Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FIQIH MUAMALAH II

‘’BANK CENTRAL’’
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata Kuliah Fiqih Muamalah II
Dosen Pengampu : Dr. H. Abbas Arfan, Lc., M.H.

Disusun Oleh :
Rara Ganis Sulehvi Wanenghyun 200202110001
Syarifah Ainur Risda 200202110002
Sisca Fitria Dewi 200202110003

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN AJARAN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Bank Central” tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Bapak Dr. H. Abbas Arfan, Lc.,
M.H. Pada mata kuliah Fikih Muamalah II di Universitas Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.

Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang Bank Central. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H.
Abbas Arfan, Lc., M.H. Selaku Dosen mata kuliah Fikih Muamalah II. Tugas yang
telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman teman seperjuangan
yang telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi
penyusunan, bahasa, dan penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna menjadi acuan agar kami bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga makalah ini bisa menambah
wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan.

Malang, 1 Juni
2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................
BAB I......................................................................................................................................
PENDAHULUAN..................................................................................................................
1. Latar Belakang..............................................................................................................
2. Rumusan Masalah.........................................................................................................
3. Tujuan............................................................................................................................
BAB II....................................................................................................................................
PEMBAHASAN....................................................................................................................
1. Pengertian Bank Central..............................................................................................
2. Sejarah Singkat Bank Central di Indonesia...............................................................
3. Tujuan dan Fungsi Bank Central................................................................................
4. Peran Bank Sentral Dalam Stabilisasi Sistem Keuangan.........................................
1. Krisis Keuangan Global 2008/2009 dan Bank Sentral..........................................3
2. Mandat Ganda Bank Sentral..................................................................................4
5. Tugas Bank Central......................................................................................................
a. Membuat dan Melaksanakan kebijakan moneter................................................5
b. Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran...................................5
c. Mengatur dan Mengawasi Perbankan.................................................................5
6. Sejarah Singkat Otoritas Jasa Keuangan...................................................................
7. Dewan Pengawasan Syariah Dalam Sitem Hukum lembaga Keunangan
Syariah Nasional...................................................................................................................
8. Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah........................................................................
9. Fatwa – Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.......................
BAB III.................................................................................................................................
PENUTUP............................................................................................................................
Kesimpulan.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dimulai dengan kedatangan bangsa barat di Indonesia. Sejak itu
indonesia menjadi jalur perdagangan internasional oleh para pedagang. Pada saat
itu ada dua kerajaan yaitu kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit yang
mendominasi perdagangan di Indonesia. Bangsa-bangsa Eropa memperluas
wilayah jajahannya pada abad ke-15 termasuk ke Indonesia. Negara-negara
penjajah Indonesia antara lain Spanyol, Portugis kemudian diikuti oleh Belanda,
Inggris dan Prancis. Kegiatan perdagangan tidak berhenti walaupun terjadi
penjajahan di Indonesia. Maka dari situlah dibuatlah De Javanesche
Bank (DJB) yang didirikan oleh Hindia Belanda pada 24 Januari 1982 silam.
Setelah Indonesia merdeka, pada 1 Juli 1953 De Javanesche Bank (DJB)
dinasionalisasi dan berganti nama menjadi Bank Indonesia (BI) yang merupakan
Bank Sentral Republik Indonesia.
Bank Sentral adalah suatu lembaga keuangan atau instansi yang
bertanggung jawab atas kebijakan moneter dan menciptakan tingkat kegiatan
perekonomian yang stabil di suatu negara. Bank sentral juga memiliki peran-
peran dan tugas yang tidak sembarang orang bisa menjalankannya. Bank
sentral juga memiliki ruang lingkupnya sedniri. Dalam makalah ini kita akan
menjelaskan tentang seberapa pentingnya bank sentral, Apa saja peran-peran
yang diambil oleh bank sentral, dan apa saja ruang lingkup bank sentral.

2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Bank Sentral ?
2. Ruang Lingkup Bank Sentral ?
3. Tujuan
1. Mengetahui ruang lingkup Bank Central

1
BAB II

PEMBAHASAN
1. Pengertian Bank Central
Pengertian dari Bank Sentral adalah suatu lembaga keuangan atau
instansi yang bertanggungjawab atas kebijakan moneter dan menciptakan tingkat
kegiatan perekonomian yang stabil di suatu negara.

Bank Sentral sendiri adalah suatu institusi yang umumnya dimiliki oleh
pemerintah suatu negara yang bertanggungjawab atas stabilitas nilai mata uang,
menjaga tingkat inflasi, stabilitas sektor perbankan, dan keseluruhan sistem
finansial di dalam suatu negara.

Di Indonesia, peran Bank Sentral diberikan kepada Bank Indonesia (BI).


Dengan begitu maka Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh terhadap
pengaturan dan pengawasan kegiatan lembaga-lembaga keuangan Bank di
Indonesia.

2. Sejarah Singkat Bank Central di Indonesia


Seperti yang dijelaskan di atas, Bank Indonesia (BI) merupakan
pelaksana Bank Sentral di Indonesia. Pada perjalanannya, Bank Indonesia
dulunya bernama De Javanesche Bank (DJB).
De Javanesche Bank ini didirikan oleh Hindia Belanda pada 24 Januari
1982 silam. Setelah Indonesia merdeka, pada 1 Juli 1953 De Javanesche
Bank (DJB) dinasionalisasi dan berganti nama menjadi Bank Indonesia
(BI) yang merupakan Bank Sentral Republik Indonesia.
Di awal kemerdekaan Indonesia, BI pernah melakukan bisnis komersial.
Namun seiring berjalannya waktu, bisnis tersebut dihentikan dan
mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai lembaga keuangan di Indonesia.

3. Tujuan dan Fungsi Bank Central


Bank sentral merupakan salah satu lembaga keuangan yang penting sehingga
hampir semua negara mempunyai bank sentral. Status bank sentral di banyak
negara adalah badan hukum milik negara. Apabila ada yang mempunyai status
hukum yang lain, bukan berarti terlepas dari pemerintah. Dalam istilah
perbankan disebut independet within the government, yang kurang lebih berarti
bebas terpimpin. Peter S. Rose memberi definisi bahwa Bank Sentral adalah
agen pemerintah yang mempunyai fungsi kebijakan publik terpenting dalam
pengawasan kegiatan sistem keuangan dan pengendalian jumlah peredaran uang.
Umumnya di berbagai negara, peranan Bank Sentral dalam sistem keuangan dan
perekonomian, meliputi:

a. mengontrol peredaran uang;


b. menjaga stabilitas pasar uang dan pasar modal;
c. menjaga mekanisme pembayaran;
d. mengawasi sistem perbankan; dan
e. memberikan pinjaman terakhir (lender of the last resort (LoLR) atau
bertindak sebagai bankir bank umum dalam negeri (banker’s bank).1

Bank Indonesia (BI) memiliki tujuan dan fungsi utama dalam menjalankan
perannya sebagai Bank Sentral Republik Indonesia. Adapun beberapa fungsi dan
tujuan Bank ini adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan dan menjaga kestabilan nilai mata uang Republik Indonesia


(Rupiah) dimana hal tersebut tercermin dalam nilai tukar Rupiah
terhadap mata uang asing.

2. Menciptakan dan menjaga stabilitas harga-harga barang dan jasa, yang


tercermin dalam kestabilan laju inflasi di Indonesia.
4. Peran Bank Sentral Dalam Stabilisasi Sistem Keuangan

1. Krisis Keuangan Global 2008/2009 dan Bank Sentral


Krisis keuangan global 2008/2009, dan krisis-krisis yang berulang terjadi
sebelumnya, telah berdampak sangat buruk terhadap sistem keuangan,
perekonomian, kondisi fiskal, dan kesejahteraan masyarakat. Demikian pula
sebaliknya, pengelolaan ekonomi, perilaku agen ekonomi, pengelolaan fiskal,

1
Dr. Sylvia Janisriwayati S.H., M.Hum, Bank Sentral Dan Kewenangan Makroprodensial ( Kota Malang:
Madza Media, 2021 ) hal, 11.

3
utang luar negeri, dan lain-lain yang tidak tepat juga menjadi penyebab
timbulnya krisis ekonomi. Akar permasalahan terjadinya krisis itu dari
akumulasi utang secara berlebihan seiring dengan peningkatan risk-tasking
behavior, baik yang dilakukan pemerintah maupun swasta, telah terbukti dari
sejarah panjang krisis dalam peradaban manusia (Reinhart dan Rogoff, 2009;
Kindleberger, 1978). Demikian pula, bahwa prosiklisitas gelembung properti
dan boom kredit yang mendahului dan menyebabkan krisis di banyak negara
bukanlah hal baru (Claessens dan Kose, 2013). Dalam perkembangannya, krisis
ekonomi semakin sering terjadi dan menjadi multidimensi dari krisis

nilai tukar, utang, dan sistem keuangan, yang telah terbukti di banyak negara
(Bordo, et.al., 2001).

2. Mandat Ganda Bank Sentral


Pada saat ini semakin luas dukungan bagi bank sentral untuk berperan
dalam stabilitas sistem keuangan (Bank for International Settlements, BIS,
2011), sehingga bank sentral akan mempunyai mandat ganda yaitu mencapai
stabilitas harga dan mendukung stabilitas sistem keuangan. Apa itu stabilitas
sistem keuangan (SSK), dan bagaimana peran bank sentral dalam mendukung
SSK itu? Meskipun referensi akademis terkait “ketidakstabilan keuangan” dapat
dirujuk dari pemikiran Minsky (1982), namun terjadinya krisis keuangan global
2008/2009 membuat isu ini menjadi fokus perhatian serius dari para pengambil
kebijakan di berbagai belahan dunia. Alhasil, rumusan definisi mengenai
“stabilitas sistem keuangan” tidak selalu sama persis di antara para

pengambil kebijakan dan di dunia akademis. Namun begitu, pada dasarnya SSK
merujuk pada kondisi di mana sistem keuangan berfungsi secara baik di dalam
perekonomian dan menunjukkan ketahanan terhadap berbagai gejolak yang
mungkin terjadi. Dari definisi tersebut, setidaknya terdapat lima aspek penting
yang perlu ditekankan. Pertama, kesehatan individual lembaga keuangan sangat
penting tetapi tidaklah cukup (necessary but not sufficient). Kedua, sejarah
menunjukkan terdapat empat jenis keterkaitan makrofinansial yang sering
menyebabkan krisis, yaitu: asset bubbles (baik finansial dan properti), boom
kredit, akumulasi utang secara berlebihan,
dan pembalikan modal asing secara tiba-tiba atau sudden-stop (Reinhart dan
Rogoff, 2009; Claessens dan Kose, 2013). Ketiga, kebijakan pengendalian
gejolak perekonomian domestik dan kemampuan mengantisipasi gejolak dari
luar negeri sangat penting untuk mendukung terjaganya SSK. Keempat,
sementara krisis dapat dipicu dari kegagalan suatu lembaga keuangan,
meletusnya gelembung prosiklisitas ketidakseimbangan makrofinansial, atau
gejolak perekonomian domestik atau internasional, pewabahan contagion
menjadi krisis sistemik ke seluruh sistem keuangan

dapat terjadi sangat cepat, karena eratnya interkoneksi dan jejaring di dalam
pasar dan infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran (Allen, et. al.,
2010; Acemoglu, et.al., 2015). Kelima, puncak dari krisis secara luas terjadi
manakala pewabahan melalui interkoneksi dan jejaring keuangan disertai dengan
perilaku latah (herding

behavior) dan pewabahan informasi atau information contagion (Acharya dan


Yorulmazer, 2003; Bikhchandani dan Sharma, 2001).2

5. Tugas Bank Central


Dalam upaya untuk mencapai tujuannya, Bank Indonesia memiliki tugas dan
tanggungjawab yang harus dilaksanakan. Adapun tugas Bank Sentral adalah
sebagai berikut:

a. Membuat dan Melaksanakan kebijakan moneter


Kebijakan moneter ditetapkan dan dilaksanakan untuk
mengendalikan jumlah uang yang beredar di masyarakat sehingga harga-
harga barang dan jasa di masyarakat tetap terkendali.

Kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia juga


dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Dalam hal ini,
BI perlu bekerjasama dengan pemerintah sehingga kebijakan yang
diambil sejalan dengan kebijakan fiskal dan kebijakan ekonomi lainnya.

2
Dr. Perry Warjiyo, Bauran Kebijakan Bank Sentral: Konsepsi Pokok dan Pengalaman
Bank Indonesia, Jakarta : BI Institute, 2016, hal 4-14.

5
b. Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran yang dimaksud adalah sistem pembayaran
tunai maupun non tunai. Dalam hal ini, Bank Indonesia
bertanggungjawab untuk menciptakan suatu kesepakatan, aturan, standar
dan prosedur yang dipakai dalam mengatur peredaran uang di
masyarakat.

c. Mengatur dan Mengawasi Perbankan


Pengaturan dan pengawasan perbankan yang dimaksud di sini
adalah pengawasan makroprudensial, dimana tujuannya untuk menjaga
kestabilan sistem keuangan di Indonesia. Secara umum, kebijakan
makroprudensial adalah kebijakan yang dibuat untuk membatasi risiko
dan biaya krisis sistemik agar keseimbangan sistem keuangan tetap
terjaga.3

6. Sejarah Singkat Otoritas Jasa Keuangan


Otoritas Jasa Keuangan dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga ini merupakan badan
independen yang memiliki fungsi, tugas dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan.

Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan merupakan upaya pemerintah


Republik Indonesia menghadirkan lembaga yang mampu menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan sektor
keuangan, baik perbankan maupun Lembaga keuangan non-bank.

Secara fungsi, lembaga ini menggantikan tugas Badan Pengawas Pasar


Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam-LK) serta mengambil alih tugas
Bank Indonesia dalam hal pengawasan perbankan.

Setelah Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 disahkan, Presiden


Republik Indonesia saat itu,  Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Juli 2012

3
,
M. Prawiro Bank Sentral: Pengertian, Tujuan, Tugas, dan Wewenang Bank Sentral, di akses dari
(https://www.maxmanroe.com/, Bank Sentral: Pengertian, Tujuan, Tugas, dan Wewenang Bank Sentral
(maxmanroe.com), terakhir dilihat pada (1 Juni 2022), pada pukul (21.23).
menetapkan sembilan anggota dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan,
termasuk dua anggota komisioner ex-officio dari Kementerian Keuangan dan
Bank Indonesia.

Setelah itu, pada 15 Agustus 2012 dibentuklah Tim Transisi Otoritas Jasa
Keuangan Tahap I, untuk membantu Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
melaksanakan tugas selama masa transisi.

Mulai 31 Desember 2012, Otoritas Jasa Keuangan secara efektif


beroperasi dengan cakupan tugas Pengawasan Pasar Modal dan Industri
Keuangan Non-Bank.

Setelah itu, pada 18 Maret 2013 dibentuk Tim Transisi Otoritas Jasa
Keuangan Tahap II untuk membantu Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan dalam  pelaksanaan pengalihan fungsi, tugas dan wewenang
Pengaturan dan Pengawasan  Perbankan dari Bank Indonesia.

Per 31 Desember 2013 Pengawasan Perbankan sepenuhnya beralih dari


Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, sekaligus menandai dimulainya
operasional Otoritas Jasa Keuangan secara penuh.

Perluasan fungsi pengawasan Industri Keuangan Non-Bank, pada 1


Januari 2015 Otoritas Jasa Keuangan memulai Pengaturan dan Pengawasan
Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

Otoritas Jasa Keuangan memiliki tiga tujuan (destination statement), antara lain:

1. Mewujudkan sektor jasa keuangan yang Tangguh, stabil dan berdaya


saing.

2. Mewujudkan sektor jasa keuangan yang kontributif terhadap pemerataan


kesejahteraan.

3. Mewujudkan keuangan inklusif bagi masyarakat melalui perlindungan


konsumen yang kredibel.4
4
O N L I N E P A J A K , OJK: Sejarah, Fungsi, Struktur Lembaga & Kebijakan, di akses dari

7
7. Dewan Pengawasan Syariah Dalam Sitem Hukum lembaga Keunangan
Syariah Nasional
Dewan pengawas syariah atau DPS adalah badan independen yang terdiri
dari para pakar syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan dalam
bidang perbankan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas
mengawasi pelaksanaan keputusan dewan syariah nasional atau DSN pada
lembaga keuangan syariah. DPS merupakan suatu badan independen, sehingga
untuk menjamin mengeluarkan pendapat maka harus memperhatikan beberapa
hal, yaitu:

a. DPS bukan staf bank, dalam arti bahwa mereka tidak tunduk dibawah
kekuasaan administratif.
b. DPS dipilih oleh rapat umum pemegang saham (RUPS).
c. Honorarium DPS ditentukan oleh RUPS.
d. DPS mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas tertentu seperti halnya badan
pengawas lainnya.

DPS memiliki peran sebagai pengawas dari lembaga keuangan syariah


yang mengawasi setiap operasional kegiatan pebankan syariah baik itu bank
syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah dan lain-lain, sehingga semua
lembaga keuangan syariah dapat berjalan sesuai dengan tuntutan syariat Islam,
DPS memiliki peran penting dan strategis dalam penerapan prinsip syariah di
perbankan syariah. DPS bertanggung jawab untuk memastikan semua produk
dan prosedur bank syariah sesuai dengan prinsip syariah. Karena pentingnya
peran DPS ini, maka dua undang-undang di Indonesia mencantumkan keharusan
adanya DPS di perusahaan syariah dan lembaga perbankan syariah, yaitu
undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dan undang-
undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Dengan demikian,
secara yuridis, DPS di lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena
keberadaannya sangat penting dan strategis. Peran utama para ulama dalam DPS
adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai
dengan ketentuanketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang

(https://www.online-pajak.com/, OJK: Sejarah, Fungsi, Struktur Lembaga & Kebijakan (online-


pajak.com), terakhir dilihat pada (1 Juni 2022) pukul (21.30).
berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibanding bank konvensial.
Karena itu, diperlukan garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh DSN.5

DPS merupakan suatu badan yang didirikan dan ditempatkan pada


bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah untuk
memastikan bahwa operasional bank syariah tidak menyimpang dari
prinsip-prinsip syariah. Bank Indonesia selanjutnya menetapkan bahwa
keanggotaan DPS harus mendapatkan rekomendasi dari DSN yang didirikan
oleh Majelis Ulama Indonesia. Dengan demikian peranan DPS dan DSN
menjadi sangat penting dari aspek pengawasan syariah. DPS memastikan
kegiatan operasional, produk dan jasa bank syariah senantiasa sesuai
prinsip syariah sedangkan DSN merupakan lembaga yang memberi-kan
rekomendasi anggota DPS yang memiliki keahlian dan kompetensi
syariah yang memadai serta menerbitkan fatwa produk dan jasa bank
syariah yang bersifat nasional sehingga dapat dijadikan pedoman yang
seragam bagi DPS. Anggota DPS harus terdiri dari pakar di bidang syariah
muamalah yang juga memiliki pe-ngetahuan umum bidang perbankan.
Persyaratan anggota DPS diatur dan ditetapkan oleh DSN. Hal ini karena
transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika
dibanding bank konvensional. Selain itu DPS juga mempunyai fungsi:

1. sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi,


pemimpin unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang
syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah
2. sebagai mediator antara bank dan DSN dalam
mengkomunikasikan usul dan saran pengemba-ngan prduk dan
jasa dari bank yang memer-lukan kajian dan fatwa dari DSN
3. sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank,
DPS wajib melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan
bank syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-
kurangnya satu kali dalam satu tahun.

5
Rahmat Ilyas, PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM PERBANKAN SYARIAH, IAIN Syaikh
Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, Indonesia (Apr 09, 2021) hal 47-48.

9
Tugas lain DPS adalah meneliti dan membuat rekomendasi
produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak
sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan
difatwakan oleh DSN. DPS dalam rancangan undang-undang perbankan syariah

Dalam Rancangan Undang-Undang Perban-kan Syariah diatur bahwa


dalam Dewan komisaris, terdapat sekurang-kurangnya satu (1) orang
komisaris yang melakukan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan prinsip-
prinsip syariah. Hal ini secara eksplisit akan menghapus peran Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang selama ini menjadi pengawas di perbankan
syariah. Selanjutnya, peran pengawasan prinsip syariah dilakukan oleh salah
satu komisaris. untuk menjadi komisaris syariah seseorang harus mempunyai
sertifikat kelulusan pendidikan khusus dan lulus test dari Bank Indonesia
(BI), DSN MUI, disamping tidak mempunyai cela secara pidana maupun
perdata atau tidak mempunyai kasus baik perdata maupun pidana. Hal ini
penting untuk menjamin integritas komisaris syariah dalam menjalankan
tugas-tugas penga-wasan.6

8. Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah


Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) berawal dari terbitnya
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-Undang tersebut
memperluas kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan perkembangan hukum
dan kebutuhan umat Islam Indonesia saat ini. Dengan perluasan kewenangan
tersebut, kini Peradilan Agama tidak hanya berwenang menyelesaikan sengketa
di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan sadaqah saja, tetapi juga
menangani permohonan adopsi dan menyelesaikan sengketa zakat, infaq, serta
sengketa hak milik dan keperdataan lainnya antara sesama muslim, dan ekonomi
syariah.
Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) adalah salah satu bentuk
positivisasi hukum Islam dengan beberapa pengadaptasian terhadap konteks

6
MASLIHATI NUR HIDAYATI, DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM SISTEM HUKUM PERBANKAN : STUDI
TENTANG PENGAWASAN BANK BERLANDASKAN PADA PRINSIP-PRINSIP ISLAM, Universitas Al-Azhar
Indonesia,(Jakarta Selatan 12,11,10), hal 70-72.
dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kehadiran KHES
adalah kebutuhan yang sangat mendesak bagi ketersediaan sumber hukum
terapan Peradilan Agama di bidang ekonomi syariah sejak lahirnya Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi hakim untuk
tidak menangani sengketa ekonomi syariah dengan dalih tidak ada peraturannya.
Kehadiran KHES adalah kebutuhan yang sangat mendesak bagi
ketersediaan sumber hukum terapan Peradilan Agama di bidang ekonomi
syariah pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Sehingga tidak
ada alasan lagi bagi hakim untuk tidak menangani sengketa ekonomi syariah
dengan dalih tidak ada peraturannya
Secara keseluruhan, KHES sudah dapat digunakan sebagai pedoman baku di
lingkungan peradilan agama, tetapi masih banyak yang perlu dibenahi dan
disempunakan, baik terkait dengan istilah-istilah maupun klausul-klausul dalam
KHES itu sendiri yang tak sedikit masih multi interpretable, sehingga
dikhawatirkan akan muncul ketidakpastian hukum akibat adanya klausul-klausul
yang tidak jelas tersebut, oleh karena itu kritik dan penyempurnaan tersebut juga
harus dilakukan untuk mengkaji istilah-istilah yang terdapat pada sistem
ekonomi berbasis Islam.7
Lahirnya KHES tersebut berawal dari terbitnya UU No. 3 Tahun 2006.
Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
(UUPA). UU No.3 Tahun 2006 ini memperluas kewenangan PA sesuai dengan
perkembangan hukum dan kebutuhan umat Islam Indonesia saat ini. Dengan
perluasan kewenangan tersebut, kini PA tidak hanya berwenang menyelesaikan
sengketa di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan sadaqah saja,
melainkan juga menangani permohonan pengangkatan anak (adopsi) dan
menyelesaikan sengketa dalam zakat, infaq, serta sengketa hak milik dan
keperdataan lainnya antara sesama muslim, dan ekonomi syari’ah. Kaitannya
dengan wewenang baru PA ini, dalam Pasal 49 UUPA diubah menjadi
”Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara oirang-orang yang
7
Nashihul Ibad Elhas, KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH (KHES) DALAM TINJAUAN UMUM HUKUM
ISLAM, Jurnal Al-Tsaman, hal 63-65.

11
beragama Islam’’ di bidang:
a. perkawinan;
b. waris;
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syari’ah.
Setelah UU No. 3/2006 tersebut diundangkan maka Ketua MA membentuk Tim
Penyusunan KHES berdasarkan surat keputusan Nomor: KMA/097/SK/X/2006
tanggal 20 Oktober 2006 yang diketuai oleh Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H.,
S.I.P., M.Hum. Tugas dari Tim tersebut secara umum adalah menghimpun dan
mengolah bahan (materi) yang diperlukan, menyusun draft naskah,
menyelenggarakan diskusi dan seminar yang mengkaji draft naskah tersebut
dengan lembaga, ulama dan para pakar, menyempurnakan naskah, dan
melaporkan hasil penyusunan tersebut kepada Ketua MA RI. Waktu yang
digunakan dalam penyusunan KHES tersebut memang sangat singkat sekali,
kurang lebih hanya satu tahun. Sementara KHES adalah kompilasi hukum
positif yang tentunya menghendaki format yang baku. Artinya, jika KHES yang
katanya sudah final ini mulai disosialisasikan, pembahasan secara kritis untuk
tujuan penyempurnaan harus terus dilakukan oleh berbagai pihak, sehingga
dapat mencapai format yang ideal.8

9. Fatwa – Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia


Fatwa menurut bahasa berarti jawaban mengenai jawaban suatu kejadian
atau peristiwa (memberikan jawaban yang tegas terhadap segala peristiwa yang
terjadi dalam masyarakat). Sedangkan fatwa menurut arti syariat adalah suatu
penjelasan hukum syariat dalam menjawab suatu perkara yang diaju-kan oleh
seseorang yang bertanya, baik penjelasan itu jelas atau ragu-ragu dan pen-

8
Abdul Mugis, kompilasi Hikum Ekonomi Syariah ( Jakarta : 2011 ), hal. 142 – 146.
jelasan itu mengarah pada dua kepentingan, yakni kepentingan pribadi atau
kepentingan masyarakat banyak.
Penetapan fatwa tentang ekonomi syariah di Indonesia menjadi otoritas Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang dilakukan melalui rapat pleno
yang dihadiri oleh semua anggota Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia (DSN MUI) yang terdiri dari para ahli syariah dan ahli
ekonomi/keuangan yang mempunyai wawasan syariah serta melibatkan lembaga
mitra seperti Bank Indonesia atau lembaga otoritas keuangan lainnya dan pelaku
usaha baik perbankan, asuransi, pasar modal, maupun lainnya.
Metode yang digunakan oleh komisi fatwa MUI dalam proses penetapan
fatwa melalui 3 pendekatan, yaitu sebagai berikut:
1. Pendekatan qath’i, yaitu pendekatan qath’i dilakukan dengan berpegang
dengan nash al-Qur’an dan Hadis untuk sesuatu masalah apabila masalah
yang ditetapkan terdapat dalam nash al-Qur’an ataupun al-Hadis secara
jelas.
2. Pendekatan qauli, yaitu pendekatan dalam proses penetapan fatwa
dengan mendasarkannya pada pendapat para imam mazhab dalam kitab-
kitab fikih terkemuka (al-kutub al-mu’tabarah).15 Pendekatan ini
dilakukan apabila jawa-ban dapat dicukupi oleh pendapat dalam kitab-
kitab fikih terkemuka.
3. Pendekatan manhaji, yaitu pendekatan dalam proses penetapan fatwa
yang mempergunakan kaidah-kaidah pokok (al-qawaid al-ushuliyyah)
dan metodologi yang dikembangkan oleh imam mazhab dalam
merumuskan suatu masalah.9

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Pengertian Bank Sentral adalah suatu lembaga keuangan atau instansi
yang bertanggungjawab atas kebijakan moneter dan menciptakan tingkat
kegiatan perekonomian yang stabil di suatu negara. Bank Sentral adalah suatu
9
Anita Marwing Fatwa ekonomi syariah diindonesia september 2017, hal 214-218.

13
institusi yang umumnya dimiliki oleh pemerintah suatu negara yang
bertanggungjawab atas stabilitas nilai mata uang, menjaga tingkat
inflasi, stabilitas sektor perbankan, dan keseluruhan sistem finansial di suatu
negara. Seperti yang dijelaskan di atas, Bank Indonesia merupakan pelaksana
Bank Sentral di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, pada 1 Juli 1953 De
Javanesche Bank dinasionalisasi dan berganti nama menjadi Bank Indonesia
yang merupakan Bank Sentral Republik Indonesia.

Pengaturan dan pengawasan perbankan yang dimaksud di sini adalah


pengawasan makroprudensial, dimana tujuannya untuk menjaga kestabilan
sistem keuangan di Indonesia. Secara umum, kebijakan makroprudensial adalah
kebijakan yang dibuat untuk membatasi risiko dan biaya krisis sistemik agar
keseimbangan sistem keuangan tetap terjaga. Lembaga ini merupakan badan
independen yang memiliki fungsi, tugas dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. Pembentukan Otoritas
Jasa Keuangan merupakan upaya pemerintah Republik Indonesia menghadirkan
lembaga yang mampu menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
terhadap keseluruhan kegiatan sektor keuangan, baik perbankan maupun
Lembaga keuangan non-bank.

Perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank, DPS wajib melaporkan


kegiatan usaha serta perkembangan bank syariah yang diawasinya kepada DSN
sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun. Tugas lain DPS adalah meneliti
dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dalam
Rancangan Undang-Undang Perban-kan Syariah diatur bahwa dalam Dewan
komisaris, terdapat sekurang-kurangnya satu orang komisaris yang melakukan
tugas pengawasan terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip syariah. Hal ini secara
eksplisit akan menghapus peran Dewan Pengawas Syariah yang selama ini
menjadi pengawas di perbankan syariah.

Penetapan fatwa tentang ekonomi syariah di Indonesia menjadi otoritas


Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang dilakukan melalui rapat
pleno yang dihadiri oleh semua anggota Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia yang terdiri dari para ahli syariah dan ahli ekonomi/keuangan yang
mempunyai wawasan syariah serta melibatkan lembaga mitra seperti Bank
Indonesia atau lembaga otoritas keuangan lainnya dan pelaku usaha baik
perbankan, asuransi, pasar modal, maupun lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Elhas, Nashihul Ibad, KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH (KHES) DALAM


TINJAUAN UMUM HUKUM ISLAM, Jurnal Al-Tsaman.
HIDAYATI, MASLIHATI NUR, DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM SISTEM
HUKUM PERBANKAN : STUDI TENTANG PENGAWASAN BANK
BERLANDASKAN PADA PRINSIP-PRINSIP ISLAM, Universitas Al-

15
Azhar Indonesia,(Jakarta Selatan 12,11,10).

Ilyas, Rahmat, PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM PERBANKAN


SYARIAH, IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung,
Indonesia (Apr 09, 2021).

Janisriwayati, Dr. Sylvia S.H., M.Hum, Bank Sentral Dan Kewenangan


Makroprodensial ( Kota Malang: Madza Media, 2021 )
Marwing, Anita, Fatwa ekonomi syariah diindonesia september 2017.

Mugis, Abdul, kompilasi Hikum Ekonomi Syariah ( Jakarta : 2011 ).


O N L I N E P A J A K , OJK: Sejarah, Fungsi, Struktur Lembaga & Kebijakan, di akses
dari (https://www.online-pajak.com/, OJK: Sejarah, Fungsi, Struktur
Lembaga & Kebijakan (online-pajak.com), terakhir dilihat pada (1 Juni
2022) pukul (21.30).

Prawiro, M. Bank Sentral: Pengertian, Tujuan, Tugas, dan Wewenang Bank Sentral, di
akses dari (https://www.maxmanroe.com/, Bank Sentral: Pengertian,
Tujuan, Tugas, dan Wewenang Bank Sentral (maxmanroe.com), terakhir
dilihat pada (1 Juni 2022), pada pukul (21.23).
Warjiyo, Dr. Perry, Bauran Kebijakan Bank Sentral: Konsepsi Pokok dan Pengalaman
Bank Indonesia, Jakarta : BI Institute, 2016.

Anda mungkin juga menyukai