Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“ASUHAN KEPERAWATAN COR PULMONAL”

Dosen Pengampu : Marwansyah, S. Kep, Ns, M. Kep.

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1

ADILA ALFINA RAHMA P07120220001


ALVIN BAHAR ROZZAK P07120220002
AMELIA PUTRI NAAZHIRA P07120220003

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
SARJANA TERAPAN
2021/2022

1|Page
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Kami juga
sadar masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki dalam makalah ini.

Makalah ini membahas tentang POR Pulmonal. Harapan kami semoga makalah ini dapat
berguna untuk bisa memahami tentang penyakit POR Pulmonal.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita sekalian.

Banjarbaru, 24 Juli 2021

Kelompok 1

2|Page
DAFTAR ISI

3|Page
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cor pulmonale adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi
pulmonary yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang
tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Istilah hipertrofi yang bermakna
patologis menurut weitzenblum sebaiknya diganti menjadi perubahan struktur dan fungsi
ventrikel kanan. Untuk menetapkan adanya cor pulmonale secara klinis pada pasien gagal
nafas diperlukan tanda pada pemeriksaan fisis yakni edema. Hipertensi pulmonale “sine
qua non” dengan cor pulmonale maka definisi cor pulmonale yang terbaik adalah
hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit yang mengenai struktur dan atau
pembuluh darah paru; hipertensi pulmonale yang menghasilkan pembesaran ventrikel
kanan (hipertrofi dan atau dilatasi) dan berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal
jantung kanan. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyebab utama
insufisiensi espirasi kronik dan cor pulmonale, diperkirakan 80-90% kasus. (Setiati dkk. ,
2014:1251)

Penyebab dari cor pulmonale yang terbanyak adalah hipertentsi pulmonale yang
disebabkan oleh proses primer paru, akan tetapi sebagian besar tidak diketahui. Lebih
banyak gejala cor pulmonale ditimbulkan oleh hipertensi pulmonale berupa cepat capek,
sesak, tegang, kadang-kadang sincope. (Wahid dan Suprapto, 2013:116)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan COR Pulmonal
2. Bagaimanakah tanda dan gejala seseorang yang menderita COR Pulmonal?
3. Bagaimanakah cara mengatasi COR Pulmonal?
4. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien COR Pulmonal?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari COR Pulmonal
2. Mengetahui dan memahami tanda dan gejala seseorang yang menderita COR
Pulmonal
3. Mengetahui dan memahami cara mengatasi COR Pulmonal
4. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien COR Pulmonal

4|Page
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A .Pengertian Cor Pulmonale

Cor pulmonale adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonary
yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan
dengan kelainan jantung kiri. (Setiati, 2014:1251)

Cor pulmonal merupakan keadaan hipertrofi ventrikel kanan akibat suatu penyakit yang
mengenai fungsi atau struktur jaringan paru, tidak termasuk didalamnya kelainan jantung kanan
akibat kegagalan dari fungsi ventrikel kiri atau akibat penyakit jantung bawaan. (Muttaqin,
2012:227)

Kesimpulan dari cor pulmonal adalah keadaan hipertrofi atau dilatasi dari struktur bilik
jantung kanan yang mengakibatkan hipertensi pulmonar sehingga terjadi penurunan fungsi paru
atau pegurangan jaringan pembuluh darah paru.

B .Tanda dan Gejala

1. Sianosis.
2. Lelah karena hipoksia dan gagal jantung.
3. Mendesis karena kondisi paru-paru yang buruk seperti PPOK atau emfisema.
4. Kesulitan bernapas (dispnea) pada saat berolahraga keras dan ketika berbaring
(orthopnea) karena naiknya kebutuhan oksigen dengan gerakan dan meningkatkan usaha
pernapasan dari diafragma ketika berbaring.
5. Batuk produktif karena kondisi pernapasan.
6. Edema karena gagal jantung kanan; cairan yang terbentuk akan bergantung pada area
yang terserang.
7. Berat badan naik karena retensi cairan.
8. Respirasi lebih dari 20 kali per menit (tachypnea); kecepatannya meningkat untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen.

5|Page
9. Denyut jantung naik di atas 100 kali per menit (takikardia) karena tubuh berusaha
mengatasi hipoksia dan membawa lebih banyak oksigen.

C .Pengobatan Cor Pulmonale

Secara umum, pengobatan kor pulmonal yang pasien terima ditentukan oleh
penyebabnya. Pengobatan ini bertujuan untuk mengendalikan gejala. Mengobati masalah medis
yang menyebabkan hipertensi pulmonal sangatlah penting, karena dapat menjadi penyebab
timbulnya kor pulmonal.

Jika dokter meresepkan obat-obatan,pasien dapat meminumnya melalui mulut (oral),


menerimanya melalui vena (intravena atau IV), atau menghirupnya (dihirup).

Dokter akan memantau kondisi pasien secara ketat selama perawatan untuk melihat efek
samping dan melihat seberapa baik pengaruh obat tersebut pada kondisi pasien. Jangan pernah
berhenti minum obat tanpa berbicara terlebih dahulu dengan dokter .

Perawatan lainnya meliputi:

1. Pengencer darah untuk mengurangi risiko pembekuan darah.


2. Obat-obatan untuk mengatasi gejala gagal jantung.
3. Terapi oksigen di rumah.
4. Transplantasi paru-paru atau jantung-paru, jika obat tidak bekerja dengan baik.

D .Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien COR Pulmonal

Pengkajian

1.Identitas
Anamnesa pada pasien 50 tahun biasanya didapatkan adanya kebiasaan merokok. (Wahid dan
Suprapto, 2013:119)

6|Page
2.Status kesehatan saat ini
 Keluhan utama
Sesak nafas tiba-tiba, kadang-kadang didapatkan batuk yang produktif dan hemoptisis. (Wahid
dan Suprapto, 2013:124)

 Alasan Masuk Rumah Sakit


Seringnya sesak nafas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope). (Wahid dan
Suprapto, 2013:124)

 Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan sesak napas merupakan gejala tersering pada penyakit paru primer. Gejala ini terjadi
saat melakukan aktifitas atau bahkan saat istirahat dan kadang-kadang diperberat dengan posisi
tidur. (Muttaqin, 2012:228)

3.Riwayat kesehatan terdahulu


 Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat merokok merupakan penyebab timbulnya kelainan paru obstruktir kronik, polusi udara
(asap dari cerobong-cerobong pabrik didaerah industri dan asap dari kendaraan
bermotor). (Wahid dan Suprapto, 2013:125)

 Riwayat penyakit keluarga


Pada banyak kasus cor pulmonale ditemukan pada anggota keluarga tertentu dan ternyata
kekurangan alfa-antripsin memegang peranan dalam penentuan predisposisi terjadinya penyakit
paru obstruktif kronik

Riwayat penyakit paru kronik (bronchitis kronik dan emfisema paru, diantaranya disebabkan
hemophilus influenza, pneumococcus,staphylococcus aureus, pseudomonas, klebsiella. (Wahid
dan Suprapto, 2013:125)

 Riwayat pengobatan
Mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu seperti, pemberiaan
diuretika seperti furosemid atau hidroklorotiazid diharapkan dapat mengurangi kongesti edema

7|Page
dengan cara mengeluarkan natrium dan menurunkan volume darah, sehingga pertukaran udara
dalam paru dapat diperbaiki dan hipoksia maupun beban jantung kanan dapat dikurangi. (Wahid
dan Suprapto, 2013:124)

Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
1. Kesadaran
Pada pasien cor pulmonale dengan kesadaran somnolenSakit kepala, confusion, nampak sianotik,
disertai sesak dan tanda-tanda emfisema yang lebih nyata. (Somantri, 2012; 133, Wahid dan
Suprapto, 2013:119)

2. Tanda-tanda vital
Berat badan naik karena retensi cairan, respirasi lebih dari 20 kali per menit (tachypnea), denyut
jantung naik di atas 100 kali per menit (takikardia) karena tubuh berusaha mengatasi hipoksia
dan membawa lebih banyak oksigen. (DiGiulio, 2014:107-108)

 Body Sistem
1. Sistem pernafasan
Pada klien cor pulmonale terjadi adanya bronkhokonstriksi, akumulasi sekret jalan napas, dan
menurunnya kemampuan batuk efektif.(Muttaqin, 2012:230)

2. Sistem kardiovaskuler
Terdengar graham steel murmur yang bersifat soft, blowing, hight pitch diastolic murmur, akibat
adanya insufisiensi relative katup pulmonale. (Wahid dan Suprapto, 2013:126)

3. Sistem persarafan
Pada klien cor pulmonale merasa sakit kepala, bingung, dan somnolen.(Somantri, 2012:133)

4. Sistem perkemihan
Pada klien cor pulmonale terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik. (Wahid
dan Suprapto, 2013:127)

8|Page
5. Sistem pencernaan
Pada klien cor pulmonale terjadi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan nafsu makan.(Muttaqin, 2012:230)

6. Sistem integument
Pada klien cor pulmonale di dapatkan warna kulit yang pucat,sianosis pada jari. (Wahid dan
Suprapto, 2013:126)

7. Sistem musculoskeletal
Pada klien cor pulmonale juga dapat terjadi karena kelainan neuromuskuler, seperti poliomielitis,
dan distrofi otot.(Somantri, 2012:130)

8. Sistem imun
Cor pulmonale juga bisa disebabkan infiltrasi limfatik.(Wahid dan Suprapto, 2013:118)

9. Sistem penginderaan
Pada klien cor pulmonale terjadi gangguan penciuman, seperti : hiposmia (penurunan sensitivitas
penciuman) atau anosmia (kehilangan sensasai penciuman bilateral dan komplet).(Black,
2014:231)

10. Sistem reproduksi


Pada klien cor pulmonale terjadi penurunan libido (penurunan gairah seksualitas). (Somantri,
2012:133)

11. Sistem endokrin


Pada klien cor pulmonale terjadi peningkatan kadar sodium yang mengakibatkan retensi
cairan.(DiGiulio, 2014:109)

9|Page
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan Radiologi
Batang pulmonal dan hilus membesar. Perluasaan hilus dapat dihitung dari perbandingan jarak
antara permulaan percabangan pertama arteri pulmonalis utama dan kiri dibagi dengan diameter
transversal torak. Perbandingan >0,36 menunjukan hipertensi pulmonal.

 Ekokardiografi
Ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan. Meskipun
perubahan volume tidak didapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas
ventrikel kanan dalam hubungannya dengan pembesaran ventrikel kiri. Septum ventrikel dapat
tergeser kekiri.

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Berguna untuk mengukur masa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume cavitas, dan jumlah
darah yang dipompa.

 Biopsi paru-paru
Dapat berguna untuk menunjukan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru-paru
seperti penyakit vaskuler kolagen, atritis rematoid, dan granulo matosis wagener. (Somantri,
2012:133)

Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan Keperawatan
Sasaran penatalaksanaan keperawatan adalah:

1. Melalui hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan


pembersihan jalan nafas.
2. Tinggalkan kepala tempat tidur dan bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
3. Tirah baring : bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar.
4. Membersihkan penyuluhan agar pasien menghindari segala jenis polusi udara dan berhenti
merokok.
5. Latihan pernafasan dan bimbingan ahli fisoterapi.

10 | P a g e
6. Kolaborasi memperbaiki ventilasi dan oksigenasi jaringan melalui pemberian O

 Penatalaksanaan Medis
Pemberian Medikamentosa

1) Bronkodilator
Aminofilin : menghilangkan spasme saluran pernafasan Beta 2 adrenergik selektif (Turbutalin
atau salbutamol).

2) Mukolitik dan ekspektoran


Mukolitik berguna untuk mencairkan dahak dengan memecah ikatan rantai kimia nya, sedangkan
ekspektoran untuk mengeluarkan dahak dari paru.

3) Antibiotika
Pemberian antibiotika diperlukan karena biasanya kelainan parenkim paru disebabkan oleh
mikroorganisme, diantaranya: Hemophylus influenza dan Pneumococcus peka terhadap
metisilin, kloksasilin, flukoksasilin, dan eritromisin. Klebsiella peka terhadap gentamisin,
steptomisin dan prolimiksin.

4) Oksigenasi
Peningkatan PaCO2 (tekanan CO2 arterial) dan asidosis pada penderita PPOM disebabkan tidak
sempurnanya pengeluaran CO2 sehingga menimbulkan hipoksemia. Hal ini dapat diatasi dengan
pemberian oksigen 20-30% melalui masker venture dan secara intermiten 1-3 liter permenit.
Jika terjadi gagal jantung kanan, diberikan; digitalis, diuretik, dan diet yang rendah
garam.pemberian digitalis harus berhati-hati, karena dalam keadaan hipoksia, dan kalium yang
rendah mudah terjadi, sehingga mudah terjadi asidosis respiratorik dan alkalosis metabolic, dan
bahaya intoksikasi lebih besar. (Wahid dan Suprapto, 2013:122-124)

11 | P a g e
Diagnosa keperawatan

1.Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


a.Definisi

Ketidak mampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan
napas tetap paten.

b.Penyebab Fisiologis

 Spasme jalan napas


 Hipersekresi jalan napas
 Disfungsi neuromuskuler
 Benda asing dalam jalan napas
 Adanya jalan napas buatan
 Sekresi yang tertahan
 Hiperplasia dinding jalan napas
 Proses infeksi
 Respon alergi
 Efek agen farmakologis (mis.anastesi)
Situasional

 Merokok aktif
 Merokok pasif
 Terpajan polutan
c. Gejala dan tanda mayor

Subjektif

(tidak tersedia)

12 | P a g e
Objektif

 Batuk tidak efektif


 Tidak mampu batuk
 Sputum berlebihan
 Mengi, wheezing dan atau ronkhi kering
 Mekonium dijalan napas (pada neonatus)
d.Gejala dan tanda minor

Subjektif

 Dispnea
 Sulit bicara
 Ortopnea
Objektif

 Gelisah
 Sianosis
 Bunyi napas menurun
 Frekuensi napas berubah
 Pola napas berubah
e. Kondisi klinis terkait:

 Gullian barre syndrome


 Sklerosis multipel
 Myasthenia gravis
 Prosedur dignostik (mis. Bronkoskopi, transesophageal echocardiography
[TEE])

 Depresi sistem saraf pusat


 Cedera kepala
 Stroke

13 | P a g e
 Kuadriplegia
 Sindrom aspirasi mekonium
 Infeksi saluran napas.
(SDKI, 2017:18-19)

2.Gangguan pertukaran gas


a.Definisi

Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi karbondioksida pada membran


alveolus-kapiler.

b.Penyebab

 Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
 Perubahan membran alveolus-kapiler
c. Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Dispnea
Objektif

1) PCO2 meningkatkan/menurun
2) PO2 menurun
3) Takikardia

4) Ph arteri meningkat/menurun

5) Bunyi napas tambahan

d. Gejala dan tanda minor

Subjektif

14 | P a g e
 Pusing
 Penglihatan kabur
Objektif

 Sianosis
 Diaforesis
 Gelisah
 Napas cuping hidung
 Pola napas abnormal (cepat/lambat, reguler/ireguler, dalam/dangkal)
 Warna kulit abnormal (mis.pucat, kebiruan)
 Kesadaran menurun

e. Kondisi klinis terkait

 Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)


 Gagal jantung kongestif
 Asma
 Pneumonia
 Tuberkolosis paru
 Penyakit membran hialin
 Asfiksia
 Persistent pulmonary hypertesion of newborn (PPHN)
 Prematuritas
 Infeksi saluran nafas
(SDKI, 2017:22)

3.Intoleran Aktivitas
a. Definisi

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

15 | P a g e
b. Penyebab

 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


 Tirah baring
 Kelemahan
 Imobilitas
 Gaya hidup monoton
c. Gejala dan tanda mayor:

Subyektif

 Mengeluh lelah
Objektif

 Frekuensi jantung menigkat >20% dari kondisi istirahat


d. Gejala dan tanda minor

Subjektif

 Dispnea saat/ setelah aktivitas


 Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
 Merasa lemah
Objektif

 Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat


 Gambaran EKG menunjukkan aritmia
 Gambaran EKG menunjukkan iskemia
 Sianosis
e. Kondisi klinis terkait:

 Anemia
 Gagal jantung kongestif

16 | P a g e
 Penyakit jantung koroner
 Penyakit katup jantung
 Aritmia
 Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
 Gangguan metabolik
 Gannguan muskuloskeletal
(SDKI, 2017:128)

Intervensi

1.Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


 Tujuan
Menunjukan pembersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan oleh pencegahan aspiras;
status pernapasan: kepatenan jalan napas; dan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu.

 Kriteria hasil
1. Batuk efektif
2. Mengeluarkan sekret secara efektif
3. Mempunyai jalan napas yang paten
4. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
5. Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
7. Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan dirumah.

 Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
1. Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini:
 Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
 Keefektifan obat resep
 Kecenderungan pada gasdarah arteri, jika tersedia
 Frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan

17 | P a g e
 Faktor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak efektif, mucus kental, dan keletihan
 Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau
ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan.
 Pengisapan jalan napas (NIC)
 Tentukan kebeutuhan pengisapan oral atau trakea
 Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (tingkat
MAP[mean arterial pressure] dan irama jantung)segera sebelum, selama, dan setelah
pengisapan
 Catat jenis dan jumlah sekret yang dikumpulkan

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (misalnya, oksigen, mesin pengisap,
spirometer,inhaler, dan intermittent positive pressure breathing [IPPB])
2. Informasikan kepda pasien dan keluarga tentang larangan merokok didalam ruang perawatan;
beri penyuuhan tentang pentingnya berhenti merokok
3. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk memudahkan
pengeluaran sekret
4. Ajarkan pasien untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat batuk.
5. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti warna, karakter,
jumlah, dan bau
6. Pengisapan jalan napas (NIC): Instruksikan kepada pasien dan/atau keluarga tentang cara
pengisapan jalan napas, jika perlu

Aktivitas kolaboratif

1. Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu


2. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan pendukung
3. Berikan udara atau oksigen yang telah dihumidifikasi (dilembabkan) sesuai dengan kebijakan
institusi

18 | P a g e
4. Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizer ultrasonic, dan peralatan paru lainnya
sesuai dengan kebijakan dan protokol institusi
5. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal.(Wilkinson, 2015:39-41)

2.Gangguan pertukaran gas


 Tujuan
Gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang dibuktikan oleh terganggunya respon alergi:
sistemik, keseimbangan elektrolit dan asam-basa, respon ventilasi mekanis: orang dewasa, status
pernapasan: pertukaran gas, status pernapasan: ventilasi, perfusi jaringan paru, dan tanda-tanda
vital.

 Kriteria hasil
1. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
2. Memiliki ekspansi paru yang simetris
3. Menjelaskan rencana perawatan dirumah
4. Tidak menggunakan pernapasan bibir mencucu
5. Tidak mengalami napas dangkal atau ortopnea
6. Tidak menggunakan otot aksesoris untuk bernapas

 Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Kaji suara paru; frekuensi napas, kedalaman, dan usaha napas; dan produksi sputum sebagai
indikator keefektifan penggunaan alat penunjang
2. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi
3. Pantau hasil gas darah (misalnya, kadar PaO2 yang rendah, dan PaCO2 yang tinggi
menunjukan perburukan pernapasan)
4. Pantau kadar elektrolit
5. Pantau status mental (misalnya, tingkat kesadaran, gelisah dan konfusi)
6. Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak somnolen
7. Observasi terutama membran mukosa mulut

19 | P a g e
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap, spiro-meter, dan IPPB)
2. Ajarkan kepada pasien teknik bernapas dan relaksasi
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan ainnya
4. Informasikan pada pasien dan keluarga bahwa merokok iti dilarang
5. Manajemen jalan napas (NIC)

Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan dokter tentang pemeriksaan gas darah arteri (GDA) dan penggunaan
alat bantu yang dianjurkan yang sesuai dengan adanya perubahan kondisi pasien
2. Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (misalnya, sensorium pasien suara nafas,
pola nafas, analisis gas darah arteri sputum, efek obat)
3. Berikan (misalnya, natrium bikarbonat) untuk mempertahankan keseimbangan asam basa
4. Persiapan pasien untuk ventilasi mekanis, bila perlu
5. Manajemen jalan napas (NIC)

3.Intoleran aktivitas
 Tujuan
Menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan,
penghematan energi, kebugaran fisik, energi psikomotorik, dan perawatan-diri; aktivitas
kehidupan sehari-hari (dan AKSI)

 Kriteria hasil
1. Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat
mengakibatkan intoleran aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas yang dibutuhkan dengan peningkatan normal denyut jantung,
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola tersebut dalam batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang diharapkan dari
daftar pada sasaran penggunaan)
4. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat, dan/atau
peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas

20 | P a g e
5. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan beberapa bantuan (misalnya, eliminasi
dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi)
6. Menampilkan manajemen pemeliharan rumah dengan beberapa bantuan (misalnya,
membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)

 Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan
1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
3. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Penyuluhan untuk pasien/ keluarga
Instruksikan pada pasien dan keluarga dalam:

1. Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu


2. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang perlu dilaporkan
kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Pengguanaan peralatan, seperti oksigen, selama aktivitas
5. Pengguanaan teknik relaksasi (misalnya, distraksi, fisualisasi) selma aktivitas
6. Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga dan tempat
7. Tindakan untuk menghemat energi sebagai contoh : menyimpan alat atau benda yang sering
digunakan ditempat yang mudah dijangkau

Aktivitas Kolaboratif
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu faktor
penyebab
2. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik, (misalnya, untuk latihan ketahan), atau
rekreasi untuk merencanakan dan memantau progran aktivitas, jika perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk kelayanan kesehatan jiwa dirumah

21 | P a g e
4. Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan bantuan
perawatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna meningkatkan asupan makanan yang
kaya energi
6. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit
jantung. (Wilkinson, 2015:26-29)

22 | P a g e
BAB 3
PENUTUP
A .Kesimpulan
Cor pulmonale adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonary
yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan
dengan kelainan jantung kiri. Istilah hipertrofi yang bermakna patologis menurut weitzenblum
sebaiknya diganti menjadi perubahan struktur dan fungsi ventrikel kanan.
Kesimpulan dari cor pulmonal adalah keadaan hipertrofi atau dilatasi dari struktur bilik
jantung kanan yang mengakibatkan hipertensi pulmonar sehingga terjadi penurunan fungsi paru
atau pegurangan jaringan pembuluh darah paru.

Penyebab dari cor pulmonale yang terbanyak adalah hipertentsi pulmonale yang
disebabkan oleh proses primer paru, akan tetapi sebagian besar tidak diketahui. Lebih banyak
gejala cor pulmonale ditimbulkan oleh hipertensi pulmonale berupa cepat capek, sesak, tegang,
kadang-kadang sincope. (Wahid dan Suprapto, 2013:116)

23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: CV Pentasada Media


Edukasi.
DiGiulio, M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Setiati, S. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid I. Jakarta:
InternaPublishing.
Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika.
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV
Trans Info Media.

24 | P a g e
25 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai