Anda di halaman 1dari 11

1.

Provinsi Nanggro Aceh Darussalam - Pakaian Adat Tradisional Ulee Balang


Pakaian adat tradisional Aceh biasa adalah Ulee Balang, pakaian tersebut biasanya digunakan
oleh para raja dan keluarganya.

Rumah adat Aceh (bahasa Aceh: Rumoh Aceh) adalah rumah adat dari suku Aceh. Rumah ini
bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari
rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah)
dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh
dapu (rumah dapur). Atap rumah berfungsi sebagai tempat penyimpanan pusaka keluarga..
Budaya Aceh merupakan kumpulan budaya dari berbagai suku di Aceh, Indonesia.
Provinsi Aceh terdiri atas 11 suku, yaitu:

 Suku Aceh (76% dari populasi provinsi aceh sensus tahun 2010)


 Suku Tamiang (Di Kabupaten Aceh Tamiang sekitar 35%).
 Suku Alas, Suku Haloban (Di Kabupaten Aceh Tenggara).
 Suku Singkil (Di Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam sekitar 40%)
 Suku Aneuk Jamee dan Suku Kluet (Di Kabupaten Aceh Selatan sekitar 35%).
 Suku Gayo (di Kabupaten Aceh Tengah 20%, Kabupaten Bener Meriah 20% dan Kabupaten
gayo Lues sekitar 40%)
 Suku Simeulue, Suku Devayan, Suku Sigulai (di Kabupaten Simeulue)
Masing-masing suku mempunyai budaya, bahasa dan pola pikir masing-masing.
Bahasa yang umum digunakan adalah Bahasa Aceh (76%) selain Bahasa Indonesia.
Di sana hidup adat istiadat Melayu, yang mengatur segala kegiatan dan tingkah laku warga
masyarakat bersendikan hukum Syariat Islam. Penerapan syariat Islam di provinsi ini bukanlah
hal yang baru. Jauh sebelum Republik Indonesia berdiri, tepatnya sejak masa kesultanan, syariat
Islam sudah meresap ke dalam diri masyarakat Aceh.

Sejarah menunjukkan bagaimana rakyat Aceh menjadikan Islam sebagai pedoman dan ulama
pun mendapat tempat yang terhormat. Penghargaan atas keistimewaan Aceh dengan syariat
Islamnya itu kemudian diperjelas dengan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 menggenai
Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh. Dalam UU No.11 Tahun 2006 mengenai Pemerintahan
Aceh, tercantum bahwa bidang al-syakhsiyah (masalah kekeluargaan, seperti perkawinan,
perceraian, warisan, perwalian, nafkah, pengasuh anak dan harta bersama), mu`amalah (masalah
tatacara hidup sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari, seperti jual-beli, sewa-menyewa,
dan pinjam-meminjam), dan jinayah (kriminalitas) yang didasarkan atas syariat Islam diatur
dengan qanun (peraturan daerah).
Undang-undang memberikan keleluasaan bagi Aceh untuk mengatur kehidupan masyarakat
sesuai dengan ajaran Islam. Sekalipun begitu, pemeluk agama lain dijamin untuk beribadah
sesuai dengan kenyakinan masing-masing. Inilah corak sosial budaya masyarakat Aceh, dengan
Islam agama mayoritas di sana tapi provinsi ini pun memiliki keragaman agama.
Keanekaragaman seni dan budaya menjadikan provinsi ini mempunyai daya tarik tersendiri.
Dalam seni sastra, provinsi ini memiliki 80 cerita rakyat yang terdapat dalam Bahasa Aceh,
Aneuk Jame, Tamiang, Gayo, Alas, haloban, kluet. Bentuk sastra lainnya adalah puisi yang
dikenal dengan hikayat, dengan salah satu hikayat yang terkenal adalah Hikayat Prang
Sabi (Perang Sabil).
Seni tari Aceh juga mempunyai keistimewaan dan keunikan tersendiri, dengan ciri-ciri antara
lain pada mulanya hanya dilakukan dalam upacara-upacara tertentu yang bersifat ritual bukan
tontonan, kombinasinya serasi antara tari, musik dan sastra, ditarikan secara massal dengan arena
yang terbatas, pengulangan gerakan monoton dalam pola gerak yang sederhana dan dilakukan
secara berulang-ulang, serta waktu penyajian relatif panjang.
Tari-tarian yang ada antara lain Seudati, Saman, Rampak, Rapai, dan Rapai Geleng. Tarian
terakhir ini paling terkenal dan merupakan perpaduan antara tari Rapai dan Tari Saman.
Dalam bidang seni rupa, Rumoh Aceh merupakan karya arsitektur yang dibakukan sesuai dengan
tuntutan budaya waktu itu. Karya seni rupa lain adalah seni ukir yang berciri kaligrafi. Senjata
khas Aceh adalah Rencong. Pada dasarnya perpaduan kebudayaan antara mengolah besi
(metalurgi) dengan seni penempaan dan bentuk. Jenis rencong yang paling terkenal adalah
siwah.
Suku bangsa Aceh menyenangi hiasan manik-manik seperti kipas, tudung saji, hiasan baju dan
sebagainya. Kemudian seni ukir dengan motif dapat dilihat pada hiasan-hiasan yang terdapat
pada tikar, kopiah, pakaian adat, dan sebagainya.

Budaya Bercocok Tanam


Bercocok tanam yang dimulai sejak pembukaan lahan. Dalam hal ini, ada lembaga/instansi adat
yang berwenang, yakni Panglima Uteuen yang dibawahi beberapa struktur adat lainnya seperti
Petua Seuneubôk, Keujruen Blang, Pawang Glé, dan sebagainya.
Sistem pengelolaan hutan sebagai lahan bercocok tanam, fungsi Petua Seuneubôk tak dapat
dinafikan. Seuneubôk sendiri maknanya adalah suatu wilayah baru di luar gampông yang pada
mulanya berupa hutan. Hutan tersebut kemudian dijadikan ladang. Karena itu, pembukaan lahan
seuneubôk harus selalu memperhatikan aspek lingkungan agar tidak menimbulkan dampak
negatif bagi anggota seuneubôk dan lingkungan hidup itu sendiri. Maka fungsi Petua Seuneubôk
menjadi penting dalam menata bercocok tanam, di samping kebutuhan terhadap Keujruen Blang.

Budaya Membuka Lahan Perkebunan


Bagi masyarakat Aceh terdapat sejumlah aturan yang sudah hidup dan berkembang sejak zaman
dahulu. Kearifan masyarakat Aceh juga terdapat dalam larangan menebang pohon pada radius
sekitar 500 meter dari tepi danau, 200 meter dari tepi mata air dan kiri-kanan sungai pada daerah
rawa, sekitar 100 meter dari tepi kiri-kanan sungai, sekitar 50 meter dari tepi anak sungai (alue).

Pamali atau Pantangan

1. Selain itu, dalam adat Aceh dikenal pula sejumlah pantangan saat membuka lahan di
wilayah seuneubôk. Pantangan itu seperti peudong jambô (mendirikan gubuk). Jambô
atau gubuk tempat persinggahan melepas lelah sudah tentu ada di setiap lahan. Dalam
adat meublang (bercocok tanam), jambô tidak boleh didirikan di tempat lintasan binatang
buas atau tempat-tempat yang diyakini ada makhluk halus penghuni rimba. Bahan yang
digunakan untuk penyangga gubuk juga tidak boleh menggunakan kayu bekas lilitan
akar (uroet), karena ditakutkan akan mengundang ular masuk ke jambô tersebut.
Ada pula pantang daruet yang maksudnya anggota seuneubôk dilarang menggantung kain pada
pohon, mematok parang pada tunggul pohon, dan menebas (ceumeucah) dalam suasana hujan.
Hal ini karena ditakutkan dapat mendatangkan hama belalang (daruet).
Selain itu, di dalam kebun (hutan) juga dilarang berteriak-teriak atau memanggil-manggil
seseorang saat berada di hutan/kebun. Hal ini ditakutkan berakibat mendatangkan hama atau
hewan yang dapat merusak tanaman, seperti tikus, rusa, babi, monyet, gajah, dan sebagainya.
Disebutkan pula bahwa dalam adat Aceh terdapat pantangan masuk hutan atau hari-hari yang
dilarang. Karena orang Aceh kental keislamannya, hari yang dilarang itu biasanya berkaitan
dengan “hari-hari agama”.
Aceh juga mencatat sejumlah larangan atau pantangan dalam perilaku. Hal ini seperti memanjat
atau melempar durian muda, meracun ikan di sungai atau alue, berkelahi sesama orang dewasa
dalam kawasan seuneubôk, mengambil hasil tanaman orang lain semisal buah rambutan, durian,
mangga, dll., walaupun tidak diketahui pemiliknya, kecuali buah yang jatuh. Larangan tersebut
tentunya menjadi cerminan sikap kejujuran dalam kehidupan di bumi yang mahaluas ini.

Adat Bersawah
Dalam bersawah (meupadé), juga terdapat sejumlah ketentuan demi keberlangsungan
kenyamanan dan keamanan bercocok tanam. Hal ini seperti hanjeut teumeubang watèe padé
mirah. Maksudnya adalah tidak boleh memotong kayu saat padi hendak dipanen. Kalau ini
dilanggar, dipercaya akan mendatangkan hama wereng (geusong). Demi menghindari sawah
sekitar ikut imbas hama wereng, bagi si pelanggar ketentuan itu dikenakan denda oleh Keujruen
Blang.
2. Provinsi Sumatera Utara - Pakaian Adat Tradisional Ulos
Pakaian adat tradisional Sumatera Utara adalah Ulos. Pakaian adat Ulos dianggap oleh
masyarakat suku Batak Karo sebagai ajimat yang mempunyai daya magis tertentu.

Rumah Bolon adalah rumah adat dari suku Batak yang ada di Indonesia. Rumah Bolon berasal
dari daerah Sumatera Utara. Rumah Bolon adalah simbol dari identitas masyarakat Batak yang
tinggal di Sumatera Utara.Pada zaman dahulu kala, rumah Bolon adalah tempat tinggal dari
13 raja yang tinggal di Sumatera Utara 13 Raja tersebut adalah Raja Ranjinman, Raja Nagaraja,
Raja Batiran, Raja Bakkaraja, Raja Baringin, Raja Bonabatu, Raja Rajaulan, Raja Atian, Raja
Hormabulan, Raja Raondop, Raja Rahalim, Raja Karel Tanjung, dan Raja Mogam.Ada beberapa
jenis rumah Bolon dalam masyarakat Batak yaitu rumah Bolon Toba, rumah Bolon Simalungun,
rumah Bolon Karo, rumah Bolon Mandailing, rumah Bolon Pakpak, rumah Bolon Angkola.
Setiap rumah mempunyai ciri khasnya masing-masing. Sayangnya, rumah Bolon saat ini jumlah
tidak terlalu banyak sehingga beberapa jenis rumah Bolon bahkan sulit ditemukan.[1]Saat ini,
rumah bolon adalah salah satu objek wisata di Sumatera Utara. Rumah Bolon adalah salah satu
budaya Indonesia yang harus dilestarikan.
Bentuk
Rumah Bolon memilik bentuk persegi empat. Rumah Bolon mempunyai model seperti rumah
panggung.[3] Rumah ini memiliki tinggi dari tanah sekitar 1,75 meter dari tanah. Tingginya
rumah Bolon menyebabkan penghuni rumah atau tamu yang hendak masuk ke dalam rumah
harus menggunakan tangga.[3] Tangga rumah Bolon terletak di tengah-tengah badan rumah.Hal
ini mengakibatkan jika tamu atau penghuni rumah harus menunduk untuk berjalan ke tangga.
[3]
 Bagian dalam rumah Bolon adalah sebuah ruang kosong yang besar dan terbuka tanpa kamar.
[3]
 Rumah berbentuk persegi empat ini ditopang oleh tiang-tiang penyangga.[3] Tiang-tiang ini
menopang tiap sudut rumah termasuk juga lantai dari rumah Bolon.[3] Rumah Bolon memiliki
atap yang melengkung pada bagian depan dan belakang.[3] Rumah Bolon memilik atap yang
berbentuk seperti pelana kuda.[4]

Ciri Khas
Lantai rumah Bolon terbuat dari papan dan atap rumah bolon terbuat dari ijuk atau daun rumbia.
[3]
 Bagian dalam rumah Bolon adalah ruangan besar yang tidak terbagi-bagi atas kamar.
[3]
 Namun, tidak berarti bahwa tidak ada pembagian ruang di dalam rumah Bolon.[3] Ruangan
terbagi atas tiga bagian yaitu jabu bona atau ruangan belakang di sudut sebelah kanan,
ruangan jabu soding yang berada di sudut sebelah kiri yang berhadapan dengan jabu bona,
ruangan jabu suhat yang berada di sudut kiri depan, ruangan tampar piring yang berada di
sebelah jabu suhat, dan ruangan Jabu Tongatonga ni Jabu Bona.[3] Ruangan jabu
bona dikhususkan bagi keluarga kepala rumah. Ruangan jabu soding dikhususkan bagi anak
perempuan pemilik ruma, tempat para istri tamu yang datang dan tempat diadakannya upacara
adat.[3] Ruangan jabu suhat dikhususkan bagi anak lelaki tertua yang telah menikah.
[3]
 Ruangan tampar piring adalah ruangan bagi tamu.[3] ruangan Jabu Tongatonga ni Jabu
Bonadikhususkan bagi keluarga besar.[3] Sebagian besar dari rumah Bolon terbuat dari kayu.
[5]
 Rumah Bolon tidak menggunakan paku.[5] Rumah Bolon hanya menggunakan tali untuk
menyatukan bahan-bahan rumah.[5] Tali ini diikatkan kepada kayu dengan kuat agar rangka
rumah tidak longgar ataupun rubuh suatu saat.[5] Pada badan rumah Bolon terdapat berbagai
ukiran maupun gambar yang memiliki makna sesuai dengan kehidupan masyarakat Batak.[5]
3. Rumah Adat Bali

Salah satu dari contoh rumah adat bali disebut dengan Gapura Candi Bentar. Gapura Candi
Bentar ini adalah puntu masuk menuju istana raja yang merupakan rumah adat bali juga, Gapura
Candi Bentar dibuat dari batu yang berwarna merah dan diukir oleh batu cadas.

Balai Benggong posisinya terletak di sisi kanan dan Balai Wantikan ini posisinya terletak pada
sisi sebelah kiri. Apa sih Balai Benggo itu? Balai Benggo ialah tempat peristirahatan raja dan
keluarganya, lalu dengan Balai Wantikan? Balai Wantikan ini ialah tempat pagelaran kesenian.

Secara umumnya, rumah adat bali ini dipenuhi dengan hiasan pernak-pernik, ukiran-ukiran
dengan warna yang alami kemudian patung-patung simbol ritual. Bangunan rumah adat bali ini
terpisah-pisah sehingga bangunan rumah adat bali ini menjadi banyak bangunan-bangunan kecil
dalam satu wilayah.

Semakin sini semakin sini seiring dengan perkembangan zaman mulailah ada perubahan-
perubahan pada bangunan rumah adat bali tersebut, yang dulunya bangunan tersebut terpisah-
pisah, dan bangunan yang saat ini tidak terdapat bangunan yang terpisah-pisah.

Pakaian Tradisional Bali


Pakaian tradisional bali laki-laki berbentuk destra (ikat kepala), kain songket, saput, dan
dilengkapi dengan sebilah keris yang diselipkan didaerah pinggang bagian belakang.

Sedangkan dengan pakaian adat bali wanita ini menggunakan dua helai kaing songket, setagen
songket dan selendang, selain menggunakan dua helai kain songket dan lain sebagainya, pakaian
adat bali untuk wanita ini dilengkapi dengan hiasan-hiasan bunga emas dan hiasan bunga
kamboja diatas tepat pada kepala.

Perhiasan-perhiasan untuk menghias pakaian adat bali khusus wanita ini adalah seperti kalung,
subang, dan gelang.
Pakaian daerah
Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya sama.
Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan
kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang
dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.
Pria[

Anak-anak Ubud mengenakan udeng, kemeja putih dan kain.

Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:

 Udeng (ikat kepala)


 Kain kampuh
 Umpal (selendang pengikat)
 Kain wastra (kemben)
 Sabuk
 Keris
 Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan baju kemeja, jas dan alas kaki sebagai pelengkap.
Wanita[

Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada.

Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:

 Gelung (sanggul)
 Sesenteng (kemben songket)
 Kain wastra
 Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
 Selendang songket bahu ke bawah
 Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
 Beragam ornamen perhiasan Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki
sebagai pelengkap.
 Bali adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kota provinsi ini adalah Denpasar. Bali juga
merupakan salah satu pulau di Kepulauan Nusa Tenggara. Di awal kemerdekaan Indonesia,
pulau ini termasuk dalam Provinsi Sunda Kecil yang beribu kota di Singaraja, dan kini
terbagi menjadi 3 provinsi: Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.[3][4]
 Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih
kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa
Ceningan, Pulau Serangan, dan Pulau Menjangan.
 Secara geografis, Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Mayoritas penduduk
Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan
keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para
wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan julukan Pulau Dewata dan Pulau
Seribu Pura.
4.Pakaian Adat Jawa Timur

Baju adat atau pakaian adat Jawa Timur ada 2, yaitu baju baju mantenan dan baju pesaan.
Namun demikian berbagai modifikasi dari baju daerah Jawa Timur tersebut sangat banyak.
Walaupun dimodifikasi seperti baju cak dan ning, namun tetap menggambarkan provinsi yang
beribukota di Surabaya ini.
Rumah Adat Madura
Madura merupakan salah satu pulau yang termasuk dalam wilayah Provinsi Jawa Timur. Seperti
halnya semua wilayah di Indonesia, Madura juga memiliki tradisi, pakaian adat dan rumah adat.
Dan di kesempatan ini kita akan lebih fokus membahas tentang rumah adat Madura. Masyarakat
di Madura terkenal sebagai masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai kekerabatan.

Hal tersebut bisa dilihat dari rumah adat Madura yang sampai saat ini masih banyak terpelihara
dengan rapi di berbagai pelosok di pulau Madura. Masyarakat Madura menyebut rumah adat
mereka dengan sebutan Tanean Lanjhang yang berarti halaman panjang.
Disebut tanean lanjhang karena beberapa rumah ditata secara berjejeran dengan rumah utama
atau rumah induk berada di tengahnya. Para penghuni rumah-rumah tersebut masih berada dalam
ikatan satu kerabat.

Rumah utama atau rumah induk biasanya dihuni oleh orang tertua atau sesepuh yang ada di
keluarga tersebut. Sesepuh ini biasa disebut dengan kepala somah. Seperti halnya raja, biasanya
kepala somahlah yang menentukan semua kebijakan yang berlaku dalam keluarga tersebut,
terlebih lagi dalam masalah perkawinan.
5.Rumah Adat Papua

Indonesia adalah negara dengan banyak suku. Hasilnya adalah Indonesia memiliki banyak rumah
tradisional, bahasa, pakaian dan banyak lagi. Rumah adat suku dani di papua disebut Honai. Berbagi
informasi tentang rumah adat yang disebut Honai Papua.

Papua merupakan istilah umum untuk berbagai masyarakat adat dari New Guinea dan pulau-pulau
tetangga, penutur bahasa Papua. Mereka sering dibedakan etnis dan bahasa Austronesia dari, speaker
dari rumpun bahasa diperkenalkan ke New Guinea sekitar tiga ribu tahun yang lalu.

PAKAIAN ADAT PAPUA

Baik pria maupun wanita Papua, secara umum keduanya mengunakan model baju yang sama. Mereka
menggunakan rok rumbai-rumbai yang terbuat dari rajutan daun sagu sebagai bawahan dan penutup
kepala berupa hiasan dari rambut ijuk, bulu burung kasuari, dan anyaman daun sagu. Adapun pada
bagian atasan, orang-orang Papua pedalaman masih enggan mengenakan baju. Untuk menutupi bagian
dada, mereka biasanya akan mentato atau menggambar tubuh mereka dengan motif-motif tertentu
sebagai penyamar.

Anda mungkin juga menyukai