Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM DIRUANG AYUB 3

RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG

DISUSUN OLEH:
JEMY KASANOFA(2005025)

PRODI D3 KEPERAWATAN
UNIVERSITASWIDIA HUSADA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
SISTEMATIKA PENULISAN
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

A. KONSEP DASAR KEJANG DEMAM


1. Definisi
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior
dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otak
yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh >390C (Canpolat et al., 2018).

Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak


tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik
atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan
syaraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial (Kaya et
al., 2021).

2. Etiologi
Adapun etiologi dari penyakit kejang demam adalah sebagai
berikut (Canpolat et al., 2018):
a. Demam
Kenaikan suhu tubuh >390C akibat infeksi ataupun respon alergik
memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita bangkitan kejang
demam.
b. Usia
Kejang demam biasanya menyerang anak dibawah umur 5 tahun,
dengan insiden puncak yang terjadi pada anak usia antara 14 dan 18
bulan. Kejang demam jarang terjadi pada anak dibawah 6 bulan dan di atas
5 tahun.
c. Genetic
Terjadi peningkatan risiko pada anak yang memiliki riwayat kejang
demam pada keluarga.
1) Bila kedua orangtua tidak memiliki riwayat kejang, presentase kejang
demam 9%
2) Bila salah satu orangtua memiliki riwayat kejang, presentase kejang
demam 20% - 22%
3) Bila kedua orangtua memiliki riwayat kejang, presentase kejang demam
59% - 64%
d. Factor perinatal dan pascanatal, berupa malformasi otak kongenital dan
BBLR

3. Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan diluar kranial seperti tonsillitis,
otitis media akut, maupun bronchitis menjadi penyebab menjadi penyebab
penyebaran bakteri yang bersidat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen
maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh selanjutnya akan
direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu tubuh di
hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik.
Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhuh
tubuh di bagian yang lain seperti otot, dan kulit sehingga terjadi
peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan
jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti
efineprin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat
merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan
potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium dan kalium
dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang
diduga dapat menaikkan fase deplorasi neuron dengan cepat sehingga
timbul kejang (Kaya et al., 2021).

Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apnea (henti


nafas) yang dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar
oksigen jaringan) sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Apabila anak
sering kejang, akan semakin banyak sel otak yang rusak dan mempunyai
risiko penyebab keterlambatan perkembangan, retardasi mental,
kelumpuhan dan juga 2- 10% dapat berkembang menjadi epilepsy
(Canpolat et al., 2018).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada pasien dengan kejang
demam adalah sebagai berikut (Nishiyama et al., 2021):
a. Demam tinggi >390C
b. Bola mata naik ke atas
c. Gigi terkatup
d. Tubuh, termasuk tangan dan kaki menjadi kaku, kepala terkulai
kebelakang, disusul gerakan kejut yang kuat
e. Gerakan mulut dan lidah yang tidak terkontrol
f. Lidah dapat seketika tergigit
g. Lidah berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan
h. Saat periode kejang, terjadi kehilangan kesadaran

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien
dengan penyakit kejang demam adalah sebagai berikut (Kaya et al., 2021):
a. Laboratorium darah
Pemeriksaan laboratorium darah berupa darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium dan fosfor dilakukan untuk
mencari etiologic kejang demam.

b. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan
focus infeksinya
c. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal direkomendasikan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis
d. Radiologi
Neuroimaging dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis
e. Elektroensefalografi (EEG)
Elektroensefalografi (EEG) direkomendasikan untuk menyingkirkan kemungkinan
epilepsi

7. Komplikasi
Kejang demam sederhana tidak mengakibatkan kerusakan otak atau cacat mental. Salah satu
komplikasi dari kejang demam adalah kemungkinan mengalami kejang demam kembali di kemudian
hari. Risiko tersebut akan lebih besar jika:

 Jeda waktu antara awal demam dengan munculnya kejang cukup singkat
 Kejang demam pertama kali terjadi ketika suhu tubuh tidak terlalu tinggi
 Usia anak di bawah 18 bulan ketika mengalami kejang demam pertama
 Ada riwayat kejang demam pada anggota keluarga lain

Anak yang menderita kejang demam berisiko menderita epilepsi di kemudian hari, tetapi risiko ini
ada pada anak yang mengalami kejang demam kompleks. Selain epilepsi, anak penderita kejang demam
berisiko menderita kelainan otak atau ensefalopati. Namun, kasus ini sangat jarang terjadi.

Pencegahan Kejang Demam


Kejang demam umumnya tidak dapat dicegah, termasuk dengan pemberian obat-obatan
penurun panas atau obat antikejang. Namun, jika anak mengalami demam, dokter tetap dapat
memberikan obat penurun panas. Pemberian obat anti kejang lewat dubur biasanya hanya diberikan bila
kejang terjadi lebih dari 5 menit.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien dengan penyakit kejang demam
adalah sebagai berikut (Nishiyama et al., 2021):
a. Farmakologi: Anti konvulsan
b. Non farmakologi: pertahankan jalan napas, lindungi anak dari trauma dan
cedera, longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan terdiri dari pengumpulan informasi tentang pasien,
baik secara subjektif maupun secara objektif misalnya pengukuran tanda vital (anak
mengalami peningkatan suhu tubuh >390C), wawancara (riwayat kesehatan anak, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat

tumbuh kembang, riwayat imunisasi), pemeriksaan fisik (kesadaran menurun, tubuh


teraba panas, lidah flaksit kebelakang, gigi terkaup, gerakan abnormalitas pada bagian
ekstremitas, bola mata naik keatas, kepala terkulai kebelakang, pengkajian terhadap
pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita anak, dan peninjauan pada rekam
medik pasien (Herdman, 2017).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan terdiri dari penilaian klinis tentang respon pasien terhadap
gangguan kesehatan yang dialaminya. Diagnosis keperawatan pada pasien yang
mengalami kejang demam meliputi (PPNI, 2017):
b. Hipertermi
c. Risiko perfusi serebral tidak efektif
d. Risiko jatuh
e. Risiko cedera
f. Penurunan koping keluarga

3. Intervensi
Intervensi keperawatan berisi rencana keperawatan yang runut yang dilengkapi
dengan rasional (PPNI, 2018) dan kriteria hasil untuk setiap diagnosa keperawatan (PPNI,
2019).
a. Hipertermia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan hipertermia membaik dengan kriteria hasil:
- Suhu tubuh membaik
- Kejang menurun
INTERVENSI RASIONAL

MANAJEMEN HIPERTERMIA MANAJEMEN HIPERTERMIA


Observasi 1. Peningkatan suhu tubuh >37,5 C
1. Monitor suhu tubuh 0
Terapeutik menggambarkan kondisi status kesehatan
2. Berikan cairan oral secara umum dan mampu
3. berikan kompres hangat menjadi indikator hipertermia
2. Memungkinkan mendukung
kebutuhan cairan tubuh
Edukasi
sehingga menurunkan
4. Anjurkan tirah baring kemungkinan terjadinya dehidrasi
Kolaborasi 3. Pemberian kompres hangat
5. Kolaborasi pemberian akan membantu melebarkan
intravena
(vasodilatasi) pembuluh darah
MANAJEMEN KEJANG sehingga dapat terjadi evaporasi
Observasi dan menurunkan panas tubuh
1. Monitor terjadinya kejang
4. Tirah baring dapat membantu
berulang
dalam manajemen energy
2. Monitor karakteristik kejang
5. Menggantikan kehilangan cairan
3. Monitor status neurologis
tubuh dengan cepat
4. Monitor
tanda vital MANAJEMEN KEJANG
1. Kejang berulang akan berisiko
Terapeutik
menyebabkan kematian
5. Berikan alas empuk dibawah
2. Karakteristik kejang dapat
kepala
berupa aktivitas motoric dan
6. Dampingi selama periode progresi kejang
kejang
3. Status neurologis dapat
7. Catat durasi kejang
berupa reaktifitas pupil, GCS,
Edukasi tingkat orientasi
8. Anjurkan keluarga
4. Peningkatan suhu tubuh
menghindari memasukkan
>37,50C menggambarkan
apapun kedalam mulut pasien kondisi status kesehatan
saat periode kejang secara umum dan mampu
menjadi indikator hipertermia
9. Anjurkan keluarga tidak
menggunakan kekerasan untuk 5. Menghindari terjadinya benturan
akibat kejang demam
menahan gerakan pasien
6. Mengurangi kepanikan keluarga pasien
Kolaborasi 7. Mempermudah pemberian
10. Kolaborasi pemberian terapi medikasi dan perawatan
medikasi antikonvulsan 8. Mengurangi risiko penyumbatan
jalan napas
9. Menghindari terjadinya cedera saat
eriode kejang
10. Antikonvulsan (anti kejang) merupakan obat yang
digunakan dalam mencegah dan/a
b. Risiko perfusi serebral tidak efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan perfusi jaringan serebral meningkat dengan kriteria hasil:
- Tingkat kesadaran meningkat
- Kesadaran membaik

Intervensi Rasional

MANAJEMEN PENINGKATAN TIK 1. Peningkatan TIK dapat dilihat dari


Observasi tekanan darah meningkat, pola napas
1. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK irregular, kesadaran menurun
Terapeutik 2. Kontrol lingkungan seperti mengatur
2. Minimalkan stimulus dengan menyediakan suhu ruangan, mengurangi kebisingan,
lingkungan yang tenang dan pencahayaan dapat mengurangi
3. Cegah terjadinya kejang stimulus
4. Pertahankan suhu tubuh normal 3. Pantau suhu tubuh dan pertahankan
Edukasi – dalam batas normal untuk mencegah
Kolaborasi terjadinya kejang
5. Pemberian antikonvulsan 4. Penuhi asupan cairan dan pertahankan
suhu tubuh dalam batas normal
khususnya pada pasien dengan riwayat
kejang demam
5. Antikonvulsan (anti kejang) merupakan
obat yang digunakan dalam mencegah
dan/atau mengatasi kejang

c. . Risiko jatuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan risiko jatuh menurun dengan kriteria hasil:
- Jatuh dari tempat tidur menurun
- Jatuh saat berdiri menurun
- Jatuh saat duduk menurun
- Jatuh saat berjalan menurun

Intervensi Rasional

PENCEGAHAN JATUH 1. Factor risiko jatuh dapat berupa


Observasi penurunan tingkat kesadaran, deficit
1. Identifikasi factor risiko jatuh kognitif dan gangguan keseimbangan
2. Identifikasi factor lingkungan yang 2. Factor lingkungan yang dapat
meningkatkan risiko jatuh
meningkatkan risiko jatuh yakni berupa
Terapeutik
lantai licin, penerangan kurang, penyakit
3. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda
khusus seperti kejang demam
terkunci
3. Mencegah terjadinya jatuh saat periode
4. Pasang handrail tempat tidur
kejang berlangsung
5. Atur tempat tidur mekanis pada posisi
4. Mencegah terjadinya jatuh saat periode
terendah
kejang berlangsung
Edukasi
5. Mencegah cedera parah saat periode
6. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil
kejang berlangsung
untuk memanggil perawat 6. Meminimalkan kemungkinan terburuk
Kolaborasi -

d. Risiko cedera
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan risiko cedera menurun dengan kriteria hasil:
- Kejadian cedera menurun
- Luka lecet menurun
- Ketegangan otot menurun
INTERVENSI RASIONAL
PENCEGAHAN CEDERA 1.Lingkungan yang aman akan meminimalkan
Observasi terjadinya cedera
Identifikasi area lingkungan yang menyebabkan cedera 2. Pencahayaan memadai akan meminimalkan
Terapeutik terjadinya cedera
2. Sediakan pencahayaan yang memadai 3. Penggunaan lampu tidur akan meminimalkan
3. Gunakan lampu tidur selama jam tidur terjadinya cedera
4. Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan 4. Observasi dan pengawasan pada pasien
Edukasi kejang perlu lebih intensif dikarenakan kejang
5. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke demam sering terjadi secara mendadak
keluarga pasien 5. Intervensi pencegahan jatuh dilakukan untuk
Kolaborasi - meminimalkan terjadinya risiko cedera

e. Penurunan koping keluarga


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan koping
keluarga membaik dengan kriteria hasil: -
Keterpaparan informasi meningkat
- Kekhawatiran tentang anggota keluarga menurun
- Peraasaan tertekan menurun

INTERVENSI RASIONAL
DUKUNGAN KOPING KELUARGA 1. Prognosis penyakit dapat mempengaruhi
Observasi psikologis keluarga
1. Identifikasi beban prognosis secara psikologis 2. Membantu mengurangi perasaan cemas
Terapeutik terhadap masalah kesehatan anak
2. Dengarkan masalah, perasaan dan pertanyaan 3. Membantu meningkatkan koping keluarga
keluarga dengan berdiskusi mengenai rencana medis
3. Diskusikan rencana medis dan perawatan dan perawatan
4. Fasilitasi pengungkapan perasaan keluarga 4. Pengungkapan perasaan akan
Edukasi menurunkan stress psikologis keluarga
5. Informasikan kemajuan pasien secara berkala 6. 5. Informasi kemajuan pasien secara berkala
Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang membantu keluarga meningkatkan koping
tersedia 6. Informasi mengenai fasilitas perawatan
Kolaborasi - kesehatan akan mengurangi kekhawatiran
keluarga

. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan Standar
Operasional Prosedur (SOP) keperawatan (Herdman, 2017).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah peninjauan/penilaian kembali terhadap keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan (Herdman, 2017).

C. DAFTAR PUSTAKA
Canpolat, M., Per, H., Gumus, H., Elmali, F., & Kumandas, S. (2018). Investigating the prevalence
of febrile convulsion in Kayseri, Turkey: An assessment of the risk factors for recurrence of febrile
convulsion and for development of epilepsy. Seizure 55 , , 36–47.
https://doi.org/10.1016/j.seizure.2018.01.007

Herdman, T. H. (2017). NANDA International Inc. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification
(10th ed.; B. A. Keliat, ed.). Jakarta: EGC.
Kaya, M. A., Erin, N., Bozkurt, O., Erkek, N., Duman, O., & Haspolat, S. (2021). Changes of HMGB-
1 and sTLR4 levels in cerebrospinal fluid of patients with febrile seizures. Epilepsy Research, 169,
1–5. https://doi.org/10.1016/j.eplepsyres.2020.106516
Nishiyama, M., Ishida, Y., Tomioka, S., Hongo, H., Toyoshima, D., & Maruyama, A. (2021).
Prediction of AESD and neurological sequelae in febrile status epilepticus. Brain and Development.
https://doi.org/10.1016/j.braindev.2021.01.004
Potter, P. and P. A. (2017). (9th ed.). Singapore: Elsevier.
Fundamental of Nursing PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai