Anda di halaman 1dari 20

PERANG ANTAR SUKU DI PAPUA MELALUI PENDEKATAN

KESALAHPAHAMAN ANTAR BUDAYA

DISUSUN OLEH :

ANNISA NURSANTY SYAHRUDDIN

E031211011

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Puji syukur kami panjatkan kepada
hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “PERANG ANTAR SUKU
DI PAPUA MELALUI PENDEKATAN KESALAHPAHAMAN ANTAR BUDAYA”.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Final Ekstrakulikuler Karya Tulis
Ilmiah (KTI).

Makalah ini bukanlah makalah yang sempurna karena memiliki banyak kekurangan
baik dalam hal isi, sistematik, dan teknik penulisannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah
ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Makassar, 30 Mei 2022

Penulis

i
PERANG ANTAR SUKU DI PAPUA MELALUI PENDEKATAN
KESALAHPAHAMAN ANTAR BUDAYA

Annisa Nursanty Syahruddin

Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin

Email : annisanrsntt23@gmail.com

Abstrak

Tanah Papua merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang masih menyimpan berbagai
bentuk bencana salah satunya adalah konflik sosial yang sering disebut sebagai perang
suku. Bisa dikatakan bahwa kehidupan masyarakat Papua masih sangat tradisional,
terutama untuk suku-suku pedalaman. Tradisi perang suku masih sering dilakukan oleh
suku-suku di Papua yang mendiami wilayah di antara pegunungan tengah Jayawijaya.
Mereka sangat menjaga masuknya dunia luar dan beberapa masih merasa terancam oleh
keberadaan pendatang baru, oleh karena itu mereka selalu memiliki senjata yang khas
digunakan untuk membela diri berupa pisau belati yang terbuat dari tulang burung kasuari
yang dihiasi bulunya pada bagian hulu belati tersebut. Salah satunya adalah suku Dani dan
suku Moni. Perang suku ini telah memakan 10 korban jiwa yang disebabkan oleh ego
kedua belah pihak yang saling mempertahankan tanah adat yang mereka tempati atau kelola
adalah sah milik mereka.

Kata Kunci: Papua, Perang suku, Tanah adat

Abstract

Papua is one of the areas in Indonesia that still has various forms of disaster, one of which
is social conflict which is often referred to as tribal war. It can be said that the life of the
Papuan people is still very traditional, especially for the interior tribes. The tradition of
tribal wars is still often carried out by the tribes in Papua who inhabit the area between the
central mountains of Jayawijaya. They are very guarded against the entry of the outside

ii
world and some still feel threatened by the presence of newcomers, therefore they always
have a special weapon used for self-defense in the form of a dagger made of cassowary
bone decorated with feathers on the hilt of the dagger. One of them is the Dani tribe and
the Moni tribe. This tribal war has consumed 10 newspapers of the soul caused by the egos
of both parties who defend each other the customary land they occupy or manage is their
rightful possession.
Keywords: Papua, Tribal War, Customary Land

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................

ABSTRAK ................................................................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................

A. Latar Belakang ..............................................................................................................


B. Rumusan Masalah .........................................................................................................
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................................

BAB III METODE PENELITIAN ...........................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN .........................................................................................................

A. Faktor-faktor Penyebab Perang Antar Suku .................................................................


B. Dampak Perang Antar Suku di Papua ...........................................................................
C. Kasus Perang Antar Suku di Papua ...............................................................................

BAB II PENUTUP .................................................................................................................. 11

A. Kesimpulan ................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara etimologi konflik berasal dari bahasa latin configure yang berarti
saling berbenturan, menurut Kartini Kartono istilah ini termasuk semua bentuk
benturan, tabrakan, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan
interaksiinteraksi yang antagonis-bertentangan (Kartono, 1990: 173). Sedangkan
secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, konflik berarti pertentangan atau percekcokan dan
pertentangan sendiri bisa muncul ke dalam bentuk pertentangan ide maupun fisik
antara dua belah pihak yang bersebrangan.
Tanah Papua merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang masih
menyimpan berbagai bentuk bencana salah satunya adalah konflik sosial yang
sering disebut sebagai perang suku. Tradisi perang suku sampai saat ini masih
dilakukan oleh suku-suku yang mendiami wilayah yang membentang di antara
pegunungan tengah Jayawijaya, yakni Suku Dani, Suku Nduga, Suku Dem, Suku
Damal/ Amungme, Suku Moni, Suku Wolani serta Suku Ekari/ Me. Suku Dani
merupakan salah satu dari ketujuh suku yang sampai saat ini masih memiliki tradisi
perang yang sangat kuat.
Dalam menyelesaikan konflik kelompok, masyarakat tradisional biasa
melakukan negosiasi ganti rugi atau biasa disebut dengan bayar kepala kepada
pihak yang dianggap telah merugikan/ mengganggu aspek social-ekonomi
masyarakat tersebut atau melanggar norma adat yang berlaku. Tetapi,
kecenderungan dalam mengambil jalan keluar kekerasan masih sangat kuat di dalam

1
2

konflik antar suku. Adanya provokasi pihak lain maupun pihak internal suku akan
dengan mudah menimbulkan perilaku agresi yang berujung pada perang (Rohim,
2014).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan perang antar suku?
2. Apa saja dampak yang terjadi akibat perang antar suku?
3. Berikan satu contoh kasus perang antar suku yang terjadi di Papua
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa saja faktor-faktor yang menyebabkan
perang antar suku
2. Untuk mengetahui dan memahami apa saja dampak yang terjadi akibat perang
antar suku
3. Untuk mengetahui dan memahami contoh kasus perang antar suku yang terjadi
di Papua
3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Adat adalah sebuah kebiasaan pada masyarakat yang bersifat ajeg (dilakukan terus-
menerus), dipertahankan oleh para pendukungnya. Perkembangan kebiasaan, walaupun
cepat tetapi tidak membongkar semua akar kebudayaan bangs aitu, sebab didalamnya
terdapat nilai-nilai yang menjadi dasarnya. Jika kebiasaan itu telah bertahan selama
bertahun-tahun dan telah berurat akar didalam hari Nurani anggota masyarakatnya, ia
menjadi kebudayaan.

Perang merupakan suatu peristiwa yang memiliki umur yang sama tuanya dengan
peradaban manusia dimuka bumi. Perang lahir dari hubungan-hubungan yang ada diantara
manusia itu sendiri. Peristiwa perang biasanya terjadi karena adanya perselisihan yang
timbul dari kedua belah pihak yang saling tidak mau mengalah terhadap suuatu
kepentingan. Baik itu kepentingan yang bersifat politik, ekonomi, sosial dan lain-lain.
Menurut Oppenheim :1 “war is contention between two or more state trhoug their armed
forced, for the purpose of overpowering each other and imposing such condition of peace
as the victor please”. Berdasarkan pendapat diatas dapat dilihat bahwa perang merupakan
pertikaian anatara dau Negara atau lebih melalui angkaran bersenjatanya yang bertujuan
saling mengalahkan dan memberikan keadaan damai sesuai keinginan pemenangnya.

Perang antar suku di Provinsi Papua kerap kali terjadi, terutama di wilayah
Pegunungan Tengah Papua dan khususnya di Kabupaten Mimika. Kabupaten Mimika
hampir setiap pekan terjadi perang antar suku dengan berbagai macam permasalahan
diantaranya yaitu masalah tanah atau hak ulayat, masalah harta wanita, masalah jabatan
ataupun posisi, masalah pemilihan kepala daerah, kecemburuan sosial, dendaman dan
lainnya. Bahkan menginterpretasikan dan mengangkap pemaknaan-pemaknaan sosial
disekitarnya yang keliru. Artinya, tindakan manusia atau masyarakat yang ada selalu
meresponi dengan pemahaman-pemahaman yang keliru atau salah memaknai oleh individu

4
5

yang lain. Bahkan penafsiran-penafsiran terhadap suatu objek yang keliru, sehingga perang
antar suku masih sering terjadi di Kabupaten Mimika.

Kesalahpahaman antar budaya atau teori kesalahpahaman antar budaya berasumsi


bahwa konflik disebablan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi diantara
berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah menambah
pengtahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak yang lain,
mengurangi stereotif negated yang mereka miliki tentang pihak lain; dan meningkatkan
keefektifan komunikasi antar budaya
BAB III

METODE PENELITIAN

A. PENELITIAN STUDI LITERATUR


1. Jenis Penelitian

Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan, adapun jenis penelitian


yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau library
research. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya
berdasarkan karya tulis, baik itu hasil penelitian yang telah maupun belum
dipublikasikan (Embun, 2012). Meskipun merupakan sebuah penelitian, namun
penelitian studi literatur tidak harus turun ke lapangan dan bertemu langsung
dengan responden. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat diperoleh dari
berbagai macam sumber sebagai bahan bacaan. Menurut (Zed, 2014), pada riset
Pustaka (library research), penelusuran Pustaka tidak hanya untuk Langkah awal
dalam menyiapkan kerangka penelitian namun dapat juga sekaligus memanfaatkan
sumber-sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian.

2. Sifat Penelitian

Jika dilihat dari sifatnya, maka penelitian studi literatur termasuk penelitian
deskriptif, dimana penelitian deskriptif berfokus pada bagaimana penjelasan
sistematis tentang fakta yang diperoleh saat penelitian dilakukan.

B. TEKNIK ANALISA DATA

Setelah data yang diperlukan telah terkumpul maka langkah selanjutnya


adalah penulis mulai menganalisa data tersebut sehingga ditarik suatu kesimpulan.
Untuk memperoleh sebuah hasil yang benar dan juga tepat dapam menganalisa data,
maka penulis menggunakan teknik analisis isi. Teknik analisis isi adalah penelitian

6
7

yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis maupun
tercetak di media massa. Analisis isi juga dapat digunakan untuk menganalisis
semua bentuk komunikasi, baik itu surat kabar, berita radio, iklan televisi ataupun
semua bahan dokumentasi yang lainnya.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor Penyebab Perang Antar Suku


Menurut Maurice Duverger, penyebab terjadinya konflik adalah (1) sebab-
sebab individual. Sebab-sebab individual seperti kecenderungan berkompetisi atau
selalu tidak selalu puas terhadap pekerjaan orang lain dapat menyebabkan orang
yang mempunyai ciri-ciri seperti ini selalu terlibat dalam konflik dengan orang lain
dimanapun berada, (2) sebab-sebab kolektif, adalah penyebab konflik yang
terbentuk oleh kelompok sebagai hasil dari interaksi sosial antara anggota-anggota
kelompok. Penyebab konflik ini dihasilkan oleh adanya tantangan dan masalah yang
berasal dari luar yang dianggap mengancam kelompoknya (Rauf, 2001: 49-50).
Tradisi perang suku masih sering dilakukan oleh suku-suku di Papua yang
mendiami wilayah di antara pegunungan tengah Jayawijaya. Bisa dikatakan bahwa
kehidupan masyarakat Papua masih sangat tradisional, terutama untuk suku-suku
pedalaman. Masyarakat tradisional yang mendiami zona pegunungan dikenal
memiliki karakter keras, mempunyai tradisi perang sangat kuat dan solidaritas yang
tinggi (Hadi, 2019). Mereka sangat menjaga masuknya dunia luar dan beberapa
masih merasa terancam oleh keberadaan pendatang baru, oleh karena itu mereka
selalu memiliki senjata yang khas digunakan untuk membela diri berupa pisau belati
yang terbuat dari tulang burung kasuari yang dihiasi bulunya pada bagian hulu
belati tersebut. Kebrutalan perang antar suku yang berlangsung di Papua kerap
menjadi tajuk utama berita dan menyebabkan banyak korban berjatuhan. Perang
antar suku ini kerap kali terjadi di Papua, dan penyebab perang antar suku di Papua
antara lain :
1. Budaya Pembalasan Dendam

8
9

Tindakan balas dendam bisa berawal dari beberapa kejadian atau faktor
tertentu. Salah satunya adalah keinginan melampiaskan amrah kepada pihak lain.
Disana hukum rimba masih berlaku, berupa pembalasan nyawa dengan nyawa,
membalas kematian dengan kematian. Ini adalah faktor utama yang memicu
pecahnya perang antar suku di Papua dan sulit untuk dihilangkan karena sudah
merupakan suatu lingkaran yang sulit terputus.
2. Isu-isu Tidak Jelas
Banyak beredarnya isu yang tidak jelas kebenarannya dan dipercaya oleh
masyarrakt antar suku merupakan penyebab lain perang antar suku di Papua.
Contohnya, ketika terjadi pembunuhan terhadap satu orang suku A, beredar isu
bahwa pembunuhnya adalah orang suku B, padahal sebenarnya tidak jela siapa
pelakunya. Walaupun berita tersebut tidak disertai bukti dan fakta yang cuku,
namun warga yang suda dikuasai kemarahan tidak akan mencari tahu dulu
kebenarannya.
3. Kedatangan Warga Baru
Melimpahnya sumber kekayaan alam di Papua menyebabkan banyak orang
asing dan pendatang yang berbondong-bondong memasuki Papua untuk mengadu
nasib. Kaum pendatang yang mencari peruntungan di tanah Papua ini kerap menjadi
sumber penyebab perang antar suku di Papua. Kebanyakan dari pendatang baru ini
memiliki kemampuan yang diatas rata-rata penduduk asli Papua dan juga membawa
budaya serta adat dan kebiasaan yang berbeda daripada rakyat Papua tersebut.
4. Tingkat Pendidikan Rendah
Tingkat Pendidikan yang rendah juga turut menyumbang sebagai penyebab
perang antar suku di Papua yang sering menjadi konflik berdarah namun tidak
kesudahan. Tingkat Pendidikan maksimal yang diraih oleh masyarakat Papua hanya
setingkat SMA namun tidak merata.
5. Provokasi Pihak Lain
10

Rendahnya tingkat Pendidikan ini akan membuat rakyat mudah diprovokasi


dan tidak mudah berpikir kritis dan Panjang sebelum bertindak sehingga mudah
untuk diprovokasi oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Teruttama bagi kaum
muda yang masih sangat mudah dihasut karena kurangnya pengalaman hdup
sehingga mengabaikan perintah tetua adat yang telah saling bersepakat dan
menyatakan untuk menyudahi perang antar suku atau aksi saling berbalas dendam
tersebut.
B. Dampak Perang Antar Suku di Papua
Konflik yang berasal dari penyebab perang antar suku di Papua ini telah
terjadi selama beberapa tahun terakhir dan tidak hanya terjadi di satu daerah saja
melainkan juga terjadi di beberapa daerah dengan penyebab yang berbeda-beda.
Dampak yang terjadi dari perang antar suku adalah :
1) Kerusakan fasilitas umum di berbagai daerah di Papua
2) Permukiman warga di Papua yang hancur sebagai akibat sampingan dari perang
antar suku tersebut
3) Korban berjatuhan baik yang tidak bersalah maupun dari pihak-pihak yang
bertikai, termasuk korban luka dan tewas
4) Adanya dampak psikologis bagi korban yang tidak bersalah
5) Masyarakat kehilangan rasa aman karena konflik yang terjadi terus menerus
6) Timbulnya perpecahan antar masyarakat di Papua
7) Mayarakat kehilangan kepercayaan pada banyak hal, termasuk kepada
pemerintah dan sesamanya

Kerugian yang ditimbulkan akibat konflik yang terjadi seharusnya dapat


diminimalkan dengan baik agar tidak kembali terulang. Namun, kenyataan yang
terjadi justru jauh dari itu. Ketika satu konflik selesai, kemudian akan ada lagi
konflik lain yang mengumakan dan meresahkan masyarakat kembali. Kondisi ini
11

akan menimbulkan kesan bahwa negara kita tidak aman padahal kondisi ini tidak
terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

C. Kasus Perang Antar Suku di Papua


Sejak 29 Januari 2014 di Kampung Pioka Kencana, Jayanti, Mimika telah
terjadi perang suku yang sudah berlangsung lebih dari dua bulan. Perang suku ini
terjadi antara suku Dani dan suku Moni yang telah memakan 10 koran jiwa. Perang
ini disebabkan oleh ego kedua belah pihak yang saling mempertahankan tanah adat
yang mereka tempati atau kelola adalah sah milik mereka. Beberapa kali Suku Dani
berusaha melakukan negosusasu damai dengan Suku Moni, namun Suku Moni tidak
menyetujuinya. Natanie Murib sesepuh warga Suku Dani menyebutkan bahwa
mereka sudah tidak mau berperang lagi, mereka ingin damai karena perang
menyebabkan ketakutan pada masyarakat sekitar, anak-anak tidak berani sekolah,
rumah-rumah dibakan dan babi-babi dipotong. Nataniel juga berencana akan
menggelar upacara bakar batu diantara warganya dengan harapan bisa meredam
amarah masyarakatnya dari perang yang berkelanjutan.
Kedua suku tersebut telah melakukan upacara perdamaian sesuai adat-adat
pegunungan tengah Papua yaitu dengan cara bakar batu. Namun, ternyaata perang
Kembali pecah kendati pemicu utama soal rebutan lahan untuk Jalan Trans Nabire.
Dimana perang kali ini terjadi karena 1 warga Suku Dani meninggal dunia. Korban
meninggal akibat terkena panah pada Senin 22 April 2014 sehingga perang pecah
pada Selasa pagi tanggal 23 April 2014.
Aparat gabungan dari TNI dan polri diterjunkan ke lokasi untuk
menghentikan bentrokan, termasuk dengan cara melepaskan tembakan peringatan.
Tapi hal itu tidak dihiraukan meski sudah dipertemukan tokoh adat ke-2 suku dan
belum ada titik temu penyelesaian karena mereka masih ingin terus bertikai. Akibat
perang antar suku ini, belasan orang dari ke-2 belah pihak mengalami luka-luka.
Mereka dievakuasi ke rumah sakit yang berbeda di Timika. Sebenarnya akibat
12

bentrokan yang sudah berlangsung sejak 3 bulan terakhir, belasan orang meninggal
dunia dan ratusan orang dari ke-2 kubu mengalami luka-luka. Namun, ke-2
kelompok masih tetap melanjutkan perang yang entah sampai kapan akan berakhir.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
bencana yang ditimbulkan oleh manusia yakni perang antar suku. Perilaku pada
masyarakat tradisional tidak semata-mata disebabkan oleh satu faktor saja,
melainkan merupakan sesuatu yang kompleks. Perilaku agresi perang suku dapat
muncul tergantung adanya faktor-faktor pemicu yaitu permasalahan yang dianggap
merugikan aspek socialekonomi masyarakat atau melanggar norma adat yang
berlaku. Faktor-faktor penyebab timbulnya perang antar suku diantaranya adalah 1)
budaya pembalasan dendam, 2) isu-isu tidak jelas, 3) kedatangan warga baru, 4)
tingkat Pendidikan rendah, dan 5) provokasi pihak lain. Berbagai dampak yang
ditimbulkan akibat perang antar suku pun akan sangat merugikan, salah satunya
adalah korban akan terus berjatuhan berjatuhan baik yang tidak bersalah maupun
dari pihak-pihak yang bertikai, termasuk korban luka dan tewas

13
DAFTAR PUSTAKA

Devita Retno. 2019. 5 Penyebab Perang Antar Suku di Papua dan Dampaknya. Dipetik
April 17, 2022, dari Sejarahlengkap.com:
https://sejarahlengkap.com/indonesia/penyebab-perang-antar-suku-di-papua
Ida Ayu. Jatie Kusmiati. 2021. Damai atau Perang? Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresi
Pada Budaya Perang Suku Masyarakat Tradisional di Papua. Jurnal Diversita Vol. 7
No. 1. 122-131
Lusye Howay. 2018. Budaya (Kearifan Lokal) Dalam Perang Suku Pada Masyarakat Suku
Dani di Papua. Surabaya: LLPM Universitas Surabaya
Melfianora. 2019. Penulisan Karya Tulis Ilmiah Dengan Studi Literatur. Dipetik Mei 31,
2022, dari stikesmajapahit.ac.id:
https://stikesmajapahit.ac.id/lppm/wp-content/uploads/2019/04/panduan-
penyusunan-studi-literatur.pdf
Odi Murib. 2015. Peranan Kepala Suku Dalam Penyelesaian Perang Antarsuku Di
Kabupaten Timika Kajian Dari Segi Hukum Adat. Lex Et Societatis Vol. III No. 9.
64-65
Salma. 2021. Studi Literatur: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Teknik Pengumpulan Datanya.
Dipetik dari Mei 31, 2022, dari penerbitdeepublish.com:
https://penerbitdeepublish.com/studiliteratur/#:~:text=Studi%20literatur
%20merupakan%20salah%20satu,tulisan%20yang%20pernah%20dibuat
%20sebelumnya
Tim Liputan 6 SCTV. 2014. Suku Dani dan Suku Moni di Timika Perang Lagi. Dipetik
April 17, 2022, dari liputan6.com:
https://www.liputan6.com/news/read/2040532/suku-dani-dan-suku-moni-di-timika-
perang-lagi
Yuliayanto. 2016. Penyelesaian Konflik Sosial (Studi Kasus Tawuran Warga Berlan
dengan Palmeriam). Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol. 16 No.4. 497

14

Anda mungkin juga menyukai