Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

SEORANG WANITA 29 TAHUN G2P1A0 HAMIL 5 MINGGU


DENGAN SUSPEK KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun oleh :
dr. Novia Khoerunnisa

PESERTA PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI)


ANGKATAN III PERIODE OKTOBER 2019 – OKTOBER 2020
DOKTER INTERNSIP RS ANNISA CIKARANG
KABUPATEN BEKASI
JAWA BARAT
MARET 2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

SEORANG WANITA 29 TAHUN G2P1A0 HAMIL 5 MINGGU DENGAN


SUSPEK KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun Oleh :
dr. Novia Khoerunnisa

Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia


RS Annisa Cikarang

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan :

Cikarang, Maret 2020


Pendamping

dr. Cecep Awaludin dr. Upik Asthaningtyas


BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal di Wahana RS Annisa telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Novia Khoerunnisa
Kasus / Topik : Kehamilan Ektopik Terganggu
Nama Pendamping : dr. Cecep Awaludin, dr. Upik Asthaningtyas
Nama Wahana : RS Annisa
No Nama Peserta Tanda tangan
1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.
8 8.
9 9.
10 10.
11 11.
12 12.
13 13.
14 14.
15 15.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan sebenar-benarnya.

Mengetahui,
Dokter Internsip Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Novia Khoerunnisa dr. Cecep Awaludin dr. Upik Asthaningtyas


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Seorang Wanita 29 Tahun G2P1A0
Hamil 5 Minggu Dengan Suspek Kehamilan Ektopik Terganggu. Laporan kasus ini
disusun dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan
Program Internsip Dokter Indonesia di RS Annisa Cikarang.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr. Cecep Awaludin dan
dr. Upik Asthaningtyas yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari kekurangan dalam
penulisan laporan kasus ini, oleh karena itu penulis memohon maaf atas segala
kekurangan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat untuk kita semua.

Wassalamualaikum wr.wb.

Cikarang, Maret 2020

Penulis
Laporan Portofolio Kasus Medik

Nama Peserta dr. Novia Khoerunnisa

Wahana RS Annisa Cikarang

Topik Kehamilan Ektopik Terganggu

Tanggal 07 Maret 2020

Objektif

 Keilmuan Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

Diagnostik  Manajemen  Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia  Bumil

Tujuan 1. Mengetahui prinsip penegakan diagnosis dan tatalaksana kehamilan


ektopik terganggu

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas  Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien Nama: Ny. SF, 29 tahun Nomor Rekam Medik: 170262
Data Utama untuk Bahan Diskusi

Resume Kasus - Pasien mengeluh nyeri perut sejak tadi pagi. Nyeri dirasakan sangat
berat hingga membuat pasien lemas (+). Pasien sedang hamil anak ke 2.
Hamil kurang lebih usia kandungan 5 minggu. Keluar air dari jalan lahir
(-), keluar lendir/darah dari jalan lahir (-). Demam (-), mual (-), muntah
(-), pusing (+). Pasien mengatakan kemarin sempat BAB cair 1x namun
sekarang sudah tidak. BAK dalam batas normal. HPHT: 25/01/2020.

- Pada pemeriksaan fsik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat,


kesadaran composmentis GCS15 E4M6V5, VAS 7, TD 90/60 mmHg,
HR: 63x/menit, isi dan tegangan lemah, konjungtiva palpebra pucat
(+/+), NT abdomen pada seluruh lapang abdomen (+), Status obstetrik:
nyeri goyang portio (+), akral dingin (+/+)

- Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 7,9 mg/dL, Ht 22%,


leukosit 10.010, USG obstetri: tampak cairan bebas (darah) mengelilingi
uterus  pada intraabdomen (?)

Diagnosis 1. Kehamilan Ektopik Terganggu

Tatalaksana 1. Fetik supp 1 extra


2. IVFD RL 1000cc loading
3. IVFD RL 22 tpm
4. Inj. Ambacin 2gr iv
5. Jika Hb<8gr  siapkan transfuse darah PRC 2 kolf
6. Laparotomi cito

Daftar Pustaka 1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2003-2008. Medan : USU. 2009
2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in William’s
Obstetry 23rd Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2013.
3. Hakimi M. Radang dan beberapa penyakit lain pada alat genital.
Dalam: Anwar M, Baziad A, Prabowo P. Ilmu kandungan. Edisi ketiga.
Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011.h.227-31
4. Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi RS DR.Hasan
Sadikin.bagian pertama (obstetri).Bandung:Bagian obstetri dan
ginekologi fakultas kedokteran universitas padjajaran ,2005.H 53-55
5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta
Pusat: Yayasan Bina Pustaka. 2009.
6. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka. 2006
7. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005
8. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical
Expert Series in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part
1. American College of Obstetricians and Gynecologist. 2006
9. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the
Management of Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc
Vol 5. Ankara: Fatih University of Ankara. 2004
10. Universitas Sriwijaya. Kehamilan Ektopik. Diakses dari
http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilan Ektopik.pdf pada tanggal
21 April 2013.
Hasil Pembelajaran 1. Penegakan diagnosis dan tatalaksana awal Kehamilan Ektopik
Terganggu
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SF
No. Rekam Medis : 170262
Tanggal Lahir/ Umur : 11 Januari 1991 (29 tahun)
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Cikarang
Tanggal masuk IGD : 07 Maret 2020 (11.10 WIB)
Tanggal pemeriksaan : 07 Maret 2020 (11.15 WIB)

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 07 Maret 2020 pukul
11.15 WIB di IGD RS Annisa Cikarang
Keluhan Utama: nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengeluh nyeri perut sejak tadi pagi. Nyeri dirasakan sangat berat hingga
membuat pasien lemas (+). Pasien sedang hamil anak ke 2. Hamil kurang lebih usia
kandungan 5 minggu. Keluar air dari jalan lahir (-), keluar lendir/darah dari jalan
lahir (-). Demam (-), mual (-), muntah (-), pusing (+). Pasien mengatakan kemarin
sempat BAB cair 1x namun sekarang sudah tidak. BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat Hipertensi (-), Diabetes
Mellitus (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-), Penyakit Ginjal (-), SC (-), Riwayat
Keguguran (-), TB paru (-)
Riwayat Alergi
- Makanan (-)
- Obat (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Hipertensi (-), DM (-), CHF (-), TB Paru (-), asma (-), PPOK (-)

Riwayat Menstruasi
- Menarche usia 13 tahun
- Siklus haid teratur dengan lama haid 7 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut
- HPHT : 25/01/2020

Riwayat Perkawinan
Perkawinan pertama, umur menikah 21 tahun, dan lama menikah 9 tahun

Riwayat Obstetrik
1. 2014. Aterm. Spontan. Bidan. Laki-laki. BB 2850 gr. Hidup
2. Hamil ini

Ante Natal Care


Pasien mengetahui status kehamilan saat ini, pernah 1x periksa ke bidan dan
dikatakan sedang hamil 5 minggu.

Kontrasepsi
Pesien menggunakan suntik KB 3 bulan

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sebagai ibu rumah tangga, tinggal bertiga dengan suami dan anak. Suami
bekerja sebagai karyawan swasta. Kesan sosial ekonomi: cukup
.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 63x/menit, reguler, isi dan tegangan lemah
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,0oC
VAS :7

IV. STATUS GENERALIS


Kepala : Mesosefal, rambut mudah rontok (-)
Kulit : Turgor kulit cukup (+)

Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera


ikterik(-/-)
Telinga : Discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-)
Hidung : Discharge (-/-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa kering (-),
stomatitis (-)
Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : trakea di tengah, pembesaran kelenjar getah
bening (-/-)
Thorax : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi
suprasternal (-), retraksi epigastrial (-), retraksi
intercostal (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2cm medial linea
midclavicula sinistra
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I- II reguler, bising (-), gallop(-)
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)


wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Perut datar, venektasi (-), luka bekas operasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-),


nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+)
pada seluruh regio abdomen
balotement ginjal (-/-)
Pemeriksaan Vulvovaginal dalam batas normal. Ø0cm, portio
dalam vagina kuncup, nyeri goyang portio (+), lendir (-), darah (-
)
Inspekulo Tidak dilakukan
Ekstremitas Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin +/+ +/+
Pucat -/- -/-
Capillary refill <2”/ <2” <2”/ <2”
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hematologi (07/03/2020)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Ket
Hematologi rutin
Hemoglobin 7,9 g/dl 11,7-15,5 L
Jumlah leukosit 10.010 /uL 3.600-11.000
Jumlah trombosit 315.000 /uL 150.000-440.000
Hematokrit 22 % 35-47 L

Hitung jenis leukosit


Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 2-4
Neutrofil Batang 0 % 3-5
Neutrofil Segmen 87 50-70
Limfosit 22 % 25-40
Monosit 4 % 2-8

Hemostasis
Masa Perdarahan (BT) 1.00 menit 1.00 – 6.00
Masa Pembekuan (CT) 3.00 menit 1.00 – 6.00

Kimia Klinik
GDS 98 mg/dL 80-140
2. Radiologi
USG Obstetri (07/03/2020)

Hasil:
- Tak tampak gestasional sac intrauterine
- Tampak cairan bebas (darah) mengelilingi uterus  pada intraabdomen (?)

Kesan:
- Kehamilan Ektopik Terganggu

VI. DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA


1. Keadaan umum: sakit berat  14
2. Nyeri perut, lemas  14
3. Hamil anak ke 2, usia kandungan 5 minggu  14
4. Pusing  14
5. TD 90/60 mmHg  14
6. HR 63x/menit, isi dan tegangan lemah  14
7. Konjungtiva palpebra pucat (+/+)  14
8. NT abdomen pada seluruh lapang abdomen  14
9. Nyeri goyang portio  14
10. Akral dingin (+/+)  14
11. Laboratorium hematologi: Hb 7,9 mg/dL  14
12. Laboratorium hematologi: Ht 22%  14
13. USG obstetri: tampak cairan bebas (darah) mengelilingi uterus, kesan: KET
 14
14. Kehamilan Ektopik Terganggu

Diagnosis Kerja: abdominal pain et causa kehamilan ektopik terganggu

VII. RENCANA TATALAKSANA


Tatalaksana awal di IGD:
1. Fetik supp 1 extra
2. IVFD RL 1000cc loading

Tatalaksana sesuai advis DPJP Sp.OG:


1. IVFD RL 22 tpm
2. Inj. Ambacin 2gr iv
3. Jika Hb<8gr  siapkan transfuse darah PRC 2 kolf
4. Laparotomi cito

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan Ektopik


2.1.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal
endometrium. Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum
uteri. Bila blastokis tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut
kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan
ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik
yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Implantasi hasil
konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau pada
uterus namun dengan posisi yang abnormal (kornu, serviks). Kehamilan
ekstrauterin tidak bersinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada
pars intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi
jelas kehamilan ektopik. Kira-kira 95% kasus kehamilan ektopik terjadi pada tuba
falopii dan kehamilan ini disebut sebagai kehamilan tuba. Kehamilan tuba tidaklah
sinonim untuk kehamilan ektopik melainkan lebih merupakan tipe kehamilan
ektopik yang paling sering dijumpai.

Gambar 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita


Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan kornu
uteri, kehamilan interstisial tuba, kehamilan servikal, kehamilan ovarial, kehamilan
abdominal, kehamilan uterus rudimenter dan kehamilan ektopik rudimenter.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars
ampularis 80%, pars ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang
terjadi implantasi pada ovarium (0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis
uteri (0,2%), kornu uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Terbatasnya
kemampuan tuba fallopi untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik
mengalami ruptur tuba sehingga dapat timbul perdarahan ke dalam kavum
abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan kehamilan ektopik terganggu.

Gambar 2. Lokasi Kehamilan Ektopik

2.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Angka kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan
di Amerika Serikat meningkat empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992.
Pada tahun 1992 di Amerika Serikat angka kejadian kehamilan ektopik hampir 2%
dari seluruh kehamilan. Yang penting, kehamilan ektopik menyebabkan 10%
kematian yang berhubungan dengan kehamilan. Sedangkan di Indonesia, laporan
dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan
ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26
persalinan. Di Amerika Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan
ektopik berumur antara 35-44 tahun dimana wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6
kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita kulit
putih. Di Indonesia berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang
mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %.
Sedangkan resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-
13 kali lebih besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang tidak pernah
mengalami kehamilan ektopik.

2.1.3 Etiologi
Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya.
Berdasarkan Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum
dkk melaporkan wanita yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami
kehamilan ektopik adalah wanita yang memiliki riwayat operasi pada tuba
sebelumnya, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, adanya riwayat kelainan pada
tuba, dan uterus yang terpapar diethylstilbestrol. Sedangkan wanita yang memiliki
risiko yang sedang untuk mengalami kehamilan ektopik adalah wanita dengan
riwayat infeksi saluran genital, dan berganti-ganti pasangan seksual. Dan risiko
rendah pada wanita yang merokok, dan riwayat koitus pada usia muda. Penyebab
yang paling sering adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat penyakit
menular seksual seperti infeksi gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang
mengikuti abortus septik dan sepsis puerperium.
Gambar 3. Lokasi embrio kehamilan normal vs kehamilan ektopik

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik:


1. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang
telah dibuahi ke kavum uteri.
a. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan aglutinasi lipatan
arboresen mukosa tuba dengan penyempitan lumen atau pembentukan
kantong-kantong buntu.
b. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas,
apendisitis ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba dan
penyempitan lumennya.
a. Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, ostium assesorius dan
hipoplasia. Kelainan semacam ini sangat jarang terjadi.
b. Kehamilan ektopik sebelumnya
c. Pembedahan sebelumnya pada tuba
d. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali
e. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya benjolan
pada adneksa.
f. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim. Tapi harus diingat bahwa
penggunaan IUD modern seperti Copper T tidak meningkatkan risiko
kehamilan ektopik dan malahan merupakan proteksi terhadap kehamilan.
2. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah
dibuahi ke dalam kavum uteri
a. Migrasi eksternal ovum
b. Refluks menstrual
c. Berubahnya motilitas tuba
d. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah
dibuahi

2.1.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi
jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi
total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan
jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis
menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak
jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa faktor seperti tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan.
Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin
bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu
pada umur kehamilan antara 6-10 minggu.
Gambar 4. Kehamilan Ektopik Tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah
penembusan villi korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem.
Ruptur dapat terjadi secara spontan namun dapat pula karena trauma ringan seperti
koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat dari ruptur ini akan terjadi perdarahan
dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit namun dapat pula banyak sampai
menimbulkan syok dan kematian.
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam
lumen tuba. Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba
abdominale. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,
perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah
menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba
membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke
rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan
akan membentuk hematokel retrouterina.
Gambar 5. Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik

2.1.5 Gambaran Klinis


Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu
amenore, nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam. Gejala ini umumnya
terdapat hanya pada 50% pasien, dan kebanyakan pada pasien yang telah
mengalami rupture atau disebut KET (Kehamilan Ektopik Terganggu). Adapun
gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu atau yang sudah rupture yang
sering dijumpai ialah sebagai berikut:
1. Nyeri perut
Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral dan bisa terjadi baik pada perut bagian
bawah maupun atas. Nyeri juga bisa dirasakan sebagai nyeri tajam, nyeri
tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau hilang timbul. Pada ruptur tuba,
nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya sangat berat
disebabkan oleh darah yang mengalir ke dalam kavum peritonei.
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan biasanya mulai 7-14 hari setelah periode menstruasi yang
terlewatkan/tidak terjadi. Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan,
perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin
dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami
perdarahan.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan kehamilan
tuba dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena
kematian janin sebelum haid berikutnya.
4. Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap
perdarahan bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi dan
hipotensi. Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah
(> 110 kali/menit), pucat, berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat (> 30
kali/menit), cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar bisa terjadi bila
perdarahan berlangsung terus dan terjadi hipovolemia yang signifikan.
5. Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh
hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap
terjadi pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati
ukuran uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama
janin masih dalam keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat
terdorong ke salah satu sisi oleh massa ektopik tersebut.
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)
Massa ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya
massa berukuran antara 5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi, dengan
terjadinya infiltrasi tuba yang luas oleh karena darah, massa dapat teraba keras.
Hampir selalu massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus.
Timbulnya massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang
ditemukan dengan palpasi.
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum
oleh darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan
menurun.
9. Pemeriksaan Dalam (Vaginal toucher)
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai
pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang
mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang
terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam
lumen tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak
terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang
terus merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus
dengan adanya perlengketan, dan akhirnya membentuk hematokel pelvis.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik ialah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi
turunnya Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk
mempertahankan volume darah dan hal ini biasanya memerlukan waktu 1-2
hari.
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Untuk
membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah
leukosit, jika >20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic.
c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar
yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu
dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi. Akan
tetapi tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas
menyebabkan produksi hCG menurun dan menyebabkan hasil tes negatif.
Permasalahan yang timbul kemudian adalah bagaimana mendeteksi penanda
kehamilan ini dengan cara klinik yang terefektif.
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal.
Diagnosis dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan
USG transvaginal dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG
transabdominal biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong
gestasi, gambaran cairan bebas serta massa abnormal di daerah pelvis.
Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah satu minggu telat haid
yang dikombinasi dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum.
3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß -hCG
serum 1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat
dipastikan dengan tingkat akurasi hampir 100 %.
4. Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas
ada darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum,
kemudian sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks
posterior vagina ke dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi
cairan yang ada di dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku,
darah ini mungkin berasal dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan
dari kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan
cepat dari tempat ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum
sempat membeku.
5. Kadar Serum Progesterone
Kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan ektopik lebih rendah
dibandingkan kehamilan normal.
6. Kuretase uterus
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar
kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL
dan titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan
pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak
perlu pada pasien yang mengalami keguguran.
7. Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada
organ pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Laparoskopi merupakan diagnosis
definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu laparoskopi operatif juga digunakan
sebagai jalan untuk memindahkan massa ektopik dan sekaligus sebagai saluran
untuk menyuntikkan kemoterapi.
8. Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian
akibat kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih
tragis daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang
berkaitan dengan pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang
dilakukan secara hati-hati dan diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di
samping itu, diagnosis sering dipermudah dengan inspeksi langsung dan palpasi
organ pelvis yang dimungkinkan lewat laparotomi. Hal yang mengesankan
adalah bahwa laparotomi jangan ditunda meskipun dilakukan laparoskopi pada
wanita dengan kelainan serius dalam panggul atau abdomen yang memerlukan
tindakan pasti dan segera. Laparotomi dikerjakan bila penderita secara
hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi definitif secepatnya.
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri
perut yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak
spesifik lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara
serta kadang-kadang gangguan defekasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat
dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab,
nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan
dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang
sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol
oleh karena terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b. USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG
d. Kuldosintesis
e. Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g. Laparoskopi
h. Laparotomi
2.1.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis,
abortus iminens, kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan
putaran tangkai, serta apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan
gambaran klinis yang hampir sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing
penyakit tersebut adalah sebagai berikut:
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang
setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang
dapat diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0 C,
sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih
tinggi daripada KET serta tes kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan
lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah
median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di
samping atau di belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan
nyeri.
3. Ruptur korpus luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan
pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada
kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada
gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney.
Tabel 1. Perbedaan Gejala dan Tanda

Gejala Kehamilan Abortus Kista Infeksi Pelvis


ektopik Ovarium

Amenore Ada (75%) Semua Tidak ada Ada 25%

Perdarahan Sedkit Banyak Tidak ada Bisa ada


Vaginal

Perdarahan Banyak Tidak Tidak Tidak


abdomen

Pireksia <38oC Tidak Tidak >38oC

Massa Pelvis Dibawah Tidak Ada Bilateral

Uterus Sedikit Membesar Tidak Tidak


membesar membesar

Nyeri Hebat Tidak hebat Nyeri

Anemia Ada Bisa ada Tidak Tidak

Leukositosis Bisa ada Tidak Tidak Ada

Reaksi kehamilan (+) 75% (+) Tidak Tidak

Shiffting dullness Ada Tidak Tidak Tidak


Tabel 2. Diagnosis Banding Kehamilan Ektopik

Kehamilan Apendisitis Salpingitis Ruptur kista


ektopik korpus luteum

Rasa sakit Kram, nyeri Nyeri Kedua kuadran Unilateral,


tekan epigastrik bawah menjadi
unilateral periumbilical, menyeluruh
sebelum kemudian dengan
ruptur kuadran kanan terjadinya
bawah; nyeri perdarahan
tekan setempat hebat
(Mc Burney)

Mual-Muntah Kadang- Ada Tidak sering Jarang


kadang
sebelum
ruptur, jika
ruptur sering

Menstruasi Tidak haid, Tidak berkaitan Metromenoragi Terlambat,


perdarahan kemudian
bercak perdarahan,
sering disertai
nyeri

Suhu, Nadi Normal, Cepat Nadi cepat 37-40oC, nadi Tidak lebih
setelah ruptur meningkat dari 37,2oC,
nadi normal,
sesuai demam
kecuali
kehilangan
darah banyak

Pemeriksaan Nyeri tekan, Tidak ada Nyeri tekan Nyeri tekan


Pelvis unilateral massa bilateral pada pada ovarium
terutamaa pergerakan yang kena
pada servix, masa
pergerakan hanya jika ada
servix;masa piosalping atau
krepitasi pada hidrosalping
satu sisi atau
dalam cul-de
sac

Hasil Lab Leukosit Leukosit Leukosit Leukosit


15000/µl 10.000- 15.000-
10.000/ µl
18.000/µl 30.000/µl
Eritorsit
Eritosit
rendah Eritrosit normal Eritrosit normal
normal, LED
LED LED meningkat LED meningkat normal
meningkat sedikit dikit

2.1.9 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan tuba
dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada
kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan
histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada kehamilan
abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat sebaiknya diangkat
saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat
dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup.
KEHAMILAN EKTOPIK

Tidak terganggu Terganggu


(Observasi KE) (Curiga KET)

MRS, Rapid Test, USG Transvaginal Akut (KET) Kronik (Hemato


Obs 24 jam T/N/R/Keluhan/Hb Douglas Punctie (KP) cele)

GS (+)
Intra Uteri

GS (-) / GS (+)
PPT (-) Extra Uteri

GS (-) /
PPT (+)

Laparotomi/Proof
Bukan KE Laparotomi

Gambar 6. Algoritma Diagnosis dan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

Pasien kirim ke rumah sakit, pasang infus dengan jarum berdiameter besar
pada vena besar. Dapatkan hemogram, panel pembekuan darah dan darah untuk
menentukan golongan darah dan pencocokan silang. Berikan upaya-upaya untuk
mengatasi syok sesuai keperluan: kristaloid IV, tranfusi komponen darah, menjaga
pasien tetap hangat, berikan oksigen.
Bedah
Laparoskopi adalah terapi bedah yang dianjurkan untuk kehamilan ektopik,
kecuali jika wanita yang bersangkutan secara hemodinamis tidak stabil.
Berdasarkan pengalaman yang telah terkumpul, kasus-kasus yang semula ditangani
dengan laparotomi misalnya, kehamilan tuba atau kehamilan interstisium yang
mengalami ruptur, dapat dengan aman diatasi dengan laparoskopi.
Bedah tuba dianggap konservatif jika tuba diselamatkan. Contohnya adalah
salpingostomi, salpingotomi, dan ekspresi kehamilan ektopik melalui fimbria.
Bedah radikal didefinisikan sebagai salpingektomi. Bedak konservatif dapat
meningkatkan angka keberhasilan kehamilan uterus berikutnya tetapi
menyebabkan peningkatan angka persistensi fungsi trofoblas.
Salpingostomi digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil yang
panjangnya biasanya kurang dari 2cm dan terletak di sepertiga distal tuba uterin
dengan membuat insisi linier 10-15mm dengan kauter jarum unipolar di atas
kehamilan. Hasil kehamilan akan menyembul dari insisi dan mudah dikeluarkan
atau dibilas. Perdarahan ringan dikontrol dengan elektrokoagulasi atau laser, dan
insisi dibiarkan tidak dijahit agar sembuh dengan secondary intention.
Salpingotomi sudah jarang dilakukan sekarang. Prosedurnya serupa dengan
salpingostomi, bedanya hanya insisi ditutup dengan jahitan menggunakan benang
yang lambat diserap. Salpingektomi merupakan reseksi tuba yang mungkin
dilakukan untuk kehamilan ektopik ruptur dan tak ruptur.

Medikamentosa
Penatalaksanaan medis dengan Metotrexate. Antagonis asam folat ini
sangat efektif terhadap trofoblas yang cepat berploriferasi dan telah digunakan
selama lebih dari 40 tahun untuk mengobati penyakit trofoblastik gestasional. Obat
ini juga digunakan untuk mengakhiri kehamilan dini. Methotrexate awalnya pernah
digunakan untuk mengobati kehamilan interstisium, dan sejak itu obat ini berhasil
digunakan untuk berbagai variasi kehamilan ektopik.
Perdarahan intra-abdomen aktif adalah kontraindikasi untuk kemoterapi.
Kontraindikasi mutlak lain adalah kehamilan intrauterus, menyusui,
imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati, ginjal, atau paru kronik, diskrasia
darah, dan penyakit tukak peptik.

Tabel 3. Terapi Methotrexate untuk Pengobatan Primer Kehamilan Ektopik


Regimen Surveilans
Dosis tunggal Ukur kadar β-hCG pada hari ke-4 dan 7
Methotrexate, 50 mg/m2 IM - Jika perbedaan ≥15%, ulangi setiap
minggu sampai tidak terdeteksi
- Jika perbedaan < 15% antara hari
ke-4 dan ke-7, ulangi dosis
methotrexate dan mulai hari ke-1
yang baru
- Jika terdapat aktivitas jantung janin
pada hari ke-7, ulangi dosis
methotrexate, mulai hari ke-1 yang
baru
- Terapi bedah jika kadar β-hCG tidak
menurun atau aktivitas jantung janin
menetap setelah tiga dosis
methotrexate

Dua dosis Pemantauan seperti regimen untuk dosis


Methotrexate 50 mg/m2 IM, hari tunggal
0,4

Dosis bervariasi (hingga empat Ukur kadar β-hCG pada hari 1,3,5,7.
dosis): Lanjutkan injeksi selang sehari sampai
Methotrexate 1mg/kg IM hari kadar β-hCG turun ≥15% pada 48 jam atau
1,3,5,7 empat dosis methotrexate telah diberikan.
Leucovorin 0,1 mg/kg IM, hari Kemudian β-hCG setiap minggu sampai
2,4,6,8 tidak terdeteksi

Regimen-regimen ini dilaporkan jarang menyebabkan kelainan


laboratorium dan gejala meskipun kadang terjadi toksisitas berat. Efek samping
mereda dalam 3-4 hari setelah methotrexate dihentikan. Efek terering adalah
keterlibatan hati, stomatitis, gastroenteritis, depresi sumsum tulang, nutropenia,
demam, pneumonitis imbas obat, alopesia. Yang penting obat NSAID dapat
meningkatkan toksisitas methotrexate, sementara vitamin yang mengandung asam
folat dapat menurunkan efektivitas obat ini.

2.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu
antara lain berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus.
Komplikasi yang lain berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik
persisten. Namun kedua hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang
belum pecah dan menjalani terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga
diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.

2.1.11 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu dengan mengobati salpingitis
secara tepat, mengeluarkan hasil konsepsi secara lengkap pada abortus inkomplit,
dan melakukan peritonealisasi semua daerah pada pembedahan (untuk menghindari
perlekatan).

2.1.12 Prognosis
Kehamilan ektopik merupakan kelainan yang mengancam nyawa pada
>10% kasus, dan >1% pasien-pasien ini meninggal karena perdarahan interna dan
syok atau karena komplikasi lanjut. Jarang sekali janin dapat tetap hidup pada
kehamilan ini. Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau
dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Kehamilan ektopik
dapat berulang pada sekitar 15% kasus, tetapi kebanyakan pasien yang pernah
mengalami satu kali kehamilan ektopik selanjutnya akan mengalami kehamilan
normal. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita
yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun
angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang
sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan
melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami
kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali
lipat, dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien dalam kasus ini adalah seorang wanita 29 tahun dengan suspek
kehamilan ektopik terganggu. Sesuai dengan teori, prevalensi terjadinya kehamilan
ektopik terganggu terbanyak yaitu pada rentang usia 26-30 tahun. Pada kasus ini,
pasien datang dengan keluhan nyeri yang dirasakan pada perutnya. Nyeri dirasakan
sejak pagi hari, kurang lebih sejak 3-4 jam SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus
dan semakin memberat sehingga membuat pasien merasakan lemas. Pasien juga
mengeluhkan pusing. Keluhan mual muntah disangkal. Keluar perdarahan dari
jalan lahir disangkal. Pasien mengatakan sedang hamil ke-2 dengan usia kehamilan
5 minggu berdasarkan hasil Antenatal Care (ANC) di bidan, diperhitungkan dari
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) pasien pada 25 Januari 2020. Pasien tidak
pernah memiliki riwayat keguguran maupun operasi pada daerah perut sebelumnya.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal
endometrium. Bila blastokis tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut
kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan
ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik
yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Pada kasus
ini pasien mengalami 2 dari 3 gejala klasik pada KET, yaitu nyeri perut hebat
disertai lemas dan amenore (pasien sedang hamil 5 minggu). Pasien tidak
mengalami perdarahan pervaginam.
a. Nyeri perut hebat, terus menerus dan dirasakan memberat.
b. Pasien sedang hamil ke-2, usia kehamilan 5 minggu  dapat mencurigai
terjadinya KET
c. Lemas, pusing  gejala syok
Dalam kasus ini belum tahu etiologi pasti yang mendasari kondisi pasien
sehingga mengalami kehamilan ektopik terganggu, karena dari anamnesis
riwayat obstetri pasien tidak ditemukan riwayat kehamilan ektopik sebelumnya,
riwayat operasi pada tuba, riwayat kelainan tuba maupun riwayat infeksi saluran
genital. Pasien menikah saat usia 21 tahun sehingga menyingkirkan penyebab
riwayat koitus pada usia muda.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak
sakit berat dengan skor VAS 7. Tekanan darah pasien 90/60 mmHg, nadi
63x/menit isi dan tegangan lemah, konjungtiva palpebral anemis (+/+), nyeri
tekan pada seluruh lapang abdomen (+), akral dingin (+/+) dan pada
pemeriksaan dalam status obstetric (vaginal toucher) didapatkan nyeri goyang
portio (+). Gejala klinis yang dapat dialami pada KET selain trias gejala klasik
diantaranya perubahan tekanan darah dan denyut nadi, perubahan uterus,
gangguan BAK, perubahan suhu tubuh, abnormalitas pada pemeriksaan dalam
(didapatkan nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan
jari, dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah
atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum
ruptur terjadi) dan dapat dijumpai hematokel pelvis. Pada kasus ini pasien
mengalami beberapa gejala yang sudah dapat mengarahkan kecurigaan
terjadinya kehamilan ektopik terganggu. Diagnosis pasti dapat diketahui setelah
dilakukan pemeriksaan penunjang.
Dalam kasus ini, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
adalah pemeriksaan laboratorium hematologi rutin dan pemeriksaan USG
obstetric transabdominal. Pada pemeriksaan hematologi rutin didapatkan kadar
hemoglobin 7,9 mg/dL dengan hematocrit 22%. Pada pemeriksaan USG
obstetric transabdominal tampak cairan bebas (darah) mengelilingi uterus 
intraabdomen (?). Dari kedua pemeriksaan tersebut mendukung kuat terjadinya
kehamilan ektopik yang sudah rupture (terganggu) karena tampak cairan bebas
berupa darah yang sudah menyebar di rongga abdomen sehingga hal tersebut
yang menyebabkan ketidakstbilan hemodinamik pada pasien. Pemeriksaan lain
yang dapat lebih mudah dilakukan baik oleh bidan ataupun dokter umum adalah
pemeriksaan kuldosintesis untuk memastikan apakah didapatkan darah pada
aspirasi daerah cavum douglass sebagai tanda adanya perdarahan intraabdomen
sebagai akibat dari rupturnya adnexa pada KET, namun pemeriksaan ini cukup
invasive untuk dilakukan.
Diagnosa lain yang dapat menjadi diagnosis banding diantaranya
infeksi pelvis (PID), abortus, kista ovarium, kista korpus luteum dan salpingitis.
Diagnosis banding tersebut dapat disingkirkan dengan mengkaji tanda dan
gejala yang pasien alami. Pada kasus ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini
bahwa gejala yang dialami oleh pasien mengarahkan kepada diagnosis
kehamilan ektopik terganggu sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami kehamilan ektopik terganggu.

Tabel 1. Perbedaan Gejala dan Tanda

Gejala Kehamilan Abortus Kista Infeksi Pelvis


ektopik Ovarium

Amenore Ada (75%) Semua Tidak ada Ada 25%

Perdarahan Sedkit Banyak Tidak ada Bisa ada


Vaginal

Perdarahan Banyak Tidak Tidak Tidak


abdomen

Pireksia <38oC Tidak Tidak >38oC

Massa Pelvis Dibawah Tidak Ada Bilateral

Uterus Sedikit Membesar Tidak Tidak


membesar membesar

Nyeri Hebat Tidak hebat Nyeri

Anemia Ada Bisa ada Tidak Tidak

Leukositosis Bisa ada Tidak Tidak Ada

Reaksi kehamilan (+) 75% (+) Tidak Tidak

Shiffting dullness Ada Tidak Tidak Tidak


Tabel 2. Diagnosis Banding Kehamilan Ektopik

Kehamilan Apendisitis Salpingitis Ruptur kista


ektopik korpus luteum

Rasa sakit Kram, nyeri Nyeri Kedua kuadran Unilateral,


tekan epigastrik bawah menjadi
unilateral periumbilical, menyeluruh
sebelum kemudian dengan
ruptur kuadran kanan terjadinya
bawah; nyeri perdarahan
tekan setempat hebat
(Mc Burney)

Mual-Muntah Kadang- Ada Tidak sering Jarang


kadang
sebelum
ruptur, jika
ruptur sering

Menstruasi Tidak haid, Tidak berkaitan Metromenoragi Terlambat,


perdarahan kemudian
bercak perdarahan,
sering disertai
nyeri

Suhu, Nadi Normal, Cepat Nadi cepat 37-40oC, nadi Tidak lebih
setelah ruptur meningkat dari 37,2oC,
nadi normal,
sesuai demam
kecuali
kehilangan
darah banyak

Pemeriksaan Nyeri tekan, Tidak ada Nyeri tekan Nyeri tekan


Pelvis unilateral massa bilateral pada pada ovarium
terutamaa pergerakan yang kena
pada servix, masa
pergerakan hanya jika ada
servix;masa piosalping atau
krepitasi pada hidrosalping
satu sisi atau
dalam cul-de
sac

Hasil Lab Leukosit Leukosit Leukosit Leukosit


15000/µl 10.000- 15.000-
10.000/ µl
18.000/µl 30.000/µl
Eritorsit
Eritosit
rendah Eritrosit normal Eritrosit normal
normal, LED
LED LED LED meningkat normal
meningkat meningkat dikit
sedikit

Setelah diagnosis tegak, dilakukan tatalaksana pada pasien. Prinsip


umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah segera membawa ke
rumah sakit terdekat, menyiapkan cairan dan persiapan darah untuk koreksi
kondisi hypovolemia dan anemia, serta melakukan operasi segera setelah
diagnosis ditegakkan. Pasien dalam kasus ini di IGD mendapat tatalaksana
berupa fetik suppositoria 1 buah secara per rektal untuk mengurangi rasa nyeri
sementara dan diberi infus Ringer Laktat guyur sebanyak 1000cc untuk
mengatasi kondisi pre syok hipovolemik karena kekurangan cairan kemudian
dilanjutkan dengan maintenance Ringer Laktat 22tpm. Setelah diberikan cairan
dan analgetik, dilakukan monitoring keadaan umum, kesadaran, tanda vital, urin
output, keluhan nyeri perut setelah diguyur cairan. Pasien dibawa ke Poli Obsgyn
untuk dilakukan USG obstetric transabdomen dan dipatkan hasil kehamilan
ektopik terganggu. Pasien direncanakan untuk operasi laparotomi cito dan
diberikan injeksi anbacim 2 gram intravena untuk antibiotic profilaksis serta
persiapan transfuse darah PRC sebanyak 2 kolf apabila Hb < 8mg/dL.
Laparotomi ini dapat menjadi modalitas diagnostic sekaligus terapi definitif jika
memang ditemukan kondisi KET yang membuat pasien jatuh dalam kondisi syok
hipovolemik dan berisiko mengalami gangguan hemodinamik apabila tidak
segera diatasi penyebabnya.
Prognosis pada pasien ini, untuk ad vitam (hidup) dubia ad bonam, untuk
ad functionam (fungsi) dubia ad malam karena setelah dilakukan salfingektomi
tentunya fungsi salah satu saluran tuba akan terganggu, dan ad sanactionam
(sembuh) dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik


Medan tahun 2003-2008. Medan : USU. 2009
2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in William’s
Obstetry 23rd Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2013.
3. Hakimi M. Radang dan beberapa penyakit lain pada alat genital. Dalam:
Anwar M, Baziad A, Prabowo P. Ilmu kandungan. Edisi ketiga. Jakarta:PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011.h.227-31
4. Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi RS DR.Hasan
Sadikin.bagian pertama (obstetri).Bandung:Bagian obstetri dan ginekologi
fakultas kedokteran universitas padjajaran ,2005.H 53-55
5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta
Pusat: Yayasan Bina Pustaka. 2009.
6. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2006
7. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005
8. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert
Series in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part 1.
American College of Obstetricians and Gynecologist. 2006
9. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the Management
of Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara:
Fatih University of Ankara. 2004
10. Universitas Sriwijaya. Kehamilan Ektopik. Diakses dari
http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilan Ektopik.pdf pada tanggal 21
April 2013.

Anda mungkin juga menyukai