatan saat bekerja pada karyawan.
5. Sebagai rekomendasi pengambilan keputusan bagi direksi untuk
membuat perencanaan anggaran maupun pengembangan
berkelanjutan.
Prinsip pelaksanaan monitoring lingkungan kerja sebagai pengemban fungsi
pengawasan manajemen risiko adalah :
1. Tertuju kepada strategi sebagai kunci sasaran yang menentukan
keberhasilan.

7
2. Pengawasan harus menjadi umpanbalik sebagai bahan revisi dalam
mencapai tujuan.
3. Fleksibel dan responsive terhadap perubahan-perubahan kondisi
lingkungan.
4. Cocok dengan kebutuhan organisasi.
5. Bersifat langsung yaitu pelaksanaan koreksi dilakukan seketika di tempat
kerja.
Syarat untuk pelaksanaan monitoring lingkungan kerja :
1. Menentukan standar pengawasan yang baik dan dapat dilaksanakan.
2. Menghindarkan adanya tekanan, paksaan, yang menyebabkan
penyimpangan dari tujuan pengawasan itu sendiri.
3. Melakukan koordinasi untuk mengadakan perbaikan serta
penyempurnaan rencana yang akan datang.
Sesuai dengan keterangan tersebut di atas, maka beberapa cara yang baik
dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang diawasi agar
memberikan keterangan-keterangan yang jelas dan ikut serta
memecahkan hal-hal yang mempengaruhinya.
2. Pengakuan atas hasil dan nilai manusia yang telah dilakukan, dengan
kata lain memberi penghargaan atas hasil pekerjaannya.
3. Melakukan suatu kerja sama agar diperoleh saling pengertian, saling
percaya mempercayai, yang bersifat suportif dan konstruktif.
Secara umum ada 2 macam metode dan teknik pengawasan yaitu :
1. Metode Konvensional
a. Pelaksanaannya berdasarkan teori atau petunjuk pihak pembuat
kebijakan
b. Dilakukan oleh tim khusus yang menguasai standar serta teori
pengawasan
c. Pelaksanaannya terjadwal
d. Indikator Pengawasan berdasarkan sesuai dengan standar yang
diadopsi
2. Metode Partisipatif
a. Pelaksanaannya berdasarkan kriteria hasil rumusan bersama
b. Dilakukan oleh seluruh yang terlibat didalam organisasi sesuai
kesepakatan
c. Bersifat dinamis tidak baku dilaksanakan sesuai kontek dan kondisi
yang ada
d. Indikator pengawasannya berdasarkan pengalaman dan
dilaksanakan secara sistematis terdokumentasi dan berkelanjutan

8
Mengingat sifat dan budaya organisasi di rumah sakit yang khusus, maka
dianjurkan menerapkan metode pengawasan yang merupakan gabungan
dari kedua metode di atas yaitu:
1. Pelaksanaannya sesuai anjuran atau arahan pihak pembuat kebijakan
2. Dilakukan oleh tim khusus yang terdiri dari gabungan unit dalam
organisasi yang terkait dengan keamanan dan keselamatan
3. Pelaksanaanya terjadwal, teratur, dan berkesinambungan
4. Indikator pengawasan berdasarkan pengalaman dan standar yang
ditentukan

F. Petugas Pelaksana
Petugas pelaksana monitoring lingkungan kerja merupakan gabungan dari
sejumlah unsur yang terkait dengan penyelenggaraan keamanan dan
keselamatan di rumah sakit. Adapun kualifikasi yang harus dimiliki oleh
petugas pelaksana adalah :
1. Mempunyai pengetahuan tentang obyek yang akan diperiksa dan
diawasi
2. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman mengenai syarat keamanan
dan keselamatan serta peraturan yang berkaitan dengan obyek
pengawasan
3. Dapat berkomunikasi dan berkoordinasi dengan baik
4. Memiliki integritas tinggi
5. Mengetahui prosedur inspeksi
Meninjau kualifikasi tersebut dan mengingat tujuan dari pelaksanaan
monitoring lingkungan kerja ini adalah untuk menjalankan fungsi pengawasan
akan keamanan dan keselamatan pasien, pengunjung, dan karyawan di
rumah sakit, maka pihak yang seharusnya dilibatkan dalam pelaksanaan
adalah
1 Bagian Sekuriti
2 Bagian Kerumahtanggaan
3 Bagian Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan
4 Bagian Teknisi
5 K3
Keempat unsur tersebut di atas dibentuk dan diberi kewenangan oleh direktur
terkait untuk melakukan pengawasan, pencatatan, intervensi, dan pelaporan
mengenai kondisi keamanan dan keselamatan di rumah sakit.

G. Sasaran dan Standar


Sasaran pelaksanaan monitoring lingkungan kerja adalah hal-hal yang terkait
dengan :

9
1 Keamanan dan kelayakan fisik gedung dan fasilitas
2 Kelayakan fasilitas pendukung pelayanan bagi pasien
3 Kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman
4 Kelayakan sarana prasarana kebersihan dan kesehatan lingkungan
5 Kondisi paparan dan proses kerja

Standar yang digunakan untuk alat ukur dan acuan tindakan koreksi kegiatan
merupakan standar yang telah ditentukan atau diadopsi oleh rumah sakit baik
dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan
direksi, pedoman, maupun panduan dan petunjuk teknis pelaksanaan
pekerjaan.

H. Area Monitoring
Setiap unit kerja atau bagian memiliki area monitoring yang berbeda sesuai
dengan lingkup pekerjaannya masing-masing. Adapun pembagian area
tersebut adalah sebagai berikut:

No. Bagian Obyek Pemantauan Frekuensi Frekuensi


Pelaksanaan Pelaporan
1 Satuan Pengaman Kawasan Tanpa Rokok Setiap hari Per bulan
Pengamanan Area Berisiko Setiap hari Per bulan
2 Kerumahtanggan Fasilitas dan Bangunan Setiap hari Per bulan
Kelayakan Alat Makan 6 bulan sekali Per 6 bulan
3 Pemeliharaan Kualitas Lingkungan Fisik 6 bulan sekali Per 6 bulan
Kesehatan Kerja
Lingkungan
Pengelolaan Limbah Setiap hari Per bulan
Kualitas Air Bersih 6 bulan sekali Per 6 bulan
4 Teknisi Genset Setiap hari Per bulan
Instalasi Gas Medis Setiap hari Per bulan
Instalasi listrik dan air Setiap hari Per bulan
5 Pemeliharaan Alat pemadam kebakaran 6 bulan sekali Per 6 bulan
Sarana
Kelengkapan penandaan dan 6 bulan sekali Per 6 bulan
penunjuk arah evakuasi
6 K3RS Kesehatan Karyawan 2 tahun sekali Per 2 tahun
Pengelolaan B3 1 tahun sekali Per tahun

10
BAB VI
DOKUMENTASI

Pencatatan hasil monitoring lingkungan kerja dilakukan oleh unit kerja atau bagian
yang melaksanakan pemantauan untuk kemudian dilakukan pelaporan tertulis
sesuai dengan jadwal pelaksanaan pemantauan. Jenis dan bentuk pelaporan
berbeda untuk setiap kegiatan. Laporan disertai usulan atau rekomendasi tindak
lanjut dan ditandatangani oleh Kepala Bagian, Kepala Bidang / Instalasi, kemudian
diserahkan kepada Kepala Administrasi dan Keuangan. Bila diperlukan, pelaksanan
monitoring lingkungan kerja mendiskusikan rencana dan implementasi tindakan
pengendalian yang direkomendasikan dalam rapat koordinasi yang melibatkan
bagian atau unit terkait dan Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
Hasil rapat didokumentasikan dan disusun dalam bentuk laporan untuk disampaikan
kepada Direktur sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut untuk menyusun baik
perencanaan kerja maupun perencanaan anggaran.

11
DAFTAR PUSTAKA

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), 2008. Pedoman Pelaporan


Insiden Keselematan Pasien (IKP)-Edisi 2. KKP-RS, Jakarta.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 432 / Menkes / SK / IV / 2007 tentang


Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah
Sakit.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129 / Menkes / SK / II / 2008 tentang


Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

Tjiptono, Fandy. 1996. Prinsip – Prinsip Total Quality Service. Yogyakarta: Penerbit
Andi.

12
13

Anda mungkin juga menyukai