Anda di halaman 1dari 11

lham, matematika murni dan terapan, dan estetika

Sir Isaac Newton (1643-1727), seorang penemu kalkulus infinitesimal.

Artikel utama: Keindahan matematika


Matematika muncul pada saat dihadapinya masalah-masalah
yang rumit yang melibatkan kuantitas, struktur, ruang, atau
perubahan. Mulanya masalah-masalah itu dijumpai di
dalam perdagangan, pengukuran tanah, dan
kemudian astronomi; kini, semua ilmu pengetahuan
menganjurkan masalah-masalah yang dikaji oleh para
matematikawan, dan banyak masalah yang muncul di dalam
matematika itu sendiri. Misalnya, seorang fisikawan Richard
Feynman menemukan rumus integral lintasan mekanika
kuantum menggunakan paduan nalar matematika dan wawasan
fisika, dan teori dawai masa kini, teori ilmiah yang masih
berkembang yang berupaya membersatukan empat gaya dasar
alami, terus saja mengilhami matematika baru.[26]
Beberapa matematika hanya bersesuaian di dalam wilayah yang
mengilhaminya, dan diterapkan untuk memecahkan masalah
lanjutan di wilayah itu. Tetapi sering kali matematika diilhami oleh
bukti-bukti di satu wilayah ternyata bermanfaat juga di banyak
wilayah lainnya, dan menggabungkan persediaan umum konsep-
konsep matematika. Fakta yang menakjubkan bahwa matematika
"paling murni" sering beralih menjadi memiliki terapan praktis
adalah apa yang Eugene Wigner menyebutnya " Keefektifan luar
biasa matematika sampai taraf tak masuk akal dalam Ilmu
Pengetahuan Alam membutuhkan penjelasan.".[27]
Seperti di sebagian besar wilayah pengkajian, ledakan
pengetahuan pada zaman ilmiah telah mengarah pada
pengkhususan di dalam matematika. Satu perbedaan utama
adalah di antara matematika murni dan matematika terapan:
sebagian besar matematikawan memusatkan penelitian mereka
hanya pada satu wilayah ini, dan kadang-kadang pilihan ini
dibuat sedini perkuliahan program sarjana mereka. Beberapa
wilayah matematika terapan telah digabungkan dengan tradisi-
tradisi yang bersesuaian di luar matematika dan menjadi disiplin
yang memiliki hak tersendiri, termasuk statistika, riset operasi,
dan ilmu komputer.
Mereka yang berminat kepada matematika sering kali menjumpai
suatu aspek estetika tertentu di banyak matematika. Banyak
matematikawan berbicara
tentang keanggunan matematika, estetika yang tersirat,
dan keindahan dari dalamnya. Kesederhanaan dan
keumumannya dihargai. Terdapat keindahan di dalam
kesederhanaan dan keanggunan bukti yang diberikan, semisal
bukti Euclid yakni bahwa terdapat tak-terhingga
banyaknya bilangan prima, dan di dalam metode numerik yang
anggun bahwa perhitungan laju, yakni transformasi Fourier
cepat. G. H. Hardy di dalam A Mathematician's
Apology mengungkapkan keyakinan bahwa penganggapan
estetika ini, di dalamnya sendiri, cukup untuk mendukung
pengkajian matematika murni.[28]
Para matematikawan sering bekerja keras menemukan bukti
teorema yang anggun secara khusus, pencarian Paul
Erdős sering berkutat pada sejenis pencarian akar dari "Alkitab"
di mana Tuhan telah menuliskan bukti-bukti kesukaannya.[29]
[30]
 Kepopularan matematika rekreasi adalah isyarat lain bahwa
kegembiraan banyak dijumpai ketika seseorang mampu
memecahkan soal-soal matematika.

Penalaran logika
Lihat pula: Logika
Matematikawan berusaha keras untuk mengembangkan hasil
mereka dengan penalaran sistematis untuk menghindari
kekeliruan menggunakan suatu "teorema". Bukti yang keliru ini
sering muncul dari intuisi yang salah dan telah umum dalam
sejarah matematika. Untuk memungkinkan penalaran deduktif,
beberapa asumsi dasar perlu diakui secara tersurat sebagai
aksioma. Secara tradisional aksioma ini dipilih atas dasar
pertimbangan akal sehat, tetapi aksioma modern biasanya
mengungkapkan jaminan formal untuk gagasan primitif, seperti
objek dan relasi sederhana.
Keabsahan bukti matematika pada dasarnya adalah masalah
kekakuan, dan kekakuan yang disalahpahami adalah penyebab
penting bagi beberapa kesesatan konseptual umum tentang
matematika. Bahasa matematika lebih presisi dibandingkan
percakapan sehari-hari terhadap kata-kata
seperti atau dan hanya. Kata-kata lain
seperti terbuka dan lapangan diinvestasikan dengan makna baru
untuk konsep matematika tertentu. Kadang-kadang
diperkenalkan istilah yang sama sekali baru
(seperti homeomorfisme). Kosakata teknis ini tepat dan ringkas,
sehingga memungkinkan untuk secara psikis memproses ide-ide
yang kompleks. Matematikawan menyebut ketepatan bahasa dan
logika ini sebagai "kekakuan".
Kekakuan yang diharapkan dalam matematika telah bervariasi
dari waktu ke waktu: orang Yunani mengharapkan argumen yang
terperinci, tapi di masa kejayaan Isaac Newton, metode yang
digunakan kurang kaku. Masalah yang melekat dalam definisi
yang digunakan oleh Newton menyebabkan kebangkitan analisis
yang cermat dan bukti formal pada abad ke-19. Kemudian pada
awal abad ke-20, Bertrand Russell dan Alfred North
Whitehead menerbitkan karya mereka, Principia Mathematica,
upaya untuk menunjukkan bahwa semua konsep dan pernyataan
matematika dapat didefinisikan, kemudian dibuktikan seluruhnya
melalui logika simbolik. Ini adalah bagian dari program filosofis
yang lebih luas yang dikenal sebagai logisisme, yang melihat
matematika terutama sebagai perpanjangan dari logika.
Meskipun matematika demikian ringkas, ekspresi pembuktian
justru membutuhkan ratusan halaman. Munculnya bukti
berbantuan komputer telah memungkinkan panjang bukti untuk
lebih berkembang. Bukti yang dibantu komputer mungkin salah
jika peranti lunak pembuktian memiliki kekurangan, dan jika bukti
itu terlalu panjang, sulit untuk diperiksa.[c][31] Di pihak lain,
pembantu pembuktian membolehkan verifikasi perincian yang
tidak dapat diberikan oleh bukti yang ditulistangan, dan
memberikan kepastian kebenaran bukti panjang seperti yang ada
pada bukti setebal 255 halaman untuk Teorema Feit–Thompson.
[d]

Notasi simbolis

Leonhard Euler menciptakan dan memasyhurkan banyak notasi


matematika yang digunakan saat ini.

Artikel utama: Notasi matematika


Sebagian besar notasi matematika yang digunakan saat ini
tidaklah ditemukan hingga abad ke-16.[32] Pada abad ke-
18, Euler (1707–1783) bertanggung jawab atas banyak notasi
yang digunakan saat ini.[33] Sebelum itu, argumen matematika
biasanya ditulis dalam kata-kata, membatasi penemuan
matematika.[34]
Selain bahasa khusus, matematika kontemporer banyak
menggunakan notasi khusus. Simbol-simbol ini juga
bersumbangsih pada ketelitian, baik dengan menyederhanakan
ekspresi ide matematika maupun dengan memungkinkan operasi
rutin yang mengikuti aturan yang konsisten. Notasi modern
membuat matematika lebih mudah bagi pelaku yang mahir, tetapi
para pemula sering menemukannya sebagai sesuatu yang
mengerikan. Terjadi pemadatan yang amat sangat: sedikit
lambang berisi informasi yang kaya. Seperti notasi musik, notasi
matematika modern memiliki tata kalimat yang kaku dan
menyandikan informasi yang barangkali sukar bila dituliskan
menurut cara lain.
Bahasa matematika dapat juga terkesan sukar bagi para pemula.
Kata-kata seperti atau dan hanya memiliki arti yang lebih presisi
daripada di dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, kata-kata
semisal terbuka dan lapangan memberikan arti khusus
matematika. Jargon matematika termasuk istilah-istilah teknis
semisal homeomorfisma dan terintegralkan. Tetapi ada alasan
untuk notasi khusus dan jargon teknis ini: matematika
memerlukan presisi yang lebih dari sekadar percakapan sehari-
hari. Para matematikawan menyebut presisi bahasa dan logika
ini sebagai "ketat" atau "kaku" (rigor). Jadi, jika suatu kata sudah
dimaknai dengan makna tertentu, maka selanjutnya kata itu
harus merujuk ke makna tadi. Tak boleh berubah makna. Itulah
makna "ketat" ini di bahasa matematika.

Lambang ketakhinggaan ∞ di dalam beberapa gaya sajian.

Penggunaan bahasa yang ketat secara mendasar merupakan


sifat pembuktian matematika. Para matematikawan ingin teorema
mereka mengikuti aksioma-aksioma dengan maksud penalaran
yang sistematik. Ini untuk mencegah "teorema" yang salah ambil,
didasarkan pada praduga kegagalan, di mana banyak contoh
pernah muncul di dalam sejarah subjek ini.[35] Tingkat kekakuan
diharapkan di dalam matematika selalu berubah-ubah sepanjang
waktu: bangsa Yunani menginginkan dalil yang terperinci, namun
pada saat itu metode yang digunakan Isaac Newton kuranglah
kaku. Masalah yang melekat pada definisi-definisi yang
digunakan Newton akan mengarah kepada munculnya analisis
saksama dan bukti formal pada abad ke-19. Kini, para
matematikawan masih terus beradu argumentasi tentang bukti
berbantuan-komputer. Karena perhitungan besar sangatlah sukar
diperiksa, bukti-bukti itu mungkin saja tidak cukup kaku.
[36]
 Aksioma menurut pemikiran tradisional adalah "kebenaran
yang menjadi bukti dengan sendirinya", tetapi konsep ini memicu
persoalan.
Pada abad ke-19 berkembanglah sebuah aliran pemikiran yang
dikenal sebagai formalisme. Bagi seorang formalis, pada
pokoknya matematika adalah tentang sistem formal atas simbol-
simbol yang didukung oleh aturan-aturan formal untuk
memadukannya. Dari sudut pandang ini, aksioma-aksioma
hanyalah rumus-rumus istimewa dalam sistem aksioma,
diberikan tanpa diturunkan secara prosedural dari unsur-unsur
lain dalam sistem. Contoh maksimal formalisme adalah
seruan David Hilbert pada awal abad ke-20, sering
disebut program Hilbert, untuk mengodekan semua matematika
dengan cara ini.
Pada tingkatan formal, sebuah aksioma hanyalah seutas
dawai lambang, yang hanya memiliki makna tersirat di dalam
konteks semua rumus yang terturunkan dari suatu sistem
aksioma. Inilah tujuan program Hilbert untuk meletakkan semua
matematika pada sebuah basis aksioma yang kokoh, tetapi
menurut Teorema ketaklengkapan Gödel tiap-tiap sistem
aksioma (yang cukup kuat) memiliki rumus-rumus yang tidak
dapat ditentukan; dan oleh karena itulah
suatu aksiomatisasi terakhir di dalam matematika adalah
mustahil. Meski demikian, matematika sering dibayangkan (di
dalam konteks formal) tidak lain kecuali teori himpunan di
beberapa aksiomatisasi, dengan pengertian bahwa tiap-tiap
pernyataan atau bukti matematika dapat dikemas ke dalam
rumus-rumus teori himpunan.
Kurt Gödel membuktikan tujuan ini pada dasarnya tidak mungkin
dengan teorema ketidaklengkapannya, yang menunjukkan sistem
formal apapun yang cukup kaya untuk menggambarkan, bahkan
aritmetika sederhana tidak dapat menjamin kelengkapan atau
konsistensinya sendiri. Meskipun demikian, konsep formalis terus
mempengaruhi matematika secara besar-besaran, sampai-
sampai pernyataan tersebut diharapkan dapat diekspresikan
dalam rumus-rumus teori himpunan.[37]

Pengetahuan abstrak

Isaac Newton (kiri) dan Gottfried Wilhelm Leibniz mengembangkan


kalkulus infinitesimal.

Dalam praktiknya, matematikawan biasanya dikelompokkan


dengan ilmuwan, dan matematika memiliki banyak kesamaan
dengan ilmu fisika, terutama penalaran deduktif dari asumsi.
Matematikawan mengembangkan hipotesis matematika, dikenali
sebagai konjektur, menggunakan metode coba-
coba dengan intuisi juga, serupa dengan apa yang dilakukan oleh
ilmuwan.[38] Matematika percobaan dan metode komputasi seperti
simulasi juga kian penting dalam matematika.
Kini, semua ilmu pengetahuan menghadapi masalah yang
dipelajari oleh matematikawan, dan sebaliknya, hasil dari
matematika sering menimbulkan pertanyaan dan realisasi baru
dalam ilmu pengetahuan. Misalnya, fisikawan Richard
Feynman memadukan penalaran matematika dan wawasan fisika
untuk menemukan rumus integral lintasan dari mekanika
kuantum. Di pihak lain, teori dawai adalah kerangka kerja yang
diusulkan untuk menyatukan banyak fisika modern yang telah
mengilhami teknik dan hasil baru dalam matematika.[39]

Carl Friedrich Gauss, dikenali sebagai pangeran-nya para matematikawan

Matematikawan Jerman, Carl Friedrich Gauss, bahkan


melangkah lebih jauh dengan menyebut matematika "Ratu-nya
Ilmu Pengetahuan",[40] dan yang lebih baru, Marcus du
Sautoy menggambarkan matematika sebagai "kekuatan
pendorong utama di balik penemuan ilmiah".[41] Namun, beberapa
penulis menekankan bahwa, dalam jalan utama, matematika
berbeda dari gagasan ilmu pengetahuan modern: matematika
tidak bergantung pada Bukti empiris.[42][43][44][45]
Ruang lingkup pengetahuan matematika telah meluas secara
dramatis sejak revolusi ilmiah, dan seperti bidang kajian lainnya,
keadaan ini telah mendorong spesialisasi. Pada tahun 2010,
Klasifikasi Subjek Matematika terbaru dari Masyarakat
Matematika Amerika mengakui ratusan subbidang, dengan
klasifikasi lengkap mencapai 46 halaman.[46] Biasanya, banyak
konsep dalam subbidang dapat tetap terisolasi dari cabang
matematika lainnya tanpa batas tertentu; hasil dapat berfungsi
terutama sebagai perancah untuk mendukung teorema dan
teknik lain, atau mereka mungkin tidak memiliki hubungan yang
jelas dengan apa pun di luar subbidang.
Matematika menunjukkan kecenderungan yang luar biasa untuk
berkembang, dan seiring waktu, matematikawan sering
menemukan terapan yang mengejutkan atau keterkaitan antar
konsep. Salah satu contoh yang sangat berpengaruh adalah
program Erlangen dari Felix Klein, yang membangun hubungan
inovatif dan mendalam antara geometri dan aljabar. Ini pada
gilirannya membuka kedua bidang ke abstraksi yang lebih besar
dan melahirkan subbidang yang sama sekali baru.
Perbedaan sering dibuat antara matematika terapan dan
matematika yang sepenuhnya berorientasi pada pertanyaan dan
konsep abstrak, dikenal sebagai matematika murni. Seperti
cabang matematika lainnya, batas ruang lingkupnya cair. Ide-ide
yang awalnya berkembang dengan terapan tertentu dalam
pikiran sering diperumum kemudian, setelah itu bergabung
dengan persediaan umum konsep matematika. Beberapa bidang
matematika terapan bahkan telah bergabung dengan bidang
praktis untuk menjadi disiplin ilmu tersendiri,
seperti statistika, riset operasi, dan ilmu komputer.
Mungkin yang lebih mengejutkan adalah ketika ide mengalir ke
arah lain, dan bahkan matematika "paling murni" mengarah pada
perkiraan atau terapan yang tidak terduga. Misalnya, teori
bilangan menempati tempat sentral dalam kriptografi modern,
dan dalam fisika, turunan dari persamaan Maxwell mendahului
bukti eksperimental gelombang radio dan kecepatan konstan
cahaya. Fisikawan Eugene Wigner menamakan fenomena ini
sebagai "keefektifan matematika yang tidak masuk akal".[10]
Hubungan luar biasa antara matematika abstrak dan realitas
material telah menyebabkan perdebatan filosofis setidaknya
sejak zaman Pythagoras. Filsuf kuno Plato berpendapat ini
mungkin karena realitas material mencerminkan objek abstrak
yang hadir tanpa terikat waktu. Akibatnya, pandangan bahwa
"objek matematika terabstraksi dengan sendirinya" sering disebut
sebagai Platonisme. Sementara sebagian besar matematikawan
biasanya tidak menyibukkan diri dengan pertanyaan yang
diajukan oleh Platonisme, sebagian matematikawan lainnya
justru lebih berpikiran filosofis dalam bertindak dan dikenali
sebagai Platonis, bahkan pada masa kini.[47]
Kreativitas dan intuisi
Lihat pula: Keindahan matematis
Kebutuhan akan kebenaran dan kekakuan tidak berarti
matematika tidak memiliki tempat untuk kreativitas. Sebaliknya,
sebagian besar pekerjaan matematika di luar perhitungan hafalan
membutuhkan pemecahan masalah yang cerdas dan
mengeksplorasi perspektif baru secara intuitif.
Kecenderungan matematis seringkali tidak hanya melihat
kreativitas, tetapi juga nilai estetika dalam matematika, yang
biasa digambarkan sebagai keanggunan. Kualitas
seperti kesederhanaan, kesimetrisan, kelengkapan, dan
keumuman sangat berharga dalam pembuktian dan teknik. G. H.
Hardy dalam karyanya A Mathematician's Apology menyatakan
keyakinan bahwa pertimbangan estetika ini, dengan sendirinya,
cukup untuk membenarkan kajian matematika murni. Dia juga
mengidentifikasi kriteria lain seperti signifikansi, tak terduga, dan
keniscayaan, yang bersumbangsih pada estetika matematika.[48]
Paul Erdős mengungkapkan sentimen ini secara lebih ironis
dengan berbicara tentang "The Book", yang dianggap sebagai
koleksi ilahi dari bukti-bukti yang paling indah. Terinspirasi oleh
Erdős, kumpulan argumen matematika yang sangat ringkas dan
inspiratif telah diterbitkan dalam Proofs from THE BOOK.
Beberapa contoh hasil yang sangat elegan adalah bukti Euklides
bahwa ada tak-hingga banyaknya bilangan
prima dan transformasi Fourier cepat untuk analisis harmonik.
Beberapa orang merasa bahwa penganggapan matematika
sebagai ilmu pengetahuan adalah berarti meremehkan seni dan
sejarahnya dalam tujuh pengetahuan budaya tradisional.[49] Salah
satu cara perbedaan sudut pandang ini terjadi adalah dalam
perdebatan filosofis mengenai apakah hasil
matematis diciptakan (sebagaimana dalam seni)
atau ditemukan (sebagaimana dalam ilmu pengetahuan).
[50]
 Kemasyhuran matematika rekreasi adalah tanda lain dari
kesenangan yang ditemukan banyak orang dalam memecahkan
pertanyaan matematika.
Pada abad ke-20, matematikawan L. E. J. Brouwer bahkan
memprakarsai perspektif filsafat yang dikenal
sebagai intuisionisme, yang mengenali matematika dengan
proses kreatif tertentu dalam pikiran.[51] Intuisionisme pada
gilirannya adalah satu rasa dari sikap yang dikenal sebagai
konstruksivisme, yang hanya menganggap absah suatu objek
matematika jika dapat langsung dibangun, tidak hanya dijamin
oleh logika secara tidak langsung. Hal ini menyebabkan para
konstruktivis berkomitmen untuk menolak hasil tertentu, terutama
argumen seperti bukti eksistensial yang didasarkan pada hukum
yang mengecualikan posisi tengah.[52]
Pada akhirnya, baik konstruktivisme maupun intuisionisme tidak
menggantikan matematika klasik atau meraih penerimaan arus
utama. Namun, program-program ini telah memotivasi
perkembangan tertentu, seperti logika intuisionistik dan wawasan
dasar lainnya, yang dihargai dalam haknya masing-masing.[52]

Anda mungkin juga menyukai