Anda di halaman 1dari 15

1

KECERDASAN EMOSIONAL KEPALA MADRASAH DALAM


PENGENDALIAN KONFLIK DI MADRASAH

susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Pengendalian


Manajemen

Dosen Pembimbing : Laili Syarifa M.S.I

Disusun oleh:

Saniatun Fatimah (18.03.0725)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYUBBANUL WATHON

MAGELANG

2022
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii

BAB I 1

PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1

B. RUMUSAN MASALAH 1

C. TUJUAN MASALAH 2

BAB II 3

PEMBAHASAN 3

A. Pengertian Perilaku dalam organisasi 3

B. Faktor-Faktor Informal Yang Mempengaruhi Keselarasan Tujuan


4

C. Teori Motivasi Kerja Dalam Perilaku Organisasi6

BAB III 11

PENUTUP 11

A. KESIMPULAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12
3

I. PENDAHULUAN

Kepala madrasah dalam proses pembelajaran memiliki peran yang


sangat penting dan strategis serta mempunyai tanggung jawab yang berat
untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Mengingat perannya yang sangat
besar, keuletannya serta kewibawaannya dalam membuat langkah-langkah
baru sebagai jawaban dari kebutuhan masyarakat. Dalam kepemimpinan tidak
ada asas yang universal, yang nampak ialah proses kepemimpinan dan pola
hubungan antar pemimpinnya. Fungsi utama kepemimpinan terletak dalam
jenis khusus dari perwakilan.

Kepala madrasah adalah pemimpin tertinggi di sekolah. Pola


kepemimpinannya akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan
kemajuan sekolah. Oleh karena itu dalam pendidikan modern kepemimpinan
kepala seklah merupakan jabatan strategi dalam mencapai tujuan pendidikan.

Secara khusus kepemimpinan di madrasah mempunyai penekanan pada


pentingnya posisi kepemimpinan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas
madrasah. Dalam Islam kepemimpinan identik dengan istilah khalifah yang
berarti wakil. Pemakaian kata khalifah setelah Rasulullah SAW wafat
4

menyentuh juga maksud yang terkandung dalam perkataan amir (jamak


umara) atau penguasa.1

Keberhasilan kepala madrasah dalam melaksanakan tugasnya banyak


ditentukan oleh gaya kepemimpinan seorang kepala madrasah.
Kepemimpinan merupakan faktor yang paling penting dalam menunjang
tercapainya tujuan organisasi madrasah. Keberhasilan kepala madrasah dalam
mengelola kantor, mengelola sarana prasarana madrasah, membina guru, atau
mengelola kegiatan madrasah lainnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan
kepala madrasah. Apabila kepala madrasah mampu menggerakkan,
membimbing, dan mengarahkan anggota secara tepat, segala kegiatan yang
ada dalam organisasi sekolah akan bisa terlaksana secara efektif. Sebaliknya,
bila tidak bisa menggerakkan anggota secara efektif, tidak akan bisa
mencapai tujuan secara optimal. Untuk memperoleh gambaran yang jelas,
bagaimana peranan kepemimpinan dalam pengelolaan madrasah, maka perlu
diuraikan tentang konsep dasar kepemimpinan kepala madrasah.

II. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telaah dipaparkan di atas, maka
penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa itu kecerdasan emosional?
2. Apa itu pengendalian konflik?
3. Bagaimana kecerdasan emosional kepala madrasah dalam pengendalian
konflik di madrasah?

III. PEMBAHASAN

A. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional

1
Mulyasa, Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu,
Malang: Badan Litbang Diklat Kementrian Agama, 2010. hlm.18.
5

Menurut kamus lengkap psikologi, kecerdasan adalah


kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru
secara cepat dan efektif. 2
Sedangkan menurut istilah, emosi berasal dari kata “emotus atau
emovere” yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu,
misalnya emosi gembira mendorong untuk tertawa. Atau dengan
perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak
penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hampir
keseluruhan dari individu.3
“Kecerdasan emosi” atau emotional intelligence merujuk kepada
kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. 4
Kecerdasan emosional, menurut Salovey dan Mayer sebagaimana
dikutip oleh Daniel Goleman dalam bukunya yang diterjemahkan oleh
Alex Tri Kantjono Widodo adalah kemampuan memantau dan
mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan
perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.5
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosional ialah kemampuan seseorang dalam mengenali
dirinya sendiri dalam mengelola emosinya dalam hubungannya dengan
orang lain.

2. Komponen-komponen Kecerdasan Emosional


Menurut pendapat Daniel Goleman sebagaimana yang dikutip
oleh Deswita dalam bukunya mengklasifikasikan kecerdasan emosional
atas lima komponen penting, yaitu:

2
JP, Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hlm. 253.
3 4
Hasnadi, 2011. Perilaku Guru, dalam http://fuddinbatavia.com/ (Diakses tanggal 08
November 2017
4
Daniel Goleman, Working With Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosi Untuk
Mencapai Puncak Prestasi, terj. Alex Tri Kantjono Widodo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2001), hlm. 512.
5
Ibid., hlm. 513.
6

a. Mengenali Emosi Diri atau Kesadaran diri (knowing ones emotions-


self-awareness), Yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada
suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan
keputusan diri sendiri; memiliki tolak ukur yang realistis atas
kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.6 Self awareness
meliputi kemampuan (a) kesadaran emosi, mengenali emosi diri
sendiri dan efeknya, (b) penilaian diri secara teliti, mengetahui
kekuatan dan batas-batas diri sendiri, (c) percaya diri, keyakinan
tentang harga diri dan kemampuan sendiri. 7
b. Pengaturan Diri atau Mengelola Emosi (managing emotions), Yaitu
menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan
tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan
sebelum tercapainya suatu tujuan, serta mampu menetralisir tekanan
emosi.8 Pengaturan diri meliputi kemampuan (a) mengendalikan diri,
mengelola emosi dan desakan hati yang merusak, (b) sifat dapat
dipercaya, memelihara norma kejujuran dan integritas, (c) kehati-
hatian bertanggung jawab atas kinerja pribadi, (d) adaptabilitas
keluwesan dalam menghadapi perubahan, (e) inovasi, mudah
menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi-
informasi baru.9
c. Motivasi Diri (motivating oneself), Yaitu menggunakan hasrat yang
paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun manusia menuju
sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif
serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.10 Kecenderungan
emosi yang mengantar atau memudahkan pencapaian sasaran meliputi
(a) dorongan prestasi yaitu dorongan untuk menjadi lebih baik atau
memenuhi standar keberhasilan, (b) komitmen yaitu kemampuan
menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau lembaga, (c) inisiatif

6
Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.
170-171.
7
Mustaqim, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 154.
8
Desmita, Psikologi Perkembangan, hlm. 171.
9
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, hlm. 155.
10
Desmita, Psikologi Perkembangan, hlm. 171
7

yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan, (d) optimism yaitu


kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan
kegagalan.11
d. Mengenali Emosi Orang Lain (recognizing emotions in other) atau
Empati, Yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang
lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan
saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang banyak atau
masyarakat.12 Empati merupakan kesadaran terhadap perasaan,
kebutuhan dan kepentingan orang lain. Kemampuan ini meliputi
kemampuan (a) memahami orang lain yaitu mengindera perasaan dan
perspektif orang dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan
mereka, (b) mengembangkan orang lain yaitu merasakan kebutuhan
perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan
mereka, (c) orientasi pelayanan yaitu kemampuan mengantisipasi,
mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan orang lain, (d)
memanfaatkan keragaman yaitu kemampuan menumbuhkan peluang
melalui pergaulan dengan orang lain, (e) kesadaran politis yaitu
mampu mmbaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya
dengan kekuasaan.13
e. Membina Hubungan (handling relationships), Yaitu kemampuan
mengendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan
dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial,
berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam
hubungan antar manusia. Singkatnya, keterampilan sosial merupakan
seni mempengaruhi orang lain.14 Kepintaran dalam menggugah
tanggapan yang dikehendaki pada orang lain meliputi (a) pengaruh
yaitu melakukan taktik untuk melakukan persuasi,(b) komunikasi yaitu
mengirim pesan yang jelas dan menyakinkan, (c) manajemen konflik
meliputi kemampuan melakukan negosiasi dan pemecahan silang

11
Mustaqim, Psikologi Pendidikan hlm. 155-156.
12
Desmita, Psikologi Perkembangan, hlm. 171
13
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, hlm. 156.
14
Desmita, Psikologi Perkembangan, hlm. 172.
8

pendapat, (d) kepemimpinan yaitu membangkitkan inspirasi dalam


memandu kelompok dan orang lain, (e) katalisator perubahan yaitu
kemampuan memulai dan mengelola perubahan, (f) membangun
hubungan yaitu kemampuan menumbuhkan hubungan yang
bermanfaat, (g) kolaborasi dan kooperasi yaitu kemampuan
bekerjasama dengan rang lain demi tujuan bersama, (h) kemampuan
tim yaitu menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan
tujuan bersama.15
B. Pengendalian Konflik
1. Definisi Konflik
Ditnjau dari akar istilah konflik berasal dari kata con-figere
conficium yang artinya benturan menunjuk pada semua bentuk benturan,
tabrakan, ketidaksesuaian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan
interaksi-interaksi bersifat antagonis. Sementara menurut Miles
menjelaskan bahwa istilah konflik merujuk pada suatu kondisi dimana dua
kelompok tidak mampu mencapai tujuan-tujuan mereka secara simultan.
Dalam hal ini perbedaan dalam tujuan merupakan penyebab munculnya
konflik.16
Konflik diibaratkan “pedang bermata dua”, di satu sisi dapat
bermanfaat jika digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, di sisi
lain dapat merugikan dan mendatangkan malapetaka jika digunakan untuk
bertikai atau berkelahi. Demikian halnya dalam organisasi, meskipun
kehadiran konflik sering menimbulkan ketegangan, tetap diperlukan untuk
kemajuan dan perkembangan organisasi.17
Pembagian konflik berdasarkan manfaatnya, dikeompokkan
sebagai berikut:
a. Konflik fungsional
Konflik fungsional adalah suatu konfrontasi diantara kelompok yang
menmbahkan keuntungan kinerja. Pertentangan kelompok yang

15
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, hlm. 157.
16
Kartono, K., Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), hlm. 43
17
Mulyasa, Kepemimpinan Kepala Madrasah, hlm. 239.
9

fungsional dapat memberikan manfaat bagi peningkatan efektivitas dan


prestasi organisasi. Konflik ini tidak hanya membantu tetapi juga
meruapakan suatu kondisi yang diperlukan untuk menumbuhkan
kreatifitas. Kelompok yang anggotanya hiterogen menimbulkan adanya
suatu perbedaan pendapat yang menghasilkan solusi lebih baik dan
kreatif.
b. Konflik disfungsional
Adalah konfrontasi atau pertentangan antar kelompok yang merusak,
merugikan, dan menghalangi pencapaian tujuan organisasi. Sehubungan
dengan itu, setiap organisasi harus mampu menangani dan mengelola,
serta mengurangi konflik agar memberikan dampak positi, dan
meningkatkan prestasi, karena konflik yang tidak dikelola dengan baik
dapat menurunkan prestasi dan kinerja organisasi.
2. Penyebab Terjadinya Konflik
Konflik dapat terjadi karena setiap pihak atau salah satu pihak
merasa dirugikan, baik secara material maupun nonmaterial. Untuk
mencegahnya, harus dipelajari penyebabnya, antara lain sebagai berikut:
a. Perbedaan pendapat. Konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat
dan masing-masing merasa paling benar. Jika perbedaan pendapat ini
meruncing dan mencuat kepermukaan, maka dapat menimbulkan
ketegangan.
b. Salah paham. Konflik dapat terjadi karena salah paham
(misunderstanding), misalnya tidakan seseorang yang mungkin
tujuannya baik, tetapi dianggap merugikan oleh pihak lain.
Kesalahpahaman ini akan menimbulkan rasa kurang nyaman, kurang
simpati, dan kebencian.
c. Salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan. Konflik dapat terjadi
karena tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang
lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan. Pihak yang dirugikan
merasa kesal, kurang nyaman, kurang simpati atau benci. Perasaan-
perasaan ini dapat menimbulkan konflik yang mengakibatkan kerugian
baik secara materi, moral, maupun sosial.
10

d. Terlalu sensitif. Konflik terjadi karena terlalu sensitive, mungkin


tindakan seseorang adalah wajar, tetapi pihak lain terlalu sensitive maka
dianggap merugikan, dan menimbulkan konflik, walaupun secara eika
tindakan ini tidak termasuk perbuatan yang salah.
3. Penyelesaian Konflik
Bedasarkan kecenderungan proses alamiah dalam penyelesainya
konflik yang dikemukakan Thomas, dapat diidentifikasikan pendekatan
penyelesaian konflik sebagai berikut:18
a. Mempersatukan (integarting), merupakan salah satu pendekekatan
penyelesaian konflik melalui tukar menukar informasi dan keinginan
untuk mengamati perbedaan serta mencari solusi yang dapat diterima
oleh semua pihak.
b. Membantu (obliging), menetapkan nilai yang tinggi untuk orang lain
sementara dirinya sendiri dinilai rendah. Pendekatan ini juga dapat
dipakai secara sengaja untuk mengankat dan menghargai orang lain,
membuat mereka merasa lebih baik dan senang terhadap sesuatu.
Pendekata rela membantu berperan dalam menyempitkan perbedaan
antar kelompok dan mendorong mereka untuk mencari persamaan.
c. Mendominasi (dominating). Pendekatan ini menekankan pada diri
sendiri dan meremehkan kepentingan orang lain, sehingga kewajiban
bisa dikalahkan oleh keinginan pribadi. Pendekatan ini efektif
digunakan untuk menentukan keputusan secara cepat, dan jika
permasalahan tersebut kurang penting.
d. Menghindar (avoiding).pendekatan ini memiliki aspek negative seperti
menghindar dari persoalan. Kepala sekolah yang menggunakan
pendekatan ini akan lari dari peristiwa yang dihadapi, dan
meninggalkan pertarungan untuk mendapatkan hasil.
e. Mengadakan kompromi (compromising). Pendekatan ini memiliki
keseimbangan yang sedang dalam memperhatikan diri sendiri dan
orang lain, sebagai jalan tengah. Pendekatan ini bisa menjadi pemecah
perbedaan, sehingga kompromi hampir selalu dijadikan sarana oleh
18
Mulyasa, Kepemimpinan Kepala Madrasah, hlm. 249-251.
11

semua pihak yang bermaslah untuk memberikan jalan keluar atau


pemecahan masalah.
C. Manajemen Konflik dengan Pendekatan Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional (emotional quotiont) dapat diartikan sebagai
kemampuan merasakan dan memahami kepekaan emosi diri maupun emosi
orang lain pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi,
kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-
lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres
tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, mampu membaca dan memahami
perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, memelihara hubungan
baik, menyelesaikan konflik, serta mampu memimpin.19
Sungguhpun kecerdasan emosional sangat penting sebagai basis
manajemen konflik, tanggapan masyarakat terhadap kecerdasan emosional
(EQ) ini memang beragam, ada yang pro dan ada yang kontra. Hal ini
berbeda dengan tanggapan terhadap kecerdasan intelektual (IQ) yang sudah
diterima luas oleh masyarakat. Hal ini mungkin karena kecerdasan emosional
tidak memiliki aspek yang permanen karena emosi selalu berubah. Padahal,
kecerdasan emosional merupakan salah satu aspek yang menunjang
kepemimpinan, yang memungkinkan seorang pimpinan dapat mengambil
keputusan dengan tepat dan arif. Studi Rostiana & Ninawati menemukan
bahwa kecerdasan emosional  seorang pimpinan berkorelasi signifikan
dengan persepsinya terhadap proses pengambilan keputusan. Artinya,
semakin matang emosi yang dimiliki seorang pimpinan, maka semakin baik
pula persepsinya terhadap proses pengambilan keputusan, dan identifikasi
sebuah keputusan yang tepat bisa segera dilakukan.20
Waruwu & Endah juga menemukan bahwa “resiliensi”, yaitu
kemampuan emosional seseorang untuk bangkit kembali dari tekanan hidup,
belajar dan mencari element positif dari lingkungannya, untuk membantu
19
Secapramana, L.V.H. 1999.  Emotional Intelligence. Diakses dari:
http://secapramana.tripod.com/,tanggal 8 November 2017
20
Rostiana & Ninawati. 2003. Hubungan antara  Kecerdasan Emosional dengan
Persepsi Pimpinan terhadap Proses Pengambilan Keputusan.  Fakultas Psikologi Universitas
Tarumanegara. Diakses dari: http://www.psikologi.untar.com/psikologi/. 8 November 2017
12

kesuksesan proses beradaptasi dengan segala keadaan dan mengembangan


seluruh kemampuannya, walau berada dalam kondisi hidup tertekan, baik
secara eksternal atau internal, dapat dikembangkan melalui dukungan dari
faktor pelindung terutama penciptaan ikatan-ikatan sosial yang kokoh, yang
salah satu aspek terpenting adalah melalui dukungan kepemimpin yang
cerdas secara emosional.21
Agar kepala sekolah mampu menyelesaikan konflik dengan pendekatan
kecerdasan emosional, perlu memiliki kecakapan-kecakapan antara lain: (1)
berdiplomasi dan menggunakan taktik untuk menenangkan orang-orang yang
dalam kondisi tegang, (2) mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi konflik,
menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka, dan membantu
mendinginkan situasi, (3) menganjurkan debat dan diskusi secara terbuka, (4)
mengantar ke solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang
berkonflik.

IV. ANLISIS MATERI


Dari pemaparan materi kecerdasan emosional kepala madrasah dalam
pengendalian konflik di madrasah tentu saja perlu adanya kecerdasan
emosional yaitu kemampuan seseorang dalam mengenali dirinya sendiri
dalam mengelola emosinya dalam hubungannya dengan orang lain, yang
diperlukan setiap pemimpin bahkan semua organisasi beserta anggotanya.
Dalam kecerdasan emosional perlu untuk mengendalikan emosi dan
mengaturnya sehingga dapat memberikan dampak positif. Setiap organisasi
setiap individu pasti memiliki konflik yang disebabkan karena salah paham,
berbeda pendapat, ada yang merasa dirugikan dan lain sebagainya. Dari
permasalahan konflik kepala madrasah mampu menyelesaikan konflik
dengan pendekatan kecerdasan emosional,yaitu dapat berdiplomasi dan
menggunakan taktik untuk menenangkan orang-orang yang dalam kondisi
tegang mampu menengahi dalam konflik tersebut , selanjutnya dapat

21
Waruwu, F.E. & Endah, S.R. 2005. Gambaran Faktor Pelindung Resiliensi di Sekolah
Dasar: Studi Deskriptif terhadap ennam sekolah dasar negeri di Jakarta Pusat.. Fakultas Psikologi
Universitas Tarumanegara. Diakses dari: http://www.psikologi.untar.com/psikologi/. 8
November 2017
13

mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi konflik, menyelesaikan perbedaan


pendapat secara terbuka, dan membantu mendinginkan situasi, serta
menganjurkan debat dan diskusi secara terbuka, dan yang terakhir mengantar
ke solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang berkonflik.

V. KESIMPULAN
Kecerdasan emosional ialah kemampuan seseorang dalam mengenali
dirinya sendiri dalam mengelola emosinya dalam hubungannya dengan orang
lain.kecerdasan emosional memiliki lima indikator atau komponen penting yaitu;
(a) Mengenali Emosi Diri atau Kesadaran diri, (b) Pengaturan Diri atau
Mengelola Emosi, (c) Motivasi Diri, (d) Mengenali Emosi Orang Lain, dan (e)
Membina Hubungan.
Konflik diibaratkan “pedang bermata dua”, di satu sisi dapat bermanfaat
jika digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, di sisi lain dapat merugikan
dan mendatangkan malapetaka jika digunakan untuk bertikai atau berkelahi.
Berdasarkan manfaatnya konflik dibedakan menjadi dua yaitu fungsional dan
disfungsional.
Adapun penyebab terjadinya konflik diantaranya ialah: adanya perbedaan
pendapat, salah paham, salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan, dan terlalu
sensitif. Karena adanya penyebab, maka solusi atau pendekatan yang dapat
dilakukan dalam menyelesaikan masalah jika terjadi konflik diantaranya adalah;
mempersatukan, membantu, mendominasi, menghindar, dan mengadakan
kompromi.
Agar kepala sekolah mampu menyelesaikan konflik dengan pendekatan
kecerdasan emosional, perlu memiliki kecakapan-kecakapan antara lain: (1)
berdiplomasi dan menggunakan taktik untuk menenangkan orang-orang yang
dalam kondisi tegang, (2) mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi konflik,
menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka, dan membantu mendinginkan
situasi, (3) menganjurkan debat dan diskusi secara terbuka, (4) mengantar ke
solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang berkonflik.

VI. PENUTUP
14

Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.Penulis banyak
berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna
bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
15

DAFTAR PUSTAKA
Sumber:
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Goleman, Daniel. 2001. Working With Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosi
Untuk Mencapai Puncak Prestasi, terj. Alex Tri Kantjono Widodo.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kartono, K. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Mulyasa. 2010. Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Mengembangkan
Budaya Mutu. Malang: Badan Litbang Diklat Kementrian Agama
Mustaqim. 2001. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumber Lain:
Hasnadi, 2011. Perilaku Guru, dalam http://fuddinbatavia.com/ (Diakses tanggal
08 November 2017
Rostiana & Ninawati. 2003. Hubungan antara  Kecerdasan Emosional dengan
Persepsi Pimpinan terhadap Proses Pengambilan Keputusan.  Fakultas
Psikologi Universitas Tarumanegara. Diakses dari:
http://www.psikologi.untar.com/psikologi/. 8 November 2017
Secapramana, L.V.H. 1999.  Emotional Intelligence. Diakses dari:
http://secapramana.tripod.com/,tanggal 8 November 2017
Waruwu, F.E. & Endah, S.R. 2005. Gambaran Faktor Pelindung Resiliensi di
Sekolah Dasar: Studi Deskriptif terhadap ennam sekolah dasar negeri
di Jakarta Pusat.. Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara.
Diakses dari: http://www.psikologi.untar.com/psikologi/. 8 November
2017

13

Anda mungkin juga menyukai