Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM METODE PEMISAHAN


PEMISAHAN SENYAWA BAHAN ALAM ( CURCUMIN
DARI RIMPANG KUNYIT)

Oleh :
Kelompok 2
Golongan B

Ni Putu Astini Putri 2108551031


Gabrios Bonauli Ompusunggu 2108551032
Nasya Nathania Chandra 2108551033
Prasti Yuniarni 2108551034

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
I. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat menerapkan prinsip maserasi dan kolom
kromatografi
2. Mahasiswa dapat melakukan identifikasi kurkumin dari rimpang
kunyit
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rimpang kunyit
Curcumae Longae Rhizoma atau rimpang kunyit memiliki nama latin
Curcuma longa L., termasuk dalam suku zingiberaceae. Kunyit memiliki
pemerian berupa irisan melintang rimpang, ringan, rapuh, bentuk hampir bulat
sampai bulat panjang, kadang-kadang bercabang, umumnya melengkung tidak
beraturan, kadang kadang terdapat pangkal upih daun dan pangkal akar,
permukaan luar kasar, terdapat bekas ruas-ruas, permukaan dalam dengan batas
korteks dan silinder pusat yang jelas, bekas patahan agak rata, berdebu; warna
kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan, bekas
patahan kuning jingga sampai coklat kemerahan; bau khas; rasa agak pahit, agak
pedas, lama kelamaan menimbulkan rasa tebal (Kemenkes, 2017).
Tanaman obat rimpang kunyit dipercaya dapat menjaga kesehatan secara
alami. Kunyit memiliki berbagai kandungan senyawa seperti alkaloid, flavonoid,
kurkumin, minyak atsiri, saponin, tanin dan terpenoid. Dari
kandungan-kandungan senyawa tersebut rimpang kunyit sering digunakan sebagai
obat tradisional yang berperan sebagai penambah nafsu makan, obat luka,
gatal-gatal, antidiare, antibakteri serta kunyit juga dapat digunakan sebagai bahan
kosmetik (Tjay dan Rahardja, 2002). Aktivitas farmakologi rimpang kunyit
lainnya yaitu sebagai antiinflamasi, anti imunodefisiensi, antivirus, antibakteri,
antijamur, antioksidan, antikarsinogenik dan anti infeksi (Rajesh dkk., 2013).
Berikut merupakan klasifikasi rimpang kunyit
Divisi : Tracheophyta
Sub Divisi : Spermatophytina
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Zingiberales
Familia : Zingiberaceae
Genus : Curcuma L.
Spesies : Curcuma longa L.
(ITIS, 2022)
2.2 Kurkumin
Kurkumin dengan rumus molekul C21H20O6 merupakan metabolit
sekunder utama dari Curcuma longa. Kurkumin umumnya digunakan sebagai zat
pewarna serta aditif makanan, kurkumin juga telah menunjukkan beberapa
aktivitas terapeutik. Kurkumin memiliki berat molekul 368,38 Dalton, serta titik
didihnya berada pada suhu 183͒C (Maria & Gunawan, 2014).

Gambar 1. Struktur Kurkumin


Parameter yang diperhatikan saat melakukan KLT, fase geraknya
Kloroform P-metanol P (95:5), fase diam silika gel 60 F254, larutan uji 5% dalam
etanol P, dan menggunakan larutan uji pada KLT. Larutan pembanding kurkumin
0,1% dalam etanol P. Volume penotolan masing masing 2 mikroliter larutan uji
dan larutan pembanding. Deteksi menggunakan UV 366. Susut pengeringan tidak
lebih dari 10%. Abu total tidak lebih dari 8,2% , abu tidak larut asam tidak lebih
dari 0,9%. Sari larut air tidak kurang dari 11,5% , sari larut etanol tidak kurang
dari 11,4% (Kemenkes RI, 2017).
2.3 Maserasi
Maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar
dan terlindung dari cahaya. Pelarut akan masuk ke dalam sel dari tanaman
melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi
akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses
difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi (biasanya
berkisar 2-14 hari) dilakukan pengadukan atau pengocokkan dan penggantian
pelarut setiap hari. Pengocokkan memungkinkan pelarut segar mengalir
berulang-ulang masuk ke seluruh permukaan simplisia yang sudah halus. Endapan
yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Maserasi biasanya dilakukan
pada temperatur 15°C - 20°C selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut,
melarut (Ansel, 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah waktu, suhu,
jenis pelarut, perbandingan bahan dan pelarut, dan ukuran partikel. Adapun
kelebihan dari penggunaan maserasi ini yaitu terjamin zat aktif yang diekstrak
tidak akan rusak (Chairunnisa dkk., 2019).
2.4 Kromatografi kolom
Kromatografi kolom adalah metode pemisahan berbasis pada pemisahan
daya adsorpsi suatu adsorben terhadap suatu senyawa, baik pengotornya maupun
hasil isolasinya. Seberapa jauh adsorben dapat menyerap komponen tergantung
pada sifat fisika komponen tersebut. Ditinjau dari mekanismenya, kromatografi
kolom merupakan kromatografi serapan atau adsorpsi. Kromatografi adsorpsi
banyak digunakan dalam pemisahan senyawa-senyawa organik, senyawa-senyawa
nonpolar dan konstituen - konstituen yang sulit untuk menguap (Sastrohamidjojo,
1991). Fase diam pada kromatografi ini adalah zat padat (misalnya silika gel,
alumina, karbon aktif) sedangkan untuk fase geraknya yaitu zat cair (aseton,
etanol) (Rubiyanto, 2017). Cara kerja kromatografi ini yaitu sampel yang biasanya
berupa larutan pekat diletakkan pada ujung atas kolom. Eluen atau pelarut
dialirkan secara kontinu ke dalam kolom. Dengan adanya gravitasi atau karena
bantuan tekanan, maka eluen atau pelarut akan melewati kolom dan proses
pemisahan akan terjadi (Kristanti, dkk., 2008).
2.5 KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan kromatografi planar, yang
fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar
yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya (Sastrohamidjojo,
1991). KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya
hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil.
Kromatografi Lapis Tipis merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi
berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari
komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen
(Suryadarma, 2014). Oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia
tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda, sehingga
hal inilah yang menyebabkan pemisahan. Kelebihan kromatografi lapis tipis
antara lain (Kemendikbud, 2018) :
a. Waktu yang diperlukan untuk analisis senyawa relatif pendek.
b. Dalam analisis kualitatif dapat memberikan informasi semi kuantitatif
tentang konstituen utama dalam sampel.
c. Cocok untuk memonitor identitas dan kemurnian sampel.
d. Dengan bantuan prosedur pemisahan yang sesuai, dapat digunakan untuk
analisis kombinasi sampel terutama dari sediaan herbal.
2.6 Monografi Bahan
1. Etanol 96%

Rumus Molekul : C2H6O

Berat Molekul : 46,07 gram/mol

Pemerian : Pemerian dari etanol berupa cairan mudah


menguap, jernih, tidak berwarna; bau khas dan
menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah
menguap walaupun pada suhu rendah dan
mendidih pada suhu 78ºC, mudah terbakar.

Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur


dengan semua pelarut organik

(Kemenkes RI, 2020)


2. Silika Gel

Rumus Molekul : SiO2

Pemerian : Terhidrat sebagian , amorf, terdapat dalam


bentuk granul, seperti kaca dengan berbagai
ukuran. Jika digunakan sebagai pengering,
seringkali disebut dengan senyawa yang
berubah warna, jika kapasitas penyerapan air
sudah habis. Bahan berwarna tersebut dapat
dikembalikan (dapat menyerap air kembali)
dengan memanaskannya pada suhu 110ºC
hingga gel berubah menjadi warna semula

(Kemenkes RI, 2014)


3. Kloroform

Rumus Molekul : CHCl3

Berat Molekul : 119,38 gram/mol

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, mudah


mengalir; mempunyai sifat khas; bau eter; rasa
manis dan membakar. Mendidih pada suhu
lebih kurang 61°C, dipengaruhi oleh cahaya.

Kelarutan : Sukar larut dalam air; dapat bercampur dengan


etanol; dengan eter, dengan benzena, dengan
heksana, dan dengan lemak dan minyak
menguap.

(Kemenkes RI, 2020)


4. n- Heksana

Rumus Molekul : C6H14

Berat Molekul : 86,18 gram/mol

Pemerian : Cairan jernih, mudah menguap, berbau seperti


eter lemah atau bau seperti petroleum, cairan
mudah terbakar harus disimpan ditempat
sejuk, hindari dari api, dan dalam wadah
tertutup rapat..

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air , larut dalam


etanol mutlak, dapat bercampur dengan eter,
dengan kloroform, dengan benzena dan
dengan sebagian besar minyak lemak dan
minyak atsiri.

(Kemenkes RI, 2014)


III. ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat
● Alat-alat gelas
● Batang pengaduk
● Chamber
● Batang bambu
● Sarung tangan
● Masker
● Botol vial yang sudah dikalibrasi dengan volum 5 mL
● Kertas saring
● Kolom kromatografi
● Toples kaca
● Spektrofotometri UV
3.2 Bahan
● Serbuk kunyit
● Etanol 96%
● Silika gel
● N-Heksana
● Kloroform
● Plat KLT
IV. PROSEDUR KERJA
4.1 Pembuatan Ekstrak Curcumae domesticae rhizoma
1. Serbuk kering Curcumae domesticae ditimbang sebanyak 10 gram.
2. Serbuk diekstraksi sesuai dengan pembuatan ekstrak menurut FHI.
3. Ekstrak yang diperoleh diuapkan diatas waterbath menggunakan
cawan porselin (cawan sudah ditimbang sebelum digunakan) hingga
mendapatkan ekstrak kental.
4. Cawan porselin berisi ekstrak kental ditimbang.
5. Hitung ekstrak kental yang diperoleh.
4.2 Pemisahan dengan Kolom Kromatografi
4.2.1 Pembuatan Kolom Kromatografi
1. Eluen (N-heksana : kloroform : etanol 96% = 45 : 45 : 10) disiapkan.
2. Silika gel dituangkan ke dalam gelas beaker (gelas beaker sudah
ditimbang terlebih dahulu).
3. Gelas beaker berisi silika gel ditimbang untuk mengetahui bobot silika
gel yang digunakan.
4. Eluen ditambahkan kedalam gelas beaker sambil diaduk hingga
terbentuk campuran seperti bubur.
5. Bubur silika dimasukkan sedikit demi sedikit dengan pipet ke dalam
kolom setinggi 15 cm dengan diameter 1 cm yang sudah dialasi
dengan glass wool (hati-hati jangan sampai terbentuk
rongga/gelembung).
6. Kolom didiamkan sampai kolom rapat dan siap digunakan.
4.2.1 Pengisian Cuplikan/Sampel ke dalam Kolom
1. Ekstrak kental yang diperoleh ditambahkan 10 mL etanol 96%, lalu
dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit
melalui dinding.
2. Wadah ekstrak dibilas dengan sedikit eluen, lalu dituangkan kembali
ke kolom.
3. Biarkan cairan mengalir ke bawah sampai terserap semua
4.2.3 Pemisahan
1. Kolom dielusi dengan eluen sampai keluar eluatnya.
2. Kecepatan elusi diatur kurang lebih 1 mL per 5 menit.
3. Eluat ditampung dalam 5 vial sampai tanda batas (sebanyak 5 mL).
4. Pekatkan eluat sampai setengah volume.
4.3 Identifikasi Curcumin dengan KLT
1. Semua fraksi yang telah dipekatkan ditotolkan sebanyak 2 μL (larutan
pembanding kurkumin 0,1% dalam etanol P) pada plat KLT silika gel
60 GF254 yang telah dicuci dengan metanol dan diaktivasi pada suhu
110oC selama 30 menit.
2. Plat KLT dimasukkan ke dalam chamber (Fase gerak : Kloroform
P-Metanol P = 95 : 5, Rf curcumin = 0,62), elusi sampai jarak
pengembangan 1 cm dari tepi atas.
3. Plat diangin-anginkan selama 10 menit.
4. Amati dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366
nm.
5. Spot/noda ditandai dan hitung Rf masing-masing spot serta tentukan
spot yang diduga curcumin.
V. SKEMA KERJA
5.1 Pembuatan Ekstrak Curcumae domesticae rhizoma

Serbuk kering Curcumae domesticae ditimbang sebanyak 10 gram.


Serbuk diekstraksi sesuai dengan pembuatan ekstrak menurut FHI



Ekstrak yang diperoleh diuapkan diatas waterbath menggunakan cawan
porselin (cawan sudah ditimbang sebelum digunakan) hingga mendapatkan
ekstrak kental

Cawan porselin berisi ekstrak kental ditimbang.


Hitung ekstrak kental yang diperoleh


5.2 Pemisahan dengan Kolom Kromatografi
5.2.1 Pembuatan Kolom Kromatografi

Eluen (N-heksana : kloroform : etanol 96% = 45 : 45 : 10) disiapkan.


Silika gel dituangkan ke dalam gelas beaker (gelas beaker sudah ditimbang
terlebih dahulu).

Gelas beaker berisi silika gel ditimbang untuk mengetahui bobot silika gel
yang digunakan.

Eluen ditambahkan kedalam gelas beaker sambil diaduk hingga terbentuk


campuran seperti bubur.

Bubur silika dimasukkan sedikit demi sedikit dengan pipet ke dalam kolom
setinggi 15 cm dengan diameter 1 cm yang sudah dialasi dengan glass wool
(hati-hati jangan sampai terbentuk rongga/gelembung).

Kolom didiamkan sampai kolom rapat dan siap digunakan.


5.2.2 Pemasukan Cuplikan/Sampel ke Kolom Kromatografi

Ekstrak kental yang diperoleh ditambahkan 10 mL etanol 96%, lalu


dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit melalui
dinding.

Wadah ekstrak dibilas dengan sedikit eluen, lalu dituangkan kembali ke


kolom.

Biarkan cairan mengalir ke bawah sampai terserap semua


5.2.3 Pemisahan

Kolom dielusi dengan eluen sampai keluar eluatnya.


Kecepatan elusi diatur kurang lebih 1 mL per 5 menit.


Eluat ditampung dalam 5 vial sampai tanda batas (sebanyak 5 mL).


Pekatkan eluat sampai setengah volume.


5.3 Identifikasi Curcumin dengan KLT

Semua fraksi yang telah dipekatkan ditotolkan sebanyak 2 μL (larutan


pembanding kurkumin 0,1% dalam etanol P) pada plat KLT silika gel 60 GF254
yang telah dicuci dengan metanol dan diaktivasi pada suhu 110oC selama 30
menit.

Plat KLT dimasukkan ke dalam chamber (Fase gerak : Kloroform P-Metanol P


= 95 : 5, Rf curcumin = 0,62), elusi sampai jarak pengembangan 1 cm dari tepi
atas.

Plat diangin-anginkan selama 10 menit.


Amati dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

Spot/noda ditandai dan hitung Rf masing-masing spot serta tentukan spot yang
diduga curcumin.

VI. DATA HASIL PENGAMATAN


6.1. Pembuatan Ekstrak Curcumae domesticae Rhizoma
A. Penimbangan Bobot Ekstrak dan Persentase Rendemen

No Keterangan Jumlah

1. Bobot Cawan Porselen Kosong 76,300 gram

2. Bobot Cawan Porselen + Ekstrak 77,722 gram

Total Bobot Ekstrak 1,422 gram

Persentase Rendemen 9,48 %

6.2. Pembuatan Kolom Kromatografi


A. Penimbangan Bahan

No Nama Bahan Jumlah

1. Silica gel 8 gram

2. n-heksana 45 mL

3. Kloroform 45 mL

4. Etanol 96% 10 mL

6.3. Identifikasi Kurkumin dengan KLT


A. Penimbangan Fase Gerak

No Nama Bahan Jumlah

1. Kloroform 14,25 mL

2. Metanol 0,75 mL
6.4. Hasil KLT (Lampu UV dengan Panjang Gelombang = 366 nm)

Fraksi Noda Jarak Jarak Rf HRf


Tempuh Tempuh Fase
Sampel (cm) Gerak (cm)

Fraksi 1 Noda 1 2,1 8 0,2625 26,25

Noda 2 3,9 8 0,4875 48,75

Noda 3 5,4 8 0,675 67,5

Noda 4 5,9 8 0,7375 73,75

Fraksi 2 Noda 1 2,1 8 0,2625 26,25

Noda 2 3,9 8 0,4875 48,75

Noda 3 5,1 8 0,6375 63,75

Noda 4 5,8 8 0,725 72,5

Fraksi 3 Noda 1 2,2 8 0,275 27,5

Noda 2 4,3 8 0,5375 53,75

Noda 3 6,4 8 0,8 80

Fraksi 4 Noda 1 2,4 8 0,3 30

Noda 2 4,5 8 0,5625 56,25

Noda 3 6,6 8 0,825 82,5

VII. Perhitungan Hasil


7.1. Pembuatan Ekstrak Curcumae domesticae Rhizoma
A. Penimbangan Total Bobot Rendemen
● Diketahui :
Bobot cawan porselen kosong = 76,300 gram
Bobot cawan porselen + ekstrak = 77,722 gram
Bobot awal ekstrak = 15 gram
● Bobot ekstrak = (bobot cawan + ekstrak) - bobot cawan bersih
= 76,300 gram - 77,722 gram
= 1,422 gram
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
● Persentase rendemen = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
x 100%
1,422 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 15 𝑔𝑟𝑎𝑚
x 100%

= 9,48 %
7.2. Pembuatan Kolom Kromatografi
A. Perhitungan penggunaan larutan eluen
45
- n-heksana = 100
x 100 = 45 mL
45
- Kloroform = 100
x 100 = 45 mL
10
- Etanol 96 % = 100
x 100 = 10 mL

B. Perhitungan indeks polaritas eluen


Diketahui indek polaritas :
- n-heksana = 0,1
- Kloroform = 4,4
- Etanol 96% = 5,2
n - heksana : Kloroform : Etanol 96% (45 :45 : 10)
45 45 10
=[( 100 x 0,1) + ( 100 x 4,4) + ( 100 x 5,2)]

= [0,045 + 1,98 + 0,52]


= 2,545
7.3. Identifikasi Curcumin dengan KLT
A. Perhitungan fase gerak
Kloroform P : Metanol P (95 : 5)
95
- Kloroform = 100
x 15 = 14,25 mL
5
- Metanol = 100
x 15 = 0,25 mL

7.4. Hasil KLT


𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑅𝑓 = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘

● Fraksi 1:
2,1 𝑐𝑚
- Noda 1 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,2625 cm
3,9 𝑐𝑚
- Noda 2 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,4875 cm
5,4 𝑐𝑚
- Noda 3 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,675 cm
5,9 𝑐𝑚
- Noda 4 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,7375 cm

● Fraksi 2:
2,1 𝑐𝑚
- Noda 1 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,2625 cm
3,9 𝑐𝑚
- Noda 2 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,4875 cm
5,1 𝑐𝑚
- Noda 3 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,6375 cm
5,8 𝑐𝑚
- Noda 4 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,725 cm

● Fraksi 3:
2,2 𝑐𝑚
- Noda 1 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,275 cm
4,3 𝑐𝑚
- Noda 2 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,5375 cm
6,4 𝑐𝑚
- Noda 3 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,8 cm

● Fraksi 4:
2,4 𝑐𝑚
- Noda 1 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,3 cm
4,5 𝑐𝑚
- Noda 2 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,5625 cm
6,6 𝑐𝑚
- Noda 3 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,825 cm

VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan analisis kualitatif untuk mengetahui adanya
senyawa kurkumin pada sampel yang diuji. Pelaksanaan praktikum ini terdiri atas
tiga tahapan, yaitu tahap ekstraksi serbuk simplisia rimpang kunyit dengan metode
maserasi, pemisahan fraksi dengan kromatografi kolom, dan tahap identifikasi
dengan kromatografi lapis tipis (KLT).
8.1 Ekstraksi dengan Maserasi
Ekstraksi simplisia rimpang kunyit pada praktikum ini menggunakan
metode maserasi. Maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Pelarut akan masuk ke dalam sel
dari tanaman melewati dinding sel dan isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.
Maserasi rimpang kunyit dilakukan dengan menimbang lebih kurang 10
mg serbuk simplisia (Curcumae domestica Rhizoma) dan dilarutkan di dalam 10
bagian pelarut (Kemenkes RI, 2017). Larutan yang digunakan adalah etanol 70%
sebanyak 100 mL. Etanol digunakan sebagai penyari karena sifatnya yang sama
dengan kurkumin, yaitu non-polar dan kurkumin dapat larut dalam etanol. Etanol
sendiri dapat mengikat senyawa yang bersifat polar maupun non-polar karena
etanol memiliki dua gugus yang berbeda, yakni gugus hidroksil (-OH) yang
bersifat polar dan gugus etil (-C2H5) yang bersifat non-polar.
Wadah tempat penyimpanan maserat ditutup rapat yang bertujuan untuk
mencegah penguapan dari etanol karena sifat etanol yang mudah menguap dan
untuk melindungi senyawa kurkumin dari paparan cahaya matahari langsung
karena paparan cahaya secara langsung dapat merusak stabilitas kurkumin.
Remaserasi dilakukan dengan cara menyaring ampas dan ditambahkan 100 mL
etanol 70%, diaduk dan didiamkan kembali selama 1 hari. Proses ini diulangi
setidaknya 2 kali dengan jumlah dan jenis pelarut yang sama. Ekstrak yang
diperoleh diuapkan diatas waterbath menggunakan cawan porselin (cawan sudah
ditimbang sebelum digunakan) hingga mendapatkan ekstrak kental. Bobot cawan
porselen kosong yang digunakan sebesar 76,300 gram. Setelah mendapatkan
ekstrak kental, cawan ditimbang kembali dan didapatkan bobotnya sebesar 77,722
gram. Maka dari itu, didapatkan bobot ekstrak sebesar 1,42 gram dengan
persentase rendemen sebesar 9,48%. Semakin tinggi jumlah rendemen yang
dihasilkan dari suatu ekstraksi, maka senyawa aktif pada suatu sampel dapat
ditunjukkan dari banyaknya atau tingginya jumlah rendemen yang dihasilkan
(Hasnaeni, dkk., 2019).
8.2 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom
Setelah dilakukan proses maserasi untuk mendapatkan ekstrak, tahap
selanjutnya adalah pemisahan dengan metode kromatografi kolom. Kromatografi
kolom adalah metode pemisahan berbasis pada pemisahan daya adsorpsi suatu
adsorben terhadap suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya.
Cara kerja kromatografi ini yaitu sampel yang biasanya berupa larutan pekat
diletakkan pada ujung atas kolom. Sampel dibawa oleh carrier atau fase gerak
(mobile phase), sedangkan kolom berisi suatu bahan yang disebut fase diam
(stationary phase) yang berfungsi memisahkan komponen-komponen sampel
(Wati, 2014).
Fase diam yang digunakan dalam praktikum ini adalah silika gel,
sedangkan untuk fase geraknya berupa pelarut polar, semi polar, maupun
non-polar. Pada praktikum ini digunakan eluen yang merupakan kombinasi dari
n-heksana, kloroform, dan etanol 96% dengan perbandingan 45:45:10.
Perbandingan ini menunjukkan volume yang digunakan dari ketiga bahan
tersebut. Volume n-heksana dan kloroform sebesar 45 mL, sedangkan volume
etanol 96% sebesar 10 mL. Tujuan dari penggunaan 3 macam fase gerak dengan
variasi perbandingan adalah untuk mendapatkan pemisahan yang lebih baik sesuai
dengan polaritasnya. Silika gel ditimbang dengan cara mengukur kolom yang
akan digunakan yakni dengan tinggi 15 cm dan diameter 1 cm. Pengaruh tinggi
dan lebar kolom akan mempengaruhi kecepatan pemisahan karena semakin tinggi
kolom, sampel akan tertahan lebih lama pada kolom sehingga hasil pemisahan
lebih baik. Kolom diberi tanda sesuai tinggi yang diinginkan, yakni 15 cm dan
dimasukkan glasswool ke dalam kolom secukupnya. Penggunaan glasswool ini
bertujuan untuk menahan fase diam agar tidak keluar dari kolom pada saat proses
kromatografi berlangsung dan bagian bawah kolom menjadi rata.
Bubur silika dibuat dengan menambahkan eluen ke dalam silika gel pada
gelas beaker. Bubur yang sudah siap dimasukkan ke dalam kolom dengan
menggunakan pipet tetes dan dilakukan secara melingkar melalui dinding kolom.
Hal ini bertujuan agar bubur silika yang ada di dalam kolom tetap rata dan tidak
membentuk gelembung udara yang dapat mengganggu proses kromatografi.
Bubur silika yang tertinggal pada dinding kolom dibilas dengan eluen sehingga
tidak ada bubur silika yang tertinggal dan proses ini dilakukan hingga bubur silika
mencapai batas dari kolom yang sudah ditandai. Kemudian , ekstrak kental yang
sudah didapatkan sebelumnya ditambahkan 10 m etanol dan dimasukkan ke dalam
kolom kromatografi sedikit demi sedikit melalui dinding kolom. Sampel perlu
dimasukkan dengan hati-hati agar tidak terjadi ketidakhomogenan permukaan fase
diam.
Wadah ekstrak tersebut dibilas dengan sedikit eluen dan dibiarkan cairan
mengalir hingga terserap semua. Kemudian dilakukan elusi dengan mengatur
waktunya sekitar 1 mL per 5 menit dan eluat ditampung dengan menggunakan
botol vial. Kemudian dipekatkan hingga fase geraknya hilang. Pada praktikum ini,
didapatkan lima fraksi eluat yang memiliki warna yang berbeda. Apabila warna
fraksi yang diperoleh semakin pekat, maka kandungan kurkumin yang dihasilkan
semakin tinggi. Fraksi yang sudah diperoleh diidentifikasi kadar kurkuminnya
dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
8.3 Identifikasi Plat KLT
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan kromatografi planar, yang
fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar
yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik. Kelima
fraksi yang sudah didapatkan akan dilakukan uji KLT melalui kromatografi kolom
dengan menggunakan fase diam silika gel 60 GF254 berukuran 8 x 10 dan fase
gerak merupakan campuran kloroform P dengan metanol P (95:5). Pelarut ini
dipilih karena sifat kurkumin yang larut dalam pelarut organik. Plat silika gel 60
GF254 merupakan jenis plat silika gel yang memiliki diameter pori rata-rata 60 Å
dengan pengikat (Gypsum) yang umumnya berupa kalsium sulfat dan dapat
berfluoresensi pada sinar UV 254 nm (Watson, 2005). Fase gerak yang digunakan
didominasi dengan pelarut non polar, yaitu kloroform dan metanol.
Sebelum dilakukan uji KLT, plat dibersihkan terlebih dahulu dari zat
pengotor menggunakan metanol dan diaktivasi pada suhu 110oC selama 30 menit
agar proses analisis KLT tidak terganggu oleh zat pengotor ataupun kandungan air
yang masih ada pada plat KLT. Selanjutnya, dilakukan penjenuhan chamber untuk
mengoptimalkan fase gerak yang digunakan dengan meratakan tekanan uap dari
fase gerak pada keseluruhan chamber. Semua fraksi yang telah diperoleh
ditotolkan sebanyak 2 μL pada 1 cm dari tepi bawah plat KLT yang telah dicuci.
Letak totolan noda setiap fraksi diberi jarak sebesar 1 cm. Plat yang sudah ditotol
dimasukkan ke dalam chamber dan plat dibiarkan untuk berelusi hingga 1 cm dari
tepi atas plat. Setelah itu, plat diambil dari chamber dan dikeringkan. Kemudian,
dilakukan pengamatan di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan
366 nm. Spot yang terlihat ditandai dan dihitung Rf masing-masing spot dan
dilakukan penentuan spot mana yang merupakan kurkumin.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan, terhitung nilai-nilai Rf dari
bercak-bercak setiap fraksi. Untuk menentukan spot yang diduga kurcumin,
dilakukan perbandingan nilai Rf dari setiap bercak dengan nilai Rf dari kurkumin
menurut pustaka, yakni 0,62. Pada penyinaran UV 366 nm, terdapat noda yang
memiliki nilai mendekati nilai Rf kurkumin, yaitu noda 3 pada fraksi 2 yang
memiliki nilai Rf sebesar 0,6375. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa
fraksi 2 merupakan kurkumin.
IX. KESIMPULAN
9.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pemisahan senyawa bahan alam, curcumin dari
rimpang kunyit ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu maserasi. Maserasi merupakan
proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur
ruangan. Pelarut yang digunakan dalam praktikum ini adalah etanol 70%.
Hasil %rendemen yang dihasilkan dalam maserasi yaitu 9,48%, sehingga
proses ekstraksi kali ini tidak berlangsung secara optimal karena tidak
memenuhi standar ekstrak menurut FHI yaitu tidak kurang dari 11,0%.
2. Pemisahan secara preparatif pada praktikum ini dilakukan dengan
kromatografi kolom. Fase gerak yang digunakan adalah N-Heksana :
kloroform : etanol 96% = 45 : 45 : 10 dengan fase diam berupa silika gel.
Data hasil pengamatan menunjukkan pada 5 botol vial hasil kromatografi
kolom terdapat variasi warna. Semakin pekat warna orange yang
didapatkan pada saat kromatografi kolom maka semakin banyak pula
kandungan kurkumin di dalamnya.
3. Identifikasi kurkumin dilakukan melalui proses Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) dengan visualisasi menggunakan sinar UV pada panjang gelombang
254 nm dan 366 nm. Data hasil pengamatan menunjukkan terdapat
beberapa spot pada plat yang memiliki nilai Rf yang berbeda. Nilai Rf
fraksi 2 pada noda ketiga yaitu 0,6375 cm, diduga mengandung kurkumin.
Hal ini dikarenakan nilai Rf ini yang paling mendekati nilai Rf standar
kurkumin menurut FHI yaitu 0,62.
9.2 Saran
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan praktikum ini
seperti dalam melakukan pengadukan pada sampel saat maserasi dilakukan secara
merata karena tujuan pengadukan ini adalah untuk meratakan konsentrasi cairan
diluar serbuk simplisia, serta pastikan saat melakukan penguapan tidak ada pelarut
yang tersisa pada ekstrak. Selain itu saat memasukan serbuk rimpang kunyit ke
dalam toples kaca ada baiknya berhati-hati karena bahan berbentuk serbuk kering
sehingga dapat bertembangan dan mengubah bobot sampel. Dalam pemisahan
menggunakan kromatografis kolom agar menggunakan jumlah glasswool yang
sesuai yaitu tidak boleh lebih ataupun kurang karena dapat mempengaruhi hasil
pemisahan. Serta melakukan elusi pastikan chamber tertutup rapat agar fase gerak
(eluen) tidak menguap.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4 . Jakarta : UI-press.
Chairunnisa, S., Wartini, N. W., Suhendra, L. 2019. Pengaruh Suhu dan Waktu
Maserasi Terhadap Karakteristik Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus mauritiana
L.) Sebagai Sumber Saponin. Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Agroindustri. 7(4): 551-560.
Curcuma Longa L. dari ITIS, data diperoleh melalui situs internet:
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc
hvalue=42394#null. Diunduh pada tanggal 12 Oktober 2022 pada pukul
14.50 WITA.
Hasnaeni, Wisdawati, dan Usman, S. 2019. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap
Rendemen dan Kadar Fenolik Ekstrak Tanaman Kayu Beta-Beta (Lunasia
amara Blanco). Jurnal Farmasi Galenika. 5(2): 175-182
Kemendikbud. 2018. Melaksanakan Analisis Secara Kromatografi Konvensional
mengikuti Prosedur. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2020. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi II. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kristanti, A. N., Aminah, N. S., Tanjung, M., Kurniadi, B. 2008. Buku Ajar
Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press.
Lestari, M. L. A. D., and Indrayanto, G. 2014. Curcumin. Profiles of Drug
Substances, Excipients and Related Methodology. 39 (1): 113–204.
Rajesh H. et al., 2013. Phytochemical Analysis Of Methanolic Extract Of
Curcuma Longa Linn Rhizome. International Journal Of Universal
Pharmacy And Bio Sciences. ISSN 2319-8141.
Rubiyanto, D. 2017. Metode Kromatografi: Prinsip Dasar, Praktikum dan
Pendekatan Pembelajaran Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.
Sastrohamidjojo, H. 1991. Kromatografi.Yogyakarta: Liberty.
Suryadarma, M. 2014. Pengembangan Metode Analisis. Surabaya: Airlangga
Press, Surabaya.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan
dan Efek Sampingnya. Edisi V. Jakarta: Efek Media Komputindo.
Wati, N. F. N. 2014. Peningkatan Kualitas Minyak Nilam Melalui Proses Adsorpsi
Menggunakan Adsorben Alumina dengan Sistem Flow. Indonesian Journal
of Chemical Research. 2(1): 84-95.
Watson, D. G. 2005. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi. Terjemahan oleh Amalia H. Hadinarta. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC. 368 - 372.
LAMPIRAN

Foto Kegiatan Keterangan

Menimbang 8 gram silika gel

Bahan-bahan yang digunakan

Bubur silika
Proses kromatografi kolom

Hasil fraksi kromatografi kolom 1

Hasil fraksi kromatografi kolom 2

Hasil fraksi kromatografi kolom 3


Hasil fraksi kromatografi kolom 4

Hasil fraksi kromatografi kolom 5

Aktivasi plat KLT pada suhu 110͒C


selama 30 menit

Alat chamber
Plat KLT yang sudah diisi sampel
fraksi

Mengelusi plat KLT

Hasil elusi plat KLT

Alat UV transluminator
Visualisasi menggunakan sinar UV
pada panjang gelombang 254 nm

Visualisasi menggunakan sinar UV


pada panjang gelombang 366 nm

Anda mungkin juga menyukai