Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PERAWATAN UNTUK POPULASI RENTAN (LANSIA, WANITA

HAMIL, ANAK-ANAK, ORANG DENGAN PENYAKIT KRONIS, DISABILITAS,


SAKIT MENTAL)

MATA KUIAH : KEP. BENCANA

DOSEN : Ns. Armunanto, M.Kep

Di Susun Oleh :

1. Arisa Vira Oktafiani (1803016)


2. Azizza Jasmine Akbriani (1803020)
3. Fegi Mentari Putri Erlina (1803040)
4. Noor Putri Elliya (1803064)
5. Ririk Indah Sari (1803084)
6. Sheilla Indah Yuniar (1803090)

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA

SEMARANG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perawatan Untuk
Populasi Rentan pada Lansia, Wanita Hamil, Anak-anak, Orang dengan Penyakit
Kronis, Disabilitas, Sakit Mental”.

Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangkamenambah


pengetahuan juga wawasan menyangkut Perawatan Untuk Populasi Rentan pada
Lansia, Wanita Hamil, Anak-anak, Orang dengan Penyakit Kronis, Disabilitas, Sakit
Mental. Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya
kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah- mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya
bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata
yang kurang berkenan.

2
DAFTAR PUSTAKA
IN\N TKGCNG\NZ................................................................................................................................................ 2

JNJ >........................................................................................................................................................................................................ <

TKGLN@[F[NG ......................................................................................................................................................................................................... <

A. Latar Belakang.................................................................................................................................... <

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................................. ;

C. Tujuan........................................................................................................................... ;

JNJ AA.................................................................................................................................................................................................................................................................... 5

TKOJN@NRNG......................................................................................................................................................................... 5

A. Definisi Kelompok Rentan.............................................................................................................. 5

B. Perawatan Populasi Rentan Pada Lansia........................................................................................5

C. Perawatan Populasi Rentan Pada Wanita Hamil...........................................................................0

D. Perawatan populasi rentan pada anak-anak.................................................................................1

E. Perawatan populasi rentan pada orang dengan penyakit kronis...............................................>>

F. Perawatan populasi rentan pada disabilitas............................................................................... >2

G. Perawatan populasi rentan pada sakit mental......................................................................... ><

JNJ AAA............................................................................................................................................................................................................................................................................................................ >3

TKG[\[T ...................................................................................................................................................................................................................... >3

A. Kesimpulan.....................................................................................................................................>3

B. Saran................................................................................................................................................>3

LNE\NZ T[R\NIN .................................................................................................................................................................................................. >0

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai bencana telah menimbulkan korban dalam jumlah yang besar. Banyak

korban yang selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempatkerja, ternak, dan
peralatan menjadi rusak atau hancur. Korban juga mengalami dampak psikologis akibat
bencana, misalnya - ketakutan,kecemasan akut, perasaan mati rasa secara emosional, dan
kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian orang, dampak ini memudar dengan
berjalannya waktu. Tapi untuk banyak orang lain, bencana memberikan dampak
psikologis jangka panjang, baik yang terlihat jelas misalnya depresi, psikosomatis
(keluhan fisik yang diakibatkan oleh masalah psikis) ataupun yang tidaklangsung:
konflik, hingga perceraian.
Beberapa gejala gangguan psikologis merupakan respons langsung terhadap
kejadian traumatik dari bencana. Namun gejala-gejala yang lain juga akan menyusul, ini
adalah dampak tidak langsung dan bersifat jangka panjang yang dapat mengancam
berbagai golongan terutama kelompok yang rentan yaitu anak-anak, remaja, wanita dan
lansia. Dalam banyak kasus, jika tidak ada intervensi yang dirancang dengan baik,
banyak korban bencana akan mengalami depresi parah, gangguan kecemasan, gangguan
stress pasca-trauma, dan gangguan emosi lainnya. Bahkan lebih dari dampak fisik dari
bencana, dampak psikologis dapat menyebabkan penderitaan lebih panjang, mereka
akan kehilangan semangat hidup, kemampuan social dan merusak nilai-nilai luhur yang

mereka miliki.
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat yang
berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang harus
mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka
hadapi. Konteks kerentanan merujuk kepada situasi rentan yang setiap saat dapat
mempengaruhi atau membawa perubahan besar dalam penghidupan masyarakat. Setiap
orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan
dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Kelompok masyarakat yang

<
rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak, wanita hamil, orang dengan penyakit kronis,
disabilitas, dan sakit mental.

;
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.

1. Apakah definisi kelompok rentan?

2. Bagaimana perawatan populasi rentan pada lansia?

3. Bagaimana perawatan populasi rentan pada wanita hamil?

4. Bagaimana perawatan populasi rentan pada anak-anak?

5. Bagaimana perawatan populasi rentan pada orang dengan penyakit kronis?

6. Bagaimana perawatan populasi rentan pada disabilitas?

7. Bagaimana perawatan populasi rentan pada sakit mental?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui tujuan dari


pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi kelompok rentan

2. Untuk mengetahui perawatan populasi rentan pada lansia

3. Untuk mengetahui perawatan populasi rentan pada wanita hamil

4. Untuk mengetahui perawatan populasi rentan pada anak-anak

5. Untuk mengetahui perawatan populasi rentan pada orang dengan penyakit kronis

6. Untuk mengetahui perawatan populasi rentan pada disabilitas

7. Untuk mengetahui perawatan populasi rentan pada sakit mental


5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kelompok Rentan


Menurut UU No 24/2007, pasal 55, ayat 2 Kelompok rentan dalam situasi
bencana adalah individu atau kelompok yang terdampak lebih berat diakibatkan
adanya kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya yang pada saat bencana terjadi
menjadi beresiko lebihbesar, meliputi: bayi, balita, dan anak-anak; ibu yang sedang
mengandung / menyusui; penyandang cacat (disabilitas); dan orang lanjut usia.
Kelompok rentan menurut Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak. Kelompok rentan berhak mendapatkan perlakuan khusus untuk
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut UU No.39 Tahun 1999 Pasal 5 Ayat
(3) tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk
kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan
lebih. Kelompok rentan tersebut antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir
miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat.
Kamus Besar Bahasa Indonesia merumuskan pengertian rentan sebagai : (1)
mudah terkena penyakit dan, (2) peka, mudah merasa. Kelompok yang lemah ini
lazimnya tidak sanggup menolong diri sendiri, sehingga memerlukan bantuan orang
lain. Selain itu, kelompok rentan juga diartikan sebagai kelompok yang mudah
dipengaruhi. Pengertian kedua merupakan konsekuensi logis dari pengertian yang
pertama, karena sebagai kelompok lemah sehingga mudah dipengaruhi.

B. Perawatan Populasi Rentan Pada Lansia


1. Pengertian lansia
Lansia merupakan salah satu kelompok yang rentan secara fisik, mental dan
ekonomik saat dan setelah bencana yang disebabkan karena penurunan
kemampuan mobilitas fisik dan atau karena mengalami masalah kesehatan kronis
(Klynman et al,2007). Lansia merupakan salah satu kelompok rentan terhadap
dampak psikologis dari terjadinya bencana alam seperti gempa bumi. Semakin
lanjut usia korban gempa bumi maka kemungkinan untuk mengalami dampak
psikologis pasca bencana akan semakin tinggi (Farooqui et al., 2017). Hal ini
diperkuat oleh penelitian yang menyebutkan bahwa lansia lebih mungkin

mengalami dampak psikologis seperti PTSD dan kecemasan dibandingkan dengan


usia muda.
Pasca bencana, kebutuhan lansia sering terabaikan dan mengalami
diskriminasi, contohnya dalam hal distribusi kebutuhan hidup dan finansial pasca
bencana. Hak-hak dan kebutuhan spesifik lansia kadang-kadang terlupakan yang
dapat memperparah masalah kesehatan dan kondisi depresi pada lansia tersebut.
2. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada lansia Pra bencana
a) Keperawatan bencana pada lansia sebelum bencana
1) Memfasilitasi rekonstruksi komunitas sejak sebelum bencana
dilaksanakan kegiatan penyelamatan antara penduduk dengan cepat dan
akurat, dan distribusi barang bantuan setelah itu pun berjalan secara

sistematis. Sebagai hasilnya, dilaporkan bahwa orang lansia dan


penyandang cacat yang disebut kelompok rentan pada bencana tidak
pernah diabaikan, sehingga mereka bisa hidup di pengungsian dengan
tenang.
2) Menyiapkan pemanfaatan tempat pengungsian diperlukan upaya untuk
penyusun perencanaan pelaksanaan pelatihan praktek dan pelatihan
keperawatan supaya pemanfaatan yang realistis dan bermanfaat akan
tercapai.

b) Keperawatan pada lansia saat bencana


1) Tempat aman : yang diprioritaskan pada saat terjadi bencana adalah
memindahkan orang lansia ke tempat yang aman. Orang lansia sulit
memperoleh informasi karena penuruman daya pendengaran dan
penurunan komunikasi dengan luar.
2) Rasa setia : Selain itu, karena mereka memiliki rasa setia yang dalam pada
tanah dan ruma sendiri, maka tindakan untuk mengungsi pun
berkecenderungan terlambat dibandingkan dengan generasi yang lain.
3) Penyelamatan darurat : (Triage, treatment, and transportation) dengan
cepat. Fungsi indera orang lansia yang mengalami perubahan fisik
berdasarkan proses menua, maka skala rangsangan luar untuk
memunculkan respon pun mengalami peningkatan sensitivitas sehingga
mudah terkena mati rasa.
c) Keperawatan pada lansia setelah bencana

1) Lingkungan dan adaptasi dalam kehidupan di tempat pengungsian, terjadi


berbagai ketidakcocokan dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan

oleh fungsi fisik yang dibawa oleh setiap individu sebelum bencana dan
perubahan lingkungan hidup di tempat pengungsian. Kedua hal ini saling
mempengaruhi, sehingga mengakibtkan penurunan fungsi fisik orang
lansia yang lebih parah lagi.
2) Manajemen penyakit dan pencegahan penyakit sekunder. Lingkungan di
tempat pengungsian mengundang tidak hanya ketidakcocokan dalam
kehidupan sehari-hari bagi orang lansia, tetapi juga keadaan yang serius
pada tubuh. Seperti penumpukan kelelahan karena kurnag tidur dan

kegelisahan.
3) Orang lanjut usia dan perawatan pada kehidupan di rumah sendiri. Lansia
yang sudah kembali ke rumahnya, pertama membereskan perabotannya di
luar dan dalam rumah. Dibandingkan dengan generasi muda, sering kali
lansia tidak bisa memperoleh informasi mengenai relawan, sehingga tidak
bisa memanfaatkan tenaga tersebut dengan optimal.
4) Lanjut usia dan perawatan di pemukiman sementara. Lansia yang masuk
ke pemukiman sementara terpaksa mengadaptasikan/menyesuaikan diri
lagi terhadap lingkungan baru (lingkungan hubungan manusia dan
lingkungan fisik) dalam waktu yang singkat.
5) Mental Care, orang lansia mengalami penurunan daya kesiapan maupun
daya adaptasi, sehingga mudah terkena dampak secara fisik oleh stressor.
Namun demikian, orang lansia itu berkecenderungan sabar dengan diam
walaupun sudah terkena dampak dan tidak mengekspresikan perasaan dan
keluhan.

C. Perawatan Populasi Rentan Pada Wanita Hamil


Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada berbagai macam kondisi kita
harus cepat dan bertindak tepat di tempat bencana, petugas harus ingat bahwa dalam
merawat ibu hamil adalah sama halnya dengan menolong janinnya sehingga
meningkatkan kondisi fisik dan mental wanita hamil dapat melindungi dua kehidupan,
ibu hamil dan janinnya. Perubahan fisiologis pada ibu hamil, seperti peningkatan
sirkulasi darah, peningkatan kebutuhan oksigen, dan lain-lain sehingga lebih rentan
saat bencana dan setelah bencana.

hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan ibu hamil:

1. Meningkatkan kebutuhan oksigen Penyebab kematian janin adalah kematian ibu.


Tubuh ibu hamil yang mengalami keadaan bahaya secara fisik berfungsi untuk
membantu menyelamatkan nyawanya sendiri daripada nyawa si janin dengan
mengurangi volume perdarahan pada uterus.
2. Persiapan melahirkan yang aman Dalam situasi bencana, petugas harus
mendapatkan informasi yang jelas dan terpercaya dalam menentukan tempat
melahirkan adalah keamanannya. Hal yang perlu dipersiapkan adalah air bersih,
alat-alat yang bersih dan steril dan obat-obatan, yang perlu diperhatikan adalah
evakuasi ibu ke tempat perawatan selanjutnya yang lebih memadai.
a) Pra bencana
1) Melibatkan perempuan dalam penyusunan perencanaan penanganan bencana.
2) Mengidentifikasi ibu hamil dan ibu menyusui sebagai kelompok rentan.
3) Membuat disaster plans dirumah yang disosialisasikan kepada seluruh anggota
keluarga.
4) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif dalam mitigasi bencana.
b) Saat bencana

• Melakukan usaha/bantuan penyelamatan yang tidak meningkatkan risiko


kerentanan bumil dan busui, misalnya:
transportasi karena dapat merangsang kontraksi pada ibu hamil.
2) Tidak memisahkan bayi dan ibunya saat proses evakuasi.

• Petugas bencana harus memiliki kapasitas untuk menolong korban bumil dan
busui.
c) Pasca bencana
1) Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan nutrisi adekuat, cairan dan

emosional.
2) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif di rumah penampungan
korban bencana untuk menyediakan jasa konseling dan pemeriksaan kesehatan
untuk ibu hamil dan menyusui.
3) Melibatkan petugaspetugas konseling untuk mencegah, mengidentifikasi,
mengurangi risiko kejadian depesi pasca bencana.

>4

D. Perawatan populasi rentan pada anak-anak


Anak-anak sering menjadi korban dalam semua tipe bencana karena
ketidakmampuan mereka melarikan diri dari daerah bahaya. Ketika Pakistan
diguncang gempa Oktober 2005, sekitar 16.000 anak meninggal karena gedung
sekolah mereka runtuh. Tanah longsor yang erjadi di Leyte, Filipina, beberapa tahun
lalu mengubur lebih dari 200 anak sekolah yang tengah belajar di dalam kelas
(Indriyani 2014). Diperkirakan sekitar 70% dari semua kematian akibat bencana
adalah anak-anak baik itu pada bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh
manusia.
Selain menjadi korban, anak-anak juga rentan terpisah dari orang tua atau wali
mereka saat bencana terjadi. Diperkirakan sekitar 35.000 anak-anak Indonesia
kehilangan satu atau dua orang tua mereka saat kejadian tsunami 2004. Terdapat juga
laporan adanya perdagangan anak (Child-Trafficking) yang dialami oleh anak-anak
yang kehilangan orang tua/wali.
Pasca bencana, anak-anak berisiko mengalami masalah-masalah kesehatan
jangka pendek dan jangka panjang baik fisik dan psikologis karena malnutrisi,
penyakit-penyakit infeksi, kurangnya skill bertahan hidup dan komunikasi,

ketidakmampuan melindungi diri sendiri, kurangnya kekuatan fisik, imunitas dan


kemampuan koping. Kondisi tersebut dapat mengancam nyawa jika tidak
diidentifikasi dan ditangani dengan segera oleh petugas kesehatan.
Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada anak-anak :
a) Pra bencana
1) Mensosialisasikan dan melibatkan anak-anak dalam latihan kesiagsiagaan
bencana misalnya dalam simulasi bencana kebakaran atau gempa bumi.
2) Mempersiapkan fasilitas kesehatan yang khusus untuk bayi dan anak pada saat

bencana.
3) Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan bencana bagi petugas
kesehatan khusus untuk menangani kelompok-kelompok berisiko.
b) Saat bencana
1) Mengintegrasikan pertimbanan pediatric dalam sistem triase standar yang
digunakan saat bencana.
2) Lakukan pertolongan kegawat daruratan kepada bayi dan anak sesuai dengan
tingkat kegawatan dan kebutuhannya dengan mempertimbangkan aspek

>>

tumbuh kembangnya, misalnya menggunakan alat dan bahan khusus untuk


anak dan tidak disamakan dengan orang dewasa.
3) Selama proses evakuasi, transportasi, sheltering dan dalam pemberian
pelayanan fasilitas kesehatan, hindari memisahkan anak dari orang tua,
keluarga atau wali mereka.
c) Pasca bencana
1) Usahakan kegiatan rutin sehari-hari dapat dilakukan sesegera mungkin
contohnya waktu makan dan personal hygiene teratur, tidur, bermain dan

sekolah.
2) Monitor status nutrisi anak dengan pengukuran antropometri.
3) Dukung dan berikan semangat kepada orang tua.
4) Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan adekuat, cairan dan emosional.
5) Minta bantuan dari ahli kesehatan anak yang mungkin ada di lokasi evakuasi
sebagai voluntir untuk mencegah, mengidentifikasi, mengurangi resiko
kejadian depresi pada anak pasca bencana.
6) Identifikasi anak yang kehilangan orang tua dan sediakan penjaga yang

terpercaya serta lingkungan yang aman untuk mereka.


E. Perawatan populasi rentan pada orang dengan penyakit kronis
Dampak bencana pada penyakit kronis akan memberi pegaruh besar pada
kehidupan dan lingkungan bagi orang-orang dengan penyakit kronik. Terutama dalam
situasi yang terpaksa hidup di tempat pengungsian dalam waktu yang lama atau
terpaksa memulai kehidupan yang jauh berbeda dengan pra-bencana, sangat sulit
mengatur dan memanajemen penyakit seperti sebelum bencana. Walaupun sudah
berhasil selamat dari bencana dan tidak terluka sekalipun manajemen penyakit kronis
mengalami kesulitan, sehingga kemungkinan besar penyakit tersebut kambuh dan
menjadi lebih parah lagi ketika hidup di pengungsian atau ketika memulai kehidupan
sehari-hari lagi. Berdasarkan perubahan struktur penyakit itu sendiri, timbulnya
penyakit kronis disebabkan oleh perubahan gaya hidup sehari-hari. Bagi orang-orang
yang memiliki resiko penyakit kronis, perubahan kehidupan yang disebabkan oleh
bencana akan menjadi pemicu meningkatnya penyakit kronis seperti diabetes mellitus
dan gangguan pernapasan.
Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada orang dengan kecacatan dan
penyakit kronik :

12

a) Pra bencana
1) Identifikasi kelompok rentan dari kelompok individu yang cacat dan
berpenyakit kronis.
2) Sediakan informasi bencana yang bisa diakses oleh orang-orang dengan
keterbatasan fisik seperti: tunarungu, tuna netra, dll.
3) Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan kegawatdaruratan bencana
bagi petugas kesehatan khusus untuk menanganni korban dengan kebutuhan

khusus (cacat dan penyakit kronis).


keperawatan pada fase persiapan sebelum bencana bagi korban dengan penyakit
kronik :
1) Mempersiapkan catatan self-care mereka sendiri, terutama nama pasien, alamat
ketika darurat, rumah sakit, dan dokter yang merawat.
2) Membantu pasien membiasakan diri untuk mencatat mengenai isi dari obat
yang diminum, pengobatan diet, dan data olahraga.
3) Memberikan pendidikan bagi pasien dan keluarganya mengenai penanganan
bencana sejak masa normal.
b) keperawatan pada penyakit kronis saat bencana adalah :
1) Pada fase akut bencana ini, bisa dikatakan bahwa suatu hal yang paling
penting adalah berkeliling antara orang-orang untuk menemukan masalah
kesehatan mereka dengan cepat dan mencegah penyakit mereka memburuk.
Perawat harus mengetahui latar belakang dan riwayat pengobatan dari orang-
orang yang berada di tempat dengan mendengarkan secara seksama dan
memahami penyakit mereka yang sedang dalam proses pengobatan, sebagai
contoh diabetes dan gangguan pernapasan. Pada fase akut yang dimulai sejak
sesaat terjadinya bencana, diperkirakan munculnya gejala khas, seperti gejala
gangguan jantung, ginjal, dan psikologis yang memburuk karena kurang
kontrol kandungan gula di darah bagi pasien diabetes, pasien penyakit
gangguan pernapasan yang tidak bisa membawa keluar peralatan tabung
oksigen dari rumah.
2) Penting juga perawat memberikan dukungan kepada pasien untuk memastikan
apakah mereka diperiksa dokter dan minum obat dengan teratur. Karena
banyak obat-obatan komersial akan didistribusikan ke tempat pengungsian,

maka muncullah resiko bagi pasien penyakit kronis yang mengkonsumsi

12

beberapa obat tersebut tanpa memperhatikan kecocokan kombinasi antara obat


tersebut dan obat yang diberikan di rumah sakit.
c) Pasca bencana
1) Sedapat mungkin, sediakan fasilitas yang dapat mengembalikan kemandirian
individu dengan keterbatasan fisik di lokasi evakuasi sementara. Contohnya:
kursi roda, tongkat, dll.
2) Libatkan agensi-agensi yang berfokus pada perlindungan individuindividu
dengan keterbatasan fisik dan penyakit kronis.
3) Rawat korban dengan penyakit kronis sesuai dengan kebutuhannya.

F. Perawatan populasi rentan pada disabilitas


Bencana alam bisa menimbulkan korban jiwa yang tinggi pada kelompok
rentan, salah satunya penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas adalah setiap
orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara
selayaknya, yang terdiri dari : penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas
mental serta penyandang disabilitas fisik dan mental.
Penyandang disabilitas rentan dalam situasi bencana akibat adanya hambatan
dan kebutuhan yang dialaminya, seperti dari aspek fisik, intelektual, mental, dan
sensorik. Beragamnya hambatan yang dimiliki menyebabkan penyandang disabilitas
sering mengalami kesulitan untuk mengakses dan menggunakan sumber daya yang
pada umunya tersedia dalam penanggulangan bencana.
Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas ketika
bertemu dengan bencana. Permasalahan tersebut terjadi pada setiap tahapan
manajemen bencana. Permasalahan tersebut antara lain:
1) Belum maksimalnya program persiapan bencana yang sensitif penyandang
disabilitas.
2) Partisipasi penyandang disabilitas masih minim dalam pendidikan pegurangan
risiko bencana (PRB).
3) Aksesbilitas penyandang disabilitas terhadap materi ajar/belajar PRB.
4) Penyandang disabilitas tidak bisa sepenuhnya bertindak cepat dalam
penyelamatan diri.

5) Kurangnya pendataan spesifik tentang identitas dan kondisi penyandang


disabilitas.

1<

6) Kurangnya fasilitas dan layanan yang aksesibel di pengungsian.


a) Pra bencana
Kegiatan yang seharusnya dilaksanakan pada situasi sebelum bencana antara lain:
1) Koordinasi dan diskusi dengan komuitas/organiasi penyandang disabilitas
terkait risiko bencana dan membuat persiapan apabila teradi bencana.
2) Membuat pemetaan kebutuhan panyandang disabilitas ada saat bencana alam.
3) Melatih penyandang disabilitas dan kerabat terdekat tentang kegiatan PRB.
b) Saat bencana
Kegiatan yang dilakukan pada situasi saat bencana antara lain :
1) Melakukan evakuasi bagi penyandang disabilitas untuk menjauh dari lokasi
bencana.
2) Mengevakuasi penyandang disabilitas yang ditinggal oleh keluarganya saat
terjadi bencana.
3) Menampung di pengungsian.

4) Membawa korban ke rumah sakit.


5) Melakukan pendataan dan penilaian.
6) Memberikan konseling.
7) Memberikan terapi.
c) Early Recovery Early recovery dalam PRB inklusif bagi penyandang disabilitas
antara lain :
1) Melibatkan diri secara aktif dalam posko pemberian layanan dalam bencana.
2) Pemberian pelatihan penyelamatan diri bagi penyandang disabilitas.

d) Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Kegiatan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi antara lain :
1) Melaksanakan penilaian kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonsiliasi dalam
bidang ekonomi dan sarana prasarana.
2) Konseling bagi penyandang disabilitas untuk meminimalisir trauma.
3) Asistensi activity daily living serta sosialisasi kepada masyarakat.
4) Asistensi pemberdayaan ekonomi.

G. Perawatan populasi rentan pada sakit mental


Sakit Mental atau Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu
perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa
yang menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan

1;
peran social. Sedangkan menurut (Maramis, 2010), gangguan jiwa adalah gangguan
alam: cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan
(psychomotor). Dimana para pengidap gangguan jIwa merupakan penyandang
disabilitas atau cacat mental.
Seperti halnya manusia pada umumnya, ketika terjadi suatu bencana akan

timbul beberapa kejadian atau situasi baik psikologis maupun mental yang dialami
oleh korban, termasuk juga penyandang cacat mental seperti kepanikan yang luar
biasa.
Di dalam UU no 24 tahun 2007 tersebut telah disebutkan bahwa dalam
penanganggulangan bencana saat tanggap darurat terdapat perlindungan terhadap
kelompok rentan dilakukan dengan memberikan prioritas kepada kelompok rentan
berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial.
Kelompok rentan tersebut antara lain bayi, balita, anak-anak, ibu yang sedang

mengandung atau menyusui, penyandang cacat, dan orang lanjut usia.


Kelompok rentan yang disebutkan dalam Undang-Undang tersebut dapat
diartikan sebagai penyandang disabilitas atau difabel yang berasal dari kata ‘different
abilities' yaitu kemampuan yang berbeda. Dimana penyandang disabilitas adalah
setiap orang yang mengalami gangguan, kelainan, kerusakan, dan/atau kehilangan
fungsi organ fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu tertentu atau
permanen dan menghadapi hambatan lingkungan fisik dan sosial. Tidak dapat
dipungkiri bahwa keberadaan kaum penyandang sakit mental dalam setiap negara
pasti ada.
Tindakan yang sesuai untuk kelompok beresiko pada Pengidap Gangguan Jiwa :
a) Pra bencana
1) Bantuan Evakuasi : Saat bencana terjadi, penyandang cacat membutuhkan
waktu yang lama untuk mengevakuasi diri sehingga supaya tidak terlambat
dalam mengambil keputusan untuk melakukan evakuasi, maka informasi
persiapan evakuasi dan lain-lain perlu diberitahukan kepada penyandang cacat
dan penolong evakuasi.
2) Mengikutsertakan dalam PRB : partisipasi penyandang dalam pendidikan
pegurangan risiko bencana (PRB).
3) Memberikan penyandang gangguan mental terhadap materi ajar/belajar PRB.
b) Saat bencana

15
1) Melakukan evakuasi bagi penyandang disabilitas untuk menjauh dari lokasi
bencana.
2) Mengevakuasi penyandang gangguan mental yang ditinggal oleh keluarganya
saat terjadi bencana.

3) Menampung di pengungsian.
4) Membawa korban ke rumah sakit.
5) Melakukan pendataan dan penilaian.
6) Memberikan konseling.
7) Memberikan terapi.
c) Pasca bencana
1) Konseling bagi penyandang disabilitas untuk meminimalisir trauma.
2) Kebutuhan Rumah Tangga : Air minum, makanan, susu bayi, sanitasi, air
bersih dan sabun untuk MCK (mandi, cuci, kakus/jamban), alat-alat untuk
memasak, pakaian, selimut dan tempat tidur, dan permukiman sementara.
3) Kebutuhan Kesehatan : Kebutuhan kesehatan umum, seperti perlengkapan
medis (obat-obatan, perban, dll), tenaga medis, pos kesehatan dan perawatan
kejiwaan.
4) Kemanan Wilayah : Kebutuhan ketentraman dan stabilitas, seperti keamanan
wilayah.
5) Kebutuhan Air : Kebutuhan sanitasi, air dan tempat pengelolaan limbah dan
sampah.
6) Sarana dan Prasarana : Kebutuhan sarana dan prasarana yang mendesak,
seperti air bersih, MCK untuk umum, jalan ke lokasi bencana, alat komunikasi
dalam masyarakat dan pihak luar, penerangan /listrik, sekolah sementara, alat
angkut/transport, gudang penyimpanan persediaan, tempat permukiman
sementara, pos kesehatan, alat dan bahan-bahan
13

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi

kondisi seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat. Pandera
mengkategorikan factor resiko Kesehatan antara lain genetic, usia, karakteristik
biologi, Kesehatan individu, gaya hidup dan lingkungan. Jika seseorang dikatakan
rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit, bahaya, atau outcome negative.
Factor pencetusnya berupa genetic, biologi, atau psikososial.
Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-kelompok social yang
memiliki peningkatan resiko yang relative atau rawan untuk menerima pelayanan
Kesehatan. Kenyataan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki banyak peraturan
perundang undangan yang mengatur tentang kelompok rentan, tetapi tingkat
implementasinya sangat beragam. Sebagian undang — undang sangat lemah
pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak memberikan manfaat bagi
masyarakat.
Disamping itu terdapat peraturan perundangan undangan yang belum
sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang berhungan dengan kebutuhan bagi
perlindungan kelompok rentan. Keberadaan kelompok rentan yang merupakan
mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak — hak dan
ketidakpentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindak legislasi lainnya
B. Saran
Dengan adanya makalah ini maka di harapkan untuk dapat mengaplikasikan
dalam kehidupan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup.

10

DAFTAR PUSTAKA

Mutianingsih*, M. (2019). DAMPAK PSIKOLOGIS GEMPA BUMI TERHADAP . Jurnal


Ilmiah Kesehatan Keperawatan Volume l5, No l, Juni 20l9, Hal. l8-23 .

P, N. A., juwita, L., & Maryuti, I. A. (2017). PENGALAMAN KELUARGA DALAM


MERAWAT LANSIA DI RUMAH (STUDI FENOMENOLOGI). Jurnal Ners

LENTERA, Vol. 5, No. l, Maret 20l7 .

Sahadi Humaedi1, B. W. (2020). KELOMPOK RENTAN DAN KEBUTUHANNYA


(Sebuah Kajian Hasil Pemetaan Sosial CSR PT Indonesia Power UPJP Kamojang).
Share: Social Work Jurnal VOLUME: l0 NOMOR: l HALAMAN: 6l - 72, 2020 .

Ninda Ayu Prabasari P; Linda juwita ; Ira Ayu Maryuti.2017. Pengalaman Keluarga Dalam

Anda mungkin juga menyukai