FISIOLOGI TUMBUHAN
Nama Anggota
1. Dianilia (2008086029)
2. Dhita Anggini (2008086032)
3. Fatma Naulil Muna (2008086031)
4. Nova Fauziyah Rahan (2008086034)
5. Ayunita (2008086035)
6. Nurul Fauziah (2008086038)
7. Lidia Putri Mariana (2008086033)
8. Purnama Sari (2008086044)
9. Nafia’ah Nurul Aini (2008086045)
10. Difa’ Dhiyaul Aulia (2008086046)
11. Sabrina Devi Alinda (2008086047)
LABORATORIUM BIOLOGI
UIN WALISONGO
SEMARANG
2022
ACARA 8
A. DASAR TEORI
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat
terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji (Salisbury,
1995). Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada
embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi
klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan
memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi
dormansi embryo.
Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah
perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai. Dormansi membantu biji
mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang
panas, dingin, kekeringan dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi
merupakan mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada
kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi bisa
diakibatkan karena ketidakmampuan sumbu embrio untuk mengarendatasi hambatan.
Dormansi pada benih berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai
beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya (Sutopo, 2002).
Menurut Sutopo (2004), benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya
hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada benih
berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung
pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya.
Pada prinsipnya terdapat dua metode pematahan dormansi berdasarkan sifat
dormansinya, yaitu sifat dormansi eksogenus dan dormansi endogenus. Dormansi
eksogenus terjadi karena kurang tersedianya komponen penting dalam perkecambahan,
biasanya dilakukan dengan skarifikasi mekanik seperti pengamplasan, pengikiran,
pemotongan, peretakkan, penusukan bagian tertentu pada benih agar memudahkan difusi
air, perendaman dengan air dan skarifikasi kimiawi untuk melunakkan kulit benih.
Dormansi endogenus yang disebabkan oleh sifat-sifat tertentu pada benih, dilakukan
dengan pemberian penggunaan hormon seperti GA3, KNO3, dan beberapa jenis hormon
lainnya sebagai perangsang perkecambahan (Muharni 2002). Jadi dengan adanya teknik
pematahan dormansi tersebut dapat mempercepat laju pertumbuhan dan perkembangan
suatu pohon.
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan awal pada benih
yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat terjadinya
perkecambahan benih yang seragam. Skarifikasi (pelukaan kulit benih) adalah cara untuk
memberikan kondisi benih yang impermeabel menjadi permeabel melalui penusukan;
pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan bantuan pisau, jarum,
pemotong kuku, kertas, amplas, dan alat lainnya. Kulit benih yang permeabel
memungkinkan air dan gas dapat masuk ke dalam benih sehingga proses imbibisi dapat
terjadi. Benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik.
Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeabel.
Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan
lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik (Juhanda,
2013).
Pemecahan dormansi dan penciptaan lingkungan yang cocok sangat perlu untuk
memenuhi proses perkecambahan. Benih yang mempunyai kulit biji tidak permeable
dapat dirangsang dengan mengubah kulit biji untuk membuat permeable terhadap gas–
gas dan air. Perkecambahan benih dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor dari dalam
(faktor genetic) berupa tingkat pemasakan benih dan kulit benih dari luar (faktor
lingkungan) yaitu pengaruh suhu, cahaya, air dan media tumbuh (Haryuni, 2007).
B. TUJUAN
Mempelajari proses pematahan dormansi dan perkecambahan.
Alat yang digunakan pada praktikum ini diantaranya cawan petri, penampan,
gelas 100 ml, amplas, batang pengaduk, kompor, kaki tiga, dan rockwool
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain biji asam jawa, biji salak,
biji kacang merah, dan biji jagung.
D. CARA KERJA
Prosedur kerja yang harus dilakukan pada praktikum ini yang pertama adalah
disiapkan cawan petri dan diberi label pada setiap cawan petri sesuai dengan jenisnya.
kedua biji yang tenggelam diambil selanjutnya diberikan perlakuan, dengan digunakan
10 biji pada masing-masing perlakuan. Perlakuan pertama direndam air dingin 30 menit,
selanjutnya dikeluarkan pada suhu ruang. Perlakuan kedua, diamplas (amplas halus)
dibagian sisi kanan dan kiri tanpa meluai bagian keluarnya radikula. Perlakuan ketiga,
direndam air panas 800 C selama 20 menit, kemudian dikeluarkan dan didinginkan pada
suhu ruang. Diusahakan suhunya stabi l 800 C pada saat perendaman. Perlakuan empat,
direndam air panas 800 C selama 30 menit, kemudia dikeluarkan dan didinginkan pada
suhu ruang. Diusahakan suhunya stabil 800 C pada saat perendaman. Setelah dilakukan
beberapa perlakuan, maka langkah ketiga yaitu biji diletakkan pada kapas yang telah
diberi air dan disesuaikan dengan label perlakuan yang ada pada masing-masing cawan
petri/piring. Keempat, diamati setiap hari variabel terikat pada masing-masing perlakuan
selama tujuh hari, dan dimasukkan dalam data dalam tabel pengamatan. Kelima,
diperhatikan untuk rockwool dalam penampan agar selalu basah. Didokumentasikan
setiap langkah dan hasil pengamatan.
E. HASIL PENGATAMAN
Dormansi pada biji dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanis, cahaya, temperatur,
dan bahan kimia. Proses perkecambahan dalam biji dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu proses perkecambahan fisiologis dan proses perkecambahan morfologis.
Sedangkan dormansi yang terjadi pada tunas-tunas lateral merupakan pengaruh korelatif
dimana ujung batang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian
tumbuhan lainnya yang dikenal dengan dominansi apikal. Derajat dominansi apikal
ditentukan oleh umur fisiologis tumbuhan tersebut (Dwidjosepoetro, 1983).
Pada perlakuan perendaman dengan air. Perlakuan perendaman di dalam air panas
pada tanggal 10-11November biji masih dalam keadaan baik namun pada tanggal 14 - 18
November biji dengan perlakuan ini mengalami pembusukan sehingga benih lebih
banyak mati sebelum berkecambah. Diasumsikan bahwa perendaman benih yang terlalu
lama dapat menurunkan daya kecambah benih tersebut. Sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Sutopo (2004) untuk kebanyakan benih tanaman kondisi yang terlalu
basah sangat merugikan, karena menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit.
penyerapan air Cahaya juga berpengaruh terhadap presentase perkecambahan benih dan
laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang
diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari. (Abidin, 1987)
G. SIMPULAN
H. DAFTAR PUSTAKA
Haryuni Dan Harjanto. 2007. Pengaruh Skarifikasi Sistem Oven Terhadap Perkecambahan
Dan Pertumbuhan Awal Benih Tanaman Jati (Tectona Grandis L.F). ISSN: 0854-2813
VOL. 7 NO. 1 JANUARI 2007.
Hidayat, Estiti. B 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB Bandung.
Juhanda, Yayuk Nurmiaty Dan Ermawati . 2013. Pengaruh Skarifikasi Pada Pola Imbibisi
Dan Perkecambahan Benih Saga Manis (Abruss Precatorius L.). Jurnal Agrotek
Tropika. ISSN 2337-4993 Vol. 1, No. 1: 45 – 49, Januari 2013. Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
I. LAMPIRAN
Dokumentasi penelitian