Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

PERCOBAAN II
EFEK FARMAKOKINETIKA OBAT PADA HEWAN UJI (ABSORPSI)

DOSEN PEMBIMBING
Apt. Nurul Qiyam, M.Farm. Klin

Disusun Oleh :

Nadia Pradita Sari

2020E1C037

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
TAHUN AJARAN 2020/2021

A. Tujuan
Setelah menyelesaikan praktikum ini maka :
1. Mahasiswa mampu menguasai perhitungan konversi dosis Fenobarbital
manusia ke mencit
2. Mahasiswa mampu menguasai onset dan durasi Fenobarbital pada mencit
3. Mahasiswa mampu menguasai onset dan durasi Fenobarbital melalui
berbagai rute pemberian obat

B. Tinjauan Pustaka

Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Empat proses
yang termasuk di dalamnya adalah: absorpsi,distribusi, metabolisme (atau
biotransformasi) dan ekskresi (atau eliminasi). Absorpsi adalah pergerakan
partikelpartikel obat dari saluran gastrointestinal ke dalam cairan tubuh melalui absorpsi
pasif, absorpsiaktif atau pinositosis. Absorbsi pasif umumnya terjadi melalui difusi.
Absorbsi aktif membutuhkan karier (pembawa) untuk bergerak melawan perbedaan
konsentrasi. Pinositosis berarti membawa obat menembus membran dengan proses
menelan. Kebanyakan obat oraldiabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan vili
mukosa yang luas. Jika sebagiandari vili ini berkurang, karena pengangkatan sebagian
dari usus halus, maka absorpsi jugaberkurang. Obat-obat yang mempunyai dasar
protein, seperti insulin dan hormon pertumbuhan, dirusak di dalam usus halus oleh
enzim-enzim pencernaan. Absorpsi obat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aliran
darah,rasa nyeri, stres, kelaparan, makanan dan pH. Sirkulasi yang buruk akibat
syok,obat-obat vasokonstriktor, penyakit yang merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stres,
dan makanan yang padat, pedas, dan berlemak dapat memperlambat masa pengosongan
lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam lambung. Latihan dapat mengurangi
aliran darah dengan mengalihkan darah lebih banyak mengalir ke otot, sehingga
menurunkan sirkulasi ke saluran gastrointestinal.

• Absorpsi

Absorpsi adalah proses perpindahan obat dari tempat pemberian/aplikasimenuju ke


sirkulasi/peredaran darah yang selanjutnya mencapai target aksiobat. Hal ini
menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut.Kelengkapan dinyatakan dalam
persen dari jumlah obat yang diberikan. Tapisecara klinik yang paling penting adalah
bioavailibilitas. Istilah inimenyatakan jumlah obat dalam persen yang mencapai
sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena obat-obat tertentu tidak
semua diabsorpsidari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian
akandimetabolisme oleh enzim di dinding usus pada pemberian per oral
ataudimetabolisme dihati pada first pass metabolism. Obat demikian memiliki
bioavailibilitas rendah. Absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Sifat fisika-kimia obat

b. Bentuk sediaan obat

c. Dosis obat

d. Rute dan cara pemberian

e. Waktu kontak dengan permukaan absorpsi

f. Luas permukaan tempat absorpsi

g. Nilai PH cairan pada tempat absorpsi.

h. Integritas membrane

i. Aliran darah pada tempat absorps

• Jumlah obat yang diabsorpsi dipengaruhi oleh:


a. Luas permukaan absorpsi
Semakin luas permukaan absorpsi, maka jumlah obat yang diabsorpsisemakin
banyak dan semakin sempit permukaan absorpsi maka jumlahobat yang
diabsorpsi semakin sedikit.
b. Banyaknya membrane yang dilalui obat
Semakin banyak membrane yang dilalui, maka obat yang diabsorpsisemakin
sedikit. Sebaliknya, jika membrane yang dilalui sedikit makaobat yang
diabsorpsi semakin banyak.
c. Banyaknya obat yang terdegradasi
Semakin banyak obat yang terdegradasi, maka obat yang diabsorpsisemakin
sedikit, begitu pula sebaliknya.
d. Jumlah ikatan depot
Banyaknya ikatan depot obat dengan molekul tidak aktif (albumin,lemak,
tulang) berpengaruh pada jumlah obat yang diabsorpsi, yaitusemakin banyak
ikatan depot maka semakin sedikit jumlah obat yangdiabsorpsi, begitu pula
dengan sebaliknya.
• Mekanisme absorpsi obat dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu:
a. Difusi pasif
Proses perpindahan molekul obat yang bersifat spontan, mengikutigradient
konsentrasi, dari konsentrasi tinggi (hipertonis) ke konsentrasiyang rendah
(hipotonis), berbanding lurus dengan luas permukaanabsorpsi, koefisien distribusi
senyawa yang bersangkutan, dankoefisien difusi serta berbanding terbalik dengan
tebal membrane.
b. Transpor aktif
Molekul ditranspor melawan gradient transportasi. Proses ini memerlukan adanya
energi dan dapat dihambat oleh senyawa analog,secara kompetitif dan secara tak
kompetitif oleh racun metabolisme.
c. Difusi terfasilitasi
Molekul hidrofil sulit untuk menembus merman yang komposisiluarnya adalah
lipid, maka berikatan dengan suatu protein pembawa yang spesifik. Pembawa dan
kompleks pembawa-substrat dapat bergerak bebas dalam membrane, dengan
demikian penetrasi zat yang ditransport melalui membrane sel lipofil kedalam
bagian dalam sel di permudah.

• Distribusi

Setelah obat diabsorpsi kedalam aliran darah, untuk mencapai tepat pada letak dari aksi
harus melalui membrane sel yang kemudian dalam peredaran,kebanyakan obat-obatan
didistribusikan melalui cairan badan. Distribusi merupakan transfer obat yang reversible
antara letak jaringan dan plasma. Pola distribusi menggambarkan permainan dalam
tubuh oleh beberapa factor yang berhubungan dengan permeabilitas, kelarutan dalam
lipid dan ikatan pada makromolekul.

Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan jaringan
tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatan penggabungan)
terhadap jaringan, dan efek pengikatan dengan protein.Ketika obat didistribusi di dalam
plasma, kebanyakan berikatan dengan protein (terutamaalbumin) dalam derajat
(persentase) yang berbeda-beda. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan
protein adalah diazepam (Valium): yaitu 98% berikatan dengan protein. 11 Aspirin 49%
berikatan dengan protein dan termasuk obat yang berikatan sedang dengan protein.
Bagian obat yang berikatan bersifat inaktif, dan bagian obat selebihnya yang tidak
berikatan dapat bekerja bebas.Hanya obat-obat yang bebas atau yang tidak berikatan
dengan protein yang bersifat aktif dan dapat menimbulkan respons farmakologik.
Perawat harus memeriksa kadar protein plasma dan albumin plasma, karena penurunan
protein atau albumin menurunkan pengikatan sehingga memungkinkan lebih banyak
obat bebas dalam sirkulasi. Tergantung dari obat yang diberikan.

Distribusi obat dibedakan menjadi dua fase berdasarkan penyebarannya dalam tubuh.
Fase pertama terjadi segera setelah penyerapanyaitu kedalam organ yang perfusinya
sangat baik misalnya jantung, hati,ginjal, dan otak. Selanjutnya distribusi fase kedua
jauh lebih luas, yaitumencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik jaringan diatas
yang meliputiotot, visera, kulit dan jaringan lemak.

• Factor-faktor yang berhubungan dengan distribusi obat dalam badan adalah:

a.Perfusi darah melalui jaringan

b. Kadar gradient, PH, dan ikatan zat dengan makromolekul

c. Partisi kedalam lemak


d. Transport aktif

e. Sawar

f. Ikatan obat dengan protein plasma

C. Alat Dan Bahan

• Alat :
1. Spuit 1cc
2. Spuit sonde
3. Kapas
4. Kandang mencit
5. Beaker gelas
6. Gelas ukur
7. Timbangan 8.
Stopwatch

• Bahan :
1. Alkohol 70%
2. Mencit
3. Fenobarbital
4. Na CMC
5. Aquadest

D. Cara Kerja

a. Pembuatan Na CMC 1%

Panaskan 200 ml air hingga mendidih

Timbang Na CMC sebanyak 1 gram

Tambahkan 50 ml air panas pada NA CMC


dan aduk hingga hommogen.

Tambahkan air panas sedikit demi sedikit


hingga volume 100 ml
d. Pelaksanaan percobaan 1. Mencit
dibagi menjadi 5 kelompok

Mencit Kelompok A

kelompok perlakuan diberikan Fenobarbital per


l ora
dengan dosis 0,078 mg/20 gr BB

Mencit Kelompok B

kelompok perlakuan diberikan injeksi Fenobarbital


intravena dengan dosis 0,078 mg/20 gr BB

Mencit Kelompok C

kelompok perlakuan diberikan injeksi Fenobarbital


secara intraperitoneal dengan dosis80,07
mg/20 gr BB
Mencit Kelompok D

kelompok perlakuan diberikan injeksi Fenobarbital secara


subkutan dengan dosis 0,078 mg/20 gr BB

Mencit Kelompok E

kelompok perlakuan diberikan injeksi Fenobarbital


intramuskular dengan dosis 0,078 mg/20 gr BB

2. Mencit ditimbang berat badan masing-masing


3. Mencit diamati waktu tidur (onset) dan lama mencit tidur (durasi) yang dilihat dari
reflex balik badan
E. Hasil Pengamatan
Kelompok BB Volume Jam Reflek Balik Badan Durasi
mencit Pemberian Pemberian (pada jam)
(gr) Hilang Kembali
Oral 20 gr ? 09.15 09.45 11.00 1 jam 15
menit

IV 20 gr ? 09.10 09.25 11.00 1 jam 35


menit

IP 20 gr ? 09.05 09.12 11.00 1 jam 48


menit

IM 20 gr ? 09.12 09.20 11.00 1 jam 40


menit

SC 20 gr ? 09.00 09.05 11.00 1 jam 55


menit

Perhitungan :

a. Pemberian secara oral

Dosis obat fenobarbital = 30 mg/ 70 kg BB


FK = 0,0026 (H.U mencit )

Rute Pemberian = P. O V.Maks = 1 ml

Jumlah = 5 ekor

Bobot = 20 gram

Ketentuan VAO = ½ x Vmaks = ½ x 1 ml = 0,5 ml

• Konversi Dosis

Dosis Konversi = 30 mg/ 70 kg BB x 0,0026


= 0,078/20 gram

• Stok Pemberian

Stok Pemberian =

= 0,156 mg/ml

• Penimbangan Bahan

. 1 ml ) = 2,5 ml Jumlah CMC.Na

Jumlah obat yang ditimbang


= 0, 156 mg/ml x 2,5 ml
= 0,39 mg Jumlah CMC.Na

• VAO

VAO =
= 0,5 ml

Jadi sesuai dengan ketentuan ½ . Vmaks = ½ x 1 ml = 0,5 ml

b. Pemberian secara intravena

Diketahui obat fenobarbital = 30 mg/70 kg BB FK


= 0,0026 (H.U mencit )
Rute pemberian = I.V → V.Maks = 0.5 ml
Jumlah = 5 ekor
Bobot = 20 gram
Kententuan → VAO = ½ x Vmaks = ½ x 0.5 ml = 0,25 ml
• Konversi Dosis
Dosis konversi = 30 mg/70 kg BB x 0,0026
= 0,078/20 gram
• Stok pemberian

Stok pemberian =

= 0,312 mg/ml
• Penimbangan bahan
5 x (1/2 . 0.5 ml ) = 1,25 ml → Jumlah CMC.Na
Jumlah obat yang ditimbang =
0,312 mg/ml x 1,25 ml
= 0,39 mg → Jumlah CMC.Na
• VAO

= 0,25 ml
Jadi sesuai dengan ketentuan 1/2 . Vmaks = ½ x 0.5 ml = 0,25 ml

c. Pemberian secara intraperitonial

Dosis obat fenobarbital = 30 mg/ 70 kg BB


FK = 0,0026 (H.U mencit)
Rute Pemberian = I.P V.Maks = 1 ml
Jumlah = 5 ekor
Bobot = 20 gram
Ketentuan VAO = ½ x Vmaks = ½ x 1 ml = 0,5 ml

• Konversi Dosis
Dosis Konversi = 30 mg/ 70 kg BB x 0,0026
= 0,078/20 gram

• Stok Pemberian

Stok Pemberian =
= 0,156 mg/ml

• Penimbangan Bahan
. 1 ml) = 2,5 ml Jumlah CMC.Na
Jumlah obat yang ditimbang
= 0,156 mg/ml x 2,5 ml
= 0,39 mg Jumlah CMC.Na

• VAO

VAO =
= 0,5 ml
Jadi sesuai dengan ketentuan ½ . Vmaks = ½ x 1 ml = 0,5 ml

d. Pemberian secara Intramuscular

Dosis obat fenobarbital = 30 mg/ 70 kg BB

FK = 0,0026 (H.U mencit )

Rute Pemberian = I. m V.Maks = 0,005 ml

Jumlah = 5 ekor

Bobot = 20 gram

Ketentuan VAO = ½ x Vmaks = ½ x 0,005 ml = 0,0025 ml

• Konversi Dosis

Dosis Konversi = 30 mg/ 70 kg BB x 0,0026


= 0,078/20 gram

• Stok Pemberian

Stok Pemberian =
= 15,6 mg/ml

• Penimbangan Bahan

. 0,005 ml ) = 0,0125 ml Jumlah CMC.Na

Jumlah obat yang ditimbang


= 15,6 mg/ml x 0,0125 ml
= 0,195 mg Jumlah CMC.Na

• VAO

VAO =
= 0,005 ml

Jadi sesuai dengan ketentuan ½ . Vmaks = ½ x 1 ml = 0,005 ml

e. Pemberian secara subkutan

Dosis obat fenobarbital = 30 mg/ 70 kg BB


FK = 0,0026 (H.U mencit)
Rute Pemberian = S.C V.Maks = 0,5 ml
Jumlah = 5 ekor
Bobot = 20 gram
Ketentuan VAO = ½ x Vmaks = ½ x 0,5 ml = 0,25 ml

• Konversi Dosis
Dosis Konversi = 30 mg/ 70 kg BB x 0,0026
= 0,078/20 gram

• Stok Pemberian

Stok Pemberian =

= 0,312 mg/ml
• Penimbangan Bahan
. 0,5 ml) = 1,25 ml Jumlah CMC.Na
Jumlah obat yang ditimbang
= 0,312 mg/ml x 1,25 ml
= 0,39 mg Jumlah CMC.Na

• VAO

VAO =
= 0,25 ml
Jadi sesuai dengan ketentuan ½ . Vmaks = ½ x 0,5 ml = 0,25 ml

•Sehingga volume pemberian yang didapat sesuai yang tertera pada tabel
berikut :
Kelompok BB Volume Jam Reflek Balik Badan Durasi
mencit Pemberian Pemberian (pada jam)
(gr) Hilang Kembali
Oral 20 gr 0,5 ml 09.15 09.45 11.00 1 jam 15
menit

IV 20 gr 0,25 ml 09.10 09.25 11.00 1 jam 35


menit

IP 20 gr 0,5 ml 09.05 09.12 11.00 1 jam 48


menit

IM 20 gr 0,005 ml 09.12 09.20 11.00 1 jam 40


menit

SC 20 gr 0,25 ml 09.00 09.05 11.00 1 jam 55


menit
F. Pembahasan

Pada praktikum percobaan kedua ini kita melakukan absorpsi obat. Absorpsi adalah
pergerakan partikel-partikel obat dari konsentrasi tinggi dari saluran gastrointestinal ke
dalam cairan tubuh melalui absorpsipasif, absorpsi aktif, rinositosis atau pinositosis.
Absorpsi aktif umumnya terjadi melalui difusi (pergerakan dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah). Absorpsi aktif membutuhkan carier atau pembawa untuk bergerak
melawan konsentrasi. Pinositosis berarti membawa obat menembus membran dengan
proses menelan. Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, nyeri, stress, kelaparan,
makanan dan pH. Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat vasokonstriktor, atau
penyakit yang merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stress, dan makanan yang padat, pedas,
dan berlemak dapat memperlambat masa pengosongan lambung, sehingga obat lebih
lama berada di dalam lambung.

Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan umumnya ini didasari
suatu rangkaian reaksi yang dibagi tiga fase, diantaranya adalah fase farmaseutik, fase
farmakokinetika dan Fase farmakodinamika. Perjalanan obat itu sendiri dalam tubuh
melalui 4 tahap (disebut fase farmakokinetik), yaitu absorbsi, distribusi metabolisme
dan ekskresi. Absorpsi adalah proses perpindahan obat dari tempat pemberian/aplikasi
menuju ke sirkulasi/peredaran darah yang selanjutnya mencapai target aksi obat,
Absorbsi merupakan proses perpindahan obat dari tempat aplikasi menuju sirkulasi
sistemik, menyangkut kecepatan proses dan kelengkapan yang biasa dinyatakan dalam
% dari jumlah obat yang diberikan. Efek farmakologi yang diamati ialah hilangnya
reflek membalik badan yang ditandai dengan hilangnya kemampuan mencit untuk
membalikkan badan dari keadaan telentang. efek balik badan adalah kemampuan mencit
untuk membalikkan badannya dari posisi terlentang ketika badannya ditelentangkan.
obat-obat hipnotik-sedatif memiliki efek inhibisi atau refleks polisinaptik dan tramsmisi
internunsius, dan pada dosis tinggi bisa menekan transmisi dan sambungan
neuromuskuler otot rangka. Kerja selektif ini menyebabkan relaksasi otot volunter yang
berkontraksi pada penyakit sendi atau spasme otot, dengan timbulnya efek ini dapat
diketahui onset dan durasi dari masing-masing cara pemberian.

Pada praktikum kali ini kita menggunakan obat fenobarbital. Obat fenobarbital itu
sendiri merupakan sejenis obat yang termasuk dalam kelas obat barbiturat yaitu bekerja
dengan memperlambat aktivitas di otak. Obat ini dapat digunakan sebagai obat
penenang dan antikonvulsan (anti-kejang). Obat fenobarbital bisa berefek sebagai
hipnotika yaitu senyawa yang dapat menekan sistem saraf pusat sehingga menimbulkan
efek sedasi lemah sampai tidur pulas. Oleh sebab itu obat fenobarbital ini lebih bagus
diberikan pada malam hari, sedangkan obat fenobarbital yang diberikan pada siang hari
disebut dengan efek sedatif. Obat fenobarbital ini sendiri termasuk kedalam golongan
obat psikotropika.

Pada praktikum ini farmakologi percobaan minggu kedua ini, di lakukan berbagai
macam cara pemberian obat fenobarbitol kepada lima kelompok mencit. Diantaranya
secara oral, intravena, intraperitonial, intramuscular, dan subcutan. Rute pemberian obat
menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke dalam tubuh, sehingga
merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang
merugikan.

Kondisi di tempat absorpsi mempengaruhi kemudahan obat masuk ke dalam sirkulasi


sistemik. Apabila kulit tergoles, obat topikal lebih mudah diabsorpsi. Obat topikal yang
biasanya diprogramkan untuk memperoleh efek lokal dapat menimbulkan reaksi yang
serius ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya edema pada membran mukosa
memperlambat absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk
berdifusi ke dalam pembuluh darah.Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung
pada suplai darah dalam jaringan. Sebelum memberikan sebuah obat melalui injeksi,
perawat harus mengkaji adanya faktor lokal, misalnya; edema, memar, atau jaringan
perut bekas luka, yang dapat menurunkan absorpsi obat. Karena otot memiliki suplai
darah yang lebih banyak daripada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per
intramuskular (melalui otot) diabsorpsi lebih cepat daripada obat yang disuntikan per
subkutan.

Pemberian obat secara oral, dari data percobaan yang telah dilakukan didapatkan durasi
pemberian obat secara oral 1 jam 15 menit yang dimana diberikan volume pemberian
obat 0,5 ml. Pada pemberian obat secara oral jam pemberian obat dilakukan pada 09.15
dan hilang 09.45 kembali lagi pada jam 11.00. Hal ini membuktikan bahwa pemberian
obat secara oral memberikan onset yang paling lambat yaitu 30 menit, karena melalui
saluran cerna dan lambat di absorbsi oleh tubuh. Selain itu banyak faktor yang dapat
mempengaruhi bioavaibilitas obat sehingga mempengaruhi efek yang ditimbulkan.
Daya larut obat diberikan per oral setelah diingesti sangat bergantung pada bentuk atau
preparat obat tersebut. Larutan atau suspensi, yang tersedia dalam bentuk cair, lebih
mudah diabsorpsi daripada bentuk tablet atau kapsul.

Pemberian obat secara intravena, dari data percobaan yang telah dilakukan didapatkan
durasi pemberian obat secara intravena 1 jam 35 menit yang dimana diberikan volume
pemberian obat 0,25 ml. Pada pemberian obat secara intravena jam pemberian obat
dilakukan pada 09.10 dan hilang 09.25 kembali lagi pada jam 11.00. Onset pemberian
obat secara intravena yaitu 15 menit. Dari data yang didapatkan tentang perbandingan
rute pemberian obat terhadap efektifitasnya, menunjukkan bahwa rute pemberian
melalui intravena adalah yang paling cepat, yaitu didapatkan hasil rata-rata
membutuhkan waktu 15 menit. Rute pemberian secara intravena dilakukan dengan
menyuntikkan cairan mengandung obat langsung ke pembuluh vena atau pembuluh
darah, hal ini yang menyebabkan rute pemberian intravena lebih cepat dibandingkan
dengan rute pemberian yang lain karena langsung ke pembuluh darah.

Pemberian obat secara intraperitonial, dari data praktikum yang diperoleh onset
pemberian intraperitonial yaitu 7 menit. Pemberian intraperitoneal adalah rute yang
paling umum digunakan karena tekniknya yang mudah. Besarnya luas permukaan
rongga peritoneal dan banyaknya supply darah memungkinkan laju absorbsi yang cepat.
Laju absorbsi rute ini biasanya setengah atau seperempat kali kecepatan absorbsi
intravena.
Pemberian obat secara intramuscular, dari data praktikum didapatkan onset pemberian
intramuscular yaitu 8 menit. Pemberian obat dengan cara ini dilakukan pada bagian
tubuh yang berotot besar, agar tidak ada kemungkinan untuk menusuk saraf, misalnya
pada bokong dan kaki bagian atas atau pada lengan bagian atas. Injeksi ini diabsorbsi
lebih cepat daripada injeksi subkutan karena suplai darah yang lebih besar ke otot
tubuh.

Pemberian obat secara subkutan, dari data praktikum diperoleh onset pemberian yaitu 5
menit dan memiliki durasi yang paling lama dari rute pemberian lainnya yaitu 1 jam 55
menit. Pada beberapa kasus, absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih karena
menghasilkan efek yang dapat bertahan lama.

Kondisi di tempat absorpsi mempengaruhi kemudahan obat masuk ke dalam sirkulasi


sistemik. Apabila kulit tergoles, obat topikal lebih mudah diabsorpsi. Obat topikal yang
biasanya diprogramkan untuk memperoleh efek lokal dapat menimbulkan reaksi yang
serius ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya edema pada membran mukosa
memperlambat absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk
berdifusi ke dalam pembuluh darah.Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung
pada suplai darah dalam jaringan. Sebelum memberikan sebuah obat melalui injeksi,
perawat harus mengkaji adanya faktor lokal, misalnya; edema, memar, atau jaringan
perut bekas luka, yang dapat menurunkan absorpsi obat. Karena otot memiliki suplai
darah yang lebih banyak daripada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per
intramuskular (melalui otot) diabsorpsi lebih cepat daripada obat yang disuntikan per
subkutan.

G. Kesimpulan

Dari praktikum yang dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada pemberian obat secara oral lebih lama, karena melalui saluran cerna dan
lambat di absorbsi oleh tubuh. Selain itu banyak faktor yang dapat
mempengaruhi bioavaibilitas obat sehingga mempengaruhi efek yang
ditimbulkan.
2. Rute pemberian obat yang tercepat yaitu intravena, hal ini dikarenakan proses
absorpsi langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui tahapan proses seperti
pemberian oral, obat akan mengalami absorpsi terlebih dahulu lalu setelah itu
masuk ke pembuluh darah dan memberikan efek. Semakin tinggi dosis yang
diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat.
3. Dilihat dari onset setiap rute pemberian obat, rute pemberian secara subcutan
lebih cepat selanjutnya intraperitonial, diikuti oleh intramuscular, intravena dan
paling lambat yaitu secara oral. Sedangkan diliat dari durasinya, rute pemberian
secara oral lebih cepat, selanjutnya secara intravena, intramuscular,
intraperitonial dan yang paling lambat yaitu subcutan.

Daftar Pustaka

Nabila, P. MAKALAH PENGGOLONGAN OBAT, FARMAKODINAMIKA DAN


FARMAKOKINETIK, INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI SERTA EFEK
SAMPING OBAT.

Elly,2011,Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Mutschler,Ernest,1991,Dinamika Obat edisi V ,Penerbit ITB,Bandung

Indijah, S.W., Fajri, P. 2016. Bahan Ajar Cetak Farmakologi. Kemenkes RI, Jakarta.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/
Farmakologidalam-Keperawatan-Komprehensif.pdf diakses pada tanggal 06 April 2022
LAMPIRAN
Mencit sebagai H.U

spuit 1cc, spuit sonde, kapas alkohol, ,


beaker gelas, obat fenobarbital

Pemberian obat secara oral

Pemberian obat secara Subkutan

Pemberian obat secara IntraMuskular


Pemberian obat secara IntraPeritoneal

Pemberian obat dengan Intra Vena

Anda mungkin juga menyukai