Anda di halaman 1dari 19

KONFLIK SARA DI INDONESIA

KELOMPOK V

1. NAHDAH NABILAH 20293415


2. PRETTY SITANGGANG 20293416
3. RAHMAT TAUFIK M.U. 20293417
4. RIEFKY RYANTO 20293418
5. ROBEKA YULIANA R. 20293419
6. ROJIH SYADEWA 20293420
7. RYAMIZARD TENRI 20293421
8. SEKAR PERMATA S.P. 20293422

KELAS B

KEMENTRIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/


BADAN PERTANAHAN NASIONAL
SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
membe\rikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah dengan tepat pada waktunya yang berjudul “Konflik
Sara di Indonesia”.
Makalah ini berisikan tentang factor yang dapat memicu konflik SARA,
peran Pancasila dalam menyelesaikan konflik SARA,dan juga konflik SARA
dapat mempengaruhi di bidang pertanahan. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada:
1) Ibu Dwi Wulan Titik Andari, selaku dosen PPKN yang memberikan tugas
diskusi makalah agar kami dapat belajar pentingnya diskusi bersama.
2) Orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam
penyusunan karya tulis.
3) Teman-teman kelompok yang telah memberikan semangat dan masukan
yang mendukung agar karya tulis bisa lebih baik lagi.
4) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Terutama
untuk Ibu Dwi Wulan selaku pembimbing kelas pendidikan kewarganegaraan
yang senantiasa membimbing kita untuk menyelesaikan makalah ini hingga
terselesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Faktor Pemicu Konflik SARA......................................................... 3
2.2 Peran Pancasila dalam Mengatasi Konflik SARA........................... 6
2.3 Kasus Agraria yang Berhubungan dengan SARA........................... 7

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan........................................................................................ 9
3.2 Saran.................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 11

LAMPIRAN.................................................................................................. 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku budaya,
etnis, agama, dan golongan. Keanekaragaman ini disatukan dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Semboyan ini dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah suatu bangsa yang
mencerminkan jati diri bangsa yang besar dan kaya akan sumber daya budaya
yang berbeda-beda, namun tetap dalam negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keberagaman ini juga dapat memicu konflik jika tidak ada toleransi di
dalamnya serta pengaturan yang mengaturnya.1
Lalu bagaimana peran Pancasila dalam mengatasi keragaman yang ada
di Indonesia ini? Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang memegang
peran penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagai
ideologi bangsa, pancasila memiliki peran penting dalam membentuk pola
pikir bangsa Indonesia, sehingga dapat diakui sebagai salah satu bangsa yang
beradap di dunia.2
SARA merupakan singkatan dari suku, agama, dan ras antargolongan,
serta adat istiadat. Keempat hal tersebut merupakan isu penting jika
dikaitakan dengan peristiwa pertentangan dan konflik dalam masyarakat.
Dalam suatu tatanan sosial masyarakat perbedaan antara suku ras dan agama
sangatlah majemuk dan beragam. Keberangaman tersebut sesungguhnya
menjadi salah satu kekayaan tersendiri yag dimiliki oleh negara Republik
Indonesia. Akan tetapi, disisi lain SARA terkadang mendatangkan dampak
negatif dan bahkan berdampak pada terjadinya pertentangan dan konflik yang
berkepanjangan yang justru merugikan dan bahkan mengahambat laju
pembangunan. Konflik tersebut harus di eliminir seminimal mungkin agar

1
Alganih, Igneus. 2014. Konflik Poso (Kajian Historis Tahun 1998-2001). Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia
2
Setyowati, Lilin. Peran Pancasila Terhadap Konflik SARA. Madiun: Universitas Katolik Widya
Mandala

1
tidak terjadi konflik yang berkepanjangan. akan tetapi dari
keberagaman tersebut sejarah telah membuktikan bahwa telah terjadi
pertentangan dan konflik yang berkepanjangan yang dilatarbelakangi oleh isu
SARA.3
Dalam sektor pertanahan ataupun agraria, tak luput juga dari konflik
yang menyangkut SARA ini. Misalnya, karena gesekan-gesekan kepentingan
tertentu, tanah-tanah yang dahulunya sudah menjadi hak milik dan ditempati
serta diolah selama bertahun-tahun terpaksa harus diambil kembali dengan
alasan tanah tersebut adalah tanah adat atau tanah nenek moyang. Sehingga
secara tidak langsung memancing konflik yang berawal dari keluarga kini
konflik tersebut justru menjadi konflik SARA. Adanya konflik semacam ini
pasti akan menyulitkan pemerintah dalam proses pengelolaan tanah.
Berdasarkan hal-hal di atas, kami ingin memaparkan bagaimana
bahayanya konflik SARA dalam masyarakat terutama di bidang pertanahan,
serta solusi penyelesaian yang seharusnya dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat terbentuk
adalah sebagai berikut.
1. Faktor apa saja yang dapat memicu konflik SARA?
2. Bagaimana peran Pancasila dalam menyelesaikan konflik SARA?
3. Bagaimana konlik SARA dapat mempengaruhi di bidang pertanahan?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan yang ingin kami capai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui tentang faktor-faktor pemicu konflik SARA.
2. Untuk mengetahui peran Pancasila dalam menyelesaikan konflik SARA.
3. Untuk mengetahui bagaimana konflik SARA dapat mempengaruhi
bidang pertanahan.

3
Safitri, Rahayu. 2015. Pengertian Suku, Agama, dan Ras. Kediri: Universitas Nusantara PGRI

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor Pemicu Konflik SARA


SARA adalah akronim dari Suku Ras Agama dan Antar golongan.
SARA adalah pandangan ataupun tindakan yang didasari dengan pikiran
sentimen mengenai identitas diri yang menyangkut keturunan, agama,
kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Yang digolongkan sebagai sebuah
tindakan Sara adalah segala macam bentuk tindakan baik itu verbal maupun
nonverbal yang didasarkan pada pandangan sentimen tentang identitas diri
atau golongan. Sara dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni:
1. Individual. Di mana tindakan Sara dilakukan oleh individu atau golongan
dengan tindakan yang bersifat menyerang, melecehkan, mendiskriminasi,
atau menghina golongan lainnya.
2. Institusional. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan oleh
institusi atau pemerintah melalui aturan atau kebijakan yang bersifat
diskriminatif bagi suatu golongan.
3. Kultural. Sara yang dikatagorikan di sini adalah tindakan penyebaran tradisi atau
ide-ide yang bersifat diskriminatif antar golongan.
SARA juga merupakan masalah yang cukup sering terjadi di negeri
kita Indonesia tercinta ini. Salah satu konflik yang akan dibahas, yaitu pada
sektor pertanahan ataupun agrarian yang dimana hak atas tanah sering kali
diperebutkan hingga menimbulkan masalah. Pada hakekatnya setiap warga
negara berhak hidup di seluruh wilayah Indonesia , tentu saja dengan catatan
mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga diharapkan
setiap warga negara berhak mendapatkan hak atas tanah untuk ditempati
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sebenarnya konflik SARA sudah tidak seharusnya terjadi. Adanya
Pancasila, bahkan sampai semboyan bangsa Indonesia mencerminkan
keinginan bangsa Indonesia untuk bersatu dan tak ada perpecahan akibat
perbedaan. Jika menilik kondisi Indonesia, sejatinya bangsa Indonesia

3
memang memiliki potensi yang besar terjadinya konflik SARA. Hal-hal yang
menyebabkan terjadinya konflik SARA diantaranya sebagai berikut.
1. Pemahaman  Sempit Para Penganut Paham yang Menganggap
Paham yang Dianut Paling Benar
Penyebab konflik sara yang pertama adalah karena adanya
pandangan bahwa kepercayaan yang di anut merupakan yang paling
benar. Padahal paham yang demikian merupakan paham yang harus
dihindari. Memiliki paham yang demikian akan memunculkan pemikiran
yang berbahaya. Dengan menganggap keyakinan yang dianut yang paling
benar dan keyakinan lain salah hal ini dapat menyebabkan dominasi dari
penganut kepercayaan tententu. Dominasi ini dapat memicu timbulnya
diskriminasi pada kelompok penganut kepercayaan minoritas seperti latar
belakang konflik kamboja .  Serta tentu saja hal ini akan menyebabkan
konflik antara kelompok mayoritas dan minoritas.  Untuk itu, diperlukan
pengubahan dari paham yang sempit tersebut menjadi paham yang
terbuka. Dimana setiap penganut keyakinan yang berbeda harus mampu
mengedepankan logika dan nalar yang sehat. Bahwa setiap keyakinan
yang dipilih bukan didasarkan atas mana yang benar dan salah. Namum
keyakinan yang dipilih adalah sesuatu yang diyakini mampu merubah
arah kehidupan menjadi lebih baik.
2. Kurangnya Pemahaman Atas Kebebasan Dalam Bergama dan
Beribadah
Kebebasan dalam beragama dan beribadah merupakan hak yang
melekat sebagai hak dasar manusia. Tidak ada satu pun pihak yang bisa
memaksakan kehendak atas apa yang akan diyakini dan dipercaya sebagai
agama yang akan dianut. Kurangnya pemahaman atas kebebasan tersebut
membuat isu sara dapat berkembang menjadi konflik yang meluas.
Kadangkala satu kelompok dengan keyakinan tertentu memaksa pihak
lain untuk mengikuti mereka seperti latar belakang tragedi aleppo . Tidak
jarang juga digunakan tindakan kekerasan hingga berujung pada
pengusiran satu kelompok dari wilayah tertentu. Padahal hal tersebut

4
tentu merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Seseorang harus
dengan sukarela untuk bisa menganut satu keyakinan yang ia yakini.
3. Mengedepankan Paham Radikalisme 
Kelompok yang memaksakan kehendak mereka dan merendahkan agama
lain merupakan kelompok yang selayaknya harus segera di adili. Tidak jarang
mereka menggunakan jalan kekerasan agar tujuannya diakui dan diaetujui oleh
mayoritas masyarakat. Dan yang paling aneh adalah ternyata banyak orang yang
bergabung dengan ideologi primitif ini. Kelompok radikal banyak muncul di
daerah dengan paham dan pandangan sempit akan perbedaan. Bahkan beberapa
petinggi negara tergabung, dan mengikuti paham ini seperti penyebab konflik
sosial paling umum. Tentu saja hal ini akan sangat berpengaruh pada hubungan
antar agama, ras, dan suku bangsa. Jika paham ini tidak segera di atasi maka
akan sangat berbahaya. Mereka melakukan tindakan membunuh, menyiksa dan
tindakan tidak berprikemanusian lain atas dasar kepercayaan yang mereka
yakini. Biasanya kelompok radikal ini memiliki tujuan untuk mendirikan sebuah
negara dengan paham yang mereka anut.
4. Kurangnya Kesadaran Masyarakat Akan Toleransi dan Keharmonisan 
Toleransi merupakan salah satu upaya untuk menjaga persatuan
dan kesatuan antar umat beragama. Apalagi menghadapi segala perbedaan
yang ada tentu toleransi harus diutamakan. Jika toleransi tidak dipegang
sepenuhnya maka dunia tidak akan mampu berjalan dengan harmonis.
Setiap pemeluk agama akan merasa was was dan tidak tenang. Tentunya
kondisi itu dapat memicu konflik jika ada orang yang tidak bertanggung
jawab, melemparkan isu yang memicu timbulnya permusuhan. Kesadaran
bahwa kita hidup dengan segala perbedaan tentu akan membuat kita lebih
bijak menyiasati setiap perbedaan yang ada seperti dampak konflik
agama . Dengan mengedepankan toleransi maka keamanan dan
perdamaian dunia akan dapat terwujud.

5
2.2 Peran Pancasila dalam Mengatasi Konflik SARA
Pancasila tentunya memiliki peran dalam mengatasi konlik SARA.
Sebab Pancasila sejatinya adalah ideologi bangsa dimana setiap masyarakat
Indonesia harus memiliki jiwa Pancasila di pemikirannya. Segala keputusan
yang diambil pemerintah sejatinya berdasar pada Pancasila. Setiap warga
Negara Indonesia wajib menghayati nilai-nilai Pancasila agar tak terjadi
perpecahan di dalamnya.
Dengan adanya konflik SARA ini kita tidak hanya bisa menyalahkan
orang-orang yang berkonflik saja tetapi juga peran pemerintah sangat penting
untuk menyelesaikan permasalahan atau konflik tersebut. kasus sengketa
tanah di beberapa daerah, sebenarnya tidak terlepas dari adanya reformasi
agraria (land reform) atau yang dikenal dengan pembaruan agraria.
Sebagaimana dijelaskan oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai berikut.
"Reforma Agraria atau secara legal formal disebut juga dengan
Pembaruan Agraria adalah proses restrukturisasi (penataan ulang susunan)
kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian
(khususnya tanah). Dalam pasal 2 TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001
dijelaskan bahwa "Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang
berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria, dilaksanakan
dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan
dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia".
Dalam tataran operasional Reforma Agraria di Indonesia dilaksanakan
melalui:

1. Penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan berdsarkan


Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undsang Pokok
Agraria.
2. Proses Penyelenggaraan Land Reform Plus, yaitu penataan aset tanah bagi
masyarakat dan Penataan akses masyarakat terhadap sumber-sumber
ekonomi dan politik yang memungkinkan masyarakat untuk

6
memanfaatkan tanahnya secara baik. Di dalam penyelenggaraan Land
Reform Plus diselenggarakan dua hal penting yaitu Aset Reform dan
Akses Reform."
Adapun cara menyelesaikan konflik dapat dilakukan dengan cara-cara
berikut:
- Mempelajari penyebab utama konflik.
- Memutuskan untuk mengatasi konflik
- Memilih strategi mengatasi konflik

Yang tentunya ketiga cara tersebut harus didasari oleh Pancasila. Jika
kita lihat dari dasar Negara kita pada pancasila sila ketiga “Persatuan
Indonesia” mengajak semua masyarakat Indonesia untuk bersatu, menjaga
perdamaian antar individu maupun kelompok, mendukung satu sama lain
untuk kebaikan bersama, membentuk tujuan bersama yang nantinya bisa kita
wujudkan dalam tindakan toleransi kepada semua golongan tanpa melihat
adanya perbedaan status. Dan pada sila ketiga digambarkan dengan jelas
pohon beringin yang berdiri kokoh melambangkan Negara yang besar dimana
rakyatnya bisa berlindung dibawah satu pemerintahan yang sangat kuat.
Diharapkan dengan reformasi agrarian yang didasari hal-hal tersebut tidak
terjadi lagi konflik kepentingan terkait "pengakuan" kepemilikan atas tanah
masyarakat. Sebagaimana terjadi di Kab. Lampung Tengah.

2.3 Kasus Agraria yang Berhubungan dengan Konflik SARA


Dalam pembahasan ini, kami akan memaparkan bagaimana konflik SARA
bisa berpengaruh ke sektor agraria.
Rangkuman berita:

Judul : Konflik Hak Atas Tanah di Lampung, Dampaknya


TerhadapKonflik SARA
Rangkuman :
Kasus yang cukup meresahkan yaitu konflik atas tanah yang dianggap
tanah tersebut milik adat, sehingga pemilik tanah yang telah menempati

7
bertahun-tahun karena mengikuti program transmigrasi ternyata kembali
digugat. Di antara tanah-tanah tersebut ada yang bukan pemberian pemerintah
ketika program transmigrasi di era orde baru, ternyata akhir-akhir ini terjadi
sengketa yang berujung pada konflik perang suku. Yaitu suku Jawa dan Bali
program transmigrasi yang bermukim dan hidup menetap di Lampung
maupun masyarakat keturunan Jawa / Bali yang juga lahir dan dibesarkan di
daerah tersebut.
Hal semacam ini tengah terjadi di Lampung Tengah, masyarakat Desa
Buminabung Kec. Rumbia tengah digegerkan oleh konflik perebutan tanah
yang selama ini milik salah satu masyarakat pendatang. Menurut informasi
bahwa penduduk asli Lampung yang saat ini berusia dewasa menuntut atas
tanah tersebut dikarena ketika akad jual beli tidak diketahui oleh anak-
anaknya. Hal tersebut disebabkan karena pada saat pembelian sang anak
masih di bawah umur. konflik yang mulanya biasa saja yakni permintaan
ganti rugi atas tanah yang diakui milik sah masyarakat Jawa yang bermukim
di sana, kini hampir terjadi perang suku yang melibatkan beberapa desa.
Sebuah ironi tatkala bangsa ini sudah lama menggunakan sistem
otonomi daerah dan adanya reformasi agraria, justru yang muncul adalah
konflik-konflik baik antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat
dengan penduduk maupun masyarakat dengan pemerintah.
Penyelesaian dari Pemerintah:
Persoalan tanah sepatutnya segera diselesaikan agar tidak terjadi
permasalahan yang berlarut-larut. Hal yang dilakukan pemerintah menyikapi
konflik ini adalah melakukan mediasi melibatkan unsur pemerintah pusat
dalam hal ini kementrian pertanahan, pemerintah daerah, kepala suku serta
tetua-tetua desa masyarakat pendatang yang telah lama bermukin di
Lampung.

Sejatinya konflik ini bisa dicegah jika setiap masyarakat memiliki


pemahaman bahwa yang dilakukan pemerintah sepenuhnya untuk
kesejahteraan rakyatnya. Dan konflik SARA tak mungkin terjadi jika

8
masyarakat tidak mementingkan egonya dan tidak bersikap fanatik terhadap
golongannya.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
1. Konflik SARA di Indonesia memiliki potensi besar untuk terjadi. Hal iyu
karena Indonesia adalah bangsa yang sangat kaya akan keberagaman suku,
bahasa daerah, ras, agama, adat istiadat, dan lainnya yang dapat
menimbulkan berbagai masalah dalam masyarakat apabila tidak ada
kesadaran untuk bersatu dan jika ada sifat etnosentrisme atau semacamnya.
Faktor penyebab konflik terbesar adalah adanya rasa cinta yang berlebihan
terhadap suku, agama, ras, maupun adat mereka.
2. Pancasila memiliki peran yang besar untuk mencegah terjadinya konflik
SARA karena sejatinya Pancasila adalah ideologi yang harus dipahami
setiap masyarakat Indonesia.
3. Konflik SARA sangat berpengaruh pada bidang agraria, hal itu karena
adanya konflik akan menghambat proses administrasi pertanahan dan
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

3.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut.
1. Semua manusia pada dasarnya sama. Membeda-bedakan perlakuan
terhadap sesama manusia karena warna kulit atau bentuk fisik lainnya
adalah sebuah kesalahan. Perbedaan itu adalah anugerah yang harus kita
syukuri. Dengan keragaman, kita menjadi bangsa yang besar dan
bijaksana dalam bertindak.
2. Kita juga harus dapat mengontrol emosi,toleransi kepada masyarakat
Indonesia dalam menyikapi adanya keragaman dalam Negara Indonesia.

9
Karena kalau kita tidak dapat menyikapi dengan baik,maka akan ada
konfiik antargolongan baik dalam hal suku,ras,agama,dan sebagainya.
3. Sebagai warga dari suatu negara yang heterogen kita seharusnya mampu
menghargai setiap perbedaan dan menghilangkan sikap yang mengagung-
agungkan golongan sendiri.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alganih, Igneus. 2014. Konflik Poso (Kajian Historis Tahun 1998-2001).


Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Setyowati, Lilin. Peran Pancasila Terhadap Konflik SARA. Madiun: Universitas


Katolik Widya Mandala

Safitri, Rahayu. 2015. Pengertian Suku, Agama, dan Ras. Kediri: Universitas
Nusantara PGRI

https://www.kompasiana.com/maliamiruddin/54f8187aa33311191c8b51a4/
konflik-hak-atas-tanah-di-lampung-dampaknya-terhadap-konflik-sara

https://www.liputan6.com/citizen6/read/3869107/sara-adalah-isu-sensitif-berikut-
arti-dan-penjelasannya

11
LAMPIRAN
Konflik Hak Atas Tanah di Lampung,
Dampaknya Terhadap Konflik SARA
Sekedar bernostalgia, bahwa hakekatnya setiap warga negara berhak hidup
di seluruh wilayah Indonesia , tentu saja dengan catatan mengikuti aturan
perundang-undangan yang berlaku. Sehingga diharapkan setiap warga negara
berhak mendapatkan hak atas tanah untuk ditempati sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Ketika kita menelaah betapa negara memiliki kekuasaan atas bumi, air dan
kekayan alam (UUD 1945 Pasal 33 ayat 3). Sehingga secara tidak langsung
setelah Indonesia merdeka semua tanah di Indonesia menjadi milik negara.
Kemudian oleh negara dimanfaatkan untuk kemaslahatan dan kemakmuran
rakyatnya.
Merujuk tentang pertanahan, sebaiknya merujuk pada Undang-undang No.
5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Dasar Agraria, Pasal 1 ayat 2 berbunyi:
"Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan
kekayaan nasional."
Merujuk pada undang-undang tersebut semestinya persoalan tanah sudah
tidak ada lagi karena tanah di Indonesia sepenuhnya milik negara dan negaralah
yang memiliki kekuasaan untuk mengaturnya. Akan tetapi melihat beberapa kasus
yang terjadi di daerah, keberadaan undang-undang ini semakin tidak jelas dan
sepertinya sudah tidak memiliki kekuatan yang mengikat. Sehingga patut pula
diapresiasi bahwa undang-undang ini sepatutnya direvisi dengan undang-undang
yang lebih konstruktif dan mewadahi segala persoalan pertanahan.

12
Sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul
Hakam Naja. "RUU tentang pertanahan ini memang inisiatif dari Komisi II yang
sudah dirumuskan sejak 2012. RUU ini bila sudah menjadi undang-undang
bertujuan untuk menggantikan sekaligus memperbarui UU Pokok Agraria No.50
tahun 1960 yang sudah tidak relevan lagi untuk mengatasi masalah pertanahan di
zaman sekarang," Bahkan beliau menghendaki RUU tersebut segera dapat
disahkan menjadi Undang-undang agar persoalan sengketa tanah dapat
diselesaikan.
Kemudian berbicara mengenai hak atas tanah, akhir-akhir ini sepertinya kasus
tanah masih saja menghantui di sepanjang wilayah Indonesia. Seperti kasus tanah
yang terjadi di Jakarta. Sebagai Ibukota pun tak luput dengan konflik tanahnya.
Dan di awal bulan ini terjadi lagi kasus yang cukup meresahkan yaitu
konflik atas tanah yang dianggap tanah tersebut milik adat, sehingga pemilik
tanah yang telah menempati bertahun-tahun karena mengikuti program
transmigrasi ternyata kembali digugat.
Meskipun adapula di antara tanah-tanah tersebut bukan pemberian
pemerintah ketika program transmigrasi di era ordebaru, ternyata akhir-akhir ini
pun tak luput dari sengketa yang berujung pada konflik perang suku. Yaitu suku
Jawa dan Bali program transmigrasi yang bermukim dan hidup menetap di
Lampung maupun masyarakat keturunan Jawa / Bali yang juga lahir dan
dibesarkan di daerah tersebut.  Di mana ketika mereka hendak memiliki atas tanah
tentu saja dilakukan di antara para orang tua di jaman kakek nenek mereka.
Namun sayang sekali, karena gesekan-gesekan kepentingan tertentu,
tanah-tanah yang dahulunya sudah menjadi hak milik dan ditempati serta diolah
selama bertahun-tahun terpaksa harus diambil kembali dengan alasan tanah
tersebut adalah tanah adat atau tanah nenek moyang. Sehingga secara tidak
langsung memancing konflik yang berawal dari keluarga kini konflik tersebut
justru menjadi konflik SARA. Entah siapa yang memulai penduduk yang
dahulunya damai dan adem ayem, kini harus mengalami konflik dan pertentangan
yang berbuntut pada perang saudara.

13
Seperti halnya yang saat ini tengah terjadi di Lampung Tengah,
masyarakat Desa Buminabung Kec. Rumbia tengah digegerkan oleh konflik
perebutan tanah yang selama ini milik salah satu masyarakat pendatang. Menurut
informasi bahwa penduduk asli Lampung yang saat ini berusia dewasa menuntut
atas tanah tersebut dikarena ketika akad jual beli tidak diketahui oleh anak-
anaknya. Hal tersebut disebabkan karena pada saat pembelian sang anak masih di
bawah umur. Tentu saja akad perjanjian jual beli tidak mengikutkan saksi dari
anak karena dianggap belum memenuhi syarat dan syah secara hukum.
Karena faktor kesalahpahaman tersebut konflik yang mulanya biasa saja
yakni permintaan ganti rugi atas tanah yang diakui milik sah masyarakat Jawa
yang bermukim di sana, kini hampir terjadi perang suku yang melibatkan
beberapa desa. Sebuah ironi perjalanan anak negeri tatkala mereka mendapatkan
kemerdekaan justru kehidupan mereka tidak lagi merdeka melainkan penuh
dengan tekanan dan intimidasi akibat konflik sosial.  Bahkan menurut informasi
salah satu masyarakat di Kec. Rumbia yang tidak saya sebutkan di sini, di tanggal
18 Maret 2014, kedua suku hendak melakukan permufakatan tentang hak atas
tanah tersebut. Dan buntutnya jika permufakatan tidak berakhir damai dan saling
bersepakat maka dapat dipastikan kedua suku akan saling berperang.
Konflik ini sejatinya tidak hanya sekali dua kali terjadi, seperti kasus tanah
di Mesuji beberapa waktu lalu yang sempat menumpahkan darah para pelakunya,
apakah kini akan terjadi lagi di Kab. Lampung Tengah? Sebuah ironi tatkala
bangsa ini sudah lama menggunakan sistem otonomi daerah dan adanya reformasi
agraria, justru yang muncul adalah konflik-konflik baik antara masyarakat dengan
masyarakat, masyarakat dengan penduduk maupun masyarakat dengan
pemerintah. Bahkan jika dilihat begitu seringnya kasus "perang suku" ini terjadi
pemerintah daerah sepertinya melakukan pembiaran dan merelakan
masyarakatnya terbunuh akibat perang saudara. Bahkan yang lebih naif lagi
pemerintah daerah justru berlomba-lomba melakukan korupsi.
Berbicara mengenai kasus sengketa tanah di beberapa daerah, sebenarnya tidak
terlepas dari adanya reformasi agraria (land reform) atau yang dikenal dengan

14
pembaruan agraria. Sebagaimana dijelaskan oleh Badan Pertanahan Nasional
sebagai berikut.
"Reforma Agraria atau secara legal formal disebut juga dengan Pembaruan
Agraria adalah proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan,
penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian (khususnya tanah). Dalam
pasal 2 TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 dijelaskan bahwa "Pembaruan agraria
mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan
kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya
agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan
hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia".
Dalam tataran operasional Reforma Agraria di Indonesia dilaksanakan melalui 2
(dua) langkah yaitu:
1.    Penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan berdsarkan Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undsang Pokok Agraria ( UUPA ).
2.    Proses Penyelenggaraan Land Reform Plus, yaitu penataan aset tanah bagi
masyarakat dan Penataan akses masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi dan
politik yang memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan tanahnya secara
baik. Di dalam penyelenggaraan Land Reform Plus diselenggarakan dua hal
penting yaitu Aset Reform dan Akses Reform."
Penjelasan yang diberikan oleh BPN hakekatnya sudah sangat jelas, yakni di
antaranya pemerintah ingin melakukan penataan aset tanah bagi masyarkat dan
penataan akses masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik dengan
tujuan agar tanah-tanah milik masyarakat tertata kepemilikannya secara sah.
Sehingga diharapkan dengan reformasi agraria tersebut tidak terjadi konflik
kepentingan terkait "pengakuan" kepemilikan atas tanah masyarakat.
Sebagaimana terjadi di Kab. Lampung Tengah.
Padahal sebagaimana termaktub dalam maksud dan tujuan reformasi agraria salah
satunya adalah "meningkatkan harmoni kemasyarakatan. Dan mengurangi
sengketa dan konflik pertanahan dan keagrariaan." Sebuah niatan yang baik dari
adanya reformasi agraria. Namun maksud dan tujuan ini sepertinya agak

15
terabaikan karena begitu banyaknya kasus konflik tanah setelah dikeluarkan
aturan tentang reformasi agraria.
Jika melihat peraturan atas land reform sejatinya diharapkan kasus tanah dapat
diselesaikan secara hukum negara sehingga tak ada satupun masyarakat yang
merasa terzalimi dan teraniaya akibat adanya kasus tanah tersebut. Akan tetapi
justru saat ini hukum negara lebih banyak mengalami benturan dengan hukum
adat yang tentu saja keberadaan tanah tersebut menjadi ambigu. Antara tanah
milik perseorangan atau perusahaan yang sah atau justru akhir-akhir ini diakui
sebagai tanah adat dan tanah nenek moyang.
Karena perbedaan persepsi dan berubahnya sistem perundang-undangan maka
timbullah beberapa gesekan dan konflik yang semestinya murni berkaitan dengan
hukum justru saat ini malah bersinggungan dengan persoalan SARA. Karena
konflik SARA inilah akibatnya kedua masyarakat yang sejak awal hidup
berdampingan secara damai kini harus terkoyak oleh beberapa kasus tanah yang
sulit diselesaikan. Dan andaikan dapat diselesaikan justru merugikan salah satu
pihak yang bersengketa.
Bagaimana posisi Pemerintah (BPN)serta produk Reformasi Agraria jika konflik
tanah terus terjadi? Jika melihat fenomena konflik sosial dan SARA disebabkan
persoalan tanah, sepatutnya pemerintah pusat segera mengambil sikap. Hal ini
dimaksudkan agar persoalan tanah yang tidak dapat diselesaikan di tingkat daerah
dapat dikembalikan kepada pemerintah pusat selaku pemilik sah peraturan atas
tanah-tanah di  Indonesia. Karena jika persoalan tanah sengajar dibiarkan berlarut-
larut, maka bukan tidak mungkin akan terjadi perang suku yang berujung pada
pembantaian massal dan dendam kesumat yang tak terselesaikan.
Melakukan mediasi melibatkan unsur pemerintah pusat dalam hal ini kementrian
pertanahan, pemerintah daerah, kepala suku serta tetua-tetua desa masyarakat
pendatang yang telah lama bermukin di Lampung. Karena bukan tidak mungkin
jika persoalan atas tanah ini tidak segera diselesaikan, maka akan ada konflik
besar yang terjadi di Lampung bahkan konflik lain yang merenggut korban jiwa
tak berdosa di daerah lain.

16

Anda mungkin juga menyukai