Oleh :
Kelompok 2
Golongan B
Silika gel dituangkan ke dalam gelas beaker (gelas beaker sudah ditimbang
terlebih dahulu).
↓
Gelas beaker berisi silika gel ditimbang untuk mengetahui bobot silika gel
yang digunakan.
↓
Bubur silika dimasukkan sedikit demi sedikit dengan pipet ke dalam kolom
setinggi 15 cm dengan diameter 1 cm yang sudah dialasi dengan glass wool
(hati-hati jangan sampai terbentuk rongga/gelembung).
↓
Amati dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
↓
Spot/noda ditandai dan hitung Rf masing-masing spot serta tentukan spot yang
diduga curcumin.
No Keterangan Jumlah
2. n-heksana 45 mL
3. Kloroform 45 mL
4. Etanol 96% 10 mL
1. Kloroform 14,25 mL
2. Metanol 0,75 mL
6.4. Hasil KLT (Lampu UV dengan Panjang Gelombang = 366 nm)
= 9,48 %
7.2. Pembuatan Kolom Kromatografi
A. Perhitungan penggunaan larutan eluen
45
- n-heksana = 100
x 100 = 45 mL
45
- Kloroform = 100
x 100 = 45 mL
10
- Etanol 96 % = 100
x 100 = 10 mL
● Fraksi 1:
2,1 𝑐𝑚
- Noda 1 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,2625 cm
3,9 𝑐𝑚
- Noda 2 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,4875 cm
5,4 𝑐𝑚
- Noda 3 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,675 cm
5,9 𝑐𝑚
- Noda 4 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,7375 cm
● Fraksi 2:
2,1 𝑐𝑚
- Noda 1 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,2625 cm
3,9 𝑐𝑚
- Noda 2 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,4875 cm
5,1 𝑐𝑚
- Noda 3 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,6375 cm
5,8 𝑐𝑚
- Noda 4 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,725 cm
● Fraksi 3:
2,2 𝑐𝑚
- Noda 1 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,275 cm
4,3 𝑐𝑚
- Noda 2 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,5375 cm
6,4 𝑐𝑚
- Noda 3 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,8 cm
● Fraksi 4:
2,4 𝑐𝑚
- Noda 1 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,3 cm
4,5 𝑐𝑚
- Noda 2 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,5625 cm
6,6 𝑐𝑚
- Noda 3 → Rf = 8 𝑐𝑚
= 0,825 cm
VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan analisis kualitatif untuk mengetahui adanya
senyawa kurkumin pada sampel yang diuji. Pelaksanaan praktikum ini terdiri atas
tiga tahapan, yaitu tahap ekstraksi serbuk simplisia rimpang kunyit dengan metode
maserasi, pemisahan fraksi dengan kromatografi kolom, dan tahap identifikasi
dengan kromatografi lapis tipis (KLT).
8.1 Ekstraksi dengan Maserasi
Ekstraksi simplisia rimpang kunyit pada praktikum ini menggunakan
metode maserasi. Maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Pelarut akan masuk ke dalam sel
dari tanaman melewati dinding sel dan isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.
Maserasi rimpang kunyit dilakukan dengan menimbang lebih kurang 10
mg serbuk simplisia (Curcumae domestica Rhizoma) dan dilarutkan di dalam 10
bagian pelarut (Kemenkes RI, 2017). Larutan yang digunakan adalah etanol 70%
sebanyak 100 mL. Etanol digunakan sebagai penyari karena sifatnya yang sama
dengan kurkumin, yaitu non-polar dan kurkumin dapat larut dalam etanol. Etanol
sendiri dapat mengikat senyawa yang bersifat polar maupun non-polar karena
etanol memiliki dua gugus yang berbeda, yakni gugus hidroksil (-OH) yang
bersifat polar dan gugus etil (-C2H5) yang bersifat non-polar.
Wadah tempat penyimpanan maserat ditutup rapat yang bertujuan untuk
mencegah penguapan dari etanol karena sifat etanol yang mudah menguap dan
untuk melindungi senyawa kurkumin dari paparan cahaya matahari langsung
karena paparan cahaya secara langsung dapat merusak stabilitas kurkumin.
Remaserasi dilakukan dengan cara menyaring ampas dan ditambahkan 100 mL
etanol 70%, diaduk dan didiamkan kembali selama 1 hari. Proses ini diulangi
setidaknya 2 kali dengan jumlah dan jenis pelarut yang sama. Ekstrak yang
diperoleh diuapkan diatas waterbath menggunakan cawan porselin (cawan sudah
ditimbang sebelum digunakan) hingga mendapatkan ekstrak kental. Bobot cawan
porselen kosong yang digunakan sebesar 76,300 gram. Setelah mendapatkan
ekstrak kental, cawan ditimbang kembali dan didapatkan bobotnya sebesar 77,722
gram. Maka dari itu, didapatkan bobot ekstrak sebesar 1,42 gram dengan
persentase rendemen sebesar 9,48%. Semakin tinggi jumlah rendemen yang
dihasilkan dari suatu ekstraksi, maka senyawa aktif pada suatu sampel dapat
ditunjukkan dari banyaknya atau tingginya jumlah rendemen yang dihasilkan
(Hasnaeni, dkk., 2019).
8.2 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom
Setelah dilakukan proses maserasi untuk mendapatkan ekstrak, tahap
selanjutnya adalah pemisahan dengan metode kromatografi kolom. Kromatografi
kolom adalah metode pemisahan berbasis pada pemisahan daya adsorpsi suatu
adsorben terhadap suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya.
Cara kerja kromatografi ini yaitu sampel yang biasanya berupa larutan pekat
diletakkan pada ujung atas kolom. Sampel dibawa oleh carrier atau fase gerak
(mobile phase), sedangkan kolom berisi suatu bahan yang disebut fase diam
(stationary phase) yang berfungsi memisahkan komponen-komponen sampel
(Wati, 2014).
Fase diam yang digunakan dalam praktikum ini adalah silika gel,
sedangkan untuk fase geraknya berupa pelarut polar, semi polar, maupun
non-polar. Pada praktikum ini digunakan eluen yang merupakan kombinasi dari
n-heksana, kloroform, dan etanol 96% dengan perbandingan 45:45:10.
Perbandingan ini menunjukkan volume yang digunakan dari ketiga bahan
tersebut. Volume n-heksana dan kloroform sebesar 45 mL, sedangkan volume
etanol 96% sebesar 10 mL. Tujuan dari penggunaan 3 macam fase gerak dengan
variasi perbandingan adalah untuk mendapatkan pemisahan yang lebih baik sesuai
dengan polaritasnya. Silika gel ditimbang dengan cara mengukur kolom yang
akan digunakan yakni dengan tinggi 15 cm dan diameter 1 cm. Pengaruh tinggi
dan lebar kolom akan mempengaruhi kecepatan pemisahan karena semakin tinggi
kolom, sampel akan tertahan lebih lama pada kolom sehingga hasil pemisahan
lebih baik. Kolom diberi tanda sesuai tinggi yang diinginkan, yakni 15 cm dan
dimasukkan glasswool ke dalam kolom secukupnya. Penggunaan glasswool ini
bertujuan untuk menahan fase diam agar tidak keluar dari kolom pada saat proses
kromatografi berlangsung dan bagian bawah kolom menjadi rata.
Bubur silika dibuat dengan menambahkan eluen ke dalam silika gel pada
gelas beaker. Bubur yang sudah siap dimasukkan ke dalam kolom dengan
menggunakan pipet tetes dan dilakukan secara melingkar melalui dinding kolom.
Hal ini bertujuan agar bubur silika yang ada di dalam kolom tetap rata dan tidak
membentuk gelembung udara yang dapat mengganggu proses kromatografi.
Bubur silika yang tertinggal pada dinding kolom dibilas dengan eluen sehingga
tidak ada bubur silika yang tertinggal dan proses ini dilakukan hingga bubur silika
mencapai batas dari kolom yang sudah ditandai. Kemudian , ekstrak kental yang
sudah didapatkan sebelumnya ditambahkan 10 m etanol dan dimasukkan ke dalam
kolom kromatografi sedikit demi sedikit melalui dinding kolom. Sampel perlu
dimasukkan dengan hati-hati agar tidak terjadi ketidakhomogenan permukaan fase
diam.
Wadah ekstrak tersebut dibilas dengan sedikit eluen dan dibiarkan cairan
mengalir hingga terserap semua. Kemudian dilakukan elusi dengan mengatur
waktunya sekitar 1 mL per 5 menit dan eluat ditampung dengan menggunakan
botol vial. Kemudian dipekatkan hingga fase geraknya hilang. Pada praktikum ini,
didapatkan lima fraksi eluat yang memiliki warna yang berbeda. Apabila warna
fraksi yang diperoleh semakin pekat, maka kandungan kurkumin yang dihasilkan
semakin tinggi. Fraksi yang sudah diperoleh diidentifikasi kadar kurkuminnya
dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
8.3 Identifikasi Plat KLT
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan kromatografi planar, yang
fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar
yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik. Kelima
fraksi yang sudah didapatkan akan dilakukan uji KLT melalui kromatografi kolom
dengan menggunakan fase diam silika gel 60 GF254 berukuran 8 x 10 dan fase
gerak merupakan campuran kloroform P dengan metanol P (95:5). Pelarut ini
dipilih karena sifat kurkumin yang larut dalam pelarut organik. Plat silika gel 60
GF254 merupakan jenis plat silika gel yang memiliki diameter pori rata-rata 60 Å
dengan pengikat (Gypsum) yang umumnya berupa kalsium sulfat dan dapat
berfluoresensi pada sinar UV 254 nm (Watson, 2005). Fase gerak yang digunakan
didominasi dengan pelarut non polar, yaitu kloroform dan metanol.
Sebelum dilakukan uji KLT, plat dibersihkan terlebih dahulu dari zat
pengotor menggunakan metanol dan diaktivasi pada suhu 110oC selama 30 menit
agar proses analisis KLT tidak terganggu oleh zat pengotor ataupun kandungan air
yang masih ada pada plat KLT. Selanjutnya, dilakukan penjenuhan chamber untuk
mengoptimalkan fase gerak yang digunakan dengan meratakan tekanan uap dari
fase gerak pada keseluruhan chamber. Semua fraksi yang telah diperoleh
ditotolkan sebanyak 2 μL pada 1 cm dari tepi bawah plat KLT yang telah dicuci.
Letak totolan noda setiap fraksi diberi jarak sebesar 1 cm. Plat yang sudah ditotol
dimasukkan ke dalam chamber dan plat dibiarkan untuk berelusi hingga 1 cm dari
tepi atas plat. Setelah itu, plat diambil dari chamber dan dikeringkan. Kemudian,
dilakukan pengamatan di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan
366 nm. Spot yang terlihat ditandai dan dihitung Rf masing-masing spot dan
dilakukan penentuan spot mana yang merupakan kurkumin.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan, terhitung nilai-nilai Rf dari
bercak-bercak setiap fraksi. Untuk menentukan spot yang diduga kurcumin,
dilakukan perbandingan nilai Rf dari setiap bercak dengan nilai Rf dari kurkumin
menurut pustaka, yakni 0,62. Pada penyinaran UV 366 nm, terdapat noda yang
memiliki nilai mendekati nilai Rf kurkumin, yaitu noda 3 pada fraksi 2 yang
memiliki nilai Rf sebesar 0,6375. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa
fraksi 2 merupakan kurkumin.
IX. KESIMPULAN
9.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pemisahan senyawa bahan alam, curcumin dari
rimpang kunyit ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu maserasi. Maserasi merupakan
proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur
ruangan. Pelarut yang digunakan dalam praktikum ini adalah etanol 70%.
Hasil %rendemen yang dihasilkan dalam maserasi yaitu 9,48%, sehingga
proses ekstraksi kali ini tidak berlangsung secara optimal karena tidak
memenuhi standar ekstrak menurut FHI yaitu tidak kurang dari 11,0%.
2. Pemisahan secara preparatif pada praktikum ini dilakukan dengan
kromatografi kolom. Fase gerak yang digunakan adalah N-Heksana :
kloroform : etanol 96% = 45 : 45 : 10 dengan fase diam berupa silika gel.
Data hasil pengamatan menunjukkan pada 5 botol vial hasil kromatografi
kolom terdapat variasi warna. Semakin pekat warna orange yang
didapatkan pada saat kromatografi kolom maka semakin banyak pula
kandungan kurkumin di dalamnya.
3. Identifikasi kurkumin dilakukan melalui proses Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) dengan visualisasi menggunakan sinar UV pada panjang gelombang
254 nm dan 366 nm. Data hasil pengamatan menunjukkan terdapat
beberapa spot pada plat yang memiliki nilai Rf yang berbeda. Nilai Rf
fraksi 2 pada noda ketiga yaitu 0,6375 cm, diduga mengandung kurkumin.
Hal ini dikarenakan nilai Rf ini yang paling mendekati nilai Rf standar
kurkumin menurut FHI yaitu 0,62.
9.2 Saran
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan praktikum ini
seperti dalam melakukan pengadukan pada sampel saat maserasi dilakukan secara
merata karena tujuan pengadukan ini adalah untuk meratakan konsentrasi cairan
diluar serbuk simplisia, serta pastikan saat melakukan penguapan tidak ada pelarut
yang tersisa pada ekstrak. Selain itu saat memasukan serbuk rimpang kunyit ke
dalam toples kaca ada baiknya berhati-hati karena bahan berbentuk serbuk kering
sehingga dapat bertembangan dan mengubah bobot sampel. Dalam pemisahan
menggunakan kromatografis kolom agar menggunakan jumlah glasswool yang
sesuai yaitu tidak boleh lebih ataupun kurang karena dapat mempengaruhi hasil
pemisahan. Serta melakukan elusi pastikan chamber tertutup rapat agar fase gerak
(eluen) tidak menguap.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4 . Jakarta : UI-press.
Chairunnisa, S., Wartini, N. W., Suhendra, L. 2019. Pengaruh Suhu dan Waktu
Maserasi Terhadap Karakteristik Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus mauritiana
L.) Sebagai Sumber Saponin. Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Agroindustri. 7(4): 551-560.
Curcuma Longa L. dari ITIS, data diperoleh melalui situs internet:
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc
hvalue=42394#null. Diunduh pada tanggal 12 Oktober 2022 pada pukul
14.50 WITA.
Hasnaeni, Wisdawati, dan Usman, S. 2019. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap
Rendemen dan Kadar Fenolik Ekstrak Tanaman Kayu Beta-Beta (Lunasia
amara Blanco). Jurnal Farmasi Galenika. 5(2): 175-182
Kemendikbud. 2018. Melaksanakan Analisis Secara Kromatografi Konvensional
mengikuti Prosedur. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2020. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi II. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kristanti, A. N., Aminah, N. S., Tanjung, M., Kurniadi, B. 2008. Buku Ajar
Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press.
Lestari, M. L. A. D., and Indrayanto, G. 2014. Curcumin. Profiles of Drug
Substances, Excipients and Related Methodology. 39 (1): 113–204.
Rajesh H. et al., 2013. Phytochemical Analysis Of Methanolic Extract Of
Curcuma Longa Linn Rhizome. International Journal Of Universal
Pharmacy And Bio Sciences. ISSN 2319-8141.
Rubiyanto, D. 2017. Metode Kromatografi: Prinsip Dasar, Praktikum dan
Pendekatan Pembelajaran Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.
Sastrohamidjojo, H. 1991. Kromatografi.Yogyakarta: Liberty.
Suryadarma, M. 2014. Pengembangan Metode Analisis. Surabaya: Airlangga
Press, Surabaya.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan
dan Efek Sampingnya. Edisi V. Jakarta: Efek Media Komputindo.
Wati, N. F. N. 2014. Peningkatan Kualitas Minyak Nilam Melalui Proses Adsorpsi
Menggunakan Adsorben Alumina dengan Sistem Flow. Indonesian Journal
of Chemical Research. 2(1): 84-95.
Watson, D. G. 2005. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi. Terjemahan oleh Amalia H. Hadinarta. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC. 368 - 372.
LAMPIRAN
Bubur silika
Proses kromatografi kolom
Alat chamber
Plat KLT yang sudah diisi sampel
fraksi
Alat UV transluminator
Visualisasi menggunakan sinar UV
pada panjang gelombang 254 nm