Oleh:
No NAMA KELAS
2 Muh.Fahcril X.TITL
3 Hasrin X.TITL
4 Muh.Iham X.TITL
5 Irdam X.TITL
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, atas
tugas dari mata kuliah dasar k3 dan dari makalah ini diharapkan mampu
kritik serta saran dari pembaca, agar tugas ini nantinya dapat menjadi lebih
baik lagi.Demikian apabila terdapat banyak kesalahan pada tugas ini kami
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
B. Saran ....................................................................................................... 21
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
2
BAB II PEMBAHASAN
3
3. Bahwa kondisi tidak aman dapat membahayakan dan menibulkan
kecelakaan. Dari setiap 300 tindakan tidak aman, akan terjadi 1(satu)
kali kecelakaan yang mengakibakan kehilangan hari kerja.
4. Bahwa tindakan tidak aman dari seseorang dipengaruhi oleh tingkah
laku, kondisi fisik, pengetahuan dan keahlian serta kondisi lingkungan
kerjanya.
5. Untuk itu upaya pencegahan, kecelakaan harus mencakup berbagai
usaha antara lain dengan melakukan perbaikan teknis, tindakan
persuatif. Penesuaian individu dengan pekerjaannya dan dengan
melakukan penegakan disiplin
6. Keparahan suatu kecelakaan berbeda satu dengan lainnya, dan ini di
pengaruhi oleh beragai faktor terutama kondisi lingkungan kerja dan
potensi bahaya serta ketahanan manusia menerima bahaya tersebut.
7. Program pencegahan kecelakaan harus sejalan dengan program
lainnya dalam organisasi seperti program produksi, penekanan biayadan
produktivitas. Hal ini sangat jelas, karena aspek K3 berkaitan dengan
seluruh proses bisnis dalam organisasi, sehingga berkembang konsep,
sebagaimana telah dibahas sebelumnya.
8. Pencegahan kecelakaan atau program keselamatan dalam oranisasi
tidak akan berhasil tanpa dukungan dan peran serta manajemen puncak
dalam organisasi. Manajemen harus memiliki komitmen nyata
mengenai K3 sebagai bagian penting dalam keberhasilan usahanya,
sehingga bukan sekedar untuk memenuhi formalitas.
9. Pengawas merupakan unsur kunci dalam program K3, karena
pengawas adalah orang yang langsung berhubungan dengan tempat
kerja dan pekerjanya pengawas paling tahu mengenai kondisi tempat
kerja dan memiliki otoritas untuk melakukan pengawasan dan
pembinaan.
10. Bahwa usaha keselamatan menyangkut aspek ekonomis yang
berkaitan dengan poduktivitas serta biaya kecelakaan yang harus
dikeluarkan. Namun demikian, biaya langsung yang terlihat hanya
sebagian kecil dari kerugian kecelakaan yang sebagian besar
merupakan kerugian tidak langsung atau .
4
Dari teori klasik Heindrich initerlihat bahwa upaya pencegahan
kecelakaan tidaklah mudah memerlukan upaya terencana dan
menyeluruh.Bahkan prof. James Reason dari universitas Manchester.
Menyatakan :
5
Sejarah upaya manusia melindungi kesehatan dan keselamatannya
dalam bekerja tercatat paling awal adalah pada zaman sejarah, yaitu orang
Mesir telah mengenal maanfaat cadar bagi perlindungan respiresi saat
menambang cinnabar ( ); di Arabia ada acatatan tentang
efek sinar matahari pada pekerja di tambang Raja Solomon. Selanjutnya
pada abad pertengahan sesbelum abad ke-19 tercatat Georgius Agricola,
Theophrastus Bombastus van Hohenheim Paracelsus dan Bernardino
Ramazini telah merintis pelaksanaan upaya kesehatan kerja untuk
mencegah terjadinya penyakit akibat kerja.
Sejarah selanjutnya mencatat bahwa banyak upaya kesehatan dan
keselamatan kerja yang telah merintis dan tercatat dalam sejarah modern.
Di Eropa, pada abad ke-19, Anthony Ashkey Cooeer, 7th Earl of Shaftesbury
(1801-1885) menurunkan jam kerja dan meningkatkan kondisi kerja bagi
pekerja anak dan wanita di tambang, pabrik dan di tempat kerja lainnya; Dr.
Thomas Percival (1740-1804) melaporkan tentang pekerja anak di pabrik
tekstilnya; Robert Owen (1771-1858) memberlakukan kondisi kerja yang
baik di pabrik tekstilnya. Legislasi dipabrik dimulai okeh Sir Robert Peel Sr.
(1788-1850); tercatata pula Sadler (1780-1835) yang mendukung
perubahan pada perlemen. Dr. Thomas Legge (1863-1932) adalah inspector
pabrik pertama di Inggris dan penulis buku (1934).
Beberapa nama yang juga tercatat banyak berperan di bidang K3 di negeri
mereke antara lain Erisma (1842-1915) di Russia; dan Hamilton
(21869-1970) di America yang banyak meneliti tentang keracunan timah
hitam.
Kita perlu memepelajari sejarah kesehatan dan keselamatan kerja
yang telah lebih dulu berkembang di dunia barat, tentang apa, menagap dan
abagaiamana mereka melaksanakan upaya perlindungan kesehatan bagi
perkeja, selanjutnya yang baik dari pengalaman mereka dan sesuai kondisi
kita dapat ambil menjadi contoh. Di bawah ini adalah hasil tinjauan pustaka,
tercatat beberapa nama orang beserta karyanya yang berjasa dalm
tonggak prasejarah perkembangan kesehatan dan keselamatan kerja di
dunia, menurut kronologik dari zaman prasejarah, abad pertengahan,
khususnya di masa revolusi industry sampai dengan zaman modern.
1. Hippocrate (370 BC)
Hippocrate adalah seorang petani dan ahli logam. Ia menyadari bahwa
sebagian beserta pekerja tambang terpajan debu dan gas atau uap yang
mempunyai bau yang cuckup menyengat, dan pajanan timbul menyebabkan
terjadinya kolik, yaitu nyeri perut yang luar biasa (‘ melilit’ ).
6
2. Pliny the Elder (50 AD)
Pliny the Elder melakukan penelitian tantnang penyakit asbestos
(penyakit saluran pernapasan yang terjadi akibat menhirup serat-serat
asbes) pada pekerja di tambang. Dia menggunakan kain penutup yang
terbuat dari kandung kemih binatang untuk melindungi pekerja dari pajanan.
4. Paracelsus (1493-1541)
Paracelsus dari Australia mempunyai nama asli Theophratus
Bombastus Von Heohenheim dan dikenal sebagai Bapak Toksikologi.
Beliau menyadari hubungan dosis-resporis anatara kejadian penyakit pada
pekerja pengecoran logam dan beratnya penyakit. Beliau menyadari bahwa
“ ” yang dapat di artikan sebagai dosis yang tepat
membedakan anatar racun dan obat, hal tersebut telah menjadi dasar
perkembangan disiplin ilmu toksikologi. Dan beliau juga menyatakan bahwa
semua substansi adalah racun, tidak ada yang tidak menjadi racun.
7
6. Bernardino Ramazzini(1633-1714)
Ramazzini adalah seorang prosfesor di Modena,sejak tahun
1950,Ramazzini dikenal sebagai The Father Of Occupational
Medicine(Bapak ilmu kedokteran kerja)Beliau menulis buku yang berjudul
De Morbis Artificium Diatriba(Disease of Workers),yang membahas penyakit
yang terdapat dikalangan pekerja.Beliau melakukan penelitiannya pada
pekerja logam,penyepuh,pengobat,dukun penyembuh,ahli kimia,pembut
barang-barang tembikar,tukang kaleng,pekerja kaca,pembuat
cermin,pelukis,pandai besi,dan pencetak.Dalam beberapa kasus dia d ikenal
dengan penelitiannya yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara
pajanan kimia dengan terjadinya suatu penyakit.Rmazzini terkenal dengan
nasihat terbaiknya kepada seorang dokter,yaitu untuk selalu menanyakan”
Apa Pekerjaanmu?” kepada setiap pasiennya.
7. Samuel Stockhausen
Pada tahun 1656 beliau menulis buku tentang asma akibat kerja yang
berjudul The Nexious Fumes Of Litharge,Diseases Caused by them and
Miners(asthma)dan merekomendasikan kepada para pekerja tamabng
untuk menghindari dan tidak menghirup debu terutama pada kerja tamabng
timbal.
Perkembangan K3 di Indonesia.
8
undang-undang No.1 tahun 1970 tentangkeselamatan dan kesehatan
kerja;periode ketiga adalah setelah ditetapkannya undang-undang tersebut
sampai dengan tahun 2000.
Di bawah ini disajikan sekilas tentang perkembangan kesehatan
kerja dalam 3 periode seperti yang tersebut di atas,di tambah dengan
periode setelah tahun 2000 sampai dengan diterbitkannya buku
ini.Sebagian besar dari perkembangan kesehatan kerja dalam 3 periode
pertama di sunting dari buku DK3N(atas izin yang di dapatkan dari ketus
DK3N ),sedangkan perkembangan yang terjadi dalam satedekade terakhir
dicatat oleh penulis dari berbagai sumber.
9
peraturan perundangan itu dicabut dan diganti dengan
Veilegheidsreglement yang baru pada tahun 1910 dengan staatsblad
No.406. Veilegheidreglement yang dalam bahasa Indonesia di kenal
sebagai undang-undang keselamatan,berlaku sampai diterbitkannya
undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
Dinas pengawasan keselamatan kerja atau Dienst van bet
veilegheidstoezicth dinas uap atau Dienst van het stoomwezen.Tugas dinas
tersebut bertambah besar dengan dibebankannya pengsawasan terhadap
pelaksanaan ordonans tentang kerja malam bagi wanita dan pekerja anak
atau vrowen nachturbeidts en kinderarbeid ordonnanti,selain pengawasan
terhadap pelaksanaan ordonasi keselamatan.pengaturan tentang
pertolongan pertama pada keselamatan dituangkan sebagai peraturan
khusus AA dalam peraturan khusus Direktur pekerjaan umum
No.119966/Stw tanggal 19 agustus 1910(peraturan pelaksanaan pasal 2
Bari Staatblad No.406 tahun 1910).
Selanjutnya banyak di berlakukan undang-undang yang lebih
menitikberatkan pada keselamatan, seperti disektor perminyakan,
perkeretaapian, pelayaran, angkutan udara, dan tambang.
10
Pasal II dinyatakan bahwa semua badan negara dan peraturan yang ada
masih langsung berlaku sebelum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar.
UUD 1945 pasal 27 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Pasal ini merupakan landasan bagi setiap peraturan
perundangan dibidang ketenagakerjaan. Setiap pekerja mempunyai hak
untuk memperoleh atas kesehatan dan keselamatan kerja, moral dan
kesusilaan serta perlaku yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia,
dan nilai agama.
Pada tahun 1947 diterbitkan Undang-Undang No.33 tentang
Kecelakaan, atau biasa disebut sebagai Undang-Undang Kompensasi.
Undang-Undang ini ingin menyatan bahwa dalam keadaan kekurangan,
Pemerintah RI akan tetap mengutamakan perlindungan pekerja dari bahaya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pada tahun 1948, dikeluarkan
Undang-Undang Kerja NO.12 oleh Negara Republik Indonesia, yang
kemudian diberlakuakn untuk seluruh Indonesia dengan UU NO.1 tahun
1951. Disamping itu, dengan Ordenasi NO.9 tahun 1949 diatur tentang
Pembatasan Kerja Anak (staatblad tahun 1949 No. 8). Pada tahun 1957,
dibentuk Lembaga Kesehatan Buruh, yang kemudian berubah menjadi
Lembaga Kesehatan dan Keselamatan Buruh dan kemudia menjadi
Lembaga Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja yang bertugas untuk
mengembangkan ilmu Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja.
Untuk menjamin diselenggarakannya higiene perusahaan dan
kesehatan kerja secara baik diterbitkan pengaturan Materi Perburuhan
No.7/PMP/1964 tentang Syarat-syarat Kesehatan, Kebersihan dan
Penerangan di tempat kerja. Mengingat pentingnya sumber daya manusia
di bidang K3, oleh Mentri Tenaga Kerja diterbitkan peraturan Menteri
Tenaga Kerja RI No.56 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan Kursus
Latihan Kader Tenaga Kerja.
Dalam rangka menata peraturan dan penerbitan ketenaga kerjaan,
maka di undangkan UU No.14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja. Undang-Undang No. 14 tahun 1969 antara
lain menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan
11
perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan
modal kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan
moral agama. Perlindungan terhadap kesehatannya dan keselamatan
pekerja merupakan suatu yang sangat mendasar karena menyangkut jiwa
manusia.
12
(1987); sampai perlakuaan Undang-Undang Jmasostek (1992) beserta
peraturan menteri yang mengatur pelaksaan jaminan dan kompensasi bagi
pekerja yang jatuh sakit, cedera, atau meninggal akibat kerja (1989);
tentang hal-hal yang lain yang berkaitan dengan kesehatan kerja dalam
seperangkat peraturan atau keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan di bahas dalam Bab 2.
13
pemenuhan kewajiban melaksanakan Sistem Menejemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.Tingkat kemiskinan dan pegangguran yang tinggi serta
belum membudanyanya Keselamatan dan Kesehatan Kerja diduga menjadi
penyebab utama,ditambah dengan lemahnya pengawasan dan
pelaksanaan hukum.Hal ini diperberat dengan tumpang tindihnya peraturan
perundangan,selain menjadi tidak kondusif dan tidak efisien juga
membingungkan pelaksaanan di lapangan.
Upaya harmonisasi peraturan perundangan dalam bidang kesehatan
kerja mulai dirintis,salah satunya adalah dengan menerbitkan beberapa
Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Departemen kesehatan dan
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.Selain itu, Dewan Keselamatan
Kerja Nasional (DK3N) dan Dewan Keselamatan Kesehatan Kerja Wilayah
(DK3W) yang dibentukpemerintah pada tahun1980 dapat menjadi wadah
yang baik dalam upaya harmonisasi,mengingat tugas pokok DK3N dan
DK3W adalah memberi pertimbangan kepada pemerintah dan membantu
pembinaan di bidang keselamatan dan kesehatan pekerja,serta
keanggotaan DK3N ysng terdiri dari unsur tripartid yaitu unsur pengusaha
yang dalam hal ini diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia,unsur
pekerja yang diwakili oleh berbagai organisasi pekerja,dan unsur
pemerintah yang terdiri dari beberapa departemen yang terkait dengan
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan pekerja di lapangan.Upaya
harmonisasi jug tercermin dari peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang
Sistem Manajemen K3 (1996) yang diharapkan dapat menampung semua
ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku di berbagai sektor
secara terpadu.
Sitem Manajemen K3 dan Sistem Audit K3 merupakan usaha
pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja di akhir abad 20 yang perlu
dievaluasi pelaksanaannya serta di kembangkan lebih lanjut sebagai saran
peningkatan program keselamatan dan kesehatan kerja mengarah pada
usaha kecelakaan nihil di tempat kerja,serta peningkatan status kesehatan
kerja dan kapasitas kerjanya selain penyakit akibat kerja.
Selain itu,diakhir abad ke-20 initercatattanggal 12 januari telah
ditetapkan Sebagai Hari Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Nasional oleh
keputusan menteri tenaga kerja pada tahun 1990, merupakan
perkembangan dari bulan kampanye K3 yang dilaksanakan secara nasional
selak tahun 1984. Berbagai kegiatan dilakukan oleh instansi perusahaan
dan masyarakat meliputi kegiatan penyuluhan K3, pendidikan K3, seminar,
lomba poster K3, lomba penulisan K3 ,serta pemilihan perusahaan
14
teladandan penghargaan lainnya pelaksanaanya perlu dievaluasi dan
dikembangkan lebih lanjut secara lebih terpadu dan menyeluruh, terutama
di bidang kesehatan kerja.
Perkembangan kesehatan kerja di Indonesia, dibantu oleh badan
dunia,sejarah mencatat bahwa sejak awal tahun 1980-an ILO Jakarta telah
mengadakan beberapa proyek kerjasama teknik di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja dan kondisi kerja (
).padatahun 1995, ILO membentuk ILO
untuk Indonesia dan berhasil memberikan 12 butir rekomendasi
terhadap pelaksanaan K3 di Indonesia, dibidang keselamatan kerja antara
lain departemen tenaga kerja, departemen tenaga kerja,departemen
kesehatan dan PT asuransi tenaga kerja seharusnya bergabung dalam
mengembangkan system untuk melakukan identifikasi penyakit di tempat
kejadian untuk melakukan promosi pencegahan. Isi selengkapnya
dituangkan dalam laporan ILO berjudul
15
maupun kualitas karena kurang sesuai dengan komprehensif yang
dibutuhkan lapangan.
Di samping hal-hal yang memprihatinkan, ada yang cukup
menggembirakan yaitu pada dekade ini Kerja mulai diperhitungkan. Dalam
upaya memenuhi kebutuhan, pengelolaan Kesehatan Kerja telah
berkembang secara lebih serius yang sejalan dengan peningkatan aspek
moral minat perorangan, industriawan, dan pemerintah untuk melindungi
pekerja dari gangguan kesehatan dan cedera, dan kedepan diharapkan
Kesehatan Kerja di dunia usaha dan dunia kerja. Hal iniselain sejalan
dengan tuntutan global dalam dunia usaha yaitu dengan diperkenalkannya
OHSAS 18001 tahun 2007 , juga disorong oleh pembangunan Kesehatan
Kerja yang telah berhasil dilaksanakan oleh Kementrian kesehatan.
Keberhasilan yang dicapai, terutama dalam pengembangan sumber daya
manusia di bidang Kesehatan Kerja untuk memenuhi kebutuhan diranah
publik, dan pembinaan teknis antara lain dengan dikeluarkannya buku
pedoman dan standar pelaksanaan Kesehatan Kerja, seperti pedomaan
pelaksanaan upaya kesehatan kerja di puskesmas (2004), pedoman teknis
upaya kesehatan kerja bagi perajin sepatu (2004), modul bagi fasilitator
kesehatan kerja dasar (2004), pedoman upaya kesehatan kerja bagi
petugas kesehatan di Kabupaten/Kota (2005), pelaksanaan. UKK di
puskesmas ditambah dengan contoh kurikulum pelayanan kader kesehatan
petani (2006); pedoman klinik di tempat kerja perusahaan (2007); pedoman
managemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit
(2008);standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah
sakit/K3RS(2009).
Kementrian kesehatan menyadari kesenjangan kompetensi SDM dan
sarana di fasilitas kesehatan perlu dibenahi dengan pembagunan
kemampuan sistem kesehatan kerja (capaciy building) di tingkat pusat,
kabupaten dan perusahaan dalam melaksanakan upaya kesehatan kerja,
maka dengan bantuan dana dari WHO pada tahun 2004-2005 kementrian
kesehatan telah melakukan kegiatan untuk meningkatkan kepedulian dan
kemampuan petugas puskesmas dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan kerja. Pada mulanya, kegiatan ini di berikan percontohan bagi
puskesmas diwilayah provinsi DKI Jakarta, kemudian disebarluaskan ke
Lampung, banten, seluruh Jawa, dan akhirnya hampir di semua provinsi
dengan nama kegiatan orientasi K3 puskesmas. Dari tahun 2005 sampai
tahun 2009 tercatat lebih dari 2053 peserta kegiatan ini, pesertanya
terutama adalah petugas di puskesmas, juga petugas, di dnas
16
Kabupaten/kota dan dinas privinsi, serat sebagian berasal daei lintas sektor.
Untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam mengelola program kesehatan
kerja, pada mereka yang bertugas di dinas kesehatan provinsi,
kabupaten/kota dan unit pelaksana teknis, telah diberikan pelatihan
kesehatan kerja dasar, selama tahun 2003-2008 tercatat 184 peserta yang
tersebar di seluruh provonsi kecuali aceh dan Sulawesi Barat. Lebih tinggi
dari itu, dari tahun 2003-2008 telah terlaksana pelatihan kesehatan kerja
lanjutan bagi 64 peserta yang bertugas di sebagian dinas kesehatan
provinsi, kabupat/kota dan unit pelaksana teknis. Petugas puskesmas yang
telah dilatih ini, dibina oleh petugas didinas kesehatan yang juga
menndapatkan layanan yang lebih lanjut, mereka memberikan pelayanan
kesehatan kerja di ranah publik dan membina upaya kesehatan kerja di
sektor informal, tercatat 5107 pos upaya kesehatan kerja pada tahun
2005-2007 yang menjadi pembinaan mereka. Pekerja informal merupakan
bagian terbesar dari angkatan kerja di Indonesia, badan pusat statistik pada
tahun 2009 mencatat sebanyak 69,3% yaitu 67,86 juta dari 104,87 jiwa
angkatan kerja.
Puskesmas yang berjumlah 2.557 di kawasan/sentra industri di
tambah 8.234 di ranah publik yang terbesar di Kecamatan, dengan segala
publik keterbatasannya, merupakan ujung tombak yang strategis dan
pelaksanaan upaya kesehatan kerja. Mereka yang terlibat adalah petugas
puskesmas yang umumnya terdiri dari dokter, sanitarian, petugas
penyuluhan gizi atau promosionis lainnya,sebagian adalah perawat.
Sayangnya, tidak semua puskesmas yang petugasnya sudah mendapatkan
pelatihan upaya kesehatab kerja. Hasil survei upaya kesehatan kerja di
indonesia menurut institusi di 12 kabupaten kota pada tahun 2005
menunjukkan bahwa hanya 27.30% yang melaksanakan pembinaan
tehadap pos upaya kesehatan kerja, dan hanya 16,50% puskesmas yang
melakukan pembinaan terhadap poliklinik perusahaan. Sering terjadinya
pergantian dokter di puskesmas karena sebagian besar dari mereka adalah
dokter PTT( Pegawai Tidak Tetap), dapat menyebabkan program kesehatan
kerja terputus. Perlu melakukan pengkajian terhadap sistem
pengembangan kapasitas sumber daya untuk mendapatkan terobosan
perbaikannya.dinas kesehatan di kabupaten/kota di harapkan lebih aktif
dalam membina kegiatan upaya kesehatan kerja di wilayah kerjanya.di
rumah sakit pemerintah, dari tahun 2003-2008 telah melaksanakan
pelatihan bagi petugas kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit,
sebanyak 438 orang.
17
Pada tahun 2005, sumber daya manusia di biding Kesehatan Kerja,
selain yang di bina Kementrian Kesehatan, tercatat 14.277 Dokter
Kesehatan Kerja dan kurang dari 100 Dokter Spesialis Okupasi, serta 211
orang berpendidikan formal Kesehatan Kerja setara S2. Mereka berkarya di
pemerintahan, di institusi pendidikan, di perusahaan, atau sebagai
konsultan dan Kesehatan Kerja.
Kementrian Kesehatan berperan semakin aktif dalam
pengembangan dan pembinaan Kesehatan Kerka di tanah air, sesuai yang
diamanahkan dalam Bab 13 Undang- Undang Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, bahwa Mentri Kesehatan melakukan pengawsan
terhadap masyarakat dan setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan
dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan, disebut
pula bahwa Mentri Kesehatan dapat memeriksa izin dan memeriksa
perizinan terhadap setiap penyelenggaraan upaya kesehatan, Mentri dapat
mendelegasikan tugas pengawasan terhadap lembaga pemerintah
nonkemetrian, kepala dinans di provinsi, dan kabupaten/kota yang yang
tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan, dan mengikutsertakan
masyarakat.
18
Pada tahun 2006.” Salah
satu dari enam program kerja nasional adalah harminisasi perarturan,
perundungan, standard dan pedoman idang K3, satu lainnya adalah
koordinasi dan sinergi antarpengandil, semiga program ini dapat terlaksana
dengan baik di tahun-tahun mendatang.
Abad ke-21 merupakan abad perjuangan bangsa untuk eksis di
dunia global. Perhimpunan dokter kesehatan kerja Indonesia yang bernaung
di bawah ikatan dokter Indonesia, pada tahun 2009 telah berhasil menyusun
standar kesehatan kerja nasional Indonesia (SKKNI) untuk dokter kesehatan
kerja. Tim penyusun disahkan dengan surat keputusan direktur bina
kesehatan kerja departemen kesehatan RI pada bulan februari 2007, terdiri
dari para pakar, akademisi dan praktisi kesehatan kerja yang mengabdi di
lembaga pendidikan, perusahaan dan pemerintahan. RSKKNI telah di
selenggarakan prakonvensi dan konvensi secara nasional yang didukung
oleh departemen tenaga kerja dan transmigrasi, waktu itu melibatkan para
pemangku kepentingan yang antara lain terdiri dari wakil birokrat, institusi
pendidikan, asosiasi perusahaan, serikat kerja, asosiasi profesi, pakar dan
praktis yang terkait. SKKNI Dokter Kesehatan Kerja disahkan
pemberlakuannya pada tanggal 6 juli 2010 dengan surat keputusan menteri
tenaga kerja dan transmigrasi sesuai dengan peraturan perundagan yang
berlaku. SKKNI berlaku secara nasional menjadi acuan bagi
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan profesi, uji kompetensi dan
sertifikasi profesi. Dalam penyusunannya, SKKNI dokter kesehatan kerja
membakukan kompetensinya kepada kompetensi global. Diharapkan
manfaatnya tidak hanya bagi profesional kesehatan kerja yang menjadi
jelas bidang garapan dan kompetensi , tetapi juga bagi pembuat kebijakan
dikalangan pemerintahan dan swasta untuk mendukung pengembangan
kesehatan kerja. SKNNI ini membuka peluang bagi pengembangan banyak
hal termasuk pendidikan akademik, kurikulum, gelar professional, asosiasi
profesi, jenjang karir, profesi kesehatan kerja selain dokter yang juga
terspesialisasi termasuk ergonomis, perawat kesehatan kerja, higienis
industry, psikologi kesehatan kerja beserta pengembangan system
pelayanan kesehatan kerja pemerintahan maupun swasta.
Keseluruhan jaring kesisteman yang ada apabila bisa bekerja sama
dan tidak tidak berorientasi sektoral maka diyakini kelak kesehatan kerja
akan lebih jelas konstribusinya bagi peningkatan produktifitas kemampuan
bersain g secara global, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa.
Bila orientasi sektoral terus berlanjut akan menghambat kemajuan keshatan
19
kerja,maka lontaran konsep pembentukan badan koordinasi kesehatan
kerja bisa merupakan jalan keluar yang pantas untuk di cermati.
20
seni yang membantu pekerja dan manajemen mengubah priku hidup dan
prilaku bekerja untuk mencapai kapasitas kerja dan tingkat kesehatan yang
optimal, sehingga meningkatkan kinerja yang optimal,produktivitas,dan
kapasitas kerja. Dilapangan, PKDTK di aplikaskan sebagai program yang
diancang melalui proses peningkatan pengetahuan,sikap,prilaku,dan
ketersmpilan ( pendidikan) dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat di
tempar kerja. Hal tersebut sesuai dengan kondisi dan potensi temapat kerja,
dengan pendekatan pendidikan,organisasi, masyarakat lingkungannya,
sehingga mampu mengendalikan kesehatan pekerja.
Ketiga adalah perbaikan lingkungan kerja, merupakan upaya
preventif. Perbaikan di lakukan dengan mengendalikan berbagai faktor
resiko kontraminan fisik, kimia, boiologi,. Faktor resiko fisik meliputi papas,
bising, getaran, dan radiasi. Faktor resiko kimia meliputi merkuri, timah hitan,
benzene, kloroform, organofosfat dan parakuat. Faktor resiko biologi
meliputi virus HIV/AIDS,leptospirosis dan hepatitis B. Berbagai faktor resiko
yang bersumber dari lingkungan kerja tersebut di kendalikan agar tidak
melebihi nilai ambang batas yang di perkenankan. Upaya yang kompleks ini
telah berkembang menjadi ilmu Higiene Industry
Keempat adalah perbaikan ergonomi pekerjaan, merupakan upaya
preventif. Perbaikan di lakukan dengan menyesuaikan tuntunan tugas
dengan kemampuan fisik dan mental pekerja serta mengendalikan faktor
resiko ergonomi yang bersumber dari pekerjaan. Sebagai contoh, desain
mesin, desain work station, posisi duduk, alat bantu tangan, beban
angkat-angkut di upayakan agar pekerja terhindar dari postur janggal dan
postur statis yang dapat menimbulkan gangguan muskuloskeletal (trauma
kumulatif) upaya yang komplek ini juga telah berkembang menjadi ilmu
Ergonomi( )
Kelima adalah pengembangan pengorganisasian pekerja dan
budaya kerja merupakan upaya preventif. Pengembangan di lakukan
dengan memperbaiki kondisi faktor resiko stres kerja yang bersumber dari
pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja (
). Sebagai contoh desentralisasi dalam perencanaan tugas,
penerapan konsep tugas penuh, otonomi tugas yang masih terintegrasi
dengan tujuan organisasi yang lebih tinggi tingkatannya, perbaikan beban
kerja, status kepegawaian, sistem pengupahan, gaya manajemen,
komunikasi antar pekerja maupun antara pekerja dan pimping.
Keenam adalah surveilans kesehatan pekerja, merupakan upaya
preventif. Surveilans kesehatan kerja meliputi kegiatan :
21
a) Mengumpulkan data faktor resiko kesehatan di tempat kerja yang
bersumber dari lingkungan kerja, pekerja, pengorganisasian pekerja dan
budaya kerja, dan kesehatan( dari hasil pemeriksaan kesehatan sebelum
kerja, berkala dan khusus serta data kunjungan pengobatan/perawatan)
dan kemangkiran pekerja.
b) Melakukan analisis dan interprestasi data berdasarkan kaidah
epidemiologi untuk melihat frekuensi, distribusi dan trend
perkembangan resiko dan gangguan kesehatan, menilai hubungan
faktor resiko dan gangguan kesehatan pekerja.
c) Komunikasi data dan hasil analisis untuk di gunakan dalam rencana
perbaikan termasuk pertimbangan penempatan pekerja. Pencatatan dan
pelaporan upaya pelayanan kesehatan kerja dan kasus KAK/PAK
(secara agregat), di laporkan kepada manajemen, serikat pekerja dan
Dinas Kesehatan ,Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.KAK/PAK
secara individu (by name) hanya di laporkan dengan cara yang
menjunjung tinggi kode etik untukn kepentingan kompensasi.
Dokumentasi termasuk rekam medis di jaga kerahasiannya dan di
pertahankan minimal 30 tahun bahkan ada yang menganjurkan di
pertahankan seumur hidup.
Ruang lingkup k3 yang terakhir adalah pelayanan klinik,merupakan
upaya kuratif dan rehabilitatif. Pelaporan klinik mencakup
diagnosis,terapi,rehabilitasi dan bila diperlukan perhitungan cacay serta
rujukan bagi, pekerja yang sakit/cedera, serta pelayanan pertolongan
pertama pada kecelakaan (cedera dan penyakit akut), bahkan medical
emergency plan yang merupakan upaya preventif.
22
seta kontribusi dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional
yang berkesinambungan. Tentang peraturan perundang undangan yang
mengatur pelaksanaan kesehatan kerja yang berlaku di indonesia, dibahas
dalam Bab 2.
23
b) Menurut World Organisation (WHO)
WHO adalah salah satu badan PBB khusus yang mengatur norma
kesehatan yang pertemuan untuk pencapaian derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi semua bangsa di seluruh dunia, sebagai salah satu
perwujudan hak asasi manusia yang bersifat universal. Sejak didirikanya
WHO selalu memasukkan elemen kesehatan kerja dalam kebijikannya.
Beberapa dokumen anti badan di bawah WHO, misalnya WHO Constitution,
Deklarasi Alma Ata, the Health Work Approach (HMA) pertemuan jejarikan
dari WHO Collaborating centers Occupational Health, the Executive Board,
pertemuan Regional Committees, semuanya menekankan perlunya
perlindungan dan peningkatan kesehatan dan keselamatari di tempat kerja,
melalui pecegahan dan pengendalian hazard di lingkungan kerja dan
memalui peningkatan kapsitas Kerja dan status kesehatan pekerja.
Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia telah meratifikasi Konvensi dan
Rekomendasi ILO yang berhubungan dengan Kesehatan Kerja.
Pekerja yang layak dan bersifat manusiawi yang memungkinkan pekerja
berada dalam ondisi selamat, sehat, bebas dari cedera dan penyakit akibat
kerja.
24
Pemberian obat bius pada ular dan pemasangan kandang pada ular berbisa
adalah upaya keselamatan dan kesehatan kerja, dengan kata lain, upaya
keselamatan dan kesehatan kerja dapat mengubah pekerjaan yang tidak
manusiawi menjadi manusiawi.
Undang-undang keselamatan, berlaku sampai diterbitkannya Undang-
undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang didirikan pada
tahun 1925 menggantikan dinas UAP atau
Tugas dinas tersebut bertabambah dengan dibebankannya pengawasan
terhadap pelaksanaan ordonans tentang kerja malam bagi wanita dan
pekerja anak atau
keselamatan,pengaturan tentang pertolongan pertama kepada
keselamatan di tuangkan sebagai peraturan Khusus AA dalam Peraturan
Khusus Direktur Pekerja Umum No. 119966/Stw tanggal 19 Agustus 1910
(peraturan pelaksanan Pasal 2 Bari Staatsbland No.406 tahun 1910).
Pada Aturan Peralihan UUD 1945 pasal II di nyatakan bahwa segala
badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama
belum di adakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. UUD 1945
pasal 27 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini
merupakan landasan bagi setiap peraturan perundangan di bidang
ketenaga kerjaan. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan
serta perlakuaan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, dan
nilai agama.
Pada tahun 1947 di terbitkan Undang-Undang No.33 tentang
Kecelakaan, atau yang biasa di sebut sebagai undang-undang Kompensasi.
Undang-Undang ini ingi menyatakan bahwa dalam keadaan sangat
kekurangan, Pemerintah RI akan tetap mengutamakan perlindungan pekerja
dari bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pada tahun 1948, di
keluarkan undang-Undang Kerja No.12 oleh Negara Republik Indonesia,
yang kemudian diberlakukan untuk seluruh Indonesia dengan UU NO.1
tahun 1951. Di samping itu, dengan Ordinasi No.9 tahun 1949 di atur
tentang pembatasan Kerja Anak( tahun 1949 No.8). pada tahun
1957, di bentuk Lembaga Keselamatan Dan Kesehatan Buruh dan kemudian
menjadi Lembaga Higiene Perusahaan Dan Keselamatan Kerja yang
bertugas untuk mengembangkan ilmu Higiene Perusahaan dan
Keselamatan Kerja.
Untk menjamin di selenggarakannya higiene perusahaan dan
kesehatan Kerja secara baik di terbitkan pengaturan Menteri Pemburuhan
25
No.7/PMP/1964 tentang Syarat-syarat Kesehatan, Kebersihan dann
Penerangan di tempat kerja. Mengingat pentingnya sumber daya manusia
di bidang k3, oleh mentri Tenaga Kerja RI No.65 tahun 1969 tentang
Penyelenggaraan Kursus Latihan Kader Keselamatan Kerja.
Dalam rangka menata pengaturan dan pembinaan ketenaga kerjaan,
maka di undangkan UU No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan
pokok-pokok Mengenai Tenaga Kerja . undang-Undang No.14 tahun 1969
tersebut antara lain menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak
mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan,
pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama. Perlindungan terhadap keselamatannya dan
kesehatan pekerja merupakan sesuatu yang sangat mendasar karena
menyangkut jiwa manusia.
Kementrian Kesehatan yang saat itu masih bernama Departemen
Kesehatan, sejak di berlakukannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1992
tentang kesehatan, mulai fokus di bidang Kesehatan kerja dalam rangka
melaksanakan tugasnya sebagai bagian dari pemeritah yang bertangung
jawab atas pembangunan kesehatan seluruh bangsa, dengan memasukkan
upaya kesehatan kerja sebagai salah satu dari 15 upaya kesehatan yang di
tetapkan. Upaya kesehatan Kerja selenggarakan untuk mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal, meliputi pelayanan kesehatan kerja,
pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja ,dan setiap
tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja. Dengan demikian,
dalam upaya memenuhi kebutuhan, penanganan keselamatan dan
kesehatan kerja telah berkembang secara lebih serius sejalan dengan
peningkatan aspek moral minat perorangan, industriawan, dan pemerintah
untuk menolong pekerja dari penyakit akibat kerja dan cedera.
26
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam masyarakat tradisional,anggapan bahwa kecelakaan
merupakan nasil atau takdir masih banyak terjadi sehingga seolah-olah
kecelakaan tidak dapat dihindarkan. Kecelakaan dimaknai sebagai takdir
“ inilah cara pandang yang masih begitu dihayati oleh masyarakat
Indonesia. Cara pandang ini harus dibongkar habis sebab kecelakaan
bukan (semata) takdir. Yang harus bertanggung jawab bukan lahtuhan,
tetapi manusia, sendiri yang dibekali akal untuk mampu berbuat preventif.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada mulanya berkembang
darikesadaran bahwa pekerja dapat menimbulkan gangguan kesehatan
atau penyakit akibat kerja yang memerlukan upaya pencegahan. Dalam
sejarah, tersayat bahwa pada awalnya manusia purba takut pada api yang
berasal mereka juga takut akan bencana alam lainnya seperti peledakan,
gempa bumi, kebakaran dan letusan gunung berapi, namun manusia purba
hanya dapat menerima nasib dan lari dari bahaya bila terjadi bencana.
Upaya K3 di fokuskan pada upaya promotif dan preventif seperti
yang tercantum dalam definisi komisi gabungan ILO/WHO pada tahun 1950
dan 1995. Hal tersebut terutama ditekankan pada upaya
peningkatan/promosi dan pencegahan penyakit. Pelaksanaan kesehatan
pekerja di Indonesia bersifat komprehensif yang mencakup upaya promotif
dan preventif serta mencakup pula upaya kuratif dan rehabilitatif ( objek
empiris ilmu kedokteran kerja). Hal tersebut sesuai dengan kewajiban
peraturan perundang undangan di Indonesia (UU No.36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan Dan UU No.13 Thn 2003 Ketenagakerjaan). Pelayanan
kesehatan kerja yang komprehensif juga tercantum dalam basic
occupational health services yang diusulkan oleh ICOH tahun 2005. Ruang
lingkup atau fungsi pokok pelayanan kesehatan kerja yang komprehensif
meliputi enem area promotif dan preventif di tambah satu area
rehabilitative dan kuratif.
Di kebanyakan negara, pelaksaan kesehatan kerja kewajiban oleh
peraturan perundang undangan. Tujuan dari peraturan perundangan adalah
memberikan kepastian hukum dalam pelaksaan perlindungan pekerja untuk
mendapatkan pekerja yang produktif dan layak, dengan demikian menjadi
jelas dan hak, kewajiban dan wewenang dari mereka yang terkait dalam
hubungan kerja, yaitu pekerja dan pemberi kerja.
27
B. Saran
Semoga makalah ini dapat membantu para pembaca dan dapat
memberikan pengetahuan tentangkesehatan dan keselamatan kerja. Kami
mengetahui bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya
dari segi penulisannya. Oleh karena itu, saran dari pembaca sangat kami
butuhkan untuk mengoreksi makalah ini agar lebih baik lagi. Adapun saran
dari kami untuk pembaca agar lebih sering membaca untuk memperoleh
wawasan yang lebih luas lagi.
28
DAFTAR PUSTAKA
29