Anda di halaman 1dari 2

Di pagi yang cerah, Desi sudah berpakaian rapi hendak berangkat ke sekolah.

Seperti biasa, ia selalu berpamitan


kepada ibunya sebelum berangkat. Ayahnya yang sudah berangkat kerja sejak pagi buta, membuat Desi tak sempat
untuk berpamitan dengannya.

"Bu, Desi berangkat dulu ya.... Assalamualaikum" pamit Desi sambil mencium tangan ibunya.

"Wa'alaikumussalam, mengendarai sepedanya pelan-pelan saja gak usah buru-buru" jawab ibu Desi.

"Iya Bu" Jawab Desi sambil menunggangi sepedanya.

Desi melambaikan tangan kepada ibunya yang berdiri di depan pintu sembari berteriak "Dadah Ibu."

Ibunya membalas lambaian tangan anaknya dan tersenyum manis.

Setiap pagi, Desi selalu berangkat ke sekolah mengendarai sepeda kesayangannya. Sepeda berwarna merah muda
yang sudah sedikit memudar itu menjadi temannya selama perjalanan menuju ke sekolah.

Ia memang berasal dari keluarga yang sederhana.

Ketika semua teman-temannya sudah pada naik kendaraan umum untuk berangkat, ia harus mengayunkan kakinya
sejauh 1,5 kilometer untuk menghemat pengeluaran. Tapi Desi tidak pernah sekalipun mengeluh. Desi paham
betul kondisi orang tuanya.

Di sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, jalanan tak begitu ramai, Desi yang merasakan keheningan kemudian
bernyanyi ria menyanyikan lagu Hujan Rintik-rintik.

Tiba-tiba suara merdu tersebut terhenti.

Seketika angin berhembus kencang, langit yang cerah berubah menjadi gelap, seperti mendengar nyanyian Desi
dan seakan hujan akan turun. Desi yang sadar akan hal itu, kemudian ia mengayunkan sepedanya semakin cepat.

Saat sepedanya melaju dengan kecepatan yang tinggi, Ia sedikit terkejut ketika melihat gulungan berwarna merah
yang berada tak jauh di depannya.

Desi mengerem secara mendadak.

Kemudian ia mendekati, dan ternyata gulungan kertas tersebut adalah uang senilai seratus ribu rupiah.

"Uang ini harus ku apakan ya? Nggak ada orang lagi. Apa aku bawa dulu aja?" gumam Desi yang sedikit
kebingungan.

Setelah bergulat dengan pikirannya, akhirnya Desi memutuskan untuk mengambil uang tersebut.

"Yaudah, aku bawa dulu deh. Nanti di sekolah aku beritahu ke Bu Guru." Lanjutnya.

Sesampainya di sekolah, Desi langsung menuju ke kantor, Ia melihat Bu Guru yang sedang duduk di kursi.

"Assalamualaikum, Bu Guru" sapa Desi dengan napas yang sedikit terengah-engah.

"Wa'alaikumussalam, Desi. Ada apa? Kamu kecapekan?" tanya Bu Guru.


"Ja-jadi begini, Bu, tadi waktu saya berangkat sekolah, saya nemu uang ini di jalan. Tapi gak ada orang di
sekitarnya. Jadi saya bawa aja dan beritahu ke Bu Guru sekarang, soalnya saya gak tau ini uang siapa" jawab Desi
sambil menyodorkan satu lembar uang seratus ribu.

Boleh Baca: Cerita Pendek Tentang Sedekah, Amalan Penghapus Dosa dan Pensuci Jiwa

"Kamu nemu uang ini di mana?" Tanya Bu guru.

"Saya nemu uang itu di dekat warung Bu Reni" jawab Desi dengan lugas.

"Berarti ini uang Ibu, soalnya uang ibu hilang seratus ribu, dan waktu berangkat ibu juga lewat jalan situ, makasih
Desi sudah nemuin uang ibu."

"Sama-sama Bu" jawab Desi sambil tersenyum.

"Oh iya ibu mau tanya, kenapa tadi pas kamu nemu uang ini gak kamu ambil buat jajan aja? Kan lumayan" Tanya
Bu guru penasaran.

"Sebelumnya maaf bu, orang tua Desi mengajarkan untuk berperilaku jujur. Kita tidak boleh mengambil sesuatu
yang bukan hak kita." Ucap Desi

"MasyaAllah, mulia sekali. Ibu bangga punya murid seperti kamu. Nanti waktu istirahat ibu beliin jajan di kantin
ya." Ucap Bu guru sambil mengelus kepala Desi.

"Makasih banyak, Bu Guru."

"Iya, sama-sama."

Sepulang sekolah, Desi menceritakan kejadian hari ini kepada ibunya di rumah. Mulai dari menemukan uang di
jalan hingga dibelikan jajan oleh gurunya. Ibu Desi pun tersenyum bahagia mendengar cerita anaknya.

Ibu Desi memang berharap anaknya bisa berperilaku dengan jujur, maka dari itu ia menekankan bahwa tidak boleh
mengambil sesuatu yang bukan hak kita.

Anda mungkin juga menyukai