SMP 2 BOPKRI merupakan salah satu Sekolah Menengah Pertama yang dimiliki
Yayasan Bopkri. Gedung sekolah tersebut memiliki sejarah panjang dari mulai dibangun
sampai saat ini. Gedung tersebut dibangun pada tahun 1913 saat masa pemerintahan Belanda.
Sekolah tersebut awalnya bernama Hollands Javaanesche School/HJS yang berarti
diperuntukkan untuk anak-anak pribumi.
Fasad bangunan SMP Bopkri 2 memiliki denah persegi panjang dengan cat berwarna
hijau yang menghadap ke utara serta terdiri atas dua lantai. Lebih lanjut lagi, jumlah seluruh
ruangan ialah 17 ruang yang dibagi atas 8 ruangan di lantai satu dan 9 ruangan di lantai dua.
Ornamen pintu dan jendela memiliki ukuran yang lebar dan tinggi. Atap bangunan berbentuk
limasan dengan penutup genteng tampak rendah serta sebagian genteng lama telah diganti
yang baru. Terdapat bangunan tambahan di sisi selatan yang dipergunakan untuk kebutuhan
ruang kelas.
Ndalem Ngadinegaran
Bakmi Kadin ialah salah satu bakmi legendaris dan terkenal di kalangan masyarakat
Yogya ataupun pelancong dari luar Yogya. Warung bakmi Kadin berlokasi di Jalan Bintaran
Kidul Nomor 6, Wirogunan Mergangsan, Kota Yogyakarta. Dengan jam buka setiap hari dari
sore hingga malam pun tak pernah sepi akan pembeli. Cita rasa khas yang dihasilkan dari
racikan tangan pembuatnya menyebabkan pembeli rela menunggu berjam-jam hanya untuk
menyantap bakmi legenda tersebut.
Bakmi yang telah ada sejak tahun 1947 itu masih menyajikan cita rasa asli secara
turun temurun dari generasi ke generasinya. Tidak ada yang special dari bangunan warung
bakmi kadin, selain terpampangnya pencipta atau pemilik pertama dari Bakmi Kadin. Selain
itu, daya tarik lainnya datang dari gerobak yang digunakan. Gerobak yang digunakan
masihlah tradisional seperti halnya pada pedagang bakmi lainnya, tapi jumlah yang terpakai
di bakmi kadin lebih dari satu buah. Hal tersebut karena akibat dari luapan pembeli yang
datang untuk membeli bakmi. Tidak hanya itu saja, fasilitas yang ditawarkan juga beragam,
salah satunya adalah live music.
Bangunan No 4 Bintaran Tengah
Bangunan heritage yang dimiliki oleh Bu Atik berlokasi di Jalan Bintaran Tengah,
No. 4, Kampung Bintaran. Jika dilihat dari fasad, bangunan heritage tersebut memiliki
arsitektur khas kolonial. Bangunan tersebut dibangun pada tahun 1817 M, hal itu sejalan
dengan masa dimana kampung bintaran ada. Pada masa itu, Kampung Bintaran merupakan
salah satu pemukiman kolonial selain loji besar dan loji kecil. Pemukiman di Bintaran banyak
dihuni oleh pegawai maupun petinggi yang bekerja di pabrik gula, terutama Pabrik Gula
Madukismo. Bangunan milik Bu Atik awalnya dimiliki oleh salah satu petinggi pabrik gula.
Kemudian, pada abad 20 awal, bangunan tersebut dibeli oleh pihak keraton dan dihuni atas
nama G.P.H. Buminoto. Selepas kepergian Buminoto, bangunan tersebut diwariskan kepada
anak dan cucunya.
Gereja St. Yusup
Gereja Santo Yusup di Kampung Bintaran yang dikenal sebagai “Gereja Jawa
Pertama di Yogyakarta”, sudah memikat perhatian orang sejak awal karena gedungnya yang
khas, hanya ada satu di Indonesia. Bangunan dalam gereja menyerupai dengan stasiun yang
ada di Belanda. Selain itu, bentuk bangunannya memanjang berbeda dengan gereja lainnya
yaitu berbentuk setengah lingkaran. Alasan terbentuknya Gereja St. Yusup adalah karena
jumlah umat Katolik Jawa yang semakin banyak. Sebelumnya, umat katolik Jawa mengikuti
misa di sebuah bangunan di belakang Broederan FIC (sebelah timur gereja atau sekarang aula
Kidul Loji). Sebenarnya, mereka bisa melakukan misa di bangunan gereja Kidul Loji namun,
karena belum terbiasa dengan duduk di bangku mereka lebi memilih untuk duduk bersimpuh
di lantai. Pada tanggal 8 April 1934 bangunan gereja diresmikan oleh Yang Mulia Provicaris
Romo A. T. van Hoof, SJ. Pastor Paroki pertama yang ditunjuk adalah Romo A.A.C.M. de
Kutper, SJ (1933-1936) dan Romo Albertus Soegijapranata, SJ (1933-1940).
Bangunan gereja terbagi atas beberapa bangunan, yaitu bangunan peribadatan, aula,
kediaman pastur, dan Gudang. Aula gereja biasanya digunakan untuk keperluan acara gereja
di luar peribadatan. Ruangan tersebut sebenarnya merupakan dua ruangan utuh yang sama
besar. Fitur yang masih bertahan dari aula tersebut ialah tiang utama yang terbuat dari kayu.
Bangunan utama gereja yang digunakan sebagai ruang ibadah berbeda dengan biasanya. Jika
biasanya kursi dibentuk setengah lingkaran dengan altar di tengah. Pada Gereja Bintaran
kursi memanjang ke belakang dengan altar di tengah. Bagian interior gereja terdapat jendela
yang berjumlah 61 buah yang berbentuk seperti bunga mawar. Tidak hanya itu saja, keunikan
lain dari bangunan Gereja Bintaran terdapat pada bentuk luarnya. Atap bangunan Gereja
Bintaran beda dari pada gereja lain, jika pada umumnya atap gereja berbentuk limasan, pada
gereja tersebut berbentuk dome atau kubah. Selain itu, bentuk luar dari gereja tersebut seperti
tingkatan, terdapat tiga tingkatan yang membagi struktur bangunan, kaki, badan, dan kepala.
Dari hal tersebut, menurut interpretasi penulis bahwasanya bangunan Gereja Bintaran seperti
bentuk Candi Borobudur. Atap bangunan Gereja Bintaran beda dari pada gereja lain, jika
pada umumnya atap gereja berbentuk limasan, pada gereja tersebut berbentuk dome atau
kubah.