Anda di halaman 1dari 20

UJIAN TENGAH SEMESTER

ALQURAN
NAMA:FAJAR FATURRAHMAN S
KELAS:SI-3 (SEMESTER 1)
MATKUL:AL-QURAN
NIM:0702222102

SOAL:
1. Bacalah salah satu tema penting ayat Alquran terkait informasi tentang ayat yang
menceritakan
tentang sains dan teknologi dalam Alquran dan kemudian tuliskan! (Informasi tema ayat
terlampir)

2. Bacalah dua tafsir terkait ayat tersebut kemudian tuliskan dengan informasi referensi
tafsir yang
jelas!

3. Bacalah tiga buku yang terkait pembahasan ayat Alquran dengan tema tersebut
kemudian uraikan
dengan disertai referensi yang akurat! (Nama Penulis, Judul buku (Kota terbit: Penerbit,
tahun), h.
.).

4. Bacalah tiga jurnal yang terkait pembahasan ayat Alquran tersebut kemudian uraikan
dengan
disertai referensi yang akurat! (Nama Penulis, “Judul artikel” dalam Nama Jurnal Vol.
Edisi, tahun,
h. .).

5. Bagaimana analisa saudara setelah membaca informasi dari ayat Alquran, Tafsir,
Buku, dan Jurnal?
Uraikan sesuai dengan wawasan saudara! Kemudian terkait informasi yang saudara baca,
bagaimana kaitannya dengan mukjizat Alquran? Apakah ada lagi keraguan terhadap
Alquran.

JAWABAN:

1.) Dari sudut pandang ilmu sains dan teknologi yang diperoleh dari ilmu astronomi, kosmologi,
astrofisika, matematika, dan lain-lain, di mana ilmu-ilmu ini mendapatkan informasi menarik
dari kenyataan yang ada.
Ilmu-ilmu tersebut menemukan bahwa dunia ini tengah berkembang dan berubah seiring waktu.

Banyak peralatan Observatorium yang ditempatkan di seluruh orbit bumi dan matahari untuk
mengamati jagat raya.
Dari hasil observasi, planet-planet dan bintang- bintang ternyata sedang bergerak menjauh. Hal
tersebut mirip dengan apa yang dikatakan Al- Qur'an, dimana Al-Qur'an mengatakan bahwa
langit sedang meninggi ke segala arah (expanding universe).
Seperti dikatakan di surah Al-Ghasyiyah ayat 18:

Jika fenomena ini dikaitkan dengan perkembangan jagat raya di awal periode bumi, maka
volume jagat raya akan lebih kecil.

Sekarang, ukurannya lebih besar dari beberapa miliar tahun lalu. Hal ini menjelaskan bahwa
dunia ini tetap berkembang. Maka jika terus-menerus ditarik ke belakang, maka ternyata seluruh
dunia ini merupakan satu kesatuan yang padu.

Dalam ilmu kosmologi, penelitian ini disebut soft kosmos, dimana seluruh benda langit yang ada
di dunia ini dikompres dengan ukuran yang dapat dihitung, begitupun dengan suhu dan tekanan
yang ada.

Karena tekanan dan suhu udara yang tinggi inilah yang kemudian menyebabkan adanya
ketidakstabilan yang menimbulkan ledakan atau bigbang.
Setelah itu, muncullah banyak teori awal dari jagat raya. Semua teori itu ternyata
menggambarkan penciptaan alam seHal ini ternyata memiliki kesamaan dengan ayat Al-Qur'an
yang menyatakan bahwa bumi dan langit yang merupakan satu kesatuan dan kemudian
dipisahkan satu sama lain oleh Allah SWT.mesta.

2.) Jagat raya atau alam semesta adalah seluruh ruang waktu kontinu tempat kita berada, dengan
energi dan materi yang dimilikinya.

1. Surat Al-Anbiya' Ayat 30

Tafsir
Ibnu katsir:
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? Dan telah
Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) guncang bersama
mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat
petunjuk. Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka
berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. Dan Dialah yang
telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu
beredar di dalam garis edarnya. Allah ‫ ﷻ‬berfirman seraya mengingatkan (manusia) akan
kekuasaanNya Yang Mahasempurna lagi Mahabesar dalam menciptakan segala sesuatu dan
semua makhluk tunduk kepada Keperkasaan-Nya. Untuk itu disebutkan dalam ayat berikut:
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui. (Al-Anbiya: 30) Yakni orang-orang yang
mengingkari ketuhanan-Nya lagi menyembah yang lain bersama Dia. Tidakkah mereka
mengetahui bahwa Allah, Dialah Yang Maha Menyendiri dalam menciptakan makhluk-Nya,
lagi Mahakuasa dalam mengatur makhluk-Nya. Maka apakah pantas bila Dia disembah bersama
dengan yang selain-Nya, atau mempersekutukan-Nya dengan yang lain? Tidakkah mereka
perhatikan bahwa langit dan bumi itu pada asalnya menyatu. Dengan kata lain, satu sama
lainnya menyatu dan bertumpuk-tumpuk pada mulanya. Lalu keduanya dipisahkan dari yang
lain, maka langit dijadikan-Nya tujuh lapis, bumi dijadikan-Nya tujuh lapis pula. Dia
memisahkan antara langit yang terdekat dan bumi dengan udara, sehingga langit dapat
menurunkan hujannya dan dapat membuat tanah (bumi) menjadi subur karenanya. Karena
itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman? (Al-Anbiya: 30) Padahal mereka menyaksikan semua
makhluk tumbuh sedikit demi sedikit dengan jelas dan gamblang. Semuanya itu menunjukkan
adanya Pencipta, Yang Membuat semuanya, Berkehendak Memilih, dan Mahakuasa atas segala
sesuatu. ..... Pada segala sesuatu terdapat tanda (yang menunjukkan kekuasaan)-Nya, bahwa Dia
adalah Maha Esa. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Ikrimah, bahwa Ibnu
Abbas pernah ditanya, "Apakah pada permulaannya penciptaan malam lebih dahulu, ataukah
siang lebih dahulu?" Ibnu Abbas menjawab, "Bagaimanakah menurut kalian, langit dan bumi
saat keduanya masih menjadi satu, tentu di antara keduanya tiada lain kecuali hanya kegelapan.
Demikian itu agar kalian mengetahui bahwa malam itu terjadi sebelum siang." Ibnu Abu Hatim
mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim
ibnu Abu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Hatim dari Hamzah ibnu Abu Muhammad,
dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar, bahwa pernah ada seorang lelaki datang kepadanya
menanyakan langit dan bumi yang dahulunya suatu yang padu, lalu Allah memisahkan
keduanya. Ibnu Umar berkata, Pergilah kepada syekh itu, lalu tanyakanlah kepadanya,
kemudian datanglah kamu kemari dan ceritakanlah kepadaku apa yang telah dikatakannya."
Lelaki itu pergi menemui Ibnu Abbas dan menanyakan masalah itu kepadanya. Ibnu Abbas
menjawab, "Ya, memang dahulunya langit itu terpadu, tidak dapat menurunkan hujan; dan bumi
terpadu (dengannya) sehingga tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan. Setelah Allah
menciptakan bagi bumi orang yang menghuninya, maka Dia memisahkan langit dari bumi
dengan menurunkan hujan, dan memisahkan bumi dari langit dengan menumbuhkan
tetumbuhan." Lelaki itu kembali kepada Ibnu Umar dan menceritakan kepadanya apa yang telah
dikatakan oleh Ibnu Abbas. Maka Ibnu Umar berkata, "Sekarang aku mengetahui bahwa Ibnu
Abbas telah dianugerahi ilmu tentang Al-Qur'an. Dia benar, memang demikianlah pada asal
mulanya." Ibnu Umar mengatakan, "Sebelumnya aku sering mengatakan bahwa betapa
beraninya Ibnu Abbas dalam menafsirkan Al-Qur'an, sekarang aku mengetahui bahwa dia
benar-benar telah dianugerahi ilmu takwil Al-Our'an." Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa
langit ini dahulunya merupakan sesuatu yang terpadu, tidak dapat menurunkan hujan, lalu
menurunkan hujan. Bumi ini juga dahulunya merupakan sesuatu yang terpadu tidak dapat
menumbuhkan tetumbuhan, lalu dijadikan dapat menumbuhkan tetumbuhan. Ismail ibnu Abu
Khalid mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Saleh Al-Hanafi tentang makna
firman-Nya: bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang terpadu,
kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (Al-Anbiya: 30) Bahwa langit dahulunya menyatu,
lalu dipisahkan menjadi tujuh lapis langit; dan bumi dahulunya menyatu, lalu dipisah-pisahkan
menjadi tujuh lapis. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, hanya ditambahkan dalam
riwayatnya bahwa langit dan bumi menjadi tidak saling berkaitan. Sa'id ibnu Jubair
mengatakan, bahkan langit dan bumi pada mulanya saling melekat; setelah langit ditinggikan
dan ditampakkan darinya bumi ini, maka kejadian inilah yang disebutkan 'pemisahan' dalam Al-
Qur'an. Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa langit dan bumi merupakan suatu yang
terpadu, lalu dipisahkan di antara keduanya oleh udara ini. Firman Allah ‫ﷻ‬: Dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. (Al-Anbiya: 30) Yakni air merupakan asal mula dari semua
makhluk hidup. ". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir,
telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Abu Maimunah, dari Abu Hurairah, bahwa ia
pernah berkata kepada Nabi ‫ﷺ‬, "Wahai Nabiyullah, apabila aku melihatmu pandanganku
menjadi tenang dan hatiku senang.
Maka ceritakanlah kepadaku tentang segala sesuatu." Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: Segala sesuatu
diciptakan dari air. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah
menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Abu Maimunah, dari Abu Hurairah
yang mengatakan bahwa ia pernah mengatakan kepada Rasulullah ‫ﷺ‬, "Wahai Rasulullah,
apabila aku melihatmu, jiwaku merasa senang dan pandangan mataku merasa tenang. Maka
ceritakanlah kepadaku tentang segala sesuatu." Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: Segala sesuatu
diciptakan dari air. Aku berkata lagi, "Ceritakanlah kepadaku tentang suatu amalan yang bila
kukerjakan dapat mengantarkan diriku untuk masuk surga." Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
Sebarkanlah salam, berilah makan, bersilaturahmilah, dan salatlah di malam hari di saat
manusia sedang tidur, munfarid, sanadnya sesuai dengan syarat Sahihain, hanya Abu Maimunah
adalah salah seorang perawi kitab sunan, nama aslinya Sulaim. Imam Turmuzi menilainya
sahih. Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan hadis ini secara mursal dari Qatadah. Firman
Allah ‫ﷻ‬: Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung. (Al-Anbiya: 31) Yaitu gunung-
gunung yang dipancangkan di bumi agar bumi stabil dan tetap, supaya tidak guncang bersama
manusia. Yakni agar bumi tidak bergoyang dan terjadi gempa yang akan membuat manusia
hidup tidak tenang di permukaannya. Bumi itu tenggelam di dalam air kecuali hanya
seperempatnya saja yang menonjol di atas permukaan air untuk mendapat udara dan sinar
matahari, agar penduduknya dapat melihat langit dan segala sesuatu yang ada padanya berupa
tanda-tanda yang memukaukan dan hikmah-hikmah serta dalil-dalil yang menunjukkan akan
kekuasaanNya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: supaya bumi itu (tidak) guncang
bersama mereka. (Al-Anbiya: 31) Maksudnya, agar bumi tidak mengguncangkan mereka. dan
telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas. (Al-Anbiya: 31) Yakni celah-celah
di gunung-gunung itu yang dapat mereka jadikan sebagai jalan-jalan dari suatu daerah ke
daerah yang lain dan dari suatu kawasan ke kawasan yang lain. Seperti halnya yang kita
saksikan, bahwa gunung itu menjadi pembatas alam antara satu negeri dengan negeri yang lain.
Maka Allah menjadikan padanya celah-celah dan lereng-lereng agar manusia dapat
menempuhnya dari suatu negeri ke negeri lainnya dengan melaluinya. Karena itulah disebutkan
oleh firman selanjutnya: agar mereka mendapat petunjuk. (Al-Anbiya: 31) Adapun firman Allah
‫ﷻ‬: Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara. (Al-Anbiya: 32) Yakni di atas
bumi, langit bagaikan kubah (atap)nya. Seperti halnya yang disebutkan oleh Allah ‫ ﷻ‬melalui
firman-Nya: Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar meluaskannya. (Adz-Dzariyat: 47) Dan Allah ‫ ﷻ‬berfirman: dan langit serta
pembinaannya. (Asy-Syams: 5) Dan firman Allah ‫ ﷻ‬yang mengatakan: Maka apakah mereka
tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikan dan
menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? (Qaf: 6) Al-bina artinya
pilar kubah, seperti pengertian yang terdapat di dalam sabda Rasulullah ‫ ﷺ‬yang mengatakan:
Islam dibangun di atas lima pilar. Maksudnya, lima buah pilar penyangga. Hal ini tiada lain
menurut kebiasaan orang-orang Arab disebutkan untuk bangunan kemah. Mahfuzan, artinya
yang terpelihara; yakni tinggi dan terjaga agar tidak dapat dicapai. Mujahid mengatakan bahwa
makna yang dimaksud ialah ditinggikan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman
Ad-Dusytuki, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as (yakni Ibnu Ishaq
Al-Qummi), dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan, bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah ‫ﷺ‬, "Wahai Rasulullah,
apakah langit ini?" Rasulullah ‫ ﷺ‬menjawab, "Gelombang yang dicegah dari kalian (agar tidak
runtuh menimpa kalian)." Sanad hadis berpredikat garib. Firman Allah ‫ﷻ‬: sedangkan mereka
berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. (Al-Anbiya: 32)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya: Dan banyak sekali tanda-
tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedangkan mereka
berpaling dari padanya. (Yusuf: 105) Yakni mereka tidak mau memikirkan tentang apa yang
telah diciptakan oleh Allah padanya (langit), seperti luasnya yang sangat besar dan
ketinggiannya yang tak terperikan, bintang-bintang yang menghiasinya baik yang tetap maupun
yang beredar yang tampak di malam dan siang harinya dari matahari ini yang menempuh
cakrawala langit seluruhnya dalam waktu sehari semalam, maka matahari beredar dengan
kecepatan yang tiada seorang pun mengetahuinya selain dari Allah yang telah mengadakannya,
menundukkannya dan memperjalankannya, begitu pula dengan matahari dan rembulannya. Ibnu
Abud Dunia telah menuturkan sebuah kisah di dalam kitabnya yang berjudul At-Tafakkur wal
I'tibar, bahwa sejumlah ahli ibadah Bani Israil melakukan tana brata selama tiga puluh tahun.
Seseorang dari mereka bila melakukan ibadah selama tiga puluh tahun, pasti ia dinaungi oleh
awan. Tetapi ada seseorang dari mereka yang sudah menjalani ibadahnya selama tiga puluh
tahun, namun masih juga tidak ada awan yang menaunginya, tidak seperti yang terjadi pada
teman-temannya. Lalu lelaki itu mengadu kepada ibunya tentang apa yang dialaminya. Maka
ibunya menjawab, "Hai anakku, barangkali engkau berbuat dosa dalam masa ibadahmu itu?" Ia
menjawab, "Tidak. Demi Allah, saya tidak pernah melakukan suatu dosa pun." Ibunya berkata
lagi, "Barangkali kamu berniat akan melakukan dosa." Ia menjawab, "Tidak, saya tidak pernah
berniat seperti itu." Ibunya berkata lagi, "Barangkali kamu sering mengangkat kepalamu ke arah
langit, lalu menundukkannya tanpa merenungkannya?" Ia menjawab, "Ya, saya sering
melakukan hal itu." Ibunya berkata, "Itulah kesalahan yang kamu lakukan." Kemudian Ibnu
Abud Dunia membacakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang disebutkan oleh
firman-Nya: Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang. (Al-Anbiya: 33) Yakni
malam hari dengan kegelapan dan ketenangannya, dan siang hari dengan cahaya dan
keramaiannya. Terkadang waktu yang satu lebih panjang, dan yang lainnya lebih pendek.
Begitu pula sebaliknya. matahari dan bulan. (Al-Anbiya: 33) Matahari mempunyai cahaya
tersendiri begitu pula garis edarnya. Bulan kelihatan mempunyai cahaya yang berbeda serta
garis edar yang berbeda pula. Masing-masing menunjukkan waktu yang berbeda. Masing-
masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (Al-Anbiya: 33) Yaitu beredar. Ibnu
Abbas mengatakan bahwa matahari dan bulan masing-masing beredar pada garis edarnya,
sebagaimana alat tenun dalam operasinya berputar pada falkah (bandul)nya.maka kamu dapat
masuk surga dengan selamat. Abdus Samad dan Affan serta Bahz telah meriwayatkan hadis ini
dari Hammam. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara

2. Surat Fussilat Ayat 11

Tafsir
Jalalain:
Kemudian Dia menuju ke langit dan (langit) itu masih berupa asap, lalu Dia berfirman
kepadanya da kepada bumi, “Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau
terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami datang dengan patuh.”
Dari menguraikan ihwal penciptaan bumi dan sarana kehidupan bagi makhluk yang
mendiaminya, Al-Qur'an kemudian beralih kepada ihwal penciptaan langit. Kemudian Dia,
yakni perintah atau kekuasaan-Nya menuju ke langit dan langit ketika itu masih berupa asap,
lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi, "Datanglah kamu berdua menuruti perintah-Ku
dengan patuh atau terpaksa." Mendengar perintah itu, keduanya, langit dan bumi, lalu
menjawab, "Kami datang kepada-MU ya Allah dengan tunduk dan patuh guna mengikuti
aturan-Mu."

4.) JURNAL 1
Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 7, November 2016

ALAM SEMESTA DALAM PERSEPEKTIF AL-QURAN DAN HADIST


Heru Juabdin Sada
12. Penciptaan Langit Dan Bumi Alam semesta yang misterius, yang terdiri dari bintang,
planet, nebula, komet, meteor dan angkasa, begitu luas diameternya, sehingga luasnya
hanya ner diungkapkan dalam angkaangka yang memukau imajinasi kita, itu pun tanpa
mam[pu menggambarkan kesan sebenarnya dari keluasan tersebut.

Al-Quran bahwa penciptaan itu memakan waktu enam hari. Kata “Yaum” dalam Bahasa ibrani
dan arab tidak meski berarti 24 jam yang itu, melainkan suatu kurun waktu yang tak terbatas.
Baik injil maupun alquran juga pernah menyebut hari yang lamanya 50.000 tahun (Q.S al
ma’rij:4). (Ahmad Mahmud Sulaiman:2001 : 47 )

Al-quran adalah kitab petunjuk Allah menurunkan nya untuk menjelaskan kepada manusia
hal-hal yang tidak ner dimengerti oleh akal sehat manusia, seperti esensi iman ritual ibadah
serta landasan-landasan etis dan nerg yang berguna untuk mengatur interaksi nergy di antara
nergy manusia.

Al-quran juga berbicara tentang alam semesta yang meliputi segala sesuatu di langit dan bumi.
Bahkan lebih dari seribu ayat yang berbicara tentang hal tersebut untuk
menggambarkan kedahsyatan langit yang paling rendah. Langit yang paling rendah merupakan
langit yang diatapi oleh Bima Sakti yang disebut-sebut para astronom memiliki nergy miliar
bintang. Karenanya, jumlah seluruh bintang tak dapat di bayangkan. (Ahmad Mahmud
Sulaiman: 2001: 40)

Al-Quran dan juga perjanjian-perjanjian lama berbicara tentang penciptaan bumi.keduanya


menyatakan

104
Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 7, November 2016

membuktikan kekuasaan, ilmu, dan kebijaksanaan tak terbatas sang pencipta yang mampu
menciptakan melenyapkan dan mengembalikan kebentuk semula alam jagat raya ini.
Dengan demikian ayat-ayat tentang alam semesta tidak dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan informasi-informasi ilmiah. Allah menginginkan proses pencarian pengetahuan
dilakukan pengamatan, penelitian deduktif, dan percobaan yang ner dilakukan sepanjang zaman
karena keterbatasan indra manusia dan karakter dasar ilmu pengetahuan yg bersifat akumulatif.
Didalam ayat-ayat al quran tentunya mengandung beberapa fakta ilmiah tentang alam semesta
yang tak ner diperdebatkan karena merupakan wahyu dari sang pencipta yang merupakan
kebenaran mutlak.
Contohnya soal penciptaan langit dan bumi, yang dibicarakan al quran dalam enam ayat. Ayat-
ayat itu menceritakan proses penciptaannya penghancuran dan pengembalian kebentuk semula
secara sempurna, indah, teliti, dan menganggumkan. Ayat-ayat itu antara lain;
1. “Lalu, aku Bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Dan, sesungguhnya
itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui.” (Al-:waqi’ah 75-76)
2. “Dan,langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan kami benar-benar
meluaskannya.” (Adz-Dzariyat:47)
3. “Dan, apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dahulunya
menyatu, kemudian kami pisahkan keduanya.” (Al-Anbiya’:30)
4. “kemudian, dia menuju ke langit dan langit itu masih berupa asap.” (Fushilat;11).
5. “(Ingatlah) pada hari ketika langit kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran
kertas. Sebagaimana kemi telah memulai penciptaan pertama , begitulah kami akan
mengulanginya lagi. (suatu janji yang pasti kami tepati. Sungguh, kami akan
melaksanakannya.” (Al-Anbiya’:104).
6. “(yaitu) pada hari (ketika) bumi di ganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula)
langit.” (Ibrahim :148)
Allah SWT. Memudahkan kehidupan manusia di bumi dengan memberikan semua
kebutuhan dan menyesuaikan kondisi bumi untuk manusia. Kita dapat hidup di bumi karena
tersedia air, oksigen, dan bahan makanan yang cukup untuk hidup. Suhu bumi juga sesuai
dengan kebutuhan manusia untuk hidup. Bumi juga mengeluarkan material yang dibutuhkan
oleh manusia, seperti besi yang digunakan untuk mengembangkan teknologi atau minyak
dan gas bumi sebagai sumber nergy.
Bumi memiliki beberapa lapisan akibat prinsip diferensiasi, di mana terjadi pemisahan
lapisan akibat perbedaan komposisi dan suhu material penyusun bumi yang bergerak
berputar.
105
Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 7, November 2016
Jumlah lapisan bumi yang sesungguhnya tidak dapat diketahui dengan pasti karena
manusia hanya memperkirakan berdasarkan data nergy dan tidak dapat langsung mengamati
atau mengambil sampel dari masing-masing lapisan yang ada. Al-Quran menerangkan
bahwa lapisan bumi cukup banyak sesuai keterangan ayat berikut dalam surat ath-thalaq,

12. Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah
Berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.. (QS.
AthThalaq(65): 12
Jumlah lapisan bumi menurut pembagian yang dipaparkan nerg di atas ada tujuh, sesuai
dengan keterangan jumlah lapisan bumi pada Surah Ath-Thalaq ayat 12. Kondisi bumi yang
memiliki lapisan dengan karakteristik berbeda memiliki hikmah tersendiri bagi kehidupan di
muka bumi. Energi panas bimu juga dapat digunakan oleh manusia sebagai sumber nergy
pembangkit listrik. (Ridwan Abdullah Sani: 2014: 102-104).
Sebagian dari nergy termal bumi kemungkinan terbentuk akibat reaksi penguraian inti
unsur uranium dan thorium yang menghasilkan nergy yang mengakibatkan perut bumi
menjadi panas. Herndon mengembangkan konsep untuk menjelaskan tentang munculnya
nergy termal di dalam bumi menggunakan teori nergy inti dari Fermi. Simulasi yang
dilakukan dengan menganggap inti bumi sebagai georeactor yang memiliki reaksi
penguraian inti (visi inti) ternyata sangat sesuai.
Adanya nergy termal yang dihasilkan oleh proses kimia dan fisika di dalam perut bumi
menjaga planet ini tetap hangat. Namun, nergy termal yang berlebihan akibat reaksi yang
terjadi secara terusmenerus harus dikeluarkan secara berkala seperti melalui letusan gunung
berapi.
Permukaan bumi dihamparkan sedemikian rupa sehingga terbentuk gunung-gunung berapi
yang berfungsi sebagai tempat keluar nergy termal dari dalam bumi agar tidak kelebihan
nergy termal yang dapat membuatnya berguncang. Lempengan bumi bagian atas yang
disebut litosfer masih bergerak sampai sekarang dan sering kali bertumpukan satu sama lain
yang menyebabkan gempa bumi. Penghamparan bumi bermakna menyebar dan sesuai
dengan teori gondwana yang menjelaskan bahwa pada saat awalnya semua lempengan
daratan bersatu.
106
JURNAL 2
Tafse: Journal of Qur'anic Studies
Vol. 3, No. 1, pp. 30-46, January-June 2018
Alam Semesta Menurut Al-Qur’an
Muhammad Zaini Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. Email:
muhammad.zaini@ar-raniry.ac.i
Penciptaan Alam menurut Teolog dan Filosof Muslim
Dalam sejarah perkembangan filsafat Islam, terdapat dua doktrin yang berbeda dalam
menjelaskan bagaimana alam dijadikan. 4 Pertama, doktrin penciptan (alkhalq/creation).
Kedua, doktrin emanasi (al-fayd/emanation). Pada kedua kelompok ini telah terjadi
perdebatan dan kontroversi di sepanjang sejarah perkembangan teologi dan filsafat Islam.
Dengan doktrin ini pula telah melibatkan hampir semua tokoh teolog dan filosof Islam,
sebab terjadi perbedaan penafsiran terhadap keagungan dan kebesaran Tuhan.
Teori penciptaan merupakan pemikiran ahli teologi terutama para ahli dalam aliran
Asy‟ariyah.5 Aliran ini berpendapat bahwa Allah menjadikan alam melalui sifatNya seperti
„ilm, iradah, qudrah dan sebagainya. Dalam kajian teologi, pembahasan terhadap kejadian
alam menjurus kepada kajian sifat-sifat Allah dan kesan-kesan dari sifat-sifat tersebut.
Menurut aliran ini, alam ini mempunyai dua unsur yaitu unsur jauhar dan unsur „aradh
(substansi dan accidents). Demikian juga dengan teori emanasi yang merupakan pemikiran
para filosof Islam. Mereka mengolah pemikiran para ahli teologi terutama tentang sifat af‟al
Allah dalam konteks keberadaan alam. Para filosof Islam berpendapat bahwa penciptaan
(al-khalq/creation) sebenarnya adalah suatu proses yang lahir daripada konsep akibat yang
semestinya, melalui tindakan berfikir yang dilakukan oleh pencipta maka alam sebagai
objek pikiran Pencipta wujud yang semestinya. Teori emanasi ini menjelaskan bahwa alam
ini abadi (qadim/eternal).
Filosof Islam pertama yang dipandang memperkenalkan teori ini adalah alFarabi.
Menurutnya, alam semesta ini dijadikan secara melimpah (al-faidh), teori ini diambil dari
Neo-Platonisme yang mengatakan bahwa alam ini terjadi karena limpahan dari yang
Esa.Wujud pertama yang melimpah adalah satu yakni akal. Dengan demikian, keanekaan
alamiah itu tidak secara langsung dimulai dari Tuhan. Tetapi dari akal pertama yang
melimpah mengandung keanekaan potensial sebagai sebab langsung bagi keanekaan aktual
di alam empiris. Berdasarkan teori ini, Tuhan terpelihara keutuhan zat-Nya dari keanekaan,
karena Tuhan bukan langsung dari wujud empiris.
Teori yang dikemukakan al-Farabi ini adalah untuk menjelaskan hakikat-hakikat yang
terlibat dalam proses emanasi. Hakikat-hakikat tersebut dijelaskan dalam uraian prinsip-
prinsip kewujudan.
Tafse: Journal of Qur'anic Studies. Vol. 3 No. 1, January-June 2018
32
Muhammad Zaini: Alam Semesta Menurut Al-Qur’an

Al-Farabi membagi prinsip-prinsip ini kepada kewujudan yang bukan jisim dan kewujudan
yang berada di dalam jisim. Jisim-jisim tidaklah dengan sendirinya dianggap sebagai prinsip
kewujudan.

Sebelum al-Farabi, filosof Islam pertama adalah al-Kindi. Ia tidak mengutarakan teori yang
berbeda antara ahli teologi tentang kejadian alam. Pemikiran al-Kindi dalam bidang teologi
sejalan dengan pemikiran Mu‟tazilah.7 Menurut al-Kindi, alam ini baharu, tidak abadi.
Alam diciptakan oleh Allah. Al-Kindi menggunakan katakata ibda‟ untuk menjelaskan
proses penciptaan alam. Dalam hal ini, Sayyed Hussein Nashr berpendapat walaupun al-
Kindi telah melahirkan perspektif baru dalam dunia intelektual Islam namun al-Farabilah
yang telah meletakkan filsafat Islam di atas asas yang lebih kuat dan kokoh.
Berbeda dengan al-Kindi, filosof Islam Ibnu Maskawaih juga menjelaskan tentang proses
terjadinya alam. Menurut Ibnu Maskawaih, Allah menciptakan alam melalui proses
emanasi. Emanasi yang dipahami oleh Ibnu Maskawaih adalah entitas pertama yang
memancar dari Allah yaitu „aqal fa‟al (akal aktif). Akal aktif ini tanpa perantara sesuatupun.
Ia qadim, sempurna dan tidak berubah. Dari akal aktif, timbullah jiwa dan dari perantaraan
jiwa timbul planet (al-falak). Pelimpahan yang terus menerus dari Allah dapat memelihara
tatanan di dalam alam ini.
Selain Ibnu Maskawaih, Ibnu Sina juga membahas tentang teori emanasi. Proses emanasi
yang diajukan oleh Ibnu Sina didasarkan karena dalam al-Qur‟an tidak ditemukan informasi
yang rinci tentang penciptaan alam dari materi yang sudah ada atau dari tiada. Ibnu Sina
memberikan corak yang berlainan dari teori emanasi yang diajukan oleh Ibnu Maskawaih.
Corak emanasi yang diajukan Ibnu Sina adalah dari Tuhan akan memancar intelegensi
(akal) pertama, dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama; demikian
seterusnya hingga sampai kepada memancarnya akal kesepuluh dan bumi. Dari akal
kesepuluh akan melimpah segala sesuatu yang terdapat di bumi.
Apabila melihat pendapat para teolog dan filosof di atas, maka pemikiran (pandangan) para
filosof Islam tentang emanasi masih dinilai mempunyai urgensitas dalam kajian dan studi
Islam. Dengan menggali kembali teori emanasi yang pernah menjadi “penting” dalam
khazanah pemikiran Islam, maka paling tidak akan menumbuhkan motifasi baru bagi
pemikir-pemikir Islam modern untuk mengembangkan pemikiran mereka terhadap ayat-ayat
kauniyyah yang terdapat dalam al-Qur‟an.

Tafse: Journal of Qur'anic Studies. Vol. 3 No. 1, January-June 2018


33

Muhammad Zaini: Alam Semesta Menurut Al-Qur’an

Apabila melihat pendapat para teolog dan filosof di atas, maka pemikiran (pandangan) para
filosof Islam tentang emanasi masih dinilai mempunyai urgensitas dalam kajian dan studi
Islam. Dengan menggali kembali teori emanasi yang pernah menjadi “penting” dalam
khazanah pemikiran Islam, maka paling tidak akan menumbuhkan motifasi baru bagi
pemikir-pemikir Islam modern untuk mengembangkan pemikiran mereka terhadap ayat-ayat
kauniyyah yang terdapat dalam al-Qur‟an.

Proses Penciptaan Alam Semesta dalam Al-Qur’an


Pembicaraan al-Qur‟an tentang proses penciptaan alam semesta dapat ditemukan dari ayat-
ayat yang tersebar dalam beberapa surat. Akan tetapi, informasi itu hanya bersifat garis
besar atau prinsip-prinsip dasar saja, karena al-Qur‟an bukanlah buku kosmologi atau buku
ilmu pengetahuan yang menguraikan penciptaan alam semesta secara sistematis. Sehingga
memunculkan banyak interpretasi dari para mufasir maupun filosof terhadap kandungan
ayat-ayat dimaksud.
Di antara ayat-ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang proses penciptaan alam semesta ini
adalah sebagai berikut:

“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-
Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik
amalnya dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): “Sesungguhnya kamu akan
dibangkitkan sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: “Ini tidak lain
hanyalah sihir yang nyata.”

“Ahmad Fuad al-Ahwany, al-Falsafah al-Islamiyyah, 840”

Tafse: Journal of Qur'anic Studies. Vol. 3 No. 1, January-June 2018


34

Muhammad Zaini: Alam Semesta Menurut Al-Qur’an


“Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam
dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (yang bersifat) demikian itu adalah
Rabb semesta alam” dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di
atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan kadar makanan-makanan (penghuni)nya
dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu
Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-
Ku dengan suka hati atau terpaksa” keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka
hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-
tiap langit urusannya dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang
cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaikbaiknya. Demikianlah ketentuan yang
Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
Pada QS. Hud/11: 7 Allah menegaskan bahwa Dialah Sang Pencipta alam semesta (langit
dan bumi serta segala isinya). Sebelum proses penciptaan dimulai, Allah telah memiliki
„arasy (singgasana) yang berada di atas air ketika menciptakan alam semesta. Allah menguji
manusia siapa yang paling baik amalnya (dalam memanfaatkan ciptaan-Nya) supaya mereka
mendapatkan balasan atas amal perbuatan mereka.
Pada permulaan ayat, diawali dengan menyebutkan bahwa dalam menciptakan alam, langit
dan bumi memakan waktu selama enam masa, dengan rincian: dua hari menciptakan bumi,
dua hari menciptakan segala isinya, dan dua hari menciptakan langit dan segala isinya.

Tafse: Journal of Qur'anic Studies. Vol. 3 No. 1, January-June 2018


35
JURNAL 3
Jurnal Mafatih : Jurnal Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Volume 1 Nomor 2 November 2021
PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DALAM AL-QUR’AN DAN TANAKH
(YAHUDI) : PENDEKATAN INTERTEKSTUALITAS JULIA KRISTEVA
Muhafizah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Penciptaan Alam Semesta dalam Al-Qur’an dan Tanakh
Penciptaan alam semesta ini tidak hanya dibahas di dalam Al-Qur’an, melainkan juga dibahas
di dalam kitab-kitab suci lainnya, salah satunya adalah kitab Tanakh. Demikian halnya, bahwa
penciptaan alam semesta adalah salah satu bagian penting yang menunjukkan eksistensi
keberadaan Tuhan. Secara umum, kedua kitab ini memiliki kesamaan dalam hal lama waktu
alam semesta ini diciptakan. Keduanya sama-sama menyebutkan bahwa alam semesta ini
diciptakan selama enam hari berturut-turut. Hanya saja, Tanakh di sini berperan sebagai
hiporgam atau teks referen menurut istilah Julia Kristeva, yaitu teks yang muncul lebih awal
daripada Al-Qur’an.
Dari sinilah penulis akan menggali tentang bagaimana persamaan dan perbedaan narasi kedua
kitab tersebut, sehingga jelas letak perbedaan dan persamaan antara Al-Qur’an dan Tanakh
dalam menjelaskan terkait penciptaan alam semesta ini. Untuk mempermudah dalam
menganalisis, maka pembahasan ini akan dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu:
Pertama, alam semesta tercipta karena adanya Allah Sang Pencipta. Pada hakikatnya,
diciptakannya alam semesta ini adalah merupakan pembuktian bahwa Tuhan semesta alam
adalah wujud, karena alam semesta dan seisinya tidak mungkin ada jika tanpa adanya peran
Allah sebagai pencipta, begitu pula di dalam kitab Tanakh, bahwasanya adanya alam adalah
sebab dari adanya Allah sebagai pencipta dan penguasa alam semesta. Tidak mungkin alam
tercipta begitu saja tanpa ada yang menciptakan, sama halnya dengan sebuah kursi, maka tidak
mungkin kursi dibentuk dari bahan-bahan kayu, kaca, dan lainnya, tanpa ada yang membuat dan
membentuknya. Penciptaan alam tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah (2) ayat 117: ُ

Ayat di atas menginformasikan bahwa eksistensi keberadaan Allah dibuktikan dengan adanya
alam semesta yang diciptakan. Dia-lah Tuhan semesta alam yang menciptakan langit dan bumi,
dan segala isinya. Selain itu pada ayat lain, juga dijelaskan bahwa alam semesta diciptakan
dalam kurun waktu 6 masa.

23 Julia Kristeva, Desire in Language, h.107


24 Julia Kristeva, Desire in LanguEge, h. 106-107 33
Jurnal Mafatih : Jurnal Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Volume 1 Nomor 2 November 2021

Namun, penting untuk diketahui, bahwa proses penciptaan alam di dalam Al-Qur’an tidak
dijelaskan berurutan dalam satu ayat atau satu surah dan juga tidak dipaparkan tentang apa-apa
saja yang diciptakan dari hari pertama hingga hari ke enam. Proses penciptaan alam dibagi
dalam tiga wujud kata yang kaitannya erat dengan dengan perihal lain, seperti khalq, bad’ serta
fathr.
Lebih lanjut dijelaskan dalam Q.S. Fussilat (41): 11:

“Kemudian Dia menuju ke langit dan (langit) itu masih berupa asap, lalu Dia berfirman
kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan patuh
atau terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami datang dengan patuh.”
Ayat ini menjelaskan bahwa awal mula diciptakannya alam semesta dimulai saat diciptakannya
ruang, kemudian Allah menciptakan di dalam ruang itu sebagai bahan-bahan untuk penciptaan
langit dan bumi, yaitu asap yang menyatu. Jadi, sebelum diciptakannya alam semesta, ada
berbagai unsur-unsur dan bahan-bahan untuk menciptakan sesuatu yang bernama alam semesta.
Alam semesta ini tidak serta merta langsung tercipta tanpa ada unsur-unsur yang
membentuknya. Demikianlah Allah menjelaskan di dalam Al-Qur’an tentang awal
diciptakannya alam semesta. Tidak hanya di dalam Al-Qur’an, bukti adanya Allah sebagai
pencipta alam semesta juga tercantum di dalam kitab kejadian yang merupakan bagian dari
Tanakh, serta juga merupakan kitab suci dari kalangan Yudaisme. Narasi penciptaan alam
tersebut dipaparkan dalam kitab kejadian ayat 1:1-2
Pada kejadian 1:1 menunjukkan awal dari terciptanya alam semesta sebagaimana dinyatakan
bahwa Allah yang menciptakan langit dan bumi, dan Allah menjadi sumber dari permulaan.
Identifikasi Allah sebagai pencipta dalam kejadian 1:1 menunjukkan kesejatian Allah sebagai
pencipta dan merupakan wujud dari eksistensi keberadaan Allah itu sendiri. Alam semesta ada
karena adanya Allah, dan untuk mengetahui keberadaan Allah, salah satunya adalah dengan
bukti adanya alam semsta ini.
Jadi, awal mula diciptakannya alam semesta menurut Tanakh adalah karena adanya Tuhan
sang pencipta. Alam semesta berasal dari ketiadaan. Ayat di atas menggambarkan bahwa pada
waktu itu bumi tidak berbentuk, yang ada hanya ruang hampa dan kegelapan yang ada
dipermukaan laut yang dalam, dan posisi Allah pada saat itu adalah melayang di atas
permukaan air guna sebagai persiapan untuk menciptakan alam semesta ini.

Books, V, “Hebrew-English Tanakh: The Jewish Bible”, 2009, h.1


34
Jurnal Mafatih : Jurnal Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Volume 1 Nomor 2 November 2021

Dalam hal ini, tentang asal mula terciptanya alam semesta, dan penelitian abad 19 yang hasil
penelitiannya menunjukkan hasil yang sama dengan yang tercantum di dalam Al-Qur’an yang
telah diturunkan sekitar tahun 610 M. Dalam teori Big Bang menyebutkan bahwa alam semesta
berawal dari sebuah dentuman keras sekitar abad 10-20 miliyar tahun yang lalu yang akhirnya
mengakibatkan terbentuknya alam semesta ini. Sebelum terjadinya ledakan, terlebuh dahulu
terkumpulnya seluruh ruang materi dan energi. Tentang bagaimana Al-Qur’an menjelaskan
terbentuknya alam semesta ini, terdapat di dalam Q.S. Al-Anbiya (21) ayat 30:

“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulunya
menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?”
Dari pemaparan di atas, maka jelas bahwa alam semesta berasal dari ketiadaan, dan adanya
alam semesta merupakan wujud nyata bahwa Tuhan semesta alam, pencipta langit dan bumi
seisinya adalah ada. Dalam hal ini, terdapat kesamaan dasar asal mula alam diciptakan yaitu
karena adanya Allah sebagai pencipta. Kalimat ini ditemukan pada kalima“(Allah) pencipta
langit dan bumi” dalam Al-Qur’an dan kalimat “In the beginning God created the heaven and
the Ibnu Fadjar Muhammad Dakseno, “Iman Umat Israel tentang Penciptaan dalam kitab
kejadian 1-3”, Skripsi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 1994, h. 1 earth”. Dengan
demikian, prinsip atau kaidah intertekstual yang paling mewakili fragmen ini adalah kaidah
ekserp karena adanya penggunaan teks yang sama bahkan intisari antar keduanya pun sama
antara Al-Qur’an dengan aspek dari hipogramnya.
Kedua, Alam diciptakan dalam rentang waktu 6 masa atau 6 hari. Setelah asal mula
penciptaan alam sebagai wujud dari eksitensi keberadaan Allah. Selanjutnya adalah proses
penciptaan alam semesta dalam jangka waktu 6 hari. Baik Al-Qur’an maupun Tanakh
menjelaskan bahwa alam semesta diciptakan selama 6 hari.

Ibnu Fadjar Muhammad Dakseno, “Iman Umat Israel tentang Penciptaan dalam kitab kejadian 1-3”, Skripsi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta,

35
BUKU PENCIPTAAN JAGAT RAYA

Dalam Al-Qur'an terdapat ayat yang menjelaskan penciptaan langit dan bumi dan juga tentang
masa depannya, tetapi mengapa tidak disebut sebagai sains? Astrologi atau ilmu nujum yang
meramal nasib masa depan orang dengan cara mengaitkannya pada benda-benda langit,
mengapa tidak disebut sains? Sekali lagi ditegaskan bahwa perbedaan antara sains dan nonsains
terletak pada metodologi yang dipergunakan oleh ilmuwan untuk menemukan suatu pandangan
tentang dunia (fana). Kelompok sains menggunakan metodologi yang berbeda dengan
metodologi di bidang disiplin ilmu nonsains. Metodologi sains antara lain menggunakan
eksperimen (percobaan), walaupun tidak semua sains dapat melakukan eksperimen. Contohnya
adalah ilmu astronomi, eksperimen tidak bisa dilakukan dalam jagat raya yang sangat luas dan
proses yang sangat panjang. Sebagai gantinya adalah pengamatan, yaitu usaha untuk
memperoleh informasi dari langit tentang langit dan benda-benda yang ada di langit.
Pengamatan itu dilakukan pada masa sekarang, tetapi informasi yang diperoleh meliputi
berbagai macam usia. Informasi tentang usia dimungkinkan karena adanya jarak benda-benda
langit yang berbeda, sedangkan kecepatan cahaya bersifat konstan (300.000 km perdetik). Salah
satu yang penting dalam aktivitas sains adalah membangun teori. Ilmuwan tidak berhenti dalam
tataran mencatat hasil eksperimen, tetapi berlanjut menjelaskan hasilhasil eksperimen itu ke
dalam sebuah teori. Metodologi dalam sains seperti eksperimen, pengamatan, dan
merekonstruksi teori memungkinkan para ilmuwan menjelaskan berbagai fenomena alam
semesta.
Posisi benda langit, planet, bulan, matahari dan rasi bintang dipergunakan untuk meramal nasib
manusia. Pengetahuan tentang ini dikenal dengan astrologi. Surah Āli ‘Imrān/3: 190-191
mengubah pandangan astrologi menjadi astronomi di zaman Islam, mengajak manusia untuk
senantiasa berzikir dalam memikirkan penciptaan alam semesta. Menelaah posisi bendabenda
langit merupakan sains, tetapi mengaitkannya dengan nasib manusia adalah pseudo sains (sains
palsu). Telaah benda langit dalam astronomi meliputi mekanika dan fisik benda langit serta
keterkaitan satu dengan lainnya dalam skenario besar alam semesta. Dengan demikian dalam
pandangan Islam, “ilmu” tidak dibatasi oleh metodologi yang sangat khusus seperti dalam sains,
karena dengan metodologi sains tersebut tidak mungkin diperoleh informasi tentang hal–hal
gaib. Tidak ada cara untuk bereksperimen yang dapat menghasilkan keterangan terukur tentang
sesuatu yang gaib. Metodologi wahyu Allah yang disampaikan kepada Rasullulah melalui
Malaikat Jibril merupakan sebuah “metodologi universal” yang relatif lengkap, mencakup
pengetahuan yang menyeluruh tentang kehidupan di alam semesta yang fana dan di akhirat
yang baka. Manusia bisa melakukan eksplorasi dan mengembangkan ilmu dari sumber dan
rambu-rambu yang terdapat dalam Al-Qur'an. Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan Al-Qur'an
diturunkan dari haribaan Allah, melalui Malaikat Jibril kepada Rasulullah Muhammad berupa
wahyu dengan cara berangsur-angsur. Wahyu yang pertama turun adalah di bulan Ramadan,
termaktub dalam Surah al-‘Alaq/96, ayat satu sampai lima. Segala puji bagi Allah yang telah
menurunkan Al-Qur'an menjadi petunjuk bagi manusia, makhluk cerdas, makhluk berakal yang
diciptakan-Nya melalui al-‘alaq, atau segumpal darah. Al-Qur'an menjadi petunjuk bagi
makhluk cerdas yang lemah dalam mencapai prestasi hidup, yaitu selamat dan berbahagia di
dunia dan di akhirat. Kesempatan hidup di planet bumi ini relatif sangat singkat bila
dibandingkan dengan umur bumi yang mencapai 4,5 milyar tahun, apalagi alam semesta yang
berusia sekitar 13,7 milyar tahun. Melalui ayat AlQur'an, manusia dikenalkan adanya Zat yang
Rahmān dan Rahīm, pengatur alam semesta, berbagai nama terbaik melekat pada Zat Allah,
Pencipta manusia dan alam semesta. Allah mengajarkan manusia tentang apa yang tidak
diketahuinya melalui ”membaca” dengan memanfaatkan anugerah Allah, yakni semua fasilitas
yang ada di tubuhnya, di antaranya adalah indera telinga untuk mendengar dan indera mata
untuk melihat. Mengawali kegiatan belajar dengan mengingat dan menyebut asma Allah. Akal
dan kalbu manusia mampu melihat kedalaman informasi yang diperoleh lewat kegiatan
membaca. Manusia mengembangkan metodologi untuk melihat sesuatu pengetahuan dan
hikmah dari sebuah fenomena, menulis dan memikirkannya, kemudian mengkomunikasikan
kepada manusia lain sehingga terjadi pemindahan pesan antar generasi. Al-Qur'an mengajarkan
sebuah kesadaran bahwa pengetahuan merupakan sebuah karunia dari Allah, sang Maha
Pencipta yang telah menciptakan manusia dan alam semesta. Karunia ilmu pengetahuan
merupakan bagian dari cobaan atau ujian bagi manusia, karena bisa menimbulkan perasaan
sombong atau arogan. Arogansi manusia menjadi salah satu penyebab sebagian manusia tidak
lagi melihat adanya Yang Maha Pencipta. Manusia yang sombong tidak dapat melihat pesan-
Nya lewat Al-Qur'an, tidak lagi sujud pada Yang Maha Tinggi, Yang Maha Berilmu, Yang
Maha Cendekia. Manusia tidak lagi bersyukur atas berbagai nikmatNya, antara lain terbukanya
sebuah jalan ilmu pengetahuan manusia yang luas, yang tidak diketahui sebelumnya. Tuntunan
Al-Qur'an menjaga agar perasaan manusia yang sering melampaui batas (misalnya perasaan
paling saleh, kaya, pandai, hebat dan sebagainya) perlu diluruskan kembali, menerima dengan
ikhlas mendeklarasikan Maha Suci Allah, segala puja dan puji hanya untuk-Nya, dan hanya
Allah Yang Maha Besar, Tuhan Pencipta dan Pemelihara alam semesta dan isinya. Al-Qur'an
diturunkan dalam bulan suci Ramadan, saat manusia berlatih mengendalikan dan membersihkan
diri melalui ibadah puasa, sebuah jalan untuk meningkatkan ketakwaannya, mendekatkan diri
kepada Allah, Sang Pencipta alam semesta. Manusia perlu membersihkan atau mensucikan diri,
mengendalikan nafsunya, manusia perlu berkontemplasi untuk bisa menerima dan merenungkan
makna ayatayat Al-Qur'an yang menjelajah ke dalam dunia fana dan akhirat, alam gaib maupun
alam materi. Al-Qur'an berfungsi menuntun manusia mengenal keluasan ciptaan-Nya dan
mengajak manusia meningkatkan ketakwaannya, mendekatkan diri sedekatdekatnya dan
memohon ampunan-Nya, memohon taufik dan hidayah-Nya untuk mencapai kehidupan
prestatif di dunia dan di akhirat. 1

1
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI,Penciptaan Jagat Raya
h.23-25
BUKU PENCIPTAAN ALAM RAYA

Pemahaman manusia tentang alam semesta mempergunakan seluruh pengetahuan di


bumi, berbagai prinsip-prinsip, kepercayaan umum da lam sains (seperti ketidakpastian
Heisenberg tentang pengukuran simul tan dimensi ruang dan waktu), serta berbagai
aturan untuk keperluan praktis. Melalui sebuah kerangka besar gagasan yang
menghubungkan berbagai fenomena (teori relativitas umum, teori kinetik materi, teori
relativitas khusus) coba dikemukan satu penjelasan. Berbagai hipotesa, gagasan awal
atau tentatif dikemukakan untuk menjelaskan fenomena. Tentu gagasan tersebut masih
perlu diuji kebenarannya untuk dapat di katakan sebuah hukum.

Dunia fisika membahas konsep energi, hukum konservasi, konsep gerak gelombang, dan
konsep medan. Pembahasan Mekanika pun sangat luas, dari Mekanika klasik ke
Mekanika Kuantum Relativistik. Mekanika Kuantum Relativistik mengakomodasi
pemecahan persoalan mekanika semua benda, Mekanika kuantum melayani persoalan
mekanika untuk semua massa yang kecepatannya kurang dari kecepatan cahaya. Mekani
ka Relativistik memecahkan persoalan mekanika massa yang lebih besar dari 10 kg dan
bagi semua kecepatan. Mekanika Newton (disebut juga mekanika klasik) menjelaskan
fenomena benda yang relatif besar, denagn kecepatan relatif rendah, tapi juga bisa
dipergunakan sebagai pendekatan fenomena benda mikroskopik.
Mekanika statistik (kuantum klasik) adalah suatu teknik statistik untuk interaksi benda
dalam jumlah besar untuk menjelaskan fenomena yang besar, teori kinetik dan
termodinamik. Dalam penjelajahan akal manusia di dunia elektromagnet dikenal
persamaan Maxwell untuk mendeskrip sikan kelakuan medan elektromagnet, juga teori
tentang hubungan cahaya dan elektromagnet. Dalam pembahasan interaksi partikel, ada
prinsip larangan Pauli, interaksi gravitasi, dan interaksi elektromagnet. Medan
menyebabkan gaya; medan-gravitasi menyebabkan gaya gravitasi, me dan-listrik
menyebabkan gaya listrik dan sebagainya. Demikianlah, meto de sains mencoba dengan
lebih cermat menerangkan realitas alam semesta yang berisi banyak sekali benda langit
(dan lebih banyak lagi yang belum ditemukan).
Pengetahuan tentang luas alam semesta dibatasi oleh keberadaan objek berdaya besar,
seperti Quasar atau inti galaksi, sebagai penuntun tepi alam semesta yang bisa diamati;
selain itu juga dibatasi oleh kecepatan cahaya dan usia alam semesta (15 miliar tahun).
Itulah sebabnya ruang alam se mesta yang pernah diamati manusia berdimensi 15-20
miliar tahun caha ya. Namun, banyak benda langit yang tak memancarkan cahaya dan
tak bisa dideteksi keberadaannya, protoplanet misalnya. Menurut taksiran. sekitar 90%
objek di alam semesta belum atau tak akan terdeteksi secara langsung. Keberadaannya
objek gelap ini diyakini karena secara dinamika mengganggu orbit objek-objek yang
teramati, lewat gravitasi.2
BUKU MEMBACA ALAM,MEMAHAMI ZAMAN
2
Harun yahya,Penciptaan Alam Raya,Penerbit buku sains Islami h.xi-xii
Keseluruhan pola penciptaan diung kap di dalam Alquran. Untuk melihat 
keseluruhan pola itu, orang harus me merhatikan semua ayat Alquran yang meng ungkap peristi
wa penciptaan, sebab masing masing ayat mencerminkan sudut pandang tertentu. Hanya setelah i
tu gambaran utuh dapat diperoleh. Kami berusaha sejernih-jernihnya menaf sirkan setiap ayat (ta
nda) yang selangkah demi selangkah membentuk kesatuan ayat ini, hing ga kami mendapatkan g
ambaran yang utuh. Bayangkan hal itu laksana sebuah lukisan im presionis yang setiap goresan k
uas memiliki makna lepas tertentu; namun bila kita perhatikan keseluruhannya, kita akan melihat
bahwa goresan kuas itu saling memperkuat satu sama 
lainsebuah gambar yang utuh pun muncul. Setiap goresan kuas bersifat le pas tetapi sekaligus tak 
terpisahkan. Hal serupa berlaku atas Alquran. Untuk memahami sebuah ayat tertentu, kita harus 
mendengarkan gaungnya atau melihat pene guhannya pada ayat yang lain—al-Qur’ân bi al-
Qur’ân, Memahami Alquran dengan Alqur an—dan Alquran memiliki sistem
 
keseimbangannya sendiri. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang Imam, “Al-qur’ân yufassiru 
ba‘dhuhu ba‘dhan, bagianbagian Alquran saling menjelaskan satu sama lain.” Jika terdapat se bu
ah ayat yang samarsamar atau agak umum dalam batasan dan maknanya, ayat lain akan menjelas
kan atau menguraikannya. Pahami se cara utuh, niscaya kita akan mendapatkan gambar itu. Gam
bar tersebut haruslah secara inheren dan mendalam berakar pada imajinasi kita, sebab jika tidak 
demikian, kita tidak akan memahami keteraturan bagiannya. Tetapi, kita merupakan produknya, 
kita adalah bagian dari gambar itu, maka bagaimana kita dapat meng ambil sebuah pandangan ya
ng utuh dan ob jektif mengenainya? Ini harus diingat. Ia bukanlah persoalan sederhana menyang
kut pembatasan yang di dalamnya terdapat pengamat 
Tuhan menciptakan langit dan bumi da lam enam fase yang berbeda dan kemudian bersemayam 
di atas ‘Arasy; artinya, Dia telah menguasainya. ‘Arasy (singgasana atau dasar). Dasar mengenda
likan penciptaan ini sekaligus pula gerakannya. Yudabbir al-amr berarti meng atur segala urusan; 
setiap hal diatur oleh Satu Tuhan yang kuat kekuasaan-Nya dan mengua sai segala sesuatu. “Tak 
ada siapa pun yang memberi syafaat kecuali dengan izin-Nya (bi idznih).” Kata pem beri syafaat 
(syafî‘`) menyiratkan arti pelipur lara, syafaat rahmat, bantuan tambahan. Tak ada yang akan me
mberikan bantuan itu kecuali jika ia sejalan dengan hukum, yakni menurut idzn. Idzn adalah izin, 
dan kata dasarnya adalah, mendengarkan,mengizinkan,mendengarkan3

Analisis menurut Pribadi :

3
Syekh Fadhlala Haeri,Membaca Alam Memahami Zaman h.17-20
Alam semesta merupakan ciptaan Allah yang diurus dengan kehendak dan
perhatian Allah. Allah menciptakan alam semesta ini dengan susunan yang teratur
dalam aspek biologi, fisika, kimia, dan geologi beserta semua kaidah sains. Definisi
dari alam semesta itu sendiri adalah segala sesuatu yang ada pada diri manusia
dan di luar dirinya yang merupakan suatu kesatuan sistem yang unik dan
misterius.
Jagat raya merupakan alam semesta yang sangat luas dan tidak terukur.Terdiri
atas berjuta benda angkasa dan kabut gas (kelompok nebula) yang kemudian
tersusun menjadi gugusan bintang.

Anda mungkin juga menyukai