Disusun oleh :
dr. Novia Khoerunnisa
Laporan Kasus
Disusun Oleh :
dr. Novia Khoerunnisa
Pada hari ini tanggal di Wahana RS Annisa telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Novia Khoerunnisa
Kasus / Topik : Kehamilan Ektopik Terganggu
Nama Pendamping : dr. Cecep Awaludin, dr. Upik Asthaningtyas
Nama Wahana : RS Annisa
No Nama Peserta Tanda tangan
1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.
8 8.
9 9.
10 10.
11 11.
12 12.
13 13.
14 14.
15 15.
Mengetahui,
Dokter Internsip Dokter Pendamping Dokter Pendamping
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Seorang Wanita 29 Tahun G2P1A0
Hamil 5 Minggu Dengan Suspek Kehamilan Ektopik Terganggu. Laporan kasus ini
disusun dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan
Program Internsip Dokter Indonesia di RS Annisa Cikarang.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr. Cecep Awaludin dan
dr. Upik Asthaningtyas yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari kekurangan dalam
penulisan laporan kasus ini, oleh karena itu penulis memohon maaf atas segala
kekurangan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat untuk kita semua.
Wassalamualaikum wr.wb.
Penulis
Laporan Portofolio Kasus Medik
Objektif
Data pasien Nama: Ny. SF, 29 tahun Nomor Rekam Medik: 170262
Data Utama untuk Bahan Diskusi
Resume Kasus - Pasien mengeluh nyeri perut sejak tadi pagi. Nyeri dirasakan sangat
berat hingga membuat pasien lemas (+). Pasien sedang hamil anak ke 2.
Hamil kurang lebih usia kandungan 5 minggu. Keluar air dari jalan lahir
(-), keluar lendir/darah dari jalan lahir (-). Demam (-), mual (-), muntah
(-), pusing (+). Pasien mengatakan kemarin sempat BAB cair 1x namun
sekarang sudah tidak. BAK dalam batas normal. HPHT: 25/01/2020.
Daftar Pustaka 1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2003-2008. Medan : USU. 2009
2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in William’s
Obstetry 23rd Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2013.
3. Hakimi M. Radang dan beberapa penyakit lain pada alat genital.
Dalam: Anwar M, Baziad A, Prabowo P. Ilmu kandungan. Edisi ketiga.
Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011.h.227-31
4. Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi RS DR.Hasan
Sadikin.bagian pertama (obstetri).Bandung:Bagian obstetri dan
ginekologi fakultas kedokteran universitas padjajaran ,2005.H 53-55
5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta
Pusat: Yayasan Bina Pustaka. 2009.
6. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka. 2006
7. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005
8. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical
Expert Series in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part
1. American College of Obstetricians and Gynecologist. 2006
9. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the
Management of Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc
Vol 5. Ankara: Fatih University of Ankara. 2004
10. Universitas Sriwijaya. Kehamilan Ektopik. Diakses dari
http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilan Ektopik.pdf pada tanggal
21 April 2013.
Hasil Pembelajaran 1. Penegakan diagnosis dan tatalaksana awal Kehamilan Ektopik
Terganggu
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SF
No. Rekam Medis : 170262
Tanggal Lahir/ Umur : 11 Januari 1991 (29 tahun)
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Cikarang
Tanggal masuk IGD : 07 Maret 2020 (11.10 WIB)
Tanggal pemeriksaan : 07 Maret 2020 (11.15 WIB)
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 07 Maret 2020 pukul
11.15 WIB di IGD RS Annisa Cikarang
Keluhan Utama: nyeri perut
Riwayat Menstruasi
- Menarche usia 13 tahun
- Siklus haid teratur dengan lama haid 7 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut
- HPHT : 25/01/2020
Riwayat Perkawinan
Perkawinan pertama, umur menikah 21 tahun, dan lama menikah 9 tahun
Riwayat Obstetrik
1. 2014. Aterm. Spontan. Bidan. Laki-laki. BB 2850 gr. Hidup
2. Hamil ini
Kontrasepsi
Pesien menggunakan suntik KB 3 bulan
Hemostasis
Masa Perdarahan (BT) 1.00 menit 1.00 – 6.00
Masa Pembekuan (CT) 3.00 menit 1.00 – 6.00
Kimia Klinik
GDS 98 mg/dL 80-140
2. Radiologi
USG Obstetri (07/03/2020)
Hasil:
- Tak tampak gestasional sac intrauterine
- Tampak cairan bebas (darah) mengelilingi uterus pada intraabdomen (?)
Kesan:
- Kehamilan Ektopik Terganggu
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Angka kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan
di Amerika Serikat meningkat empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992.
Pada tahun 1992 di Amerika Serikat angka kejadian kehamilan ektopik hampir 2%
dari seluruh kehamilan. Yang penting, kehamilan ektopik menyebabkan 10%
kematian yang berhubungan dengan kehamilan. Sedangkan di Indonesia, laporan
dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan
ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26
persalinan. Di Amerika Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan
ektopik berumur antara 35-44 tahun dimana wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6
kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita kulit
putih. Di Indonesia berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang
mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %.
Sedangkan resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-
13 kali lebih besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang tidak pernah
mengalami kehamilan ektopik.
2.1.3 Etiologi
Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya.
Berdasarkan Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum
dkk melaporkan wanita yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami
kehamilan ektopik adalah wanita yang memiliki riwayat operasi pada tuba
sebelumnya, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, adanya riwayat kelainan pada
tuba, dan uterus yang terpapar diethylstilbestrol. Sedangkan wanita yang memiliki
risiko yang sedang untuk mengalami kehamilan ektopik adalah wanita dengan
riwayat infeksi saluran genital, dan berganti-ganti pasangan seksual. Dan risiko
rendah pada wanita yang merokok, dan riwayat koitus pada usia muda. Penyebab
yang paling sering adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat penyakit
menular seksual seperti infeksi gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang
mengikuti abortus septik dan sepsis puerperium.
Gambar 3. Lokasi embrio kehamilan normal vs kehamilan ektopik
2.1.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi
jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi
total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan
jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis
menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak
jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa faktor seperti tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan.
Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin
bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu
pada umur kehamilan antara 6-10 minggu.
Gambar 4. Kehamilan Ektopik Tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah
penembusan villi korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem.
Ruptur dapat terjadi secara spontan namun dapat pula karena trauma ringan seperti
koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat dari ruptur ini akan terjadi perdarahan
dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit namun dapat pula banyak sampai
menimbulkan syok dan kematian.
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam
lumen tuba. Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba
abdominale. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,
perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah
menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba
membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke
rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan
akan membentuk hematokel retrouterina.
Gambar 5. Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik
Suhu, Nadi Normal, Cepat Nadi cepat 37-40oC, nadi Tidak lebih
setelah ruptur meningkat dari 37,2oC,
nadi normal,
sesuai demam
kecuali
kehilangan
darah banyak
2.1.9 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan tuba
dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada
kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan
histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada kehamilan
abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat sebaiknya diangkat
saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat
dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup.
KEHAMILAN EKTOPIK
GS (+)
Intra Uteri
GS (-) / GS (+)
PPT (-) Extra Uteri
GS (-) /
PPT (+)
Laparotomi/Proof
Bukan KE Laparotomi
Pasien kirim ke rumah sakit, pasang infus dengan jarum berdiameter besar
pada vena besar. Dapatkan hemogram, panel pembekuan darah dan darah untuk
menentukan golongan darah dan pencocokan silang. Berikan upaya-upaya untuk
mengatasi syok sesuai keperluan: kristaloid IV, tranfusi komponen darah, menjaga
pasien tetap hangat, berikan oksigen.
Bedah
Laparoskopi adalah terapi bedah yang dianjurkan untuk kehamilan ektopik,
kecuali jika wanita yang bersangkutan secara hemodinamis tidak stabil.
Berdasarkan pengalaman yang telah terkumpul, kasus-kasus yang semula ditangani
dengan laparotomi misalnya, kehamilan tuba atau kehamilan interstisium yang
mengalami ruptur, dapat dengan aman diatasi dengan laparoskopi.
Bedah tuba dianggap konservatif jika tuba diselamatkan. Contohnya adalah
salpingostomi, salpingotomi, dan ekspresi kehamilan ektopik melalui fimbria.
Bedah radikal didefinisikan sebagai salpingektomi. Bedak konservatif dapat
meningkatkan angka keberhasilan kehamilan uterus berikutnya tetapi
menyebabkan peningkatan angka persistensi fungsi trofoblas.
Salpingostomi digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil yang
panjangnya biasanya kurang dari 2cm dan terletak di sepertiga distal tuba uterin
dengan membuat insisi linier 10-15mm dengan kauter jarum unipolar di atas
kehamilan. Hasil kehamilan akan menyembul dari insisi dan mudah dikeluarkan
atau dibilas. Perdarahan ringan dikontrol dengan elektrokoagulasi atau laser, dan
insisi dibiarkan tidak dijahit agar sembuh dengan secondary intention.
Salpingotomi sudah jarang dilakukan sekarang. Prosedurnya serupa dengan
salpingostomi, bedanya hanya insisi ditutup dengan jahitan menggunakan benang
yang lambat diserap. Salpingektomi merupakan reseksi tuba yang mungkin
dilakukan untuk kehamilan ektopik ruptur dan tak ruptur.
Medikamentosa
Penatalaksanaan medis dengan Metotrexate. Antagonis asam folat ini
sangat efektif terhadap trofoblas yang cepat berploriferasi dan telah digunakan
selama lebih dari 40 tahun untuk mengobati penyakit trofoblastik gestasional. Obat
ini juga digunakan untuk mengakhiri kehamilan dini. Methotrexate awalnya pernah
digunakan untuk mengobati kehamilan interstisium, dan sejak itu obat ini berhasil
digunakan untuk berbagai variasi kehamilan ektopik.
Perdarahan intra-abdomen aktif adalah kontraindikasi untuk kemoterapi.
Kontraindikasi mutlak lain adalah kehamilan intrauterus, menyusui,
imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati, ginjal, atau paru kronik, diskrasia
darah, dan penyakit tukak peptik.
Dosis bervariasi (hingga empat Ukur kadar β-hCG pada hari 1,3,5,7.
dosis): Lanjutkan injeksi selang sehari sampai
Methotrexate 1mg/kg IM hari kadar β-hCG turun ≥15% pada 48 jam atau
1,3,5,7 empat dosis methotrexate telah diberikan.
Leucovorin 0,1 mg/kg IM, hari Kemudian β-hCG setiap minggu sampai
2,4,6,8 tidak terdeteksi
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu
antara lain berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus.
Komplikasi yang lain berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik
persisten. Namun kedua hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang
belum pecah dan menjalani terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga
diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.
2.1.11 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu dengan mengobati salpingitis
secara tepat, mengeluarkan hasil konsepsi secara lengkap pada abortus inkomplit,
dan melakukan peritonealisasi semua daerah pada pembedahan (untuk menghindari
perlekatan).
2.1.12 Prognosis
Kehamilan ektopik merupakan kelainan yang mengancam nyawa pada
>10% kasus, dan >1% pasien-pasien ini meninggal karena perdarahan interna dan
syok atau karena komplikasi lanjut. Jarang sekali janin dapat tetap hidup pada
kehamilan ini. Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau
dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Kehamilan ektopik
dapat berulang pada sekitar 15% kasus, tetapi kebanyakan pasien yang pernah
mengalami satu kali kehamilan ektopik selanjutnya akan mengalami kehamilan
normal. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita
yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun
angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang
sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan
melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami
kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali
lipat, dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien dalam kasus ini adalah seorang wanita 29 tahun dengan suspek
kehamilan ektopik terganggu. Sesuai dengan teori, prevalensi terjadinya kehamilan
ektopik terganggu terbanyak yaitu pada rentang usia 26-30 tahun. Pada kasus ini,
pasien datang dengan keluhan nyeri yang dirasakan pada perutnya. Nyeri dirasakan
sejak pagi hari, kurang lebih sejak 3-4 jam SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus
dan semakin memberat sehingga membuat pasien merasakan lemas. Pasien juga
mengeluhkan pusing. Keluhan mual muntah disangkal. Keluar perdarahan dari
jalan lahir disangkal. Pasien mengatakan sedang hamil ke-2 dengan usia kehamilan
5 minggu berdasarkan hasil Antenatal Care (ANC) di bidan, diperhitungkan dari
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) pasien pada 25 Januari 2020. Pasien tidak
pernah memiliki riwayat keguguran maupun operasi pada daerah perut sebelumnya.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal
endometrium. Bila blastokis tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut
kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan
ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik
yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Pada kasus
ini pasien mengalami 2 dari 3 gejala klasik pada KET, yaitu nyeri perut hebat
disertai lemas dan amenore (pasien sedang hamil 5 minggu). Pasien tidak
mengalami perdarahan pervaginam.
a. Nyeri perut hebat, terus menerus dan dirasakan memberat.
b. Pasien sedang hamil ke-2, usia kehamilan 5 minggu dapat mencurigai
terjadinya KET
c. Lemas, pusing gejala syok
Dalam kasus ini belum tahu etiologi pasti yang mendasari kondisi pasien
sehingga mengalami kehamilan ektopik terganggu, karena dari anamnesis
riwayat obstetri pasien tidak ditemukan riwayat kehamilan ektopik sebelumnya,
riwayat operasi pada tuba, riwayat kelainan tuba maupun riwayat infeksi saluran
genital. Pasien menikah saat usia 21 tahun sehingga menyingkirkan penyebab
riwayat koitus pada usia muda.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak
sakit berat dengan skor VAS 7. Tekanan darah pasien 90/60 mmHg, nadi
63x/menit isi dan tegangan lemah, konjungtiva palpebral anemis (+/+), nyeri
tekan pada seluruh lapang abdomen (+), akral dingin (+/+) dan pada
pemeriksaan dalam status obstetric (vaginal toucher) didapatkan nyeri goyang
portio (+). Gejala klinis yang dapat dialami pada KET selain trias gejala klasik
diantaranya perubahan tekanan darah dan denyut nadi, perubahan uterus,
gangguan BAK, perubahan suhu tubuh, abnormalitas pada pemeriksaan dalam
(didapatkan nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan
jari, dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah
atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum
ruptur terjadi) dan dapat dijumpai hematokel pelvis. Pada kasus ini pasien
mengalami beberapa gejala yang sudah dapat mengarahkan kecurigaan
terjadinya kehamilan ektopik terganggu. Diagnosis pasti dapat diketahui setelah
dilakukan pemeriksaan penunjang.
Dalam kasus ini, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
adalah pemeriksaan laboratorium hematologi rutin dan pemeriksaan USG
obstetric transabdominal. Pada pemeriksaan hematologi rutin didapatkan kadar
hemoglobin 7,9 mg/dL dengan hematocrit 22%. Pada pemeriksaan USG
obstetric transabdominal tampak cairan bebas (darah) mengelilingi uterus
intraabdomen (?). Dari kedua pemeriksaan tersebut mendukung kuat terjadinya
kehamilan ektopik yang sudah rupture (terganggu) karena tampak cairan bebas
berupa darah yang sudah menyebar di rongga abdomen sehingga hal tersebut
yang menyebabkan ketidakstbilan hemodinamik pada pasien. Pemeriksaan lain
yang dapat lebih mudah dilakukan baik oleh bidan ataupun dokter umum adalah
pemeriksaan kuldosintesis untuk memastikan apakah didapatkan darah pada
aspirasi daerah cavum douglass sebagai tanda adanya perdarahan intraabdomen
sebagai akibat dari rupturnya adnexa pada KET, namun pemeriksaan ini cukup
invasive untuk dilakukan.
Diagnosa lain yang dapat menjadi diagnosis banding diantaranya
infeksi pelvis (PID), abortus, kista ovarium, kista korpus luteum dan salpingitis.
Diagnosis banding tersebut dapat disingkirkan dengan mengkaji tanda dan
gejala yang pasien alami. Pada kasus ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini
bahwa gejala yang dialami oleh pasien mengarahkan kepada diagnosis
kehamilan ektopik terganggu sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami kehamilan ektopik terganggu.
Suhu, Nadi Normal, Cepat Nadi cepat 37-40oC, nadi Tidak lebih
setelah ruptur meningkat dari 37,2oC,
nadi normal,
sesuai demam
kecuali
kehilangan
darah banyak