Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu penyakit kronis yang

memerlukan penatalaksanaan jangka panjang. DM ditandai dengan

hiperglikemia yang dapat mengakibatkan gangguan organ tubuh seperti mata,

jantung, dan ginjal. Penatalaksanaan DM dilakukan melalui Empat Pilar

Pengelolaan DM, yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, edukasi. dan obat

berkhasiat hipoglikemik. Di samping terapi medis, saat ini telah berkembang

terapi komplementer untuk membantu mengatasi permasalahan kesehatan

pasien (Conn, Hollister, & Arnold, 2015).

Terapi komplementer adalah terapi yang sifatnya melengkapi terapi medis

dan telah terbukti manfaatnya. Salah satu terapi komplementer yang

diklasifikasikan oleh National Center of Com-plementary and Alternative

medicine (NCCAM) sebagai terapi “energy medicine” adalah Reiki. Terapi

Reiki menggunakan energi vital sebagai penyembuhan. Pada pasien DM,

energi akan disalurkan oleh tangan praktisi Reiki melalui cakra (pintu gerbang

masuk dan keluarnya energi) mahkota, solar pleksus, dan seks. Cakra mahkota

berada di kepala (ubun-ubun), solar pleksus di area ulu hati, dan cakra seks di

sekitar dasar punggung/ perineum yang akan membawa penyembuhan

(McKenzie, 2016).
Penyembuhan terjadi melalui suatu proses dimana energi menstimulasi

sel-sel dan jaringan yang rusak untuk kembali pada fungsinya yang normal

dan kadar glukosa darah menjadi normal termasuk menurunkan resistensi

insulin pada pasien DM. Relaksasi dan meditasi dalam terapi Reiki juga

menyebabkan sistem saraf simpatis diinhibisi sehingga menghambat sekresi

norepineprin. Inhibisi norepineprin menyebabkan frekuensi jantung,

pernafasan, dan glukosa darah menurun. Selain itu hipofisis anterior juga

diinhibisi sehingga ACTH yang mensekresi hormon stres seperti kortisol

menurun sehingga proses glukoneogenesis, serta katabolisme protein dan

lemak yang berperan dalam peningkatan glukosa darah juga menurun. Karena

manfaatnya, reiki mulai mengalami perkembangan(Guyton, 2016).

Reiki berkembang pesat di luar negeri. Reiki mulai diminati oleh perawat,

dokterdan ahli rehabilitasi. Mereka mengkombinasikan Reiki dengan terapi

medis dalam menyembuhkan pasien. Tercatat hingga akhir 2018 kurang lebih

100 rumah sakit dan klinik-klinik di Amerika Serikat telah menawarkan Reiki

kepada pasien-pasiennya.Reiki baru dikenal di Indonesia pada tahun 1990-an.

Sejak saat itu klinik-klinik Reiki mulai dibuka untuk melayani masyarakat

yang mengalami permasalahan kesehatan. Namun, tidak ada laporan bahwa

rumah sakit telah menyediakan fasilitas terapi ini sebagai terapi pelengkap

dari terapimedis (Ishaq, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian oleh Arlina (2021) tentang Pengaruh Terapi

Reiki Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Lansia

Penderita Diabetes Melitus Di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang


Tahun 2017, didapatkan ada pengaruh terapi reiki terhadap penurunan kadar

glukosa darah sewaktu pada lansia penderita diabetes melitus. Berdasarkan

uraian diatas dapat dirumuskan masalah keperawatan “PengaruhTerapi Reiki

Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus”

1.2. Tujuan

Untuk menganalisis jurnal tentang pengaruh terapi reiki terhadap penurunan

kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus.

1.3. Manfaat

1.3.1. Manfaat Praktis

1. Bagi program Studi Ners

Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan materi, teori dan

bahan bacaan tentang pengaruh terapi reiki terhadap penurunan kadar glukosa

darah pada penderita diabetes melitus.

2. Bagi Perawat

Dapat memberikan suatu alternatif untuk dapat dijadikan sebagai bahan

masukan bagi perawat dalam melakukan intervensi.

3. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi bahan masukan bagi rumah sakit

dalam melaksanakan penatalaksanaan mengenai intervensi pengaruh terapi reiki

terhadap penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus.


4. Bagi Pasien

Diharapkan analisis jurnal ini dapat menambah informasi bagi pasien dalam

memilih terapi pelengkap yang berkaitan dengan penurunan kadar gula darah

secara non farmakologis.

1.3.2. Manfaat Teoritis

1. Diharapkan analisis jurnal ini dapat memberikan suatu pengetahuan

tentangpengaruh terapi reiki terhadap penurunan kadar glukosa darah pada

penderita diabetes melitus.

2. Diharapkan bisa menjadi konstribusi yang baik bagi dunia ilmu

pengetahuanpada umumnya dan juga bisa memberikan ilmu khusus bagi

keperawatan.
BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORI

2.1. Metode Pencarian

Analisis jurnal dilakukan dengan mengumpulkan artikel hasil publikasi

ilmiah tahun 2016 – 2021 dengan penelusuran menggunakan data based

Google scholar, Ebsco. Strategi pencarian literature penelitian yang relevan

untuk analisis jurnal dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Penelusuran melalui kata kunci pada tanggal 19


Oktober 2021. Pada database google scholar dan
ebsco

Hasil:
Google Schoolar: 5
Ebsco : 1

Screening: Jumlah jurnal yang sesuai dengan kriteria


sampel jurnal: 6

Kata Kunci:
Reiki, Diabetes Mellitus, Terapias Complementarias dan
Energy therapies
Kata Kunci Google Scholar Ebsco
Reiki, Diabetes Mellitus, Terapias 30 74
Complementarias dan Energy therapies

Berdasarkan hasil pencarian menggunakan database google schoolar dan

ebsco dengan rentang tahun 2016 – 2021 dengan menggunakan kata kunci ( reiki,

diabetes mellitus, terapias complementarias dan energy terapies ) didapatkan

jurnal sebanyak 30 melalui database google schoolar dan sebanyak 74 melalui

database ebsco. Setelah dilakukan screening jumlah jurnal yang sesuai dengan

kriteria sampel maka didapatkan 5 jurnal dari database google schoolar dan 1

jurnal dari database ebsco.

2.1. Konsep Tentang Tinjauan Teoritis

2.1.1. Diabetes Mellitus

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes adalah penyakit serius kronis yang terjadi baik ketika pankreas

tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah,

atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan

insulin yang dihasilkan (World Health Organization, 2016). Diabetes

melitus adalah kondisi kronis yang terjadi ketika ada peningkatan kadar

glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat menghasilkan atau cukup

hormon insulin atau menggunakan insulin secara efektif (International

Diabetes Federation, 2017)


2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi DM menurut Tandra (2017) yaitu :

A. Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM

DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas

karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau

tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level

protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi

sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah

ketoasidosis.

B. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes

Mellitus/NIDDM.

Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin

tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena

terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan

insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan

perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh

karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak

aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan

mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat

mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa

bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas

akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset

DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya


asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan

mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM

tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi. Sekitar 90-

95% penderita DM adalah tipe 2, DM tipe 2 ini adalah jenis

paling sering dijumpai. Biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun,

tetapi bisa pula timbul pada usia diatas 20 tahun.

C. Diabetes Melitus Tipe Lain

DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek

genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit

eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik,

infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.

D. Diabetes Melitus Gestasional

DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi

glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya

pada trimester kedua danketiga. DM gestasional berhubungan

dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM

gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang

menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.

3. Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Peningkatan jumlah penderita DM sebagian besar DM tipe 2,

berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko yang

dapat diubah dan faktor lain. bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko

yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga DM (first degree


relative), umur >45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi berat badan

lahir bayi >4000 gram atau < 2500gram, riwayat pernah menderita DM

gestasional. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas

berdasarkan IMT >25kg/m2 atau lingkar perut >80 cm untuk wanita, >90

cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan

diet tidak sehat.

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita

Polycystic Ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolik

memiliki riwatyat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), memiliki riwayat

penyakit kardiovaskuler seperti stroke, Penyakit Jantung Koroner (PJK),

Peripheral Arterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol, faktor stres,

kebiasaan merokok, jenis kelamin, konsumsi kopi dan kafein (Kahn, et al,

2015).

4. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang

berperan yaitu : resistensi insulin dan disfungsi sel P pankreas. DM tipe 2

bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel-sel

sasaran insulin gagal atautidak mampu merespon insulin secara normal.

Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya

aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat

juga terjadi produksi glukosa hepatik berlebihan namun tidak terjadi

pengerusakan sel- sel β langerhans secara auto imun. Defisiensi fungsi

insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut
Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel β menunjukan gangguan

pada sekresi insulin fase pertama, pada perkembangan selanjutnya akan

terjadi kerusakan sel-sel β pankreas. Kerusakan sel-sel β pankreas akan

terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,

sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita

DM tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu

resistensi insulin dan defisiensi insulin (D’Adamo & Caprio, 2018).

5. Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa

secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil

pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa

darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas

dasar adanya glukosuria.Berbagai keluhan dapat ditemukan pada

penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat

keluhan seperti (Perkeni, 2015):

A. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

B. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.


6. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus

Gejala diabetes pada setiap penderita tidak selalu sama. Ada macam-

macamgejala diabetes, ada yang termasuk “gejala klasik” yaitu gejala khas

diabetes, dan yang tidak termasuk kelompok itu. Gejala Klasik yang

ditunjukkan meliputi: banyak makan (polifagia), banyak minum

(polidipsia), banyak kencing (poliuria), berat badan turun dan menjadi

kurus . Beberapa keluhan dan gejala klasik pada penderita DM tipe yaitu

(Kariadi, 2009) :

A. Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah

Penurunan berat badan ini disebabkan karena penderita kehilangan

cadangan lemak dan protein digunakan sebagai sumber energi

untuk menghasilkan tenaga akibat dan kekurangan glukosa yang

masuk ke dalam sel.

B. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)

Kadar glukosa darah yang tinggi, jika kadar gula darah melebihi

nilai ambang ginjal (> 180 mg/dl) gula akan keluar bersama urine,

untuk menjaga agar urine yang keluar yang mengandung gula itu

tidak terlalu pekat, tubuh akan menarikair sebanyak mungkin

kedalam urine sehinga volume urine yang keluar banyak dan

kencingpun menjadi sering terutama pada malam hari.

C. Polidipsi (peningkatan rasa haus)

Peningkatan rasa haus sering dialami oleh penderita karena

banyaknya cairan yang keluar melalui sekresi urin lalu akan


berakibat pada terjadinya dehidrasi intrasel sehingga merangsang

pengeluaran Anti Diuretik Hormone (ADH) dan menimbulkan rasa

haus.

D. Polifagia (peningkatan rasa lapar)

Pada pasien DM, pamasukan gula dalam sel-sel tubuh berkurang

sehingga energi yang dibentuk kurung. Inilah sebabnya orang

merasa kurang tenaga dengan demikian otak juga berfikir bahwa

kurang energi itu karena kurang makan, maka tubuh berusaha

meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar.

Kalori yang dihasilkan dari makanan setelah dimetabolisasikan

menjadi glukosa dalam darah, tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan

sehingga penderita selalu merasa lapar.

7. Komplikasi Diabetes Mellitus

DM yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi

akut dankronis. DM merupakan penyakit metabolik yang tidak dapat

disembuhkan, oleh karena itu kontrol terhadap kadar gula darah sangat

diperlukan untuk mencegah komplikasi baik komplikasi akut maupun

kronis. Lamanya pasien menderita DM dikaitkan dengan komplikasi akut

maupun kronis. Hal ini didasarkan pada hipotesis metabolik, yaitu

terjadinya komplikasi kronik DM adalah sebagai akibat kelainan

metabolik yang ditemui pada pasien DM (Waspadji, 2019).

Semakin lama pasien menderita DM dengan kondisihiperglikemia, maka

semakin tinggi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi kronik. Kelainan


vaskuler sebagai manifestasi patologis DM dari pada sebagai penyulit

karena erat hubungannya dengan kadar glukosa darah yang abnormal,

sedangkan untuk mudahnya terjadinya infeksi seperti tuberkolosis atau

gangrene diabetic lebih sebagai komplikasi (Waspadji, 2019).

Menurut (Ernawati, 2015) komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua

kategori, yaitu:

A. Komplikasi akut

Gangguan keseimbangan kadar gula darah dalam jangka waktu

pendek meliputi hipoglikemi, ketoasidosis diabeteik dan

syndrome HHNK (Koma hiperglikemik hiperosomolar

nonketotik) atau hyperosmolar nonketotik (HONK).

a) Hipoglikemi

Hipoglikemi merupakan keadaan gawat darurat yang

dapat terjadi pada perjalanan penyakit DM. glukosa

merupakan bahan bakar utama untuk melakukan

metabolisme di otak. Sehingga kadar glukosa darah harus

selalu dipertahankan diatas kadar kritis, merupakan salah

satu fungsi penting sistem pengatur glukosa darah.

Hipoglikemi merupakan keadaan dimana kadar gula darah

abnormal yang rendah yaitu dibawah 50 hingga 60 mg/ dl

(2,7 hingga 3,3 mmol/ L). Seorang juga dikatan

hipoglikemi jika kadar glukosa darah < 80 mg/ dl dengan

gejala klinis.
b) Ketoasidosis diabetik (KAD)

KAD adalah keadaaan dekompensasi kekacauan

metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis

dan ketosis, terutama disebebkan olehdefisiensi insulin

absolut atau relative. Keadaan komplikasi akut ini

memerlukan penanganan yang tepat karena merupakan

ancaman kematian bagi penderita diabetes.

B. Komplikasi Kronis

a) Penyakit arteri koroner

Penyakit arteri koroner yang menyebabkan penyakit

jantung koroner merupakan salah satu komplikasi

makrovaskuler yang sering terjadi pada penderita DM tipe

1 maupun DM tipe 2. Proses terjadinya penyekit jantung

koroner pada penderita DM disebabkan oleh kontrol

glukosa darah yang buruk dalam waktu yang lama yang

disertai dengan hipertensi, resistensi insulin,

hiperinsulinemia, hiperamilinemia, dislipedemia,

gangguan sistem koagulasi dan hiperhormosisteinemia.

b) Penyakit serebrovaskuler

Penyakit serebrovaskuler pasien DM memiliki kesamaan

dengan pasien non DM, namun pasien DM memiliki

kemungkinan dua kali lipat mengalami penyakit

kardiovaskuler. Pasien yang mengalami perubahan


aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau

pembentukan emboli ditempat lain dalam sistem

pembuluh darah sering terbawa aliran darah dan

terkadang terjepit dalam pembuluh darah serebral.

Keadaan ini dapat mengekibatkan serangan iskemia

sesaaat Transient Ischemic Attack (TIA)

c) Penyakit vaskuler perifer

Pasien DM beresiko mengalami penyakit oklusif arteri

perifer dua hingga tiga kali lipat diabandingkan pasien

non DM. hal ini disebabkan pasien DMcenderung

mengalami perubahan aterosklerotik dalam pembuluh

darah besar pada ekstermitas bawah. Pasien dengan

gangguan pada vaskuler perifer akan mengalami

berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio

intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan).

Penyakit oklusif arteri yang parah pada ekstermitas bawah

merupakan penyebeb utama terjadinya ganggren yang

dapat berakibat amputasi pada pasien DM.

d) Retinopati diabetik

Retinopati diabetik merupakan kelainan patologis mata

yang disebabkan perubahan dalam pembuluh darah kecil

pada retina mata, keadaan hiperglikemia yang


berlangsung lama merupakan faktor risiko utama

terjadinya retinopati diabetik.

e) Komplikasi oftalmologi yang lain

Katarak, peningkatan opasitas lensa mata pada penderita

DM sehingga katarak terjadi pada usia lebih muda

dibandingkan pasien non DM, dan perubahan lensa mata

mengalami perkembangan ketika kadar gula darah naik.

f) Nefropati

Merupakan sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai

dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) minimal

dua kali pemeriksaan dalam waktu tiga hingga enam

bulan.

g) Neuropati diabetes

Adalah gangguan klinis maupun sublkinis yang terjadi

pada penderita DM tanpa penyebab neuropati perifer yang

lain

8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Langkah-langkah penatalaksaan diabetes melitus dimulai dari intervensi

farmakologis sampai dengan intervensi non farmakologis (Irawan, 2015) :

A. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan

Glinid.

B. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan

Tiazolidindion (TZD).
C. Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa.

D. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

E. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter)

F. Terapi Nutrisi Medis (TNM). Penyandang DM perlu diberikan

penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis

dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat

penurun glukosa darah atau insulin.

G. Latihan Jasmani. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani

secara teratur (3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit ,

dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak

lebih dari 2 hari berturutturut). Latihan jasmani yang dianjurkan

berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas

sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal

dihitung dengan cara = 220-usia pasien.

H. Terapi Reiki. Terapi Reiki adalah gabungan konsep rawatan sains

tenaga dan spriritual. Terapi ini mengakses energi alam semesta

yang bersifat Ilahi untuk dipergunakan bagi kesehatan fisik,

psikis, mental dan spiritual. Mengakses reiki hanya membutuhkan

niat, santai (rileks) dan tawakal (pasrah) kepada ilahi.

2.1.2 Terapi Reiki


1. Definisi Reiki

Reiki berasal dari bahasa Jepang. ”Rei”berarti alam semesta atau Ilahi,

dan “Ki” berarti energi vital. Secara etimologi Reiki berarti energi vital

yang berasal dari alam semesta atau disingkat energi alam semesta, energi

Ilahi, atau energi kehidupan yang mampu menyembuhkan. Kemampuan

penyembuhan diperoleh dengan proses penyelarasan energi terhadap

sumber energi alam semesta atau inisiasi yang dilakukan oleh Reiki

Master. Waktu yang diperlukan untuk proses ini relatif sangat singkat.

Untuk penyelarasan energi diperlukan waktu hanya beberapa menit dan

untuk latihan penggunaan energi inipun hanya beberapa menit saja, tidak

lebih dari 20 menit (McKenzie, 2016).

2. Lapangan Energi

Secara waskita tubuh terdiri dari tubuh fisik dan tubuh eterik. Tubuh

fisik atau tubuh jasmani dapat dilihat dan diraba, tetapi tubuh eterik

merupakan tubuh energi bercahaya, tidak tampak dan tidak dapat diraba,

yang dapat memancar keluar setebal empat sampai lima inci. Hal ini

mungkin masih sulit dipahami, tetapi dengan hasil penelitian yang

dihubungkan dengan pengetahuan dari beberapa ahli, lapangan energi ini

dapat dijelaskansebagai setiap materi atau benda terdiri dari partikel-

partikel kecil yang disebut atom. Atom terdiri dari elektron yang

bermuatan negatif dan proton yang bermuatan positif. Proton dan elektron

adalah magnet. Proton akan bergerak mengelilingi inti, sedangkan elektron

bergerak mengelilingi proton. Lapangan tempat atom bergerak disebut


lapangan energi atau medan magnet. Lapangan energi bercahaya ini

disebut aura. Dengan kata lain aura adalah lapangan energi bercahaya

karena mengeluarkan gelombang elektromagnetik yang mengelilingi

setiap materi (Sjahdeini, 2015).

3. Hubungan Cakra dengan Sistem Endokrin

Kata “Chakra” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “lingkaran”.

Setiap cakra utama mempunyai pangkal di jalur sushuma (jalur utama

energi tubuh). Cakra merupakan simpul energi atau merupakan pintu

gerbang tempat masuknya energi ke dalam tubuh. Dari sini energi akan

didistribusikan dari organ tubuh yang satu ke organ yang lain. Ada 7

cakra utama pada tubuh manusia dan hubungannya dengan sistem

endokrin yaitu: cakra mahkota, ajna, tenggorokan, jantung, solar plexus,

seks, dan cakra dasar (Effendi, 2017).

Hubungan antara sistem endokrin dan cakra didasarkan pada

pemahaman bahwa tubuh terdiri dari tubuh fisik dan tubuh eterik. Sistem

endokrin pembawa energi bagi cakra begitu pula sebaliknya. Tubuh eterik

bergetar dengan frekuensi lebih tinggi dibandingkan tubuh fisik. Hal ini

menyebabkan ketidakseimbangan energi dalam tubuh dan menimbulkan

suatu penyakit.Masing-masing kelenjar endokrin menghasilkan hormon

untuk mengendalikan proses pertumbuhan, metabolisme, fungsi respon

tubuh, dan seksual. Tiga cakra utama yang berhubungan dengan DM,

yaitu cakra mahkota, solar pleksus, dan seks. Pada cakra mahkota

terdapat kelenjar utama endokrin yaitu pituitari yang mengendalikan


seluruh kelenjar endokrin, salah satunya adalah kelenjar adrenal (pada

area cakra solar pleksus dan seks). Kelenjar pituitari anterior

menghasilkan hormon yang berperan mengatur fungsi metabolisme

tubuh. Hormon-hormon yang berhubungan dengan diabetes melitus

antara lain adrenokorticoid hormone (ACTH). ACTH mengatur sekresi

beberapa hormon di kortek adrenal, yang selanjutnya mempengaruhi

metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak (Guyton, 2016).

Cakra solar pleksus pada tubuh fisik terdapat kelenjar pankreas

penghasil insulin dan glukagon. Fungsi hormon ini saling bertolak

belakang. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka hormon insulin

diproduksi untuk membantu digunakanya glukosa darah oleh sel-sel

tubuh. Tetapi karena reseptor sel tubuh mengalami resisten

mengakibatkan glukosa tidak dapat dimanfaatkan sel tubuh dan akibatnya

kadar glukosa darah meningkat (McKenzie, 2016).

4. Cara Kerja Reiki dalam Penyembuhan Penyakit

Kita hidup karena ada energi kehidupan yang mengalir kedalam tubuh.

Energi kehidupan memelihara sel-sel dan organ tubuh sehingga tetap

berfungsi dengan baik. Ketika aliran energi kehidupan rusak maka fungsi

salah satu organ tubuh menurun. Energi kehidupan rusak apabila ada

perasaan atau pemikiran negatif tentang diri kita dan hal menimbulkan

suatu penyakit (Rand & Soetrisno, 2019).

Penyelarasan energi kehidupan sangat diperlukan pada tubuh yang

sakit. Penyaluran energi ini sangat mudah dilakukan yaitu melalui telapak
tangan praktisi Reiki yang diarahkan tepat diatas cakra atau 5 cm

diatasnya. Baik sentuhan secara langsung atau tidak, jauh maupun dekat

tidak mempengaruhi kualitas energi yang mengalir dalam tubuh. Praktisi

tidak memerlukan usaha dalam menyalurkan energi vital, ia hanya perlu

”niat” untuk mempergunakan energi kehidupan sebagai energi positif

untuk membersihkan dan menyembuhkan penyakit serta menyerahkan

kesembuhan seseorang pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Praktisi hanya

sebagai perantara untuk penyaluran energi, sehingga praktisi tidak boleh

menjanjikan bahwa penyakitnya pasti sembuh dengan terapi Reiki ini

(Soegoro, 2015).

Praktisi dan pasien harus rileks, santai, pasrah dan tidak memaksakan

keinginan untuk sembuh, maka energi akan bekerja lebih dahsyat.

Relaksasi dan meditasi Reiki dapat dilakukan hingga benar-benar merasa

santai. Relaksasi menyebabkan sistem saraf simpatis diinhibisi sehingga

menghambatsekresi norepineprin. Frekuensi jantung, pernafasan dan

glukosa darah menurun. Selain itu hipofisis anterior juga diinhibisi

sehingga ACTH yang mensekresi kortisol menurun sehingga proses

glukoneogenesis, katabolisme protein dan lemak yang berperan dalam

peningkatan glukosa darah juga menurun. Relaksasi yang dipadukan

dengan meditasi menyebabkan seseorang mampu melepaskan diri dari

belenggu beban pikiran, menghilangkan sifat pemarah, hidup lebih

santai(Soegoro, 2015).
Pada kondisi rileks, energi akan mengalir maksimal masuk tubuh dan

menstimulasi organ-organ tubuh agar terjadi keseimbangan. Energi Reiki

merupakan energi yang cerdas, ”smart” dan halus. Ia masuk ke tubuh dan

mencari sendiri sumber penyakitnya. Penyembuhan terjadi melalui suatu

proses menstimulasi sel-sel dan jaringan yang rusak untuk kembali pada

fungsinya yang normal (Snyder & Lindquist, 2017)

Waktu yang diperlukan untuk tiap kali terapi ± 30-60 menit. Lama

terapi untuk kesembuhan penyakit bervariasi, dapat beberapa jam, hari,

minggu, bahkan bulan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor,

kepasrahan, keparahan penyakit, dan energi reiki tidak dapat dipaksakan

menyembuhkan organ-organ tubuh tertentu, ia akan mencari sendiri mana

organ tubuh yang harus disembuhkan dahulu. Posisi pasien selama terapi

dapat duduk atau posisi tidur(McKenzie, 2016).

Selama terapi Reiki seringkali individu merasakan sensasi aliran energi

Reiki. Sensasi tersebut seperti perasaan panas, dingin, berdenyut,

gemetar, terasa berat atau sama sekali tidak merasakan sensasiDisamping

sensasi energi, setiap individu akan memberikan respon yang berbeda

saat terapi. Ada yang benar-benar rileks, adapula yang menunjukkan

reaksi seperti tertawa terbahak-bahak, menangis tersedu-sedu, marah-

marah. Reaksi ini terjadi karena seseorang berusaha mengeluarkan emosi

yang terpendam di alam bawah sadarnya (Sjahdeini, 2015).

5. Tingkatan dalam Reiki


1) Reiki tingkat I. Praktisi Reiki tingkat I telah mampu menyalurkan

energi untuk penyembuhan diri sendiri maupun orang lain secara

langsung.

2) Reiki tingkat II. Kemampuan praktisi Reiki meningkat. Mampu

menyalurkan energi dari jarak jauh (distant healing).

3) Reiki tingkat III. Reiki tingkat III melatih untuk menjadi Reiki Master

yang benar-benar mahir melakukan penyembuhan secara serentak

pada sekelompok orang, secara langsung maupun dari jarak jauh, dan

melalui pemrograman dapat menyalurkan energi untuk beberapa hari

lamanya (Sjahdeini 2015).

6. Jenis Penyembuhan Reiki

Ada beberapa jenis penyembuhan Reiki antara lain(Soegoro, 2015):

a) Self healing (penyembuhan diri sendiri). Self healing dilakukan

dengan menempelkan telapak tangan praktisi sendiri ke bagian tubuh

mulai kepala hingga kaki yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan

dan stamina tubuh sehingga tetap segar setiap saat.

b) Healing others (penyembuhan orang lain). Penyembuhan orang lain

tidak jauh berbeda dengan self healing. Posisi tangan pada self healing

juga merupakan posisi tangan untuk penyembuhan orang lain.

c) Group healing (penyembuhan berkelompok). Penyembuhan

berkelompok biasanya dilakukan di klinik Reiki atau tempat khusus

yang melayani masyarakat untuk penyembuhan. Dalam suatu sesi


penyembuhan beberapa praktisi Reiki bersama-sama menangani satu

pasien.

d) Distant healing (penyembuhan jarak jauh). Kegiatan penyembuhan

dilakukan tanpa kehadiran langsung pasien dihadapan praktisi. Simbol

penyembuhan Reiki dari jarak jauh adalah Hon Sha Ze Sho Nen dapat

digunakan. Simbol ini memiliki arti no past, no present, no future

(tidak ada masa lalu, tidak ada masa sekarang, dan tidak ada masa

depan). Jarak dan waktu tidak menjadi masalah ketika menggunakan

simbol ini. Kirimkan energi Reiki tanpa batas kemanapun juga, karena

energi Reiki tersebut akan pergi ketempat yang dibutuhkan. Ketika

melakukan penyembuhan jarak jauh, energi akan bekerja pada tubuh

penerima.

7. Prinsip-prinsip Spiritual Reiki

Lima prinsip spiritual Reiki dijadikan pedoman untuk membantu seseorang

memikul tanggung jawab dalam setiap situasi hidup mereka. Membaca ulang

dan mencoba menghayati prinsip-prinsip ini memberikan pengaruh yang positif

pada kehidupan(Rand & Soetrisno, 2019).

8. Manfaat Energi Reiki

Menurut National Centers for Complementary and Alternative Medicine

(2017) Reiki bermanfaat tidak hanya untuk mahluk hidup seperti manusia,

tumbuh-tumbuhan, dan hewan tetapi juga benda mati:


a) Manfaat Energi Reiki terhadap Mahluk Hidup

Manfaat secara fisik. Reiki bermanfaat untuk mengurangi pengaruh

anesthesia, meminimalkan efek samping kemoterapi dan radiasi untuk

kanker, menurunkan laju denyut jantung, meningkatkan sistem imunitas,

meningkatkan pengobatan, mempercepat penyembuhan dan mengurangi

efek samping pengobatan. Selain itu berdasarkan penelitian, Reiki juga

bermanfaat untuk mengatasi nyeri kronis, mempercepat penyembuhan

luka, meningkatkan kadar hemoglobin .Secara psikis/ emosional. Reiki

membantu menyeimbangkan emosi akibat pengaruh dari peristiwa-

peristiwa hidup yang negatif maupun positif. Gembira, kesedihan, rasa

tertekan tertimbun di alam bawah sadar dan bila keluar dari situasi ini

seringkali seseorang tiba-tiba menangis, tertawa. Kondisi ini perlu

diselaraskan. Berdasarkan dari hasil penelitian Reiki bermanfaat untuk

mengatasi masalah mental, depresi, meningkatkan perasaan sejahtera,

perasaan damai pada pasien dalam sakaratul maut, menurunkan tingkat

kecemasan dan mengurangi stres

b) Manfaat Energi Reiki terhadap Benda Mati

Dalam dunia materialisme ilmiah, banyak orang merasa sulit untuk

percaya bahwa Reiki dapat digunakan untuk benda mati baik yang

bergerak maupun tidak bergerak, misalnya mengurangi efek samping

obat-obatan, memberi perlindungan rumah dari kejahatan, atau bila ada

masalah pada komputer, terapi Reiki dapat digunakan. Hal ini dilakukan

dengan mengingat segala sesuatu di alam semesta ini diciptakan dari


energi dan yang kita lakukan adalah memberikan energi di tempat yang

kekurangan energi atau tidak seimbang.

9. Perkembangan Reiki di Dunia Keperawatan

Reiki sama halnya dengan Touch Therapi. Terapi ini telah dimasukan dalam

intervensi keperawatan untuk mengatasi “gangguan medan energi” yang diakui

oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). Diagnosa

keperawatan yang muncul karena gangguan medan energi antara lain nyeri dan

anxietas. Masalah keperawatan ini diatasi dengan menyelaraskan medan energi.

Terapi Reiki di lingkungan keperawatan hanya dapat dilakukan oleh perawat

yang memiliki keahlian karena terapi ini memerlukan instruksi dan praktik

khusus. Namun Reiki mudah dipelajari dan dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa

melihat latar belakang pendidikan. Perawat mempunyai peluang besar untuk

menggunakan Reiki. Sebagian besar waktu perawat ”bersentuhan” dengan

pasien. Salah satu bentuk pelayanan keperawatan mandiri yang dapat ditawarkan

pada pasien adalah terapi Reiki (Wilkinson, 2017).


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

NO. AUTHOR JUDUL TAHUN METODE HASIL


1. Zakinah Pengaruh Terapi Reiki 2021 Desain penelitian Pre Hasil penelitian uji statistik diperoleh
Arlinadan Terhadap Penurunan Kadar Experimental dengan nilai p sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai
Riawati Glukosa Darah Sewaktu Pada pendekatan One group pre ɑ=0.05 sehingga Ho diterima dan Ha
Lansia Penderita Diabetes test-post test design. ditolak, berarti dapat disimpulkan bahwa
Melitus Di Panti Sosial Tresna Sejumlah 16 sampel ada pengaruh terapi reiki terhadap
Werdha Teratai Palembang dipilih dengan teknik penurunan kadar glukosa darah sewaktu
Tahun 2017 purposive sampling. pada lansia penderita diabetes melitus.
Terapi dilakukan selama
empat belas hari.
2. Aprilia Susanti, Efektifitas Penggunaan Metode 2019 Desain yang digunakan Hasil yang didapatkan ada perbedaan
Dyah Rohmawati Smart Energy (REIKI)Sebagai dalam penelitian yang signifikan antarapemeriksaan kadar
dan Amik Alternatif inimenggunakan metode gula darah sebelum dan sesudah terapi
Muladi. PreventifHyperglikemiaPasien pra-eksperimental dengan Reiki. Nilai rata-rata kadargula darah
Diabetes Melitus Tipe 2. desain satu kelompok sebelum terapi adalah 294 mg / dl
pretest-posttest(sebelum sedangkan setelah 30 hari terapi
dan sesudah) pendekatan. 266.635mg / dl sehingga diketahui ada
Setiap subjek penelitian pengaruh efektif dari "Energi Cerdas"
menjadi kontrol terhadap Metode Reiki sebagai
dirinya sendiri. Penelitian alternatifpencegahan untuk mengurangi
ini dilakukan di DM kadar gula darah pada pasien DM.
Rehab Club. Pengambilan
sampel darahserta
melaksanakan terapi dan
evaluasi dilakukan pada
hari yang sama. Durasi
terapiadalah ± 20-30 menit
dan dilakukan selama 30
hari dengan 2 metode yaitu
terapilangsung.
Pelaksanaanterapi Reiki
dibantu oleh terapis Reiki
bersertifikat.
3. Ulviye Ozcan Reiki and Diabetes 2017 Pendekatan terpadu di Hasil penelitian menunjukan terapi energi
Yuce, Derya Atik mana praktik reiki dalam hal penyembuhan banyak
Hilal Karatep, komplementer penyakit yang resisten terhadap
Zeynep Erdogan dikombinasikan dengan pengobatan yang dikenal, tidak memiliki
dan Arife pengobatan modern, efek samping seperti dalam pengobatan
Albayrak Cosar bertujuanuntuk obat, mudah diterapkan, aman, efektif
menciptakan lingkungan dan ekonomis, dan menyembuhkan orang
penyembuhan, kesadaran secara holistik dalam bidang fisik,
individu dan emosional, mental, spiritualdan dianggap
mengungkapkan kekuatan sebagai komponen standar perawatan dan
tersembunyi dalam pendekatan pelengkap yang dapat
penyembuhan diri. digunakan pasien sepanjang hidup
mereka.

4. William Augusto Effectiveness of Reiki practice 2021 Penelitian menggunakan Hasil penelitian ini menunjukkan
Rago Ferraz, in diabetic pregnant women: uji klinis acak yang bahwa ibu hamil dengan diabetes
Silvana Andrea randomized clinical trial membandingkanefektivitas menerima terapi tersebut jika tersedia
Molina Lima dan protocol reiki pada wanita hamil di Sistem Kesehatan Terpadu. Hal ini
Meline Rossetto diabetes. Studi ini karena praktik Reiki semakin
Kron Rodrigues. mengikutiConsolidated menyebar sebagai salah satu praktik
Standards of Reporting integratif dan komplementer dalam
Trials untuk memastikan kesehatan untuk mempromosikan
transparansi dan ketelitian keseimbangan antara tubuh, pikiran,
metodologis dalam dan jiwa.
penulisan studi. Dilakukan
di Pusat Investigasi
Diabetes Perinatal, sebagai
pusat perawatan tersier
yang bertanggung jawab
untuk merawat wanita
hamil berisiko tinggi
dengan diabetes dan
dengan hiperglikemia
ringan, dari diagnosis,
pengobatan, dan
perawatan sebelum dan
sesudah melahirkan.
5 Pranati Chavan, Complementary and 2020 Hasil dari tinjauan diketahui bahwa terapi
Survei literatur dilakukan
Pushpa Karale, Alternative Medicine in CAM terbukti mahir menurunkan
dengan menggunakan
Pratibha Thaware Association with Type 2 glukosa darah, menjaga kesehatan tubuh,
berbagai artikel terkait
dan Pranaya Diabetes Mellitus dan meredakan gejala DM.
CAM dan Diabetes
Misar
mellitus. Fokus tetap pada
frekuensi penggunaan
CAM, metode yang
mereka gunakan, faktor-
faktor yang terkait dengan
penggunaan CAM, sumber
informasi tentang
pengobatan CAM, dan
pengaruh metode yang
digunakan untuk
manajemen penyakit.
6 Zemene Prevalence and correlates of 2021 Hasil menunjukan di antara pengguna
Studi potong lintang
Demelash Kifle complementary and alternative CAM, 54,3% menggunakan CAM
berbasis institusional
medicine use among diabetic sebagai pengobatan komplementer
dilakukan di klinik
patients in a resource-limited bersama dengan obat konvensional.
diabetes rumah sakit jiwa
setting.
pemerintah Debre Tabor.
Total 309 sampel
dimasukkan dalam
penelitian. Namun, untuk
meningkatkan kekuatan
penelitian, ukuran sampel
diperluas menjadi 395.Uji
't' sampel independen dan
ANOVA digunakan untuk
menguji variabel kontinu
dan uji Chi-square
digunakan untuk
membandingkan variabel
kategori.
3.2 Pembahasan

Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu penyakitkronis yang

memerlukan penatalaksanaan jangkapanjang. DM ditandai dengan

hiperglikemia yangdapat mengakibatkan gangguan organ tubuh sepertimata,

jantung, dan ginjal. Penatalaksanaan DM dilakukan melalui Empat Pilar

Pengelolaan DM, yaituperencanaan makan, latihan jasmani, edukasi danobat

berkhasiat hipoglikemik. Di samping terapi medis, saat ini telah berkembang

terapi komplementeruntuk membantu mengatasi permasalahan kesehatan

pasien.Terapi komplementer adalah terapi yang sifatnya me-lengkapi terapi

medis dan telah terbukti manfaatnya (Conn, Hollister, & Arnold, 2015).

Salah satu terapi komplementer yang diklasifikasikan oleh National

Center of Com-plementary and Alternative medicine sebagai terapi “energy

medicine” adalah Reiki. Terapi Reiki menggunakan energi vital sebagai

penyembuhan. Pada pasien DM, energi akan disalurkan oleh tangan

praktisi Reiki melalui cakra (pintu gerbang masuk dan keluarnya energi)

mahkota,solar pleksus, dan seks. Cakra mahkota berada dikepala (ubun-ubun),

solar pleksus di area ulu hatidan cakra seks di sekitar dasar punggung/

perineum (McKenzie, 2016).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zakinah Arlina dan

Riawati (2017) tentang Pengaruh Terapi Reiki Terhadap Penurunan Kadar

Glukosa Darah Sewaktu Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus Di Panti

Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang. Hasil penelitian menunjukan bahwa


ada pengaruh terapi reiki terhadap penurunan kadar glukosa darah sewaktu

pada lansia penderita diabetes melitus.

Sejalan dengan hasil penelitian Aprilia Susanti, Dyah Rohmawati dan

Amik Muladi (2019) tentang Efektifitas Penggunaan Metode Smart Energy

(REIKI) Sebagai Alternatif Preventif Hyperglikemia Pasien Diabetes Melitus

Tipe 2. Hasil yang didapatkan ada perbedaan yang signifikan antara

pemeriksaan kadar gula darah sebelum dan sesudah terapi Reiki. Nilai rata-

rata kadar gula darah sebelum terapi adalah 294 mg / dl sedangkan setelah 30

hari terapi 266.635mg / dl sehingga diketahui ada pengaruh efektif dari

"Energi Cerdas" Metode Reiki sebagai alternatif pencegahan untuk

mengurangi kadar gula darah pada pasien DM.

Obat berkhasiat hipoglikemik merupakan terapi farmakologi yang

diberikan padapasien DM tipe 2. Terapi ini diberikan bila kadar glukosa darah

tidak dapat dikendalikan dengan perencanaan makan, dan latihan jasmani.

Obat yang diberikan berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) atau insulin. Tiga

pilar pengelolaan DM yang lain merupakan terapi non farmakologi.Latihan

jasmani sangat dianjurkan dilakukan secara teratur (3-4 kali dalam seminggu)

minimal 30 menit. Makanan yang dikonsumsi juga harus diperhatikan guna

pengendalian berat badan dan kadar glukosa darah. Diantara tiga pilar

tersebut,harus disertai dengan edukasi yang terprogram.Di Amerika dalam

mengatasi penyakit, selain dengan terapi medis jugamenggunakan terapi

alternatif dan komplementer (Soegondo, 2017).


Ketertarikan masyarakat terhadap terapi alternatif dan komplementer

tampaknya dikarenakan dana yang dikeluarkan tidak terlalu mahal untuk dapat

menikmati terapiyang berteknologi dan tidak mempunyai efek samping.

Masyarakatjuga merasakan para spesialis memperlakukan mereka sebagai

manusia yang utuh namun sebagai manusia yang terpisah-pisah antara pikiran

dan tubuh sehinggayang diperhatikan hanya penyakitnya saja. Masyarakat

ingin dihargai sebagai manusia yang menyeluruh danlengkap didalam

pelayanan kesehatan (Craven & Hirnle, 2017).

Sejalan dengan penelitian Ulviye Ozcan Yuce, Derya Atik Hilal Karatep,

Zeynep Erdogan dan Arife Albayrak Cosar(2017) tentang Reiki and

Diabetesdidapatkan hasil terapi energi reiki dalam hal penyembuhan banyak

penyakit yang resisten terhadap pengobatan yang dikenal, tidak memiliki efek

samping seperti dalam pengobatan obat, mudah diterapkan, aman, efektif dan

ekonomis, dan menyembuhkan orang secara holistik dalam bidang fisik,

emosional, mental, spiritual dan dianggap sebagai komponen standar

perawatan dan pendekatan pelengkap yang dapat digunakan pasien sepanjang

hidup mereka.  

Diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh William Augusto Rago

Ferraz, Silvana Andrea Molina Lima dan Meline Rossetto Kron Rodrigues

(2021) tentang Effectiveness of Reiki practice in diabetic pregnant women:

randomized clinical trial protocol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

ibu hamil dengan diabetes menerima terapi tersebut jika tersedia di Sistem

Kesehatan Terpadu. Hal ini karena praktik Reiki semakin menyebar sebagai
salah satu praktik integratif dan komplementer dalam kesehatan untuk

mempromosikan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa.

Munculnya fenomena tentang terapi komplementer dan hubungannya

denganperawatan holistik menyebabkan dibentukanya National Center of

Complementaryand Alternative Medicine (NCCAM) pada awal tahun

1990untuk menaungikebutuhan masyarakat terhadap terapi alternatif dan

komplementer. Salah satu terapi komplementer yang diklasifikasikan oleh

NCCAMsebagai terapi “energy medicine” adalah Reiki (Craven & Hirnle,

2017).

Reiki merupakan terapi biofield, yaitu terapi penyembuhan yang bersifat

pribadi danholistik dengan menggunakan energi alam semesta (McKenzie,

2006). Energi Reikimerupakan energi vital untuk kehidupan yang digunakan

bukan dengan tujuan untukmenggantikan terapi medis, namun justru untuk

melengkapinya. Energi inidisalurkan melalui cakra untuk membersihkan,

menyeimbangkan energi lapang manusia denganlingkungannya (Effendi,

2017).

Praktisi Reiki akan menyerap energi Reiki dari alam dan menyalurkan

melalui tangannya kecakra di tubuh pasien. Energi akan masuk ke dalam

tubuh dan mencari sendirisumber penyakitnya. Melalui penyaluran energi, sel-

sel dan jaringan-jaringan yang rusak distimulasi untuk kembali padafungsinya

yang normal (Sjahdeini, 2015).


Sejalan dengan hasil penelitian Pranati Chavan, Pushpa Karale, Pratibha

Thaware dan Pranaya Misar (2020) tentang Complementary and Alternative

Medicine in Association with Type 2 Diabetes Mellitus. Hasil dari tinjauan

diketahui bahwa terapi CAM terbukti mahir menurunkan glukosa darah,

menjaga kesehatan tubuh, dan meredakan gejala DM.

Hasil ini didukung oleh penelitan yang dilakukan oleh Zemene Demelash

Kifle (2021) tentang Prevalence and correlates of complementary and

alternative medicine use among diabetic patients in a resource-limited

setting.Hasil menunjukan di antara pengguna CAM, 54,3% menggunakan

CAM sebagai pengobatan komplementer bersama dengan obat konvensional.

3.3 Implikasi Keperawatan

Diabetes Melitus (DM) atau banyak orang menyebutnya dengan diabetes

saja atau sakit gula, merupakan salah satu penyakit kronis, dimana

terganggunya sistem metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi

cukup insulin atautubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

secara efektif. DM ditandai dengan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan

gangguan organ tubuh seperti mata, jantung, dan ginjal. Ada lima komponen

penatalaksanaan diabetes tipe 2, yaitu terapi nutrisi (diet), latihan fisik,

pemantauan, terapi farmakologi dan pendidikan (Susanti dkk, 2019).

Di samping terapi medis, saat ini telah berkembang terapi komplementer

untuk membantu mengatasi permasalahan kesehatan pasien. Terapi

komplementer adalah terapi yang sifatnya melengkapi terapi medis dan telah

terbukti manfaatnya. Salah satuterapi komplementer yang efektif digunakan


adalah Reiki. Pemberian terapi reiki di berikan selama 20-30 menit.

Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar glukosa darah untuk mengetahui

pengaruh dari terapi reiki tersebut. Tujuan terapi reiki adalah menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah untuk mengurangi komplikasi yang

ditimbulkan akibat DM (Arlina, 2021).


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan ke enam jurnal yang di analisis, seluruhnya

memperlihatkan adanya pengaruh penerapan terapi reiki terhadap

penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus. Zakinah

Arlina & Riawati (2021) dan Aprilia Susanti, Dyah Rohmawati & Amik

Muladi (2019) mendapatkan ada perbedaan yang signifikan antara

pemeriksaan kadar gula darah sebelum dan sesudah terapi.

Ulviye Ozcan Yuce, Derya Atik Hilal Karatep, Zeynep Erdogan &

Arife Albayrak Cosar (2017) menegaskan hal ini karena energi reiki tidak

memiliki efek samping, mudah diterapkan, aman, efektif dan ekonomis,

juga menyembuhkan orang secara holistik dalam bidang fisik, emosional,

mental, spiritual serta dianggap sebagai komponen standar perawatan dan

pendekatan pelengkap yang dapat digunakan pasien sepanjang hidup

mereka. Bahkan William Augusto Rago Ferraz, Silvana Andrea Molina

Lima dan Meline Rossetto Kron Rodrigues (2021) menyatakan ibu hamil

dengan diabetes menerima terapi tersebut jika tersedia di Sistem

Kesehatan Terpadu. Hal ini karena praktik Reiki semakin menyebar

sebagai salah satu praktik integratif dan komplementer dalam kesehatan

untuk mempromosikan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa.

Adapun Pranati Chavan, Pushpa Karale, Pratibha Thaware & Pranaya

Misar (2020) dan Zemene Demelash Kifle (2021) memperkuat bahwa


terapi CAM seperti reiki terbukti mahir menurunkan glukosa darah,

menjaga kesehatan tubuh, dan meredakan gejala DM.

4.2. Saran

Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan referensi bacaan, dapat

menambah pengetahuan dan dapat memberikan manfaat baik bagi

mahasiswa profesi Ners, Institusi Pendidikkan dan Instansi Rumah Sakit

khususnya mengenai pertimbangan penggunaan terapi komplemen untuk

mengontrol gula darah pada pasien diabetes mellitus.


DAFTAR PUSTAKA

Ansari NN, Nagdi S, Naseri N, Entezary E. (2018). Effect of therapeutic infra-red


in patients with non-specific low back pain: A pilot study. Journal of
Bodywork & Movement Therapies.

Arlina, Z. (2021). Pengaruh Terapi Reiki Terhadap Penurunan Kadar Glukosa


Darah Sewaktu Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus Di Panti Sosial
Tresna Werdha Teratai Palembang Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Dan
Pembangunan, 11(22).

Arnold, Hugh J. dan Daniel C. Feldman, (2015). Organizational behavior.


McGrawHill Internasional Edition.

Chavan, P., Karale, P., Thaware, P., & Misar, P. (2020). Complementary and
alternative medicine in association with type 2 diabetes
mellitus. International Journal of Current Research and Review, 12(17).

Craven, R.F. & Hirnle, C.J. (2017). Fundamental of nursing: Human health and
function, Ed6, New York: Lippincott Williams & Wilkins.

D’Adamo, E. and Caprio, S. (2018) ‘Type 2 diabetes in youth: epidemiology and


pathophysiology.’, Diabetes care. American Diabetes Association.

Effendi, T. (2017). Aplikasi reiki dalam mencapai tingkat master, Jakarta: PT


Elex Media Komputindo

Ernawati (2015). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu dengan Penerapan


Teori Keperatan Self Care Orem. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Ferraz, G. A. R., Lima, S. A. M., Rodrigues, M. R. K., Calderon, I. D. M. P., &


Rudge, M. V. C. (2021). Efetividade da prática do Reiki em gestantes
diabéticas: protocolo de ensaio clínico randomizado. Global Academic
Nursing Journal.

Guyton (2016). Human physiology and mechanism of disease. Alih bahasa


Andrianto, P., Jakarta: EGC.

International Diabetes Federation (2017) ‘Annual Report’, International Diabetes


Federation.International Diabetes Federation (2017) Eighth edition 2017.

Ishaq (2015). Mengenal usui reiki I & II intensif: Sebagai penyembuhan ilahiah.
Delapratasa Publishing.
Kahn, S. E., Cooper, M. E. and Del Prato, S. (2015) ‘Pathophysiology and
treatment of type 2 diabetes: perspectives on the past, present, and future’,
The Lancet.

Kariadi, S. H. (2019). Panduan lengkap untuk diabetisi, keluarga dan profesional


medis.

Kifle, Z. D. (2021). Prevalence and correlates of complementary and alternative


medicine use among diabetic patients in a resource-limited setting. 

McKenzie (2016). Healing reiki, alih bahasa Alexander S., London: Octopus
Publising Group Ltd.

National Centers for Complementary and Alternative Medicine. (2017). Mind


Body Medicine Practices in Complementary and Alternative Medicine.
National Institute of Health.

Perkeni (2015) Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


di Indonesia.

Rand, W.L. & Soetrisno, E. (2019). Reiki the healing touch first and second
degree and manual, alih bahasa Agus, Southfield, MI: Vision Publications.

Sjahdeini (2015). Hidup sehat dengan reiki & energi-energi non reiki, Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.

Snyder, M. & Lindquist, R. (2017). Complementary/ alternative therapies in


nursing, 4th Ed. Springer Publising Company.

Soegondo (2017). Prinsip pengobatan diabetes, insulin dan obat hipoglikemik


oral. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Soegoro (2015). Hidup sehat dengan reiki, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Susanti, A., Rohmawati, D., & Muladi, A. (2019). Efektifitas Penggunaan Metode
Smart Energy (REIKI) Sebagai Alternatif Preventif Hyperglikemia Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2. Husada Mahakam: Jurnal Kesehatan, 9(2).

Wilkinson (2017). Nursing diagnosis handbook with NIC interventions and NOC
outcome, alih bahasa Widiawati, et al, Jakarta: EGC.

World Health Organization (2016) ‘Global report on diabetes.’, World Health


Organization, 58(12)..
Yüce, U. Ö., Derya, A. T. I. K., Karatepe, H., Erdoğan, Z., & Çoşar, A. A. (2017).
Reiki Ve Diyabet. Acta Medica Alanya, 1(2).

Anda mungkin juga menyukai