Anda di halaman 1dari 44

ANALISIS SUMBANGAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA BANJARMASIN


PERIODE 2016-2020 DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH
FADIA RIMA INAYATNI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

BANJARMASIN

2021 M/1442 H
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6

D. Kegunaan Penelitian..................................................................................... 6

E. Definisi Operasional..................................................................................... 6

F. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 8

G. Sistematika Pembahasan ............................................................................ 11

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 13

A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ................................................................. 13

B. Pajak Daerah .............................................................................................. 15

C. Retribusi Daerah......................................................................................... 20

D. Ekonomi Islam ........................................................................................... 24

E. Pendapatan Asli Daerah dalam Islam ........................................................ 26

F. Pajak dan Retribusi Daerah dalam Islam ................................................... 28

G. Pajak dan Retribusi Daerah dalam Pandangan Ekonomi Islam ................. 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 35

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian................................................................. 35

B. Lokasi Penelitian ........................................................................................ 35

C. Subjek dan Objek Penelitian ...................................................................... 35

D. Data dan Sumber Data ............................................................................... 36

E. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 37

i
F. Teknik Analisis Data .................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia yang merupakan negara berkembang yang sedang gencar
melakukan pembangunan di segala bidang, baik di bidang ekonomi, sosial budaya,
dan bidang lainnya. Semua pembangunan tersebut tentunya bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mencapai kesejahteraan rakyat
Indonesia secara adil dan makmur.

Pembangunan Daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional, untuk


membiayai pembangunan ini tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit.
Kebijakan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemberlakuan Otonomi Daerah adalah bertujuan untuk mewujudkan suatu
pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dan mengubah pola pembangunan
nasional dari pola pembangunan yang bersifat sentralisasi kepada pola
desentralisasi. (Puspitasari, 2016, hlm. 2).

Otonomi daerah merupakan hak dan kewajiban daerah otonom untuk


mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan dan segala kepentingan
masyarakatnya. Melalui otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan
kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola potensi
ekonominya sendiri secara proporsional. (Sabarno, 2007, hlm. 11). Potensi
ekonomi di suatu daerah diharapkan tersebar secara menyeluruh agar kesatuan
ekonomi nasional akan memiliki dasar yang kuat. Peletakan kewenangan dalam
penyelenggaraan otonomi daerah memiliki tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat, pemerataan, keadilan, demokrasi, dan penghormatan terhadap
budaya lokal serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
(Bratakusumah & Solihin, 2003, hlm. 32)

1
2

Pemerintah bertanggung jawab penuh untuk menciptakan perekonomian


daerahnya sendiri baik provinsi, kota, maupun kabupaten dan diharapkan lebih
mandiri dalam membiayai segala aktivitas daerahnya masing-masing. Untuk
mengurus daerahnya sendiri, tentunya pemerintah memerlukan dana dari sumber-
sumber penerimaan yang memadai demi menunjang kelancaran pelaksanaan
otonomi daerah dan mendukung terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan
sehubungan dengan peningkatan pelayanan dan pelaksanaan pembangunan.
Infrastruktur yang ditambah pemerintah diharapkan dapat memacu pertumbuhan
perekonomian daerah dan akan menstimulan meningkatnya pendapatan penduduk
didaerah seiring dengan meningkatnya Pendapatan Asli Daerah. Pemerintah juga
dituntut untuk bertindak efektif dan efisien dalam mengelola dan mengeluarkan
biaya agar pengelolaan daerahnya lebih terkonsentrasi dan bisa mencapai sasaran
dan tujuan yang telah ditentukan.

Salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana


pembangunan dan memenuhi belanja daerah adalah pendapatan asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Pendapatan asli daerah diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. (Siahaan, 2013, hlm. 13) Semakin tinggi PAD suatu daerah maka
semakin tinggi pula pemerintah daerah dapat membiayai kebutuhan daerahnya
sendiri. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah daerah telah berhasil
menyelenggarakan otonomi daerah.

Pemerintah daerah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


(APBD) melalui Peraturan Daerah (Perda). Perda tentang APBD selalu memuat
ringkasan tentang PAD disertai dengan target yang harus dicapai dalam satu tahun
berjalan. Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 yang kemudian diperjelas
pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah bab 1 pasal 10 menjelaskan bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut
dengan Pajak, merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
3

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan


tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemudian pasal 64 menjelaskan bahwa
Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut dengan retribusi merupakan pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.(Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009)

Tarif pajak dan retribusi daerah tergantung pada kehendak pemerintah


daerah untuk menetapkannya dengan batas maksimum yang telah ditentukan oleh
undang-undang, sedangkan jumlah macam objek pajak serta dasar pajak daerah
tergantung pada kondisi perekonomian daerah tersebut. Pemerintah daerah
diharapkan melakukan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah agar dapat
meningkatkan keuangan daerah.

Kota Banjarmasin merupakan daerah yang memiliki potensi yang beragam,


mulai dari peternakan, perikanan, dan yang utama adalah potensi di sektor
perdagangan dan jasa, serta sektor pariwisata. Salah satu tempat pariwisata yang
terkenal di Banjarmasin adalah Pasar Terapung. Sedangkan salah satu sentra
perdagangan dan pariwisata adalah Kampung Sasirangan, yang merupakan tempat
pembuatan batik Sasirangan khas Banjarmasin. (Profil Kota Banjarmasin | BPK RI
Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan, t.t.) Dibutuhkan dana yang tidak sedikit
dalam membiayai pelaksanaan pemerintah dalam rangka mengembangkan potensi
yang dimiliki daerah. Maka dari itu, PAD harus ditingkatkan guna mewujudkan
kemampuan dan kemandirian daerah serta memperkuat struktur penerimaan daerah.
Peningkatan pajak daerah merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan PAD, tentunya dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan pajak
daerah meliputi pendataan potensi, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.
4

Tabel 1.1

Realisasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan PAD Kota Banjarmasin

Tahun 2016-2020 (Rp 000)

Tahun Anggaran Pajak Daerah Retribusi Daerah Pendapatan Asli


Daerah
2016 156.819.000.000 29.866.953.221 247.258.264.474
2017 180.620.391.419 31.719.902.851 324.977.988.614
2018 190.036.401.787 32.028.261.052 277.873.887.440
2019 215.643.985.953 34.307.011.439 330.718.653.036
2020 168.139.922.672 58.848.923.162 297.392.051.269
Sumber: Website Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan. (Diolah oleh penulis, 2021).

PAD Kota Banjarmasin, pajak daerah, dan retribusi daerah selalu


mengalami kenaikan dari tahun 2016 hingga 2019, namun pada tahun 2020 terjadi
penurunan penerimaan pajak daerah dan pendapatan asli daerah, sedangkan untuk
retribusi daerah tetap mengalami kenaikan. Kepala Badan Keuangan Daerah Kota
Banjarmasin, Subhan Noor Yaumil mengutarakan Penurunan pendapatan asli
daerah ini tidaklah lepas dari dampak pandemi covid-19, karena sejumlah objek
pajak khususnya perhotelan dan restoran yang menyumbang PAD besar tidak dapat
beroperasi. (Sukarli, 2021) Pemerintah daerah berusaha untuk meningkatkan
sumber pendapatan daerahnya dari sektor pajak daerah dan retribusi daerah, ini
terbukti dengan data dari tahun 2016 hingga 2019 yang terus mengalami
peningkatan, hanya saja pada tahun 2020 mengalami penurunan yang merupakan
dampak dari pandemi covid-19. Al-Qur’an telah menjelaskan pada surah An-Nahl
(16):90.

ُ ‫َاء َو ْال ُم ْنك َِر َو ْالبَ ْغي ِ ۚ َي ِع‬


َ‫ظ ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُرون‬ ِ ‫ان َوإِيت َِاء ذِي ْالقُ ْربَ ٰى َويَ ْن َه ٰى َع ِن ْالفَحْ ش‬
ِ ‫س‬ ِ ْ ‫اَّللَ يَأ ْ ُم ُر بِ ْالعَدْ ِل َو‬
َ ْ‫اْلح‬ َّ ‫إِ َّن‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat


kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
5

kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu


dapat mengambil pelajaran”.

Negara harus menjamin dan memastikan setiap warganya memiliki


kesempatan yang sama untuk mengakses dan memanfaatkan sumber daya ekonomi.
Setiap anggota masyarakat akan dapat hidup dengan standar kebutuhan minimum.
Negara sebaiknya mengatur pemanfaatan sumber daya ekonomi agar dapat
terdistribusi secara merata dan adil, agar tidak ada satupun anggota masyarakat
yang terzalimi baik oleh negara maupun sesama anggota masyarakat. (Nurul Huda,
2017, hlm. 29)

Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan hal yang menarik untuk diteliti
karena merupakan komponen sumber penerimaan pendapatan darah guna
menyelenggarakan dan membangun daerah untuk menjalankan otonomi daerah.
Maka dari itu perlu dianalisis bagaimana sumbangan atau kontribusi dari
penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Banjarmasin dengan potensi
daerahnya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka peneliti
tertarik untuk mengangkat kedalam penelitian dengan judul “Analisis Sumbangan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota
Banjarmasin Periode 2016-2017 Dalam Perspektif Ekonomi Islam”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sumbangan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)


terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Banjarmasin periode 2016-
2020 dalam perspektif Ekonomi Islam?
6

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sumbangan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)


terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Banjarmasin periode 2016-
2020 dalam perspektif Ekonomi Islam.

D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoretik-akademik
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan acuan
yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya mengenai Pajak Daerah,
Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah, serta mempunyai kegunaan
di bidang pengembangan Ilmu Ekonomi Islam.
2. Secara Praktis
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada
Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin sehingga memperoleh
Sarjana Ekonomi Islam, dan sebagai penambah wawasan dan pengetahuan
penulis serta pengalaman penulis dalam menyusun suatu karya ilmiah.

E. Definisi Operasional
Untuk mencegah kesalahpahaman dalam penafsiran judul terhadap
pengertian yang dimaksud, penulis mengemukakan definisi operasional dalam
lingkup pembahasan sebagai berikut:
1. Analisis
Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,
perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
(sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya).(Arti kata analisis -
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, t.t.).
7

2. Sumbangan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian nomor 2, sumbangan
berarti bantuan; sokongan;- manasuka sumbangan sukarela;- wajib sumbangan
berupa uang dan sebagainya yang harus dibayar.(Arti kata sumbang-2 - Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, t.t.) Dan yang dimaskud dengan
sumbangan disini juga diartikan sebagai kontribusi dari pajak daerah dan
retribusi daerah. Kontribusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti uang
iuran (kepada perkumpulan dan sebagainya); sumbangan. (Arti kata kontribusi
- Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, t.t.).
3. Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 10 Pajak
Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, merupakan kontribusi wajib kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadiatau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluaan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
4. Retribusi Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 64
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, merupakan pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.
5. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004
Pasal 1 ayat 18, Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD merupakan
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang terdiri dari pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
8

6. Ekonomi Islam
Menurut Muhammad Abdul Mannan dalam “Islamic Economics:
Theory and Practice” menjelaskan bahwa Ekonomi Islam adalah ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat
yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. (Rosyada, 2017, hlm. 3)

F. Penelitian Terdahulu
Tabel 1.2

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Objek


Penelitian Penelitian
1. Analisis Penelitian Hasil dalam Badan
Efektivitas Pajak lapangan penelitian ini adalah Pendapatan
Daerah dan (field pajak daerah dinilai Daerah
Retribusi Daerah research). cukup efektif dengan Provinsi
Terhadap PAD rasio efektivitas rata- Lampung
Provinsi Lampung rata 83,4% dan
Tahun 2011-2015 retribusi daerah
Dalam Perspektif dinyatakan sangat
Ekonomi Islam efektif dengan
Peneliti: Afifah persentase sebesar
Husna Rosyada 118,84% selama 5
(UIN Raden Intan tahun terakhir. Dan
Lampung). berdasarkan ekonomi
Islam, pajak daerah
dan retribusi daerah
telah dipungut
berdasarkan prinsip
ekonomi Islam
9

dengan memenuhi
semua unsur keadilan,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban,
transparansi dan
independensi.
2. Analisis Metode Hasil dalam Dinas
Efektivitas analisis penelitian ini adalah Pendapatan
Penerimaan deskriptif tingkat efektivitas Daerah
Retribusi Daerah kuantitatif. untuk retribusi daerah Provinsi
dan Kontribusinya selama 2011-2015 Sulawesi
Terhadap masuk dalam kategori Utara
Peningkatan cukup efektif.
Pendapatan Asli Kontribusi daerah
Daerah (PAD) di PAD Provinsi
Provinsi Sulawesi SULUT 2011-2015
Utara. berkontribusi sedang
Peneliti: Mega tetapi rasio
Ersita, dan kontribusinya
Inggriani Elim cenderung naik setiap
(Universitas Sam tahunnya, hanya pada
Ratulangi) tahun 2015
mengalami
penurunan.
3. Analisis Penelitian Tingkat perolehan Dinas
Efektivitas, deskriptif Pajak Daerah pada Pendapatan
Efisiensi Pajak dengan Kabupaten Bantul Pengelolaan
Daerah dan menerapkan tahun 2009-2014 Keuangan
Retribusi Daerah perhitungan berdasarkan rasio dan Aset
serta Kontribusi rasio efektivitas dinyatakan Daerah
10

Terhadap efektivitas sangat efektif Kabupaten


Pendapatan Asli dan rasio meskipun cenderung Bantul.
Daerah di efisiensi serta fluktuatif, besaran
Kabupaten Bantul rasio persentase 100,56%,
Tahun 2009-2014 kontribusi. 113,85%, 129,67%.
Penulis: Ryfal 129,06%, 127,81%,
Yoduke dan Sri serta tahun 2010
Ayem (Universitas ditingkat efektif
Sarjanawiyata sebesar 99,17%.
Tamansiswa Berdasarkan rasio
Yogyakarta) efisiensi, cenderung
naik turun
pertahunnya.
Pengujian rasio
efektivitas Retribusi
Daerah keseluruhan
cenderung baik
berdasarkan
penelitian dengan
rasio efisiensi, tingkat
efisiensi dinyatakan
sangat tidak efisien,
masing-masing
besarnya diatas 100%
penurunan.
4. Analisis Penelitian Hasil penelitian Dinas
Efektivitas dan Deskriptif menunjukkan bahwa Pendapatan
Kontribusi Pajak dengan tahun 2010 memiliki Daerah
Daerah Sebagai menerapkan efektivitas yang Kota Batu.
Sumber perhitungan terendah (69,30%)
Pendapatan Asli rasio dan tahun 2012
11

Daerah Kota Batu efektivitas memiliki tingkat


(Studi Pada Dinas dan rasio efektivitas yang
Pendapatan Daerah kontribusi. tertinggi (136,67%),
Kota Batu Tahun serta untuk kontribusi
2009-2013) tahun 2009 memiliki
Penulis: Irsandy kontribusi yang
Octovido, Nengah terkecil (45,21%) dan
Sudjana, Devi tahun 2012 memiliki
Farah Azizah kontribusi yang
(Universitas terbesar (72,66%).
Brawijaya) Berdasarkan hasil
perhitungan analisis
dan kontribusi
tersebut seharusnya
Dinas Pendapatan
Kota Batu melakukan
intesifikasi dan
ekstensifikasi pajak
guna meningkatkan
pendapatan dari
sektor Pajak Daerah.

G. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih terarahnya pembahasan dalam penulisan penelitian ini, maka
disini perlu digunakan sistematika yang dibagi menjadi lima bab, masing-masing
bab terdiri dalam beberapa sub bab, yang sistematika tersebut sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang membahas tentang latar


belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
definisi operasional, penelitian terdahulu, dan sistematika penelitian.
12

Bab kedua, berisi landasan teori yang berisikan topik pembahasan, bab ini
menjelaskan dan menguraikan tentang landasan teori yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Asli
Daerah serta keterkaitannya mengenai tinjauan syariah Islam.

Bab ketiga, berisi metode penelitian yang berisikan jenis dan pendekatan
penelitian, lokasi penelitian, subjek dan objek penelitian, data dan sumber data,
metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab keempat, berisi penyajian dan analisis tentang keefektifan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Banjarmasin periode
2016-2020 serta tinjauannya dengan syariah Islam.

Bab kelima adalah penutup yang berisi simpulan dan saran tentang
pemahaman peneliti tentang masalah yang diteliti berupa kesimpulan secara
keseluruhan sebagai jawaban atas rumusan masalah yang mengenai tentang
permasalahan dan tujuan dari penelitian. Saran juga diberikan sebagai acuan untuk
bahan evaluasi kepada yang terkait seperti pembaca serta Pemerintah Kota
Banjarmasin dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini dan dilengkapi
dengan daftar pustaka sebagai bahan rujukan.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pendapatan Asli Daerah (PAD)


1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut undang-undang no. 34 tahun
2000 adalah terdiri dari penerimaan dari daerah dari sektor pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang didapatkan dari hasil pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, dengan tujuan untuk
memberikan keleluasaan daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
(Badrudin, 2011, hlm. 99)
Dalam situs Badan Pusat Statistik, Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan yang berasal dari sumber-sumber pendapatan daerah yang terdiri
dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD, penerimaan dari dinas-
dinas, dan penerimaan lain-lain.(Badan Pusat Statistik, t.t.)
Dapat dipahami bahwa pendapatan asli daerah merupakan semua
penerimaan keuangan suatu daerah yang bersumber dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah, dan semuanya diatur dan dikelola oleh
pemerintah daerah.
Dengan melihat komposisi dari penerimaan daerah yang ada, kita dapat
melihat kemampuan daerah dari segi keuangan daerahnya dalam rangka
mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Semakin besar
pendapatan asli daerahnya, maka kemampuan pemerintah daerah untuk
memikul tanggung jawab juga lebih besar. Tapi semakin kecil penerimaan
daerahnya, maka ketergantungan terdapat pemerintah pusat juga semakin

13
14

besar. Dengan meningkatnya penerimaan daerah, akan membawa dampak


positif yang dapat dirasakan masyarakat secara umum misalnya dengan
lancarnya pembangunan fasilitas seperti jalan, dan fasilitas umum lainnya.

2. Sumber Pendapatan Asli Daerah


Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah
yang digali dalam daerah yang bersangkutan, terdiri dari:
a. Pajak Daerah.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 bab 1 pasal 10 mejelaskan
tentang Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut dengan Pajak, merupakan
kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
b. Retribusi Daerah.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 64 menjelaskan
tentang Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut dengan retribusi
merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. (Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009, t.t.)
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan yang terdiri dari bagian laba Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM), bagian laba lembaga keuangan bank, bagian lembaga
keuangan non bank, bagian laba perusahaan milik daerah lainnya, dan
bagian laba atas penyertaan modal atau investasi kepada pihak
ketiga.(Rosyada, 2017, hlm. 24)
15

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah


Lain-lain usaha daerah yang sah merupakan usaha daerah (bukan
usaha perusahaan daerah) dapat dilakukan oleh satu aparat pemerintahan
daerah (dinas) yang dalam kegiatannya menghasilkan suatu barang atau jasa
dapat dipergunakan oleh masyarakat dengan ganti rugi. (Supriatna, 1993,
hlm. 198)
Lain-lain PAD yang sah, merupakan kelompok penerimaan yang
tidak dapat diklasifikasikan baik kedalam pajak daerah, retribusi daerah,
maupun pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Dalam situs
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Lain-lain PAD yang sah terdiri
dari hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, hasil
pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan,
jasa giro, pendapatan bunga, tuntutan ganti rugi, keuntungan selisih nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun
bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang
dan/atau jasa oleh daerah.(Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan |
Apa Saja Jenis-Jenis PAD?, t.t.)

B. Pajak Daerah
1. Pengertian Pajak.
Ada beberapan pengertian atau istilah yang terkait dengan Pajak Daerah
menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, antara lain:
a. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
16

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak


mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
c. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha
milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.
d. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan
Pajak.
e. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah.

2. Jenis Pajak.
Jenis pajak yang terdapat di kabupaten/kota terdiri dari:
a. Pajak Hotel.
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, mengemukakan pengertian pajak hotel adalah pajak
atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia
jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata,
wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta
rumas kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
Objek dari pajak hotel merupakan pelayanan yang disediakan oleh
hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan
17

hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk


fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang yang dimaksud bisa berupa
fasilitas telepon, internet, pelayanan cuci, setrika, transportasi, dan fasilitas
lainnya yang dikelola hotel.

b. Pajak Restoran.
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, mengemukakan pengertian Pajak Restoran adalah
pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah
fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran,
yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan
sejenisnya termasuk jasa boga/ katering.
Objek dari pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Pelayanan yang disediakan restoran meliputi pelayanan penjualan
makanan dan/atau minuman yang dikondisikan oleh pembeli, baik
dikonsumsi di tempat pelayanan maupun ditempat lain. Berdasarkan hal ni,
layanan antar atau pemesanan dibawa akan tetap dikenakan pajak restoran
walaupun tidak menikmati fasilitas sarana restoran.

c. Pajak Hiburan.
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, mengemukakan pengertian Pajak Hiburan adalah
pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontoanan,
pertunjukkan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan
dipungut bayaran.
Objek dari pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan
dengan dipungut bayaran, seperti tontonan film, pagelaran kesenian, musik,
tari, dan/atau busana, kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya, pameran,
diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya, sirkus, akrobat, dan sulap,
permainan bilyar, golf, dan boling, pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan
18

permainan ketangkasan, panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat


kebugaran, serta pertandingan olahraga.

d. Pajak Reklame
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, mengemukakan pengertian Pajak Reklame adalah
pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame merupakan benda, alat,
perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk
tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau
untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan,
yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh
umum.
Objek dari pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame,
seperti reklame papan, reklame kain, reklame melekat, stiket, reklame
selebaran, reklame berjalan termasuk pada kendaraan, reklame udara,
apung, suara, reklame film, dan reklame peragaan.

e. Pajak Penerangan Jalan


Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, mengemukakan pengertian Pajak Penerangan jalan
adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri
maupun diperoleh dari sumber lain. Listrik yang dihasilkan sendiri meliputi
seluruh pembangkit listrik.(Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, t.t.)
Sedangkan yang dimaksud dengan penggunaan tenaga listrik dari sumber
lain merupakan konsumen yang memperoleh tenaga listrik yang
didistribusikan dari penyedia tenaga listrik, diantaranya yaitu PLN.
(Handayani, 2017, hlm. 55)

f. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C


Pajak galian golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan
bahan galian C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
19

Bahan galian golongan C terdiri dari, asbes, batu tulis, batu setengah
permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar,
garam batu, grafit, granit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika,
marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, dan
phospat. (Arnetti & Valia, 2014, hlm. 13)

g. Pajak Parkir.
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, mengemukakan pengertian Pajak Parkir adalah pajak
atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat
sementara.
Yang menjadi objek parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di
luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor. (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009,
t.t.)

3. Kriteria Pajak Daerah


Menurut Teresa Ter-Minassian, beberapa kriteria dan pertimbangan
yang diperlukan dalam pemberian kewenangan perpajakan kepada tingkat
Pemerintahan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, yaitu:
a. Pajak dengan tujuan stabilisasi ekonomi dan distribusi pendapatan
seharusnya menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat.
b. Pajak daerah yang sangat mobile akan mendorong pembayar pajak
merelokasi usahanya dari daerah yang beban pajaknya tinggi ke daerah
yang beban pajaknya rendah. Sebaliknya, basis pajak yang tidak terlalu
mobile akan mempermudah daerah untuk menetapkan tarif pajak yang
20

berbeda sebagai cerminan dari kemampuan masyarakat. Basis pajak yang


mobile merupakan persyaratan utama untuk mempertahankan di tingkat
pemerintah yang lebih tinggi (Pusat/Provinsi).
c. Basis pajak yang distribusinya timpang antar daerah, seharusnya
diserahkan kepada Pemerintah Pusat.
d. Pajak daerah seharusnya visible, dalam arti bahwa pajak seharusnya jelas
bagi pembayar pajak daerah, objek dan subjek pajak serta besarnya pajak
yang terutang dapat dengan mudah dihitung sehingga dapat mendorong
akuntabilitas daerah.
e. Pajak daerah seharusnya tidak dibebankan kepada penduduk daerah lain,
karena akan memperlemah hubungan antar pembayar pajak dengan
pelayanan yang diterima.
f. Pajak daerah seharusnya menjadi sumber penerimaan yang memadai
untuk menghindari ketimpangan fiskal vertikal yang besar. Hasil
penerimaan, idealnya harus elastis sepanjang waktu dan seharusnya tidak
berfluktuasi.
g. Pajak daerah seharusnya relatif mudah diadministrasikan, dengan kata
lain perlu pertimbangan efisiensi secara ekonomi berkaitan dengan
kebutuhan data, seperti identifikasi jumlah pembayar pajak, penegakkan
hukum, dan komputerisasi.
h. Pajak dan retribusi berdasarkan prinsip manfaat dapat digunakan
secukupnya pada semua tingkat pemerintahan, namun penyerahan
kewenangan pemungutannya kepada daerah akan tepat sepanjang
manfaatnya dapat dilokalisir bagi pembayar pajak lokal.(Sidik, 2002,
hlm. 4)

C. Retribusi Daerah
1. Pengertian Retribusi Daerah.
Berikut ini beberapa istilah yang berkaitan dengan Retribusi Daerah
dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah:
21

a. Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut dengan retribusi, adalah


pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
b. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan
yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
c. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
d. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan
menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta.
e. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.(Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, t.t.)

2. Jenis Retribusi
Yang menjadi objek retribusi daerah adalah jasa umum, jasa usaha, dan
perizinan tertentu.
a. Retribusi Jasa Umum
Objek dari Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan
atau diberikan oleh pemerintah daerah dengan tujuan untuk kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan. Sedangkan yang menjadi subjek retribusi jasa umum adalah orang
pribadi atau badan yang menggunakan pelayanan jasa umum yang
bersangkutan. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah:
22

1) Retribusi pelayanan kesehatan.


2) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan.
3) Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta
catatan sipil.
4) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat.
5) Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum.
6) Retribusi pelayanan pasar.
7) Retribusi pengujian kendaraan bermotor.
8) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
9) Retribusi penggantian biaya cetak peta.
10) Retribusi penyediaan dan penyedotan kakus.
11) Retribusi pengolahan limbah cair.
12) Retribusi pelayanan tera/tera ulang.
13) Retribusi pelayanan pendidikan.
14) Retribusi pengendalian menara telekomunikasi.

b. Retribusi Jasa Usaha


Objek dari retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan
oleh pemerintah daerah mengan menganut prinsip komersial yang
meliputi:
1) Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah
yang belum dimanfaatkan secara optimal.
2) Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan
secara memadai oleh pihak swasta.

Retribusi jasa usaha terbagi menjadi beberapa jenis,


yaitu:(Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, t.t.)

1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah.


2) Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan.
3) Retribusi tempat pelelangan.
4) Retribusi terminal
23

5) Retribusi tempat khusus parkir.


6) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa.
7) Retribusi rumah potong hewan.
8) Retribusi pelayanan kepelabuhanan.
9) Retribusi tempat rekreasi dan olahraga.
10) Retribusi penyeberangan di air.
11) Retribusi penjualan produksi usaha daerah.

c. Retribusi Perizinan Tertentu


1) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi.
2) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi
kepentingan umum.
3) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin
tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dan
pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari
retribusi perizinan. (Mardiasmo, 2013, hlm. 13)

Retribusi yang dipungut oleh Provinsi, yaitu:

a. Retribusi jasa umum:


1) Retribusi pelayanan kesehatan rumah sakit jiwa.
2) Retribusi penggantian biaya administrasi
3) Retribusi kemetrologian.
b. Retribusi jasa usaha:
1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah.
2) Retribusi tempat pelelangan (diskan) kapal cantrang
3) Retribusi tempat penginapan/villa
4) Retribusi pelayanan kepelabuhanan
5) Retribusi tempat rekreasi dan olahraga
6) Retribusi penyeberangan di air
24

7) Retribusi pengolahan limbah air


8) Retribusi penjualan usaha daerah.
c. Retribusi perizinan tertentu:
1) Retribusi izin trayek
2) Retribusi pengujian kapal perikanan
3) Retribusi perizinan kapal perikanan
4) Retribusi IMTA (Izin Memperkerjakan Tenaga Asing).

3. Kriteria Retribusi Daerah


a. Retribusi dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan.
b. Pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu.
c. Adanya prestasi langsung dari negara kepada individu pembayar
retribusi berupa jasa.
d. Uang hasil retribusi digunakan bagi pelayanan umum berkait dengan
retribusi yang bersangkutan.
e. Pelaksanaannya dapat dipaksakan, biasanya bersifat ekonomis.

D. Ekonomi Islam
1. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos dan nomos. Kata oikos
berarti rumah tangga, sedangkan kata nomos berarti mengatur. Secara garis
besar, ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga, atau manajemen rumah
tangga, namun kenyataannya ekonomi bukan sebatas rumah tangga suatu
keluarga, melainkan berarti ekonomi suatu desa, kota, bahkan negara.
Dalam pandangan Islam, ekonomi atau iqtishad berasal dari kata
qosdun yang berarti keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (equally
balanced). Adapun Islam berarti juga damai ataupun selamat. Ekonomi Islam
dibangun atas dasar agama Islam, karena ekonomi sendiri merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari agama Islam. (Fauzia, 2014, hlm. 2)
25

Menurut Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam merupakan ilmu


pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang
diilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi Islam sendiri merupakan sebuah
disiplin ilmu yang berakar dari syariat Islam. Ekonomi Islam disebut juga
dengan Iqtishad al-Islamy. Ekonomi Islah adalah ekonomi yang ajarannya
mengandung nilai-nilai keadilan dalam berusaha, hak milik dan kepemilikan.
(Hidayat, 2021, hlm. 231)

2. Prinsip Ekonomi Islam


a. Prinsip keadilan, mencakup seluruh aspek kehidupan, merupakan
prinsip yang penting. Allah memerintahkan untuk berbuat adil diantara
sesama manusia, terdapat dalam Q.S. An-Nahl (16):90 “Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
b. Prinsip al-ikhsan (berbuat kebajikan), pemberian manfaat kepada orang
lain lebih daripada hak orang lain.
c. Prinsip al-Mas’uliyah (accuntability, pertanggungjawaban), yang
meliputi berbagai aspek, yakni pertanggungjawaban antar individu
(mas-uiyah al-afrad), pertanggungjawaban dalam masyarakat
(mas’uliyah al-muj’tama). Manusia dalam masyarakat diwajibkan
melaksanakan kewajibannya demi terciptanya kesejahteraan anggota
masyarakat secara keseluruhan, serta tanggung jawab pemerintah
(mas’uliyah al-daulah), tanggung jawab ini berkaitan dengan baitul
mal.
d. Prinsip al-Kifayah (sufficiency), tujuan pokok dari prinsip ini adalah
untuk membasmi kefakiran dan mencukupi kebutuhan primer seluruh
anggota dalam masyarakat.
e. Prinsip keseimbangan/prinsip wasathiyah (al-I’tidal, moderat,
keseimbangan), syariat Islam mengakui hak pribadi dengan batas-batas
26

tertentu. Syariat menentukan keseimbangan kepentingan individu dan


kepentingan masyarakat.
f. Prinsip kejujuran dan kebenaran, prinsip ini merupakan sendi dari
akhlak karimah. (Mardani, 2015, hlm. 19)

Prinsip-prinsip ini sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance


menurut pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia, yaitu
transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas
(responsibility), independensi (independency), kewajaran dan kesetaraan
(fairness). (Prabowo, 2019, hlm. 261)

E. Pendapatan Asli Daerah dalam Islam

Pendapatan Asli Daerah atau Negara dalam Islam dapat dikelompokkan


menjadi dua kelompok, yaitu pendapatan resmi dan pendapatan tidak resmi.
Pendapatan tidak resmi terdiri dari ghanimah dan sedekah dan dipergunakan hanya
untuk manfaat tertentu. Beberapa sumber PAD dalam Islam diantaranya:
1. Kharaj
Kharaj adalah sewa dari hasil lahan yang digunakan untuk lahan
pertanian oleh penduduk. Tegasnya, jika terjadi pertempuran antara muslim
dan non-muslim, lalu mereka yang nonmuslim kalah, semua tanah hasil
rampasan perang menjadi milik negara. Siapa saja boleh bercocok tanam di
lahan tersebut, namun mereka wajib membayar sewanya. Semua hasil sewa
tersebut menjadi masukan untuk negara dan digunakan untuk kesejahteraan
rakyat. (Mujiatun, 2015, hlm. 78) Dapat dikatakan pula kharaj adalah hasil
bumi yang dikenakan pajak atas tanah yang dimiliki oleh non muslim.(Raana,
1992, hlm. 119) Hal ini jika di Indonesia bisa disetarakan dengan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), dibayarkan oleh semua anggota masyarakat tanpa
pandang agama.(Karim, 2013, hlm. 266)
27

2. Zakat
Zakat dapat dikumpulkan dalam bentuk uang tunai, hasil peternakan,
dan hasil pertanian. Penarikan zakat dalam bentuk mata uang menyebabkan
munculnya penarikan terhadap zakat pendapatan yang berasal dari kegiatan
komersial seperti kerajinan tangan. Sedangkan untuk pendapatan dari kegiatan
pertanian lebih berbentuk barang berupa hasil pertanian itu sendiri, tidak dalam
bentuk uang tunai.(Karim, 2012, hlm. 112)

3. Khums
Khums merupakan salah satu pajak wajib dalam Islam yang diambil
dari harta orang-orang kaya. Banyaknya adalah seperlima dari keuntungan
yang didapat setelah dikurangi biaya-biaya, atau disebut dengan keuntungan
bersih. Contohnya seperti barang-barang rampasan perang, harta karun, atau
barang-barang tambang.

4. Jizyah
Jizyah merupakan pajak yang dibayar orang-orang non muslim yang
tinggal di wilayah kekuasaan muslim sebagai ganti fasilitas sosial ekonomi dan
layanan kesejahteraan lainnya dan untuk mendapatkan perlindungan keamanan
dari negara Islam. Jumlah yang harus dibayar sama dengan jumlah minimum
yang dibayar oleh orang Islam.

5. Penerimaan Lain
Penerimaan lain yang dimaksud disini bisa berupa Kaffarah, yaitu
denda misalnya denda yang dikenakan kepada suami istri yang berhubungan di
siang hari pada bulan puasa. Mereka harus membayar denda dan denda tersebut
masuk dalam pendapatan negara.(Karim, 2013, hlm. 266)
28

F. Pajak dan Retribusi Daerah dalam Islam

Indonesia bukan negara Islam meskipun mayoritas masyarakatnya


memeluk agama Islam, dengan begitu maka kita akan bisa memaklumkan
kedudukan zakat dan pajak dengan berbagai perbedaannya, terutama zakat yang
diperintahkan Allah kepada orang-orang beriman, sedangkan pajak diwajibkan
negara kepada warga negara yang didasarkan pada Undang-Undang, dan bersifat
memaksa.
Ibn Hajar al-Haysyami dari mazhab Syafi’i, Ibn Abidin dari mazhab Hanafi,
dan Syeikh Ulaith dari mazhab Maliki berpendapat bahwa pajak dan zakat adalah
dua hal yang berbeda dan karenanya pembayaran atas pajak tidak menggugurkan
kewajiban berzakat. (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, 2013,
hlm. 503) Berikut ini adalah pajak dan retribusi daerah dalam Islam pada zaman
Rasulullah SAW:(Rosyada, 2017, hlm. 51)
1. Zakat
a. Pengertian
Zakat berasal dari kata zaka yang bermakna al-Numuw
(menumbuhkan), al-Ziadah (menambah), al-Barakah (memberkatkan), dan
al-Thathhir (menyucikan). Perintah memungut zakat ditunjukkan oleh
Allah SWT dalam Q.S. At-Taubah:103

‫س ِم ْي ٌل َع ِل ْي ٌم‬
َ ُ‫اَّلل‬ َ َ‫ص ٰلوتَك‬
ٰ ‫سك ٌَن لَّ ُه ْۗ ْم َو‬ َ ‫ص ِل َعلَ ْي ِه ْۗ ْم ا َِّن‬ َ ُ ‫صدَقَةً ت‬
َ ‫ط ِه ُر ُه ْم َوتُزَ ِك ْي ِه ْم ِب َها َو‬ َ ‫ُخذْ ِم ْن ا َ ْم َوا ِل ِه ْم‬

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan


menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar,
Maha Mengetahui”.

b. Subjek dan Objek Zakat


Subjek zakat adalah umat Islam, zakat tidaklah sama dengan pajak
umum, melainkan merupakan salah satu bentuk ibadah dan dianggap
sebagai salah satu rukun Islam. Zakat diwajibkan atas seorang muslim yang
memiliki nisbah, sebagai kelebihan dari utang-utang dan kebutuhannya.
Menurut Al-Qur’an surah At-Taubah:103, zakat harus dipungut oleh
29

pemerintah yang bertindak sebagai wakil fakir miskin untuk memperoleh


haknya yang ada pada harta orang-orang kaya.
Sedangkan objek zakat adalah harta. Zakat sebagai pembayaran
tahunan yang ditetapkan atas bentuk-bentuk kekayaan yang memiliki
kemampuan untuk berkembang dari sisi nilainya (emas, perak) atau dapat
menghasilkan kekayaan lebih lanjut, seperti ternak, produksi pertanian, dan
barang dagangan. Kepemilikan berpotensi berkembang merupakan
persyaratan pertama penetapan zakat, dan harta tersebut telah melampaui
batas nilai minimum tertentu (nishab). Jadi, objeknya jelas adalah harta
(mal) bukan jiwa.(Gusfahmi, 2011a, hlm. 91)

2. Jizyah
a. Pengertian
Jizyah berasal dari kata Jaza yang berarti kompensasi. Jizyah
merupakan kewajiban atas penduduk non-muslim di negara Islam sebagai
pengganti biaya perlindungan atas hidup dan properti dan kebebasan untuk
menjalani agama masing-masing.
b. Subjek dan Objek Jizyah
Jizyah dikenakan atas diri setiap orang kafir, bukan atas harta
mereka. Jizyah sebagai pajak individu (kepala) hanya dipungut dari orang-
orang yang memiliki kemampuan untuk membayar. Jizyah tidak diambil
selain dari orang yang mampu membayarkannya dan tidak dari kaum selain
pria. Jizyah diwajibkan atas laki-laki dewasa yang berakal, dan memiliki
kemampuan.
Sedangkan objek jizyah adalah jiwa (diri) kaum kafir karena
kekafirannya. Oleh sebab itu, ia tidak dikenakan terhadap kaum muslimin.
Mereka membayar sesuai dengan kondisi (misalnya jenis pekerjaan)
mereka, dan tidak melihat banyaknya harta mereka.
30

3. Kharaj
a. Pengertian
Kharaj berarti kontrak, sewa menyewa atau menyerahkan. Dalam
terminologi keuangan Islam, Kharaj adalah pajak atas tanah atau hasil tanah
dimana para pengelola wilayah taklukan harus membayar kepada negara
Islam. Negara Islam adalah pemilik atas wilayah yang ditaklukkan dan
pengelola harus membayar sewa kepada negara Islam. Para penyewa ini
menanami tanah untuk pembayaran tertentu dan memelihara sisa hasil
panennya untuk diri mereka sendiri.
b. Subjek dan Objek Kharaj
Dari sisi subjek (wajib subjeknya), kharaj dikenakan atas orang kafir
dan juga muslim (karena membeli tanah kharajiyah). Apabila orang kafir
yang mengelola tanah kharaj masuk Islam, maka ia tetap dikenakan kharaj.
Jika ia seorang kafir masuk Islam, maka tanah itu menjadi miliknya, dan
mereka wajib membayar 10% dari hasil buminya sebagai zakat, bukan
kharaj.
Sedangkan yang menjadi objek kharaj adalah tanah (pajak tetap) dan
hasil tanah (pajak proporsional) yang terutama ditaklukan oleh kekuatan
senjata, terlepas apakah si pemilik itu seorang yang dibawah umur, seorang
dewasa, bebas, budak, muslim ataupun non muslim. Kharaj dikenakan atas
seluruh tanah yang ditaklukan dan tidak dibagikan kepada anggota pasukan
perang, oleh negara dibiarkan dimiliki oleh pemilik awal atau dialokasikan
kepada petani non muslim darimana saja. (Gusfahmi, 2011a, hlm. 106)

G. Pajak dan Retribusi Daerah dalam Pandangan Ekonomi Islam

1. Pajak
a. Pengertian
Secara etimologi, dalam bahasa Arab Pajak dikenal dengan istilah
Adh-dharibah, yang berasal dari kata dharba, yadhribu, dharban dimana
31

artinya adalah mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul,


menerangkan, atau membebankan. Disebut membebankan karena
merupakan suatu kewajiban tambahan atas harta selain zakat, sehingga
dalam pelaksanaannya akan dirasakan sebagai sebuah beban.(Gusfahmi,
2011b, hlm. 28)
Pengertian pajak menurut Yusuf Qardhawi, adalah kewajiban yang
sudah ditetapkan kepada para wajib pajak yang harus dibayarkan kepada
negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mengharapkan prestasi kembali dari
negara, dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di
satu pihak dan untuk merealisasi sebagai tujuan ekonomi, sosial, politik dan
tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.(Khalid, 2020, hlm. 56)

b. Landasan Teori Pajak Menurut Syariat


Pada harta, tidak ada kewajiban selain zakat. Namun, jika zakat
sudah ditunaikan, kemudian setelahnya ternyata datang kebutuhan yang
mendesak, maka wajib bagi orang kaya untuk mengeluarkan hartanya agar
dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Jika harta pada Baitul Mal kosong,
namun keperluan biaya militer meningkat, maka imam atau pemimpin
hendaknya membebankan biaya itu kepada mereka yang kaya sekira dapat
mencukupi keperluan tersebut agar Baitul Mal berisi kembali. (Gusfahmi,
2011b, hlm. 172)
Menurut Qardhawi, asas teori wajib zakat (dan pajak) adalah sebagai
berikut:
1) Teori Beban Umum
Teori ini didasarkan bahwa merupakan hak Allah sebagai
pemberi nikmat untuk membebankan kepada hambanya yang
dikehendakiNya. Untuk melaksanakan kewajiban dan tanda syukur atas
nikmatNya dan untuk menguji siapa yang paling baik amalannya diantara
mereka dan untuk menguji apa yang ada dihati mereka, agar Allah
membersihkannya, juga agar Allah mengetahui siapa yang taat kepada
32

RasulNya, dan siapa yang membangkang, sehingga Allah dapat


membalas perbuatan mereka.
Teori ini menggunakan pendekatan dari sisi manusia sebagai
makhluk yang dapat diperintah oleh sang Khaliq, diuji, diberi tanggung
jawab, dan diberi ganjaran sesuai dengan apa yang diinginkan sang
Khaliq.

2) Teori Pembelaan Antara Pribadi dan Masyarakat


Setiap anggota masyarakat berkewajiban untuk menyerahkan
sebagian hartanya yang akan digunakan untuk memelihara kelangsungan
hidupnya, memberantas segala bentuk kejahatan dan permusuhan serta
segala sesuatu untuk kebaikan masyarakat seluruhnya, merupakan suatu
hak masyarakat terhadap negaranya. Allah SWT berfirman dalam Q.S.
An-Nisa ayat 29:

ْۗ ‫اض ِم ْن ُك ْم‬ َ ‫َِل ا َ ْن تَ ُك ْونَ تِ َج‬


ٍ ‫ارةً َع ْن ت ََر‬ ِ َ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل ت َأ ْ ُكلُ ْٰٓوا ا َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْي َن ُك ْم ِب ْالب‬
ٰٓ َّ ‫اط ِل ا‬
‫اَّللَ َكانَ ِب ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ ٰ ‫س ُك ْم ْۗ ا َِّن‬ َ ُ‫َو ََل تَ ْقتُلُ ْٰٓوا ا َ ْنف‬
Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali
dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu.” (An-Nisa’ | Qur’an Kemenag, t.t.)

3) Teori Persaudaraan
Dalam Islam dikenal 2 macam persaudaraan, yaitu persaudaraan
yang asasnya adalah sama-sama sebagai manusia dan persaudaraan yang
asasnya sama-sama dalam warna kulit yang berbeda-beda, dan berbeda-
beda pula tingkat dan derajatnya, dan Allah memanggil mereka “Hai
anak cucu Adam”, sebagaimana memanggilnya “Hai semua manusia”.
Apabila persaudaraan itu ciri hubungan antar sesama manusia,
maka persaudaraan itu menghendaki adanya bukti punya tuntutan-
tuntutan. Diantara tuntutannya adalah janganlah manusia mau hidup
senang sendiri, tanpa mempedulikan saudara sesama manusia.
33

c. Karakteristik Pajak dalam Ekonomi Islam


Adapun karakteristik pajak (dharibah) menurut hukum ekonomi
Islam, yang hal ini membedakannya dengan pajak konvensional yang
selama ini sudah diterapkan dalam perpajakan di Indonesia, adalah sebagai
berikut:
1) Pajak (dharibah) bersifat temporer dan tidak bersifat kontinyu, hanya
boleh dipungut ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang. Disaat
baitul mal sudah terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan.
Berbeda dengan zakat yang tetap dipungut, sekalipun tidak adalagi
mustahik yang membutuhkan. Sedangkan pajak dalam perspektif
konvensional adalah selamanya dipungut (abadi).
2) Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang
merupakan kewajiban bagi kaum muslim dan memiliki batas jumlah
yang diperlukan untuk pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih.
Sedangkan pajak menurut perspektif konvensional ditujukan untuk
seluruh warga tanpa membedakan agama.
3) Pajak (dharibah) hanya diambil oleh kaum muslim, tidak untuk kaum
non-muslim. Sedangkan menurut teori pajak konvensional pemungutan
pajak tidak membedakan agama, dengan alasan tidak boleh adanya
tindakan diskriminasi dalam pemungutannya.
4) Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum muslim yang kaya, tidak
dipungut dari kaum yang tidak mampu. Sedangkan pajak dalam
perspektif konvensional, kadangkala juga dipungut atas orang miskin,
contohnya PBB.
5) Pajak (dharibah) hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan
yang diperlukan, tidak bisa lebih dari itu.
6) Pajak (dharibah) dapat dihapus jika sudah diperlukan kembali. Tetapi,
menurut teori pajak konvensional pajak tidak akan dihapus, karena itu
adalah sumber dari penerimaan.(Khalid, 2020, hlm. 60)
34

2. Retribusi Dalam Pandangan Islam


Retribusi merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah, sumber
lainnya yaitu pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan pendapatan
lain asli daerah lainnya, yang tentunya bertujuan untuk kemandirian dalam
pelaksanaan otonomi daerah guna mengatur dan mengurus sendiri segala
keperluan masyarakat daerahnya masing-masing sebagai perwujudan asas
desentralisasi.
Baitul mal yang sudah ada sejak masa Rasulullah SAW, dan bertugas
untuk mengelola sumber penerimaan dan pengeluaran negara. Pada masa
Rasulullah, Baitul Mal sebagai pihak yang mengurus setiap harta benda kaum
muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran.(Gusfahmi, 2011b,
hlm. 59)
Sama seperti halnya dengan pajak, retribusi daerah juga merupakan
penerimaan suatu daerah yang hasilnya guna membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum pemerintah daerah untuk merealisasikan tujuan yang telah
dibuat suatu daerah atau pemerintahan itu sendiri. Allah berfirman dalam Q.S.
At-Taubah ayat 29:
ِ ‫س ْولُه ٗ َو ََل يَ ِد ْينُ ْونَ ِديْنَ ْال َح‬
‫ق‬ ٰ ْ ‫اَّللِ َو ََل بِ ْاليَ ْو ِم‬
ٰ ‫اَل ِخ ِر َو ََل يُ َح ِر ُم ْونَ َما َح َّر َم‬
ُ ‫اَّللُ َو َر‬ ٰ ِ‫قَاتِلُوا الَّ ِذيْنَ ََل يُؤْ ِمنُ ْونَ ب‬
َ َ‫طوا ْال ِج ْزيَة‬
َ ‫ع ْن يَّ ٍد َّو ُه ْم‬
َ‫صا ِغ ُر ْون‬ ُ ‫ب َحتٰى يُ ْع‬ َ ‫ِمنَ الَّ ِذيْنَ ا ُ ْوتُوا ْال ِك ٰت‬
Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari
kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan
Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang
benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan Kitab, hingga
mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan
tunduk”.
Alasan utama dari diperbolehkannya kewajiban memungut pajak atau
retribusi adalah untuk kemaslahatan umat atau kepentingan umum, karena dana
pemerintahan tidak cukup atau kekosongan Baitul mal untuk membiayai
berbagai pengeluaran yang jika pengeluaran itu tidak dibiayai maka akan
timbul kemudharatan. Sedangkan mencegah kemudharatan adalah sebuah
kewajiban.(Surahman & Ilahi, 2017, hlm. 172)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian


Jenis dari penelitian ini adalah penelitian studi kasus, dimana penelitian ini
dilakukan terhadap suatu objek tertentu. Studi kasus adalah suatu rangkaian
kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam tentang suatu
program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan, sekelompok orang,
lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang
peristiwa tersebut.
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana
metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup
lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode penelitian. Metode ini
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi
atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,
analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan.(Sugiyono, 2013, hlm. 11)

B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Badan Keuangan Daerah Kota Banjarmasin
(BAKEUDA), yang berlokasi di Jalan Pramuka Tirta Dharma Komp. PDAM
Bandarmasih Banjarmasin No. 17 RT. 9

C. Subjek dan Objek Penelitian


Subjek dari penelitian ini adalah orang-orang atau badan yang berhubungan
atau terkait dengan objek penelitian. Maka yang menjadi subjek dalam penelitian
ini adalah para pegawai Badan Keuangan Daerah Kota Banjarmasin. Sedangkan
objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi pokok penelitian. Adapun yang

35
36

menjadi objek penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah Kota Banjarmasin yang
bersumber dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tahun anggaran 2016 sampai
dengan 2020.

D. Data dan Sumber Data


Jenis data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer biasanya diperoleh langsung melalui
wawancara atau kuesioner. Sedangkan data sekunder merupakan data yang
diperoleh dari organisasi atau perorangan. Biasanya, bentuk data sekunder berupa
sumber pustaka yang mendukung penelitian ilmmiah serta diperoleh dari literatur
yang relevan seperti majalah, surat kabar, jurnal, artikel, maupun keterangan dari
kantor yang ada hubungannya dalam penelitian.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer, yaitu
melakukan dokumentasi dan wawancara kepada subjek penelitian untuk
memperoleh informasi yang berkaitan secara langsung. Dan data sekunder berupa
data kuantitatif yang meliputi data APBD yakni data pajak daerah, retribusi daerah,
dan pendapatan asli daerah. Data dapat diperoleh melalui dinas atau instansi terkait,
dan melalui situs internet Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan dengan alamat http://www.djpk.kemenkeu.go.id/. Dalam penelitian ini
data yang diperlukan adalah:
1. Gambaran umum kota Banjarmasin.
2. Data realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Banjarmasin periode 2016-
2020.
3. Data realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Banjarmasin yang berasal dari
pajak daerah periode 2016-2020.
4. Data realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Banjarmasin yang berasal dari
retribusi daerah periode 2016-2020.
37

E. Metode Pengumpulan Data


Dalam proses pengumpulan data yang diperlukan, peneliti menggunakan
teknik dokumentasi dengan mengumpulkan data dan informasi-informasi
berdasarkan sumber data. Peneliti juga melakukan wawancara untuk memperoleh
informasi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan secara langsung pada
subjek penelitian.

F. Teknik Analisis Data


Sumbangan pajak daerah dan retribusi daerah yang dimaksud dalam
penelitian ini merupakan kontribusi dari pajak daerah dan retribusi daerah sebagai
sumber pendapatan asli daerah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kontribusi
memiliki arti uang iuran (kepada perkumpulan dan sebagainya); dan
sumbangan.(Arti kata kontribusi - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,
t.t.) Metode analisis yang digunakan untuk menganalisa hasil penelitian ini adalah
dengan analisis deskriptif dengan melihat besaran kontribusi dari pajak daerah dan
retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Banjarmasin periode 2016-
2020.
a. Pajak Daerah
Untuk mengetahui seberapa besar persentase kontribusi dari pajak
daerah terhadap PAD kota Banjarmasin, digunakan perhitungan sebagai
berikut:(Buyon dkk., 2016, hlm. 2)
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑘𝑒 𝑛
𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 = × 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑙𝑖 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑘𝑒 𝑛

b. Retribusi Daerah
Untuk mengetahui seberapa besar persentase kontribusi dari
retribusi daerah terhadap PAD kota Banjarmasin, digunakan perhitungan
sebagai berikut:(Ersita & Elim, 2016, hlm. 893)
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑅𝑒𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑘𝑒 𝑛
𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 = × 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑙𝑖 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑘𝑒 𝑛
38

Berikut ini tabel untuk penilaian kriteria kontribusi:

Tabel 3.1
Klasifikasi Untuk Kriteria Nilai Suatu Kontribusi dari Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
Persentase Kriteria
0,00% - 10% Sangat Kurang
10,00% - 20% Kurang
20,00% - 30% Sedang
30,00% - 40% Cukup Baik
40,00% - 50% Baik
Diatas 50% Sangat Baik
Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996
DAFTAR PUSTAKA

An-Nisa’ | Qur’an Kemenag. (t.t.). Diambil 30 Mei 2021, dari


https://quran.kemenag.go.id/sura/4
Arnetti, S., & Valia, E. (2014). Pelaksanaan Pungutan Pajak Bahan Galian
Golongan C Dalam Menunjang Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Solok
Selatan. Jurnal Ilmu Hukum, 5(1), 1–10.
Arti kata analisis—Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. (t.t.). Diambil
25 April 2021, dari https://kbbi.web.id/analisis
Arti kata kontribusi—Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. (t.t.).
Diambil 31 Mei 2021, dari https://kbbi.web.id/kontribusi
Arti kata sumbang-2—Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. (t.t.).
Diambil 31 Mei 2021, dari https://kbbi.web.id/sumbang-2
Badan Pusat Statistik. (t.t.). Diambil 28 Mei 2021, dari
https://www.bps.go.id/istilah/index.html?Istilah%5Bberawalan%5D=P&Is
tilah_page=7
Badrudin, R. (2011). Ekonomika Otonomi Daerah. UPP STIM YKPN.
Bratakusumah, D. S., & Solihin, D. (2003). Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah. PT Gramedia Pustaka Utama.
Buyon, T., Jonathan, L. R., & Latif, I. N. (2016). Kontribusi Pajak Daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kutai Barat. Ekonomia, 5(1),
367–371.
Depdagri Kepmendagri Nomor 690.900.327 Tahun 1996 tentang Indikator
Kontribusi
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan | Apa saja jenis-jenis PAD? (t.t.).
Diambil 28 Mei 2021, dari http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?ufaq=apa-
saja-jenis-jenis-pad
Ersita, M., & Elim, I. (2016). Analisis efektivitas penerimaan retribusi daerah dan
kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (pad) di
provinsi Sulawesi Utara. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen,
Bisnis dan Akuntansi, 4(1).
Fauzia, I. Y. (2014). Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-
Syariah. Kencana.
Gusfahmi. (2011a). Pajak Menurut Syariah Edisi Revisi. PT Raja Grafindo Persada.
Gusfahmi. (2011b). Pajak Menurut Syariat (Revisi). Rajawali Pers.
Handayani, N. (2017). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Menurut Perspektif Ekonomi
Islam [Undergraduate, UIN Raden Intan Lampung].
http://repository.radenintan.ac.id/2440/
Hidayat, I. (2021). Produksi: Telaah Pemikiran Muhammad Abdul Mannan Dalam
Ekonomi Islam (Studi Kasus Produksi Garam Rakyat Madura). Jurnal
Ilmiah Ekonomi Islam, 7(1), 230–234.
https://doi.org/10.29040/jiei.v7i1.1666
Karim, A. A. (2012). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Rajawali Pers.

39
40

Karim, A. A. (2013). Ekonomi Makro Islam. Rajawali Pers.


Khalid, S. (2020). Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandar Lampung
Tahun 2014-2018 Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Pada Badan
Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah) [PhD Thesis]. UIN Raden Intan
Lampung.
Mardani. (2015). Hukum Sistem Ekonomi Islam. Rajawali Pers.
Mardiasmo. (2013). Perpajakan. ANDI.
Mujiatun, S. (2015). Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Islam. Ekonomikawan:
Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan, 14(1), Article 1.
https://doi.org/10.30596/ekonomikawan.v14i1.226
Nurul Huda, H. (2017). Keuangan Publik Islami: Pendekatan Teoritis dan Sejarah.
Prenada Media.
https://books.google.co.id/books?id=CPSlDwAAQBAJ&printsec=frontco
ver&dq=keuangan+publik+islam&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwih5N7tw
OTnAhWPzDgGHZuECwMQ6AEILDAB#v=onepage&q=keuangan%20
publik%20islam&f=false
Prabowo, M. S. (2019). Good Corporate Governance (GCG) dalam Prespektif
Islam. QISTIE, 11(2).
Profil Kota Banjarmasin | BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan. (t.t.).
Diambil 20 April 2021, dari https://kalsel.bpk.go.id/kota-banjarmasin/
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. (2013). Ekonomi Islam.
Rajawali Pers.
Puspitasari, R. A. (2016). Peran Pemungutan Pajak Parkir Dalam Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah Di Kota Malang (Studi Kasus Pada Dinas
Pendapatan Daerah Kota Malang). Jurnal Mahasiswa Perpajakan, 8(1),
Article 1.
http://perpajakan.studentjournal.ub.ac.id/index.php/perpajakan/article/vie
w/241
Raana, I. M. (1992). Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Khattab. Pustaka
Firdaus.
Rosyada, A. H. (2017). Analisis Efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Terhadap PAD Provinsi Lampung Tahun 2011-2015 Dalam Perspektif
Ekonomi Islam [PhD Thesis]. UIN Raden Intan Lampung.
Sabarno, H. (2007). Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa. Sinar
Grafika.
Siahaan, M. P. (2013). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Edisi Revisi. PT Raja
Grafindo Persada.
Sidik, M. (2002). Optimalisasi pajak daerah dan retribusi daerah dalam rangka
meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Makalah disampaikan Acara
Orasi Ilmiah. Bandung, 10.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi. Alfabeta.
Sukarli, A. N. (2021). PAD Banjarmasin diperkirakan turun hingga Rp142 miliar
akibat Corona. ANTARA News Kalimantan Selatan.
https://kalsel.antaranews.com/berita/156722/pad-banjarmasin-
diperkirakan-turun-hingga-rp142-miliar-akibat-corona
41

Supriatna. (1993). Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah. PT Bumi Aksara.


Surahman, M., & Ilahi, F. (2017). Konsep Pajak Dalam Hukum Islam. Jurnal
Ekonomi dan Keuangan Syariah, 1.
https://elearning2.unisba.ac.id/index.php/amwaluna/article/view/2538
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. (t.t.). Diambil 19 April 2021, dari
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2009/28tahun2009uu.htm

Anda mungkin juga menyukai