Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENGEMBARAAN INTELEKTUAL

T.G.K.H MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MADJID DALAM MENUNTUT ILMU

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3

PUTRI AULIA ZULFANI

KHOLIS ARRASYID

M. AMRONI

MUKHTAR SAID

SA'ADATUL HIKMAHH

HUKUM EKONOMI SYARI'AH

FAKULTAS SYARI'AH

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI PANCOR

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho, rahmat dan nikmatnya, kami dapat menyelesaikan
makalah pengertian dan ruang lingkup studi al-qur’an ini tepat waktu. Sholawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW yang membawa kita semua pada jalan
kebenaran.

Tidak lupa pula kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, yaitu teman–teman kelompok dan kepada teman-teman yang telah
mendukung kami sepenuhnya. Kami sadar bahwa banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini, baik
dari segi penyusunan maupun isi. Untuk itu kami mengharapkan saran dan tanggapannya guna
penyusunan makalah yang lebih baik pada masa yang akan datang.
Demikian makalah ini disusun agar dapat diterima dan digunakan sebagai acuan untuk makalah
selanjutnya.

Pancor, 17 Oktober 2022

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1

C. Tujuan ......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
Penggambaran maulana syaikh T.G.K.H.M. ZAINUDDIN ABDUL MADJID dalam

menuntut ilmu...................................................................................................................2

A. Pendidikan formal di Lombok dan berguru pada kyai lokal....................................... 2

B. Belajar di tanah suci Makkah....................................................................................... 2


BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 7

ii

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

T.G.K.H.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang nama kecilnya Muhammad Saggaf


dilahirkan pada hari Rabu, 18 Rabi’ul Awal 1316 H. bertepatan dengan 20 April 1908. Dilahirkan di
Kampung Bermi, Desa Pancor, Kecamatan Rarang Timur (sekarang Kecamatan Selong) Lombok Timur,
Nusa Tenggara Barat. Ada perbedaan penulisan tanggal lahir pada sejumlah karya tulis tentang TGKH
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, sejumlah versi tahun kelahiran, diantaranya 1898, 1904, dan
variasi lainnya. 3Dokumen terbaru yang paling layak dijadikan sumber utama untuk penulisan tanggal
dan lahir tahun, adalah biodata TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid saat menjadi anggota Dewan
Konstituante

Nama Muhammad Zainuddin merupakan pengganti nama Muhammad Saggaf. Perubahan ini dilakukan
setelah berhaji di usia sembilan tahun. Nama ini diambil dari nama seorang ulama di Masjidil Haram,
yaitu Syeikh Muhammad Zainuddin Sarawak.6

Maulana syaikh Zainuddin Abdul Madjid adalah sosok ulama tersohor pada masanya yang
menjadikan lombok bersinar hingga saat ini. Atas jasanya membangun Madrasah, dan menghidupkan
masjid sehingga diberi gelar Abul Madaris wal Masajid (Bapaknya Madrasah-madrasah dan
Masjid).Beliau adalah seorang ulama karismatis, pendiri Organisasi Massa Islam terbesar di NTB. Yakni
Organisasi Nahdlatul Wathan

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana maulana Syaikh T.G.K.H.M.ZAINUDDIN ABDUL MAJID dalam menuntut ilmu

C. Tujuan

1. Mengetahui bagaimana lika-liku maulana Syaikh dalam menuntut ilmu

PEMBAHASAN
PENGEMBARAAN MAULANA SYAIKH T.G.K.H.M. ZAINUDDIN ABDUL MADJID DALAM MENUNTUT
ILMU

A. PENDIDIKAN FORMAL DI LOMBOK DAN BERGURU PADA KYAI LOKAL

Pengembaraan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menuntut ilmu pengetahuan
berawal dari pendidikan di dalam keluarga, yakni dengan belajar mengaji [membaca Al Qur’an] dan
berbagai ilmu agama lainnya, yang diajarkan langsung oleh Ayahnya, Tuan Guru Haji Abdul Madjid.
Pendidikan yang didapatkan dari Ayahnya ini, dimulai sejak berusia 5 tahun. Baru setelah berusia 9
tahun ia memasuki pendidikan formal pada sebuah sekolah umum yang disebut Sekolah Rakyat Negara
[Sekolah Gubernemen] di Selong Lombok Timur.

Setelah menamatkan pendidikan formalnya pada Sekolah Rakyat Negara pada tahun 1919 M, ia
kemudian diserahkan oleh ayahnya untuk belajar ilmu pengetahuan agama yang lebih luas lagi pada
beberapa kiyai lokal saat itu, antara lain Tuan Guru Haji Syarafuddin dan Tuan Guru Haji Muhammad
Sa’id dari Pancor serta Tuan Guru Abdullah bin Amaq Dulaji dari Kelayu Lombok Timur. Dari beberapa
kyai lokal ini, Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin selain mempelajari ilmu-ilmu agama dengan
menggunakan kitab-kitab Arab Melayu, juga secara khusus mempelajani ilmu-ilmu gramatika bahasa
Arab, seperti ilmu Nahwu dan Sharf.

Menjelang musim haji tahun 1341 [1923 M], Muhammad Saggaf yang saat itu telah mencapai usia 15
tahun, berangkat ke Tanah Suci Makkah dengan diantar langsung oleh ayah dan ibunya bersama tiga
orang adiknya, yaitu: H. Muhammad Faishal, H. Ahmad Rifa’i dan seorang kemenakannya. Bahkan ikut
serta dalam rombongan ini, salah seorang gurunya, yaitu Tuan Guru Haji Syarafuddin dan beberapa
anggota keluarga dekat lainnya.

B. BELAJAR DI TANAH SUCI MAKKAH

Ketika sampai di Makkah Zainuddin Muda belajar pertama kali pada Syeikh Marzuki, Syeikh Marzuki
adalah seorang keturunan Arab kelahiran Palembang. Ia sudah lama tinggal di Makkah dan mengajar
mengaji di Masjidil Haram.

Beliau mempelajani ilmu sastra dengan spesifikasi syair-syair Arab kepada ahli syair terkenal di Makkah,
yakni Syaikh Muhammad Amin al-Kutbi. Pada saat itulah ia berkenalan dengan Sayyid Muhsin al-
Palembani, seorang keturunan Arab kelahiran Palembang. Ternyata ia kemudian menjadi gurunya di
Madrasah al-Shaulatiyah. Sayyid Muhsin juga pendiri Madrasah Darul Ulum yang saat itu amat terkenal
di Makkah dan sebagian besar muridnya berasal dari Indonesia.

Dua tahun setelah terjadinya huru hara di Tanah Suci Makkah, stabilitas keamanan relatif terkendali.
Pada saat itu Muhammad Zainuddin berkenalan dengan seseorang yang bernama Haji Mawardi dari
Jakarta. Dari perkenalan itu, Zainuddin diajak untuk masuk belajar di sebuah madrasah legendaris di
Tanah Suci, yakni Madrasah al-Shaulatiyah. Madrasah ini didirikan pada tahun 1219 H, oleh seorang
ulama besar imigran India, yaitu Syaikh Rahmatullah Ibnu Khalil al-Hindi al-Dahlawi. Madrasah ini adalah
madrasah pertama sebagai permulaan sejarah baru dalam dunia pendidikan di Saudi Arabia. Gaungnya
telah menggema ke seluruh dunia dan telah menghasilkan banyak ulama-ulama besar dunia.

Muhammad Zainuddin masuk di madrasah ini, pada tahun 1345 H [1927 M], Madrasah al-Shaulatiyah di
bawah pimpinan cucu dari pendirinya, yaitu Syaikh Salim Rahtnatullah. Petama kali masuk, ia diantar
oleh Haji Mawardi dan langsung menghadap kepada Syaikh Salim Rahmatullah selaku pimpinan [Mudir/
Direktur]. Pada hari pertama masuknya, ia bertemu dengan Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath
yang nantinya akan menjadi gurunya yang hubungannya paling dekat. Di sana juga ia bentemu Syeikh
Sayyid Muhsin al-Musawa, diantara temannya sewaktu belajan syair pada Syeikh Sayyid Amin al-Kutbi,
yang ternyata juga sebagai salah seorang guru di madrasah ini.

Setiap thullab baru yang masuk, harus mengikuti tes masuk untuk menentukan kelas yang tepat dan
cocok bagi thullab baru tersebut. Demikian juga dengan Muhammad Zainuddin, ia diuji juga terlebih
dahulu. Dan secara kebetulan ia langsung diuji oleh Mudir al-Shaulatiyah sendiri, yaitu Syaikh Salim
Rahmatullah dan Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath.

Akhirnya, Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath menentukannya masuk di kelas III. Padahal ilmu
Nahwu-Sharaf yang belum dikuasai diajarkan di kelas II. Mendengar keputusan tersebut, ia meminta
agar diperkenankan masuk kelas II, dengan alasan ingin mendalami mata pelajaran Nahwu-Sharaf.
Walau pada awalnya Syeikh Hasan bersikeras dengan keputusannya, namun argumentasi Muhammad
Zainuddin membuatnya berfikir kembali. Kemudian ia mengabulkan permohonan sang murid. Maka
resmilah ia diterima di kelas II.

Ketekunannya dalam belajar membuahkan hasil. Beberapa orang gurunya mengakui ia tergolong murid
yang cerdas. Syaikh Salim Rahmatullah selalu mempercayakan kepadanya untuk menghadapi Penilik
Madrasah pemerintah Saudi yang seringkali datang ke madrasah itu, Penilik madrasah itu menganut
faham Wahabi. Dan ia satu-satunya murid Madrasah al-Shaulatiyah yang dianggap menguasai faham
Wahabi. Pentanyaan Penilik itu biasanya menyangkut soal-soal hukum ziarah kubur, tawassul kepada
Anbiya’ dan Auliya’, bernazar menyembelih kambing berbulu hitam atau putih dan sebagainya. Dan ia
selalu berhasil menjawab pertanyaan Penilik itu dengan memuaskan.

Ketekunannya dalam belajar dan bendiskusi juga diakui oleh salah seorang teman sekelasnya di
Madrasah al-Shaulatiyah tersebut, yaitu Syaikh Zakaria Abdullah Bila, seorang ulama besar di Tanah Suci
Makkah. Ia mengatakan: “saya teman seangkatan Syaikh Zainuddin, saya telah bengaul dekat dengannya
beberapa tahun. Saya sangat kagum padanya. Dia sangat cerdas, akhlaknya mulia. Dia sangat tekun
belajar, sampai-sampai jam keluar mainpun diisinya menekuni kitab pelajaran dan berdiskusi dengan
kawan-kawannya.”

Prestasi akademiknya sangat membanggakan. Ia berhasil meraih peringkat pertama dan juara umum. Di
samping itu, dengan kecerdasan yang luar biasa, ia berhasil menyelesaikan studinya dalam kurun waktu
6 tahun. Padahal lama belajar normal adalah selama 9 tahun, yaitu mulai dari kelas I sampai dengan
kelas IX. Dari kelas II, ia langsung ke kelas IV. Tahun berikutnya ke kelas VI, dan kemudian pada tahun-
tahun berikutnya secara berturut-turut naik ke kelas VII, VIII dan IX.
Dengan tingkat kecerdasan [IQ] yang sangat tinggi ini, Syaikh Zakaria Abdullah Bila mengatakan, “Syeikh
Zainuddin itu adalah manusia ajaib di kelasku, karena kegeniusannya yang sangat tinggi dan luar biasa,
saya sungguh menyadari hal ini. Syaikh Zainuddin adalah saudaraku, karibku, dan kawan sekelasku. Saya
belum pernah mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah menang dalam berprestasi dikala saya
dan dia bersama-sama dalam satu kelas di Madrasah As-Saulatiyah Makkah.”

Lebih jauh Syaikh Zakaria menceritakan: “Pernah sehari sebelum ujian, saya mengambil sebuah kitab di
perpustakaan secara diam-diam dan membawanya pulang Kitab itu hanya satu di perpustakaan, yang
berisi mata pelajaran yang akan diujikan esok harinya. Hal ini saya lakukan dengan sengaja agar Syaikh
Zainuddin tidak bisa menelaahnya, sehingga dalam ujian nanti dapat mengalahkannya. Ternyata
keesokan harinya dalam ujian, dia benhasil menjawab semua, pertanyaan dengan sangat baik dalam
bentuk syair Ketika sampai di Makkah Zainuddin Muda belajar pertama kali pada Syeikh Marzuki,
Syeikh Marzuki adalah seorang keturunan Arab kelahiran Palembang. Ia sudah lama tinggal di Makkah
dan mengajar mengaji di Masjidil Haram.

Beliau mempelajani ilmu sastra dengan spesifikasi syair-syair Arab kepada ahli syair terkenal di Makkah,
yakni Syaikh Muhammad Amin al-Kutbi. Pada saat itulah ia berkenalan dengan Sayyid Muhsin al-
Palembani, seorang keturunan Arab kelahiran Palembang. Ternyata ia kemudian menjadi gurunya di
Madrasah al-Shaulatiyah. Sayyid Muhsin juga pendiri Madrasah Darul Ulum yang saat itu amat terkenal
di Makkah dan sebagian besar muridnya berasal dari Indonesia.[puisi] dalam bahasa Arab.”

Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berhasil menyelesaikan studinya di Madrasah
al-Shaulatiyah Makkah pada tahun 1351 H. [1933 M] dengan predikat istimewa [Mumtaz]. Predikat
istimewa tersebut disertai pula dengan perlakuan yang istimewa dari Madrasah al-Shaulatiyah.

Ijazahnya ditulis tangan langsung oleh seorang ahli khat terkenal di Makkah saat itu, yaitu al-Khathath
al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul dari Direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Kemudian ijazah tersebut
ditanda tangani oleh beberapa orang gurunya. Ijazah tersebut diserah terimakan kepadanya pada
tanggal 22 Dzulhijjah 1353 H.

Setelah tamat di Madrasah al-Shauladyah, ia tidak langsung pulang ke Indonesia. Tetapi bermukim lagi di
Makkah selama 2 tahun sambil menunggu adiknya yang masih belajar yaitu Haji Muhammad Faishal.
Dua tahun ini dimanfaatkannya untuk belajar, antara lain belajar ilmu Fiqh kepada Syaikh Abdul Hamid
Abdullah al-Yamani.

Dengan demikian, waktu belajar yang ditempuh di Tanah Suci Makkah adalah selama 13 kali musim haji
atau kurang lebih 12 tahun. Berarti sampai pulang ke kampung halamannya, ia sempat mengerjakan
ibadah haji sebanyak 13 kali.
PENUTUP

»KESIMPULAN

Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menuntut ilmu melalui 2 cara, yaitu
pendidikan non formal dan pendidikan formal. Pendidikan non formal berawal dari pendidikan di
dalam keluarga, yakni dengan belajar mengaji [membaca Al Qur’an] dan berbagai ilmu agama lainnya,
yang diajarkan langsung oleh Ayahnya, Tuan Guru Haji Abdul Madjid.yang dimulai sejak berusia 5 tahun.
Baru setelah berusia 9 tahun ia memasuki pendidikan formal pada sebuah sekolah umum yang disebut
Sekolah Rakyat Negara [Sekolah Gubernemen] di Selong Lombok Timur. Kemudian beliau diserahkan
oleh ayahnya untuk belajar ilmu pengetahuan agama yang lebih luas lagi pada beberapa kiyai lokal saat
itu, antara lain Tuan Guru Haji Syarafuddin dan Tuan Guru Haji Muhammad Sa’id dari Pancor serta Tuan
Guru Abdullah bin Amaq Dulaji dari Kelayu Lombok Timur.
Ketika di Makkah Zainuddin Muda belajar pertama kali pada Syeikh Marzuki, Syeikh Marzuki adalah
seorang keturunan Arab kelahiran Palembang. Ia sudah lama tinggal di Makkah dan mengajar mengaji di
Masjidil Haram.kemudian muhammad Zainuddin masuk di madrasah as-saulatiyah pada tahun 1345 H
[1927 M].Beliau mempelajani ilmu sastra dengan spesifikasi syair-syair Arab kepada ahli syair terkenal di
Makkah, yakni Syaikh Muhammad Amin al-Kutbi.Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul
Madjid berhasil menyelesaikan studinya di Madrasah al-Shaulatiyah Makkah pada tahun 1351 H. [1933
M] dengan predikat istimewa [Mumtaz].Setelah tamat di Madrasah al-Shauladyah, ia tidak langsung
pulang ke Indonesia. Tetapi bermukim lagi di Makkah selama 2 tahun sambil menunggu adiknya yang
masih belajar yaitu Haji Muhammad Faishal. Dua tahun ini dimanfaatkannya untuk belajar, antara lain
belajar ilmu Fiqh kepada Syaikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani.Dengan demikian, waktu belajar yang
ditempuh di Tanah Suci Makkah adalah selama 13 kali musim haji atau kurang lebih 12 tahun. Berarti
sampai pulang ke kampung halamannya, ia sempat mengerjakan ibadah haji sebanyak 13 kali.

DAFTAR PUSTAKA

Zuhri Saifuddin. Himmah.com. di Senin, Oktober 28, 2013

Abdul Aziz Sukarnawadi, As-Sabtu al-Fariid Fii Asaanidid As-Syeikh Ibnu Abdil Madjid, (Demak Jawa
Tengah: Maktabah; Tuuras Ulama Nusantara, 2017),
Abdul Hayyi Nu’man dkk., Nahdlatul Wathan Organisasi Pendidikan, Sosial, dan Dakwah Isamiyah
(Selong: PD NW Lombok Timur, 1988)
Abdul Hayyi Nu’man, Maulana Syaikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
Riwayat Hidup dan Perjuangannya, (Lombok Timur: Pengurus Besar Nahdlatul Wathan Wathan, 1999)
Abdul Hayyi Nukman, Nahdlatul Wathan Organisasi Pendidikan dan Dakwah Islamiyah(Pancor:
Pengurus Daerah Nahdlatul Wathan Lombok Timur, 1988),
Abdul Kabir, “Karakteristik Gerakan Pembaharuan dan Pemikiran TGKH Hamzanwadi”, Jurnal Fikrah,
No. 1, Vol. 1 (Juli-Desember 2006)

Abdul Manan, Napak Tilas Perjuangan Mauanasyekh: Berawal dari Pesantren al-Mijahidin I
(Mataram: Suara Nusa, 14 November 1997).
AbdulKadir, S. IP(PurnawirawanTNIAD), Bupati Lombok Timur 1987-1993. Testimoni
KeluargaBesarLegiun VeteranRIPropinsiNTB, dalam Seminar Nasional 05 April 2017

Anda mungkin juga menyukai