Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

STANDAR COSTING & COST VOLUME PROFIT


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliahh “ Seminar Akuntansi Manajemen “
Semester 7 Tahun Akademik 2021/2022
Dosen : Irwan Sutirman W,SE.,MM.,Ak.,M.Ak.,CA

DISUSUN OLEH :
Yuha Alifah ( 119040195 )
Icha Dwi Noviani (119040235)
Mutiara Rahmadayani ( 119040239)
Wikrio Rahmawanto ( 119040213)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
Jl. Pemuda No.32 Cirebon Telp (0231) 206556

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PEMBAHASAN...................................................................................................................................1
A. Standard Costing........................................................................................................................1
B. Cost Volume Profit....................................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................................6
IMPLEMENTASI...............................................................................................................................6
A. Implementasi dari Biaya Standar (Standar Costing)..................................................................6
B. Implementasi Cost Volume Profit..............................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................11

i
BAB I

PEMBAHASAN

A. Standard Costing
a. Pengertian Standard Costing (Biaya Standar) 
Biaya Standar (Standard Costing) adalah biaya yang telah ditentukan sebelumnya
untuk memproduksi satu unit atau sejumlah produk tertentu selama suatu periode
tertentu. Biaya standar adalah biaya yang direncanakan untuk suatu produk dalam
kondisi operasi saat ini atau yang diantisipasi. 
Biaya Standar mempunyai 2 komponen yaitu : 
1. Physical Standard (Standar Fisik) Quantity Standard 
2. Price Standard (Standar Harga) Rate Standard
Biaya Standar dapat digunakan baik pada metode process costing maupun job
order costing, dan penetapan biaya standar paling tepat untuk diterapkan pada
lingkungan pabrik dimana teknologi produksi relatif stabil dan produk yang
dihasilkan bersifat homogen di dalam unit akumulasi biaya. 
b. Manfaat dan Kegunaan Sistem Biaya Standar
Carter (2009) biaya standar membantu perencanaan dan pengendalian operasi dan
biaya standar memberikan wawasan mengenai dampak-dampak yang mungkin terjadi
terhadap biaya dan laba sebagai akibat dari keputusan yang diambil, biaya standar
digunakan untuk:
1. Menetapkan anggaran.
2. Mengendalikan biaya dengan cara memotivasi karyawan dan mengukur efisiensi
operasi.
3. Menyederhanakan prosedur perhitungan biaya dan mempercepat laporan biaya.
4. Membebankan biaya kepersediaan bahan baku, barang dalam proses, dan barang
jadi.
5. Menetapkan tawaran kontrak dan harga jual.
6. Pengendalian biaya.
7. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya penghematan biaya.
8. Menerapkan Management by objective (MBO).
9. Menyajikan laporan biaya dengan cepat
10. Membebankan biaya yang telah dikeluarkan ke produk selesai dan persediaan
produk dalam proses.

c. Jenis Jenis Standar


Secara garis besar, standar dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 
1) Standar Dasar (Basic Standard) adalah tolok ukur yang digunakan untuk
membandingkan kinerja yang diharapkan dengan kinerja aktual 

1
2) Standar yang berlaku (Current Standard) terdiri atas tiga jenis : 
Standard aktual yang diharapkan (expected actual standard) adalah standar yang
ditetapkan untuk suatu tingkat operasi dan efisiensi yang diharapkan akan terjadi.
Standar ini merupakan estimasi yang cukup wajar atas hasil aktual. 
Standar normal (normal standard) adalah standar ditetapkan untuk suatu tingkat
operasi dan efisiensi yang normal, yang dimaksudkan sebagai suatu tantangan yang
bisa dicapai. 
Standard teoritis (theoretical standard) yaitu standar yang ditetapkan untuk suatu
tingkat operasi dan efisiensi yang ideal atau maksimum, standar ini lebih merupakan
sasaran dan bukan sebagai prestasi kerja yang harus dicapai pada saat ini.

d. Aplikasi Standard Costing Pada Direct Cost


Perusahaan yang menggunakan system standard costing, perusahaan perlu
menetapkan beberapa standar biaya sebagai berikut :
1. Jumlah input standar atas raw material yang akan digunakan untuk
menghasilkan satu unit output
2. Harga dari setiap unit input atas raw material yang dibeli
3. Jumlah jam tenaga kerja langsung yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu
unit output
4. Tarif upah tenaga kerja langsung untuk setiap jamnya
5. Jumlah biaya tidak langsung (FOH) yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu
unti output 
6. Tarif atas FOH untuk setiap satu satuan basis alokasi
Standar biaya diatas dibuat dengan menggunakan asumsi bahwa proses produksi
berjalan pada kapasitas normal yang artinya produksi tetap berjalan pada kapasitas
maksimal dengan mempertimbangkan interupsi-interupsi wajar seperti perbaikan.
Lalu standar biaya yang dibuat, diterapkan pada setiap komponen biaya manufaktur di
sepanjang periode berjalan. Pada akhir periode, manajer melakukan pembandingan
antara biaya standar dengan keadaan actual yang nyata-nyata terjadi.
e. Konsep Dasar Variance dan perhitungan pada Direct Cost
Dalam membandingkan biaya standar dengan biaya actual yang benar-benar
dikeluarkan oleh perusahan, wajar apabila terdapat perbedaan diantara keduanya.
Perbedaan tersebut dikenal dengan istilah Variance. Setiap varians merupakan suatu
sinyal yang sebaiknya diidentifikasi dan dianalisis. Suatu varians dapat disebabkan
oleh kejadian acak yang tidak diharapkan terulang kembali, masalah sistematis yang
dapat diperbaiki, atau standar yang tidak tepat. Misalnya, jika proses manufaktur
berubah, maka standar fisik juga mugkin berubah.
Ada dua jenis varians, yakni :
1. Varians yang menguntungkan (favorable), adalah varians yang memiliki
pengaruh meningkatkan laba operasi relative terhadap jumlah yang
dianggarkan.

2
2. Varians yang tidak menguntungkan (unfavorable), adalah varian yang
memiliki pengaruh menurunkan laba operasi relative terhadap jumlah yang
dianggarkan
Dalam beberapa kasus, varians di departemen-departemen yang berbeda saling
terkait. Penentuan hubungan semacam itu penting ketika varians yang
menguntungkan di suatu area ditiadakan oleh varians tang tidak menguntungkan di
area lain yang terkait.
Varians dalam buku hongren dalam tiga level, yakni :
Level 1 ( Static budget Varians)
Static budget varians, adalah perbedaan hasil antara hasil actual dan jumlah yang
dianggarkan dalam anggaran statis ( anggaran induk yang didasarkan pada tingkat
output yang direncanakan ada awal periode). Varians ini disebut statis karena
anggaran untuk periode terebut dibuat dengan suatu tingkat output yang direncanakan.
Level 2 ( flexible budget varians dan sales volume varians)
Level 2 menunjukkan analisis varians berdasarkan anggaran fleksibel (anggaran
yang menghitung pendapatan dan biaya yang dianggarkan berdasarkan output actual
dalam periode anggaran).
Level 2 membagi level 1 (varians anggaran statis ke dalam dua bagian, yaitu :
Sales volume varians, yakni itu perbedaan antara jumlah anggaran fleksibel dengan
anggaran statis yang berkaitan dengan kuantitas barang yang dijual.
Flexible budget varians, yakni perbedaan antara hasil aktual dan jumlah anggaran
fleksibel yang berkaitan berdasarkan tingkat output aktual pada periode anggaran
Level 3 (Price/rate varians & Efficency Varians)
Price/rate varians. Yakni perbedaan antara harga aktual dengan harga yang
dianggarkan dikali denga kuantitas input aktual. Price varians kadang-kadang disebut
juga varians input atau varians tingkat upah, terutama gila mengacu pada varians
harga untuk tenaga kerja langsung.
Efficiency varians, yakni peredaan antara kuantitas input aktual yang digunakan
dan kuantitas input yang dianggarkan untuk membuat output aktual, dikali dengan
harga yang dianggarkan. Varians efisiensi  kadang-kadang disebut juga varians
penggunaan atau usage varians.

B. Cost Volume Profit


a. Pengertian Cost Volume Provite
Analisis Cost Volume Profit atau analisis biaya volume laba adalah sebuah teknik
akuntansi yang digunakan untuk membantu mengidentifikasikan pengaruh volume
penjualan dan biaya produk terhadap laba operasi bisnis.
Analisis CVP mendeskripsikan hubungan antara unit yang dijual, harga jual, biaya
dan profit. Analisis ini dapat menjelaskan beberapa isu penting dalam pengambilan

3
keputusan manajemen, diantaranya yaitu dampak pengurangan biaya tetap dan
kenaikan harga jual terhadap profit.
Tujuannya adalah agar mereka dapat mengambil keputusan yang tepat dalam
mengelola bisnis. 

b. Fungsi dari analisis cvp


1. Fungsi analisis CVP yang pertama yaitu membantu manajemen perusahaan
untuk memahami perbedaan biaya pada berbagai tingkat volume produksi atau
penjualan. Analisis CVP dapat membantu dalam memperkirakan biaya dan laba
yang diakibatkan oleh perubahan volume.
2. Analisis ini juga berfungsi dalam membantu manajemen perusahaan untuk
menganalisis eksistensi sebuah bisnis. Hasil analisis yang diberikan misalnya
lebih baik menghentikan kegiatan usaha atau tetap melanjutkan usaha tersebut
dengan kondisi rugi pada periode tertentu.
3. Fungsi analisis CVP yang selanjutnya adalah bisa memberikan pemahaman
yang jelas dan sederhana tentang volume penjualan yang diperlukan untuk
mencapai Break Even Point (BEP) atau untuk mencapai laba yang telah
ditargetkan.
4. Fungsi analisis CVP yang lain yaitu untuk menganalisis pengaruh perubahan
dalam biaya variabel dan tetap untuk membantu manajemen menentukan tingkat
produksi yang optimal.
c. Komponen utama analisis CVP
Ada beberapa komponen berbeda yang bersama-sama membentuk analisis
CVP. Komponen-komponen ini melibatkan berbagai perhitungan dan rasio, yang
akan diuraikan lebih rinci dalam panduan ini.

Komponen utama analisis CVP adalah:

 Rasio CM dan rasio biaya variabel


 Break-even point (dalam satuan atau dolar)
 Margin keamanan
 Perubahan laba bersih
 Tingkat leverage operasi

d. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis CVP


Laporan laba rugi reguler mengikuti urutan pendapatan dikurangi harga pokok
penjualan dan memberikan margin kotor, sedangkan pendapatan dikurangi biaya
menghasilkan laba bersih.

Laporan laba rugi margin kontribusi mengikuti konsep yang sama tetapi
menggunakan format yang berbeda dengan memisahkan biaya tetap dan variabel.

Margin kontribusi adalah harga jual produk, dikurangi biaya variabel yang terkait
dengan produksi produk tersebut. Nilainya dapat diberikan dalam dolar total atau
per unit.

4
e. Konsep Dasar CVP

Analisis CVP diformulasikan dari konsep sederhana perhitungan profit. Profit


dihitung dari pengurangan antara pendapatan total (total revenue) dengan biaya
total (total cost).

Pada kondisi break-even, profit sama dengan nol, maka:

Keterangan:
P = Price
vc = Variable cost per unit
FC = Fixed cost

Formula analisis CVP di atas digunakan untuk menentukan berapa unit yang harus
dijual pada kondisi break-even atau profit sama dengan nol. Satuan pengukuran
unit penjualan sangat bervariasi, tergantung jenis dan karakteristik produk atau
jasa yang disediakan perusahaan. Contoh satuan pengukuran unit: kilogram,
tonnage, container, pallet, carton, liter, penumpang, transaksi, trip, dan lain-lain.
Pada kondisi break-even point, total revenue sama dengan total cost.
Begitu break-even point telah dicapai, maka semua total fixed cost sudah tertutupi
oleh contribution margin yang dihasilkan. Setiap tambahan unit yang dijual hanya
memerlukan tambahan biaya variabel. Contribution margin yang dihasilkan dari
setiap tambahan unit di atas break-even merupakan profit yang dihasilkan.
Untuk mengkonversi unit yang harus dijual menjadi jumlah penjualan dalam
satuan rupiah, maka kita mengalikan Q dengan P, atau dengan menggunakan
formula CVP dengan pembagi contribution margin ratio (CMR). Umumnya
perusahaan lebih menyukai penggunaan break-even dalam satuan penjualan.

5
Menurut Mulyadi (1992)
“Biaya standar merupakan
biaya yang ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa biaya
yang dit
6
Menurut Mulyadi (1992)
“Biaya standar merupakan
biaya yang ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa biaya
yang dit

7
nurut Mulyadi (1992) “Biaya
standar merupakan biaya yang
ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa bi

8
nurut Mulyadi (1992) “Biaya
standar merupakan biaya yang
ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa bi

9
nurut Mulyadi (1992) “Biaya
standar merupakan biaya yang
ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa bi

10
nurut Mulyadi (1992) “Biaya
standar merupakan biaya yang
ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa bi

11
nurut Mulyadi (1992) “Biaya
standar merupakan biaya yang
ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa bi

12
nurut Mulyadi (1992) “Biaya
standar merupakan biaya yang
ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa bi

13
nurut Mulyadi (1992) “Biaya
standar merupakan biaya yang
ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa bi

14
nurut Mulyadi (1992) “Biaya
standar merupakan biaya yang
ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa bi

15
nurut Mulyadi (1992) “Biaya
standar merupakan biaya yang
ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa bi

16
nurut Mulyadi (1992) “Biaya
standar merupakan biaya yang
ditentukan
di muka, yang merupakan
jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan
tertentu, di bawah
asumsi kondisi ekonomi,
efisiensi, dan faktor-faktor lain
tertentu. Biaya yang
seharusnya dikeluarkan
mengandung arti bahwa bi
BAB II

IMPLEMENTASI

A. Implementasi dari Biaya Standar (Standar Costing)

17
a. Variasi dari biaya standar
Walaupun yang kita bicarakan adalah biaya standar yang diterapkan untuk
seluruh elemen biaya, tetapi kemungkinan diterapkan metode biaya standar untuk
beberapa elemen biaya (tidak keseluruhan) juga bisa dipakai. Misalnya bahan
baku memakai biaya sesunggguhnya (actual cost) tetapi upah langsung memakai
biaya standar, hal ini tergantung tujuan dan manfaat dari penerapan biaya standar.
Apabila dengan biaya standar tidak/kurang tepat bagi suatu perusahaan maka lebih
baik perusahaan memakai biaya actual sebagian/seluruhnya. Sebagai contoh =
karena harga bahan baku tidak menentu (sering naik dan turun) sehingga sukar
menukar biaya standar, maka bisa biaya bahan memakai biaya sesungguhnya,
sedang komponen biaya lain memakai standar. Jadi yang penting dalam variasi
biaya standar adalah:
1. Perusahaan bisa menggunakan metode biaya standar baik untuk elemen biaya
seluruhnya maupun sebagian.
2. Harus dibuat rekening selisih untuk menyesuaikan biaya standar kedalam
biaya yang sesungguhnya.

b. Manfaat biaya standar

Biaya Standar bisa digunakan dalam berbagai tujuan, antara lain:


1. Sebagai Alat Pengawasan
Salah satu pelaksanaan pengawasan yang baik bagi manajemen adalah
membandingkan hasil pelaksanaan yang sesungguhnya dengan yang
seharusnya terjadi. Biaya standar memberikan dasar untuk
perbandingan tersebut.
Contoh:
Suatu perusahaan yang memakai sistem biaya standar
mengetahui bahwa biaya sesungguhnya dari bahan baku dan tahun
buku tertentu adalah Rp 250.000,00. Sedang menurut biaya standar
adalah Rp 225.000,00 berarti dalam bulan tersebut terdapat selisih
yang tidak menguntungkan Rp 25.000,00 yang tampak pada rekening
selisih. Manajemen bisa mencari sebabnya dan kemudian menentukan
penanggung jawabnya.
Selisih-selisih tersebut akan tampak pada rekening selisih debit
dan kredit tergantung apakah selisih tersebut merugikan atau
menguntungkan.
2. Sebagai Alat Pengambilan Keputusan
Biaya standar seringkali dipakai untuk menentukan harga jual,
terutama untuk produk khusus seperti jasa dan semacamnya, yang
dibebankan pada langganan-langganan khusus.
Contoh:
Sebuah perusahaan kontraktor yang bergerak dalam bidang
pengecetan dinding berwarna dengan memakai kuas (saput) bisa
dikerjakan dengan tangan dan bisa juga dengan alat semprot cat mesin,

18
dengan tangan bisa (kuas) 1 jam bisa mengecat 60 m 2 Sedang dengan
alat semprot listrik bisa 450 m2 per jam.
Upah tenaga kerja satu orang 1 jam dengan kuas bisa Rp
600,00 sedang tenaga kerja 2 orang 1 jam dengan alat listrik
RP1.100,00 diperkirakan biaya overhead (tidak langsung) Rp 20,00
per jam per orang. Perusahaan menginginkan laba 10% dari total biaya.
Cat ditanggung oleh yang meminta jasa pengecatan. Maka pengusaha
ini akan menghitung tarif per jam pencatatan sebagai berikut:
Kuas Tangan Listrik
1. Biaya upah langsung Rp 600,00 Rp 1.100,00
standar per jam
2. Biaya overhead standar per
jam (200/orang) Rp 200,00 Rp 400,00
3. Jumlah Biaya Standar per Rp 800,00 Rp 1.500,00
jam
4. Laba standar yang
diinginkan 10% Rp 80,00 Rp 150,00
5. Standar harga per jam Rp 880,00 Rp 1.650,00
6. Standar pengecatan per jam
7. Tarif per m2 (5:6) 60 m2 450 m2
Rp 14,70 Rp 3,70

Jadi apabila ada permitaan pengecatan sejumlah 1.000 m 2 dengan kuas


tangan dan 10.000 m2 dengan listrik akan dibebani harga sebesar:
Kuas Cat Biasa Listrik
1. Jumlah m2 pengecatan 1.000 m2 10.000 m2
2. Harga/m2 standar per jam
Rp 14,70 Rp 3,70
3. Jumlah harga yang dibebankan
pada langanan Rp 14.700,00 + Rp 37.000,00 = Rp 51.700,00

Langganan yang memakai jasa pengecatan sejumlah 1.000 m 2 dengan


kuas biasa dan 10.000 m2 dengan listrik akan dibebani harga sebesar Rp
51.700,00 apabila perusahaan menggunakan sistem biaya sesungguhnya sukar
menentu tarif sebelumnya.
3. Alat Pengukuran Biaya yang Rasional
Apabila perusahaan menggunakan sistem biaya sesungguhnya ada
kemungkinan bahwa untuk satu macam jenis produk dengan bahan yang
sama dan jumlah bahan yang seharusnya sama tetapi pembebanannya tidak
sama. Misalnya dalam pabrik sepatu yang memproduksi satu jenis sepatu

19
semua produk memakai bahan baku kulit. Ada kemungkinan karena
kerusakan bahan, atau pekerja yang membuat berlainan penggunaan bahan
baku juga berlain-lainnan, pekerja yang telah ahli membuat sepatu hanya
menghabiskan setengah lembar kulit misalnya, sedangkan pekerja yang
belum ahli habis tiga perempat lembar kulit. Sehingga satu jenis sepatu
dibebani biaya bahan yang berbeda. Tetapi dalam sistem biaya standar hal
ini dapat dihindari karena pembebanan biayanya berdasar berapa yang
seharusnya terjadi bukan berapa yang sesungguhnya terjadi, oleh karena
itu semua jenis sepatu akan dibebani biaya bahan yang sama sedang
pembedanya merupakan selisih bahan yang perlu dianalisa.

4. Menghemat Biaya Pencatatan


Dalam sistem biaya sesungguhnya semua arus biaya secara detail
harus diikuti dan dicatat sehingga memerlukan jumlah pencatatan dan
waktu yang lebih banyak dan sekaligus memperbanyak biaya pencatatan
dan waktu yang lebih banyak dan sekaligus memperbanyak biaya
pencatatan sedang dalam biaya standar yang akan dicatat sudah
distandarkan, tinggal mengalikan dengan jumlah yang dipakai misalnya
dalam contoh di atas bahwa biaya bahan sepatu dengan sistem biaya
sesungguhnya harus mengikuti satu per satu pembebanan biayanya karena
mungkin tiap unit biayanya berbeda-beda sehingga memakai banyak
waktu dan biaya pencatatan sedang dalam biaya standar mencatat apa yang
sudah distandarkan misalnya dalam hal bahan baku diatas sistem biaya
standar mencatat berapa sepatu dibuat kali biaya standar bahan baku per
unit sepatu. Biaya sesungguhnya dapat dicatat secara kumulatif pada akhir
periode untuk melihat selisih antara standar dan sesungguhnya.

B. Implementasi Cost Volume Profit


a. Penerapan analisis CVP untuk pengambilan keputusan manajemen:
1. Menentukan unit yang harus dijual agar perusahaan tidak rugi atau profit
sama dengan nol.
2. Menentukan jumlah penjualan minimal agar perusahaan tidak rugi atau
profit sama dengan nol.
3. Menentukan unit yang harus dijual atau berapa jumlah penjualan agar
perusahaan mencapai target laba operasi (operating income) yang
diinginkan.
4. Memilih alternatif skenario kebijakan iklan, otomasi mesin pabrik,
menaikkan harga jual produk atau jasa, dan lain-lain, dengan pilihan
skenario yang dapat memberikan profit maksimal.
5. Menganalisis sensitivitas atas risiko ketidakpastian harga jual, biaya, dan
market.
6. Menganalisis margin of safety dan leverage

b. Contoh Penerapan analisis CVP


Di asumsikan suatuinvestasi sebesar Rp.1.000.00,- oleh suatuperusahaan dan
menetapkan return/laba sebesar 15%/thn. Biaya tetap saat ini /thn Rp.400.000,-

20
dengan biaya variabel Rp.15,-/unit produk. Pada tahunlalu perusahaan
memperoduksi dan menjual produknya sebanyak 50.000 unitdengan harga
Rp.25,-/unit produk. Bagaimana majanjemen dapat mencapai laba Rp.150.000,-
(15% x investasi)?

Untuk menjawab permasalahan ini, ada 4 cara yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Mengurangi biaya tetap

Persamaan yang digunakan adalah:


Laba = (Harga jual x quantity) - Total biaya tetap - ((Biaya variabel /
Unit) x Quantity)
Persamaan yang digunakan adalah:
Laba = (Harga jual x quantity) - Total biaya tetap - ((Biaya variabel / Unit)
x Quantity)
Dari persamaan tersebut, jika kita terapkan ke kasus sebelumnya, maka:
Rp.150.000 = (50.000 x Rp.25)-Total BT-(50.000 x 15)
Rp.150.000 = 1.250.000-TBT-750.000
TBT = 1.250.000-750.000-150.000
TBT= Rp.350.000
Atau total biaya tetap harus berkurang sebesar Rp.50.000 (Rp.400.000-
Rp.350.000)

2. Mengurangi biaya variabel

Hal kedua yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi biaya variabel,
persamaan yang digunakan tetap sama dengan persamaan sebelumnya,
yaitu:
Laba = (Harga jual x Quantity) - Total biaya tetap - ((Biaya variabel /
unit) x Quantity)
Jika di terapkan ke masalah sebelumnya maka:
Rp.150.000 = 50.000xRp.25-400.000-50.000(BVp)
150.000 = 1.250.000-400.000-50.000(BVp)
50.000(BVp) = 1.250.000-400.000-150.000= Rp.70.000
50.000(BVp) = Rp.700.000
BV/unit = Rp.700.000/50.000 = Rp.14,-

21
3. Meningkatkan harga jual per unit barang

Hal selanjutnya yang bisa menjadi pertimbangan adalah meningkatkan


harga jual per unit barang. Persamaan yang digunakan pun masih sama,
yaitu:
Laba = (Harga jual x Quantity) - Total biaya tetap - ((Biaya variabel /
unit) x Quantity)
Rp 150.000 = 50.000(hjp) – Rp.400.000 – Rp. 50.000 (Rp.15)
Rp 150.000 = 50.000(hjp) – Rp.400.000 – Rp.750.000
50.000(hjp) = 150.000 + 400.000 + 750.000
50.000(sp) = Rp 1.300.000d
Harga jual/unit = Rp 1.300.000 / 50.000 = Rp.26,-
Dengan demikian, jika ingin mencapai keuntungan sebesar 15% maka
harga jual bisa dinaikkan sebanyak Rp.1 menjadi Rp.26,-.
4. Meningkatkan volume penjualan produk

Jika diterapkan ke masalah sebelumnya maka:


Jika diterapkan ke masalah sebelumnya maka:
Rp 150.000 = (Rp 25x Q) - Rp 400.000 - (Rp 15 x Q)
Rp 25-Rp 15xQ = Rp 400.000 – Rp150.000
Rp 10Q =Rp 550.000
Q = Rp.550.000/Rp.10=Rp.55.000
Atau manajemen memerlukan kenaikan kuantitas penjualan sebesar
5000 unit atau sebesar 10% dari unit tahun lalu, agar mendapatkan
laba yang diinginkan sebesar Rp.150.000

DAFTAR PUSTAKA

Akuntansi Manajemen: Dasar-dasar Konsep Biaya & Pengambilan Keputusan/Kamarudin


Ahmad-Ed, Revisi,-Cet.11.-Jakarta: Rajawali Pers, 2017.
Standard Costing - Materi Terbaru Akuntansi Biaya - 1 (canducation.com)

22
Standar Costing (belajarcostcontrol.blogspot.com)
http://eprints.dinus.ac.id/8670/1/jurnal_13081.pdf
Analisis CVP (Cost Volume Profit), Ketahui Contoh Penerapan Dan Perhitungannya
(harmony.co.id)
https://supplychainindonesia.com/analisis-cost-volume-profit-cvp/
https://ukirama.com/blogs/cara-analisis-cvp-cost-volume-profit-dalam-akuntansi-manajemen-
biaya-beserta-contohnya

23

Anda mungkin juga menyukai