Anda di halaman 1dari 5

SMP 2 BOPKRI

SMP 2 BOPKRI merupakan salah satu Sekolah Menengah Pertama yang dimiliki
Yayasan Bopkri. Gedung sekolah tersebut memiliki sejarah panjang dari mulai dibangun
sampai saat ini. Gedung tersebut dibangun pada tahun 1913 saat masa pemerintahan Belanda.
Sekolah tersebut awalnya bernama Hollands Javaanesche School/HJS yang berarti
diperuntukkan untuk anak-anak pribumi.
Fasad bangunan SMP Bopkri 2 memiliki denah persegi panjang dengan cat berwarna
hijau yang menghadap ke utara serta terdiri atas dua lantai. Lebih lanjut lagi, jumlah seluruh
ruangan ialah 17 ruang yang dibagi atas 8 ruangan di lantai satu dan 9 ruangan di lantai dua.
Ornamen pintu dan jendela memiliki ukuran yang lebar dan tinggi. Atap bangunan berbentuk
limasan dengan penutup genteng tampak rendah serta sebagian genteng lama telah diganti
yang baru. Terdapat bangunan tambahan di sisi selatan yang dipergunakan untuk kebutuhan
ruang kelas.
Ndalem Ngadinegaran

Ndalem Ngadinegaran merupakan salah satu bangunan heritage yang berlokasi di


Jalan Bintaran Kidul Nomor 28, Yogyakarta. Dilihat dari fasad bahwasanya bangunan
tersebut memiliki nuansa arsitektur kolonial yang kental. Hal tersebut tidak terlepas dari
sejarah Bintaran yang menjadi Kawasan pemukiman kolonial di masa dahulu. Bangunan
yang sekarang menjadi hak milik Sultan Hamengkubowono VII tersebut memiliki sejarah
lumayan panjang. Sebelum dimiliki oleh HB VII, bangunan tersebut awalnya dimiliki oleh
Roosendal yang merupakan salah satu petinggi dari Pabrik Gula Madukismo. Kemudian
setelah tugasnya selesai, Roosendal ke negaranya dan menjual bangunan tersebut kepada Sri
Sultan Hamengkubowono VII. Jadi, dapat dikatakan bahwa rumah tersebut ialah rumah
pribadi milik Sultan HB VII.
Bangunan yang dibangun sejak tahun 1883 tersebut menempati lahan seluas 2540
meter persegi, dengan luas bangunan 399 meter persegi. Tidak hanya itu saja, bangunan
rumah ini mempunyai tiga kamar dengan masing-masing luas 5 x 6 meter serta ruang tamu,
ruang tengah, dan ruang gadri. Bagian badan bangunan menggunakan material kayu jati dan
besi yang didatangkan dari belanda, serta atap yang terbuat dari seng. Bagian interior telah
berubah sejak beralih kepemilikan, tetapi ada satu yang menjadi ciri khas, yakni Prince Royal
Dinner. Seperti namanya, ruangan interior tersebut dipergunakan untuk makan malam
bersama. Sejak era tahun 1972, Prince Royal Dinner merupakan tempat makan malam yang
diperuntukkan untuk turis. Sejatinya, ruangan tersebut tidaklah berbeda dengan ruang makan
bangunan colonial lainnya, tetapi penambahan nuansa Jawa khas keraton yang menyebabkan
perbedaan itu lebih terasa.
Bakmi Kadin

Bakmi Kadin ialah salah satu bakmi legendaris dan terkenal di kalangan masyarakat
Yogya ataupun pelancong dari luar Yogya. Warung bakmi Kadin berlokasi di Jalan Bintaran
Kidul Nomor 6, Wirogunan Mergangsan, Kota Yogyakarta. Dengan jam buka setiap hari dari
sore hingga malam pun tak pernah sepi akan pembeli. Cita rasa khas yang dihasilkan dari
racikan tangan pembuatnya menyebabkan pembeli rela menunggu berjam-jam hanya untuk
menyantap bakmi legenda tersebut.
Bakmi yang telah ada sejak tahun 1947 itu masih menyajikan cita rasa asli secara
turun temurun dari generasi ke generasinya. Tidak ada yang special dari bangunan warung
bakmi kadin, selain terpampangnya pencipta atau pemilik pertama dari Bakmi Kadin. Selain
itu, daya tarik lainnya datang dari gerobak yang digunakan. Gerobak yang digunakan
masihlah tradisional seperti halnya pada pedagang bakmi lainnya, tapi jumlah yang terpakai
di bakmi kadin lebih dari satu buah. Hal tersebut karena akibat dari luapan pembeli yang
datang untuk membeli bakmi. Tidak hanya itu saja, fasilitas yang ditawarkan juga beragam,
salah satunya adalah live music.
Bangunan No 4 Bintaran Tengah
Bangunan heritage yang dimiliki oleh Bu Atik berlokasi di Jalan Bintaran Tengah,
No. 4, Kampung Bintaran. Jika dilihat dari fasad, bangunan heritage tersebut memiliki
arsitektur khas kolonial. Bangunan tersebut dibangun pada tahun 1817 M, hal itu sejalan
dengan masa dimana kampung bintaran ada. Pada masa itu, Kampung Bintaran merupakan
salah satu pemukiman kolonial selain loji besar dan loji kecil. Pemukiman di Bintaran banyak
dihuni oleh pegawai maupun petinggi yang bekerja di pabrik gula, terutama Pabrik Gula
Madukismo. Bangunan milik Bu Atik awalnya dimiliki oleh salah satu petinggi pabrik gula.
Kemudian, pada abad 20 awal, bangunan tersebut dibeli oleh pihak keraton dan dihuni atas
nama G.P.H. Buminoto. Selepas kepergian Buminoto, bangunan tersebut diwariskan kepada
anak dan cucunya.
Gereja St. Yusup

Gereja Santo Yusup di Kampung Bintaran yang dikenal sebagai “Gereja Jawa
Pertama di Yogyakarta”, sudah memikat perhatian orang sejak awal karena gedungnya yang
khas, hanya ada satu di Indonesia. Bangunan dalam gereja menyerupai dengan stasiun yang
ada di Belanda. Selain itu, bentuk bangunannya memanjang berbeda dengan gereja lainnya
yaitu berbentuk setengah lingkaran. Alasan terbentuknya Gereja St. Yusup adalah karena
jumlah umat Katolik Jawa yang semakin banyak. Sebelumnya, umat katolik Jawa mengikuti
misa di sebuah bangunan di belakang Broederan FIC (sebelah timur gereja atau sekarang aula
Kidul Loji). Sebenarnya, mereka bisa melakukan misa di bangunan gereja Kidul Loji namun,
karena belum terbiasa dengan duduk di bangku mereka lebi memilih untuk duduk bersimpuh
di lantai. Pada tanggal 8 April 1934 bangunan gereja diresmikan oleh Yang Mulia Provicaris
Romo A. T. van Hoof, SJ. Pastor Paroki pertama yang ditunjuk adalah Romo A.A.C.M. de
Kutper, SJ (1933-1936) dan Romo Albertus Soegijapranata, SJ (1933-1940).
Bangunan gereja terbagi atas beberapa bangunan, yaitu bangunan peribadatan, aula,
kediaman pastur, dan Gudang. Aula gereja biasanya digunakan untuk keperluan acara gereja
di luar peribadatan. Ruangan tersebut sebenarnya merupakan dua ruangan utuh yang sama
besar. Fitur yang masih bertahan dari aula tersebut ialah tiang utama yang terbuat dari kayu.
Bangunan utama gereja yang digunakan sebagai ruang ibadah berbeda dengan biasanya. Jika
biasanya kursi dibentuk setengah lingkaran dengan altar di tengah. Pada Gereja Bintaran
kursi memanjang ke belakang dengan altar di tengah. Bagian interior gereja terdapat jendela
yang berjumlah 61 buah yang berbentuk seperti bunga mawar. Tidak hanya itu saja, keunikan
lain dari bangunan Gereja Bintaran terdapat pada bentuk luarnya. Atap bangunan Gereja
Bintaran beda dari pada gereja lain, jika pada umumnya atap gereja berbentuk limasan, pada
gereja tersebut berbentuk dome atau kubah. Selain itu, bentuk luar dari gereja tersebut seperti
tingkatan, terdapat tiga tingkatan yang membagi struktur bangunan, kaki, badan, dan kepala.
Dari hal tersebut, menurut interpretasi penulis bahwasanya bangunan Gereja Bintaran seperti
bentuk Candi Borobudur. Atap bangunan Gereja Bintaran beda dari pada gereja lain, jika
pada umumnya atap gereja berbentuk limasan, pada gereja tersebut berbentuk dome atau
kubah.

Anda mungkin juga menyukai