Anda di halaman 1dari 102

KLASIFIKASI DAN FUNGSI PERIBAHASA PAKPAK

DI KECAMATAN SITELLU TALI URANG JEHE


KABUPATEN PAKPAK BHARAT; KAJIAN FOLKLOR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi


Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh:

SURI PURNAMA SARI MANIK

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2022
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah tertulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2022

Suri Purnama Sari Manik

NIM. 2181210003

i
ABSTRAK

Suri Purnama Sari Manik, NIM. 2181210003, Klasifikasi dan Fungsi Peribahasa
Pakpak di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat;
Kajian Folklor, Skripsi Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan
Seni Universitas Negeri Medan Tahun 2022.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan klasifikasi serta fungsi peribahasa Pakpak
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak khususnya di Kecamatan Sitellu Tali
Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat. Adapun upaya yang dilakukan untuk
memperoleh data penelitian yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan
masyarakat Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe serta membaca buku, jurnal dan
skripsi yang berkaitan dengan peribahasa Pakpak. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif deskriptif, dimana bentuk metode penelitian kualitatif digunakan
sebagai prosedur untuk memecahkan masalah yang diteliti dengan menghasilkan data
deskriptif berupa data tertulis atau lisan. Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan
untuk memahami fenomena yang dialami oleh objek penelitian melalui berbagai
metode ilmiah, seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, yang
terdapat dalam lingkungan alam yang khusus (Moleong, 2017:6). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam peribahasa Pakpak terdapat lima klasifikasi peribahasa,
yaitu (1) peribahasa mengenai hewan (fauna), (2) peribahasa mengenai tanam-
tanaman (flora), (3) peribahasa mengenai manusia, (4) peribahasa mengenai anggota
kerabat, (5) peribahasa mengenai fungsi anggota tubuh. Selain klasifikasi, ditemukan
juga empat fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak, yaitu; (1) sebagai sistem
proyeksi (projective system), (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata atau
lembaga kebudayaan, (3) sebagai alat pendidikan, (4) sebagai alat pemaksa dan
pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

Kata kunci: Peribahasa Pakpak, sastra lisan dan folklor

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya

yang senantiasa penulis rasakan dan yang senantiasa memberikan kekuatan dan

kesabaran kepada penulis sehingga penulisan skripsi yang berjudul Klasifikasi dan

Fungsi Peribahasa Pakpak di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak

Bharat; Kajian Folklor dapat penulis selesaikan pada waktunya. Adapun penulisan

skripsi ini yaitu mengkaji tentang klasifikasi dan fungsi peribahasa Pakpak yang

terdapat di tengah masyarakat suku Pakpak khususnya di Kecamatan Sitellu Tali

Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat untuk dapat melaksanakan sidang meja hijau dalam program studi Sastra

Indonesia, jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, fakultas Bahasa dan Seni.

Dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, bahwa dalam penyusunan

skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan. Untuk itu saran, bimbingan serta

kritikan yang membangun sangat penulis butuhkan guna perbaikan agar penyusunan

skripsi ini dapat sesuai dengan yang diharapkan. Dalam penyelesaian skripsi ini,

penelitian ini juga tidak terlepas dari motivasi, bantuan serta dorongan dari berbagai

pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan motivasi dan kemudahan bagi penulis baik dari segi moril maupun

material yang sangat berarti, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

i
1. Dr. Syamsul Gultom, SKM., M.Kes., rektor Universitas Negeri Medan yang

sudah memberikan kesempatan kepada penulis untuk kuliah di Universitas

Negeri Medan,

2. Dr. Abdurahman Adisaputera, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Negeri Medan,

3. Dr. Syamsul Arif, M.Pd., ketua jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Universitas Negeri Medan,

4. Trisnawati Hutagalung, S.Pd,. M.Pd., Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia,

5. Dr. Oky Fardian Gafari, S.Sos., M.Hum., ketua program studi Sastra

Indonesia Universitas Negeri Medan,

6. Ita Khairani, S.Pd., M.Hum., pembimbing skripsi penulis yang senantiasa

memberikan arahan, bimbingan dan dukungan kepada penukis dalam proses

penyusunan skripsi ini,

7. Frinawaty Lestarina Barus, S.Pd., M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik

penulis,

8. Seluruh dosen dan staf program studi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan

Seni Universitas Negeri Medan yang telah membimbing penulis,

9. Kedua orang tua penulis yang paling tersayang, Ayahanda Pos Manik dan

Ibunda Dahlia Bancin selaku orang tua penulis yang sudah memberikan

dukungan berupa materi, perhatian, cinta kasih, nasihat, dan doa yang tulus

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini,

ii
10. Camat Sitellu Tali Urang Jehe yang telah memberikan izin kepada penulis

untuk melakukan penelitian,

11. Saudara kandung penulis, kakak saya (Poda dan Hayati) adik saya (Lolona,

Delima, Marsada, Teguh, dan Dommo) yang turut memberikan dukungan,

motivasi dan doa dalam proses penyusunan skripsi ini,

12. Kepada sahabat terkasih ku TINOSUMA (Tian, Nova dan Hema) yang

senantiasa memotivasi penulis, mendoakan, dan memberikan semangat

kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini,

13. Sahabat KKN Desa Sinambela tahun 2021 (Angga, Junita, Hema, Ferdinand,

Angel, Tian, dan Sahrul) yang selalu memberikan dukungan dan motivasi

kepada penulis,

14. Sahabat rohani “KECE DOMINIC” (Kak Intan Rajagukguk, Tian, Hema,

Marlisna dan Juliani) yang senantiasa turut mendoakan dan memberikan

semangat kepada penulis,

15. Penghuni kost 87A jalan Sering (Jonipar, bg Martin, bg Kardo, bg Duafa,

Sandro, Hantari, Laba, Marke, Dikson, Jekki) yang telah memberikan

dukungan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi,

16. Sahabat kost lama Kasih Karunia (Imia Berutu, Lenni Bancin, Samaria

Bancin, Monika Banurea) yang senantiasa memberikan perhatian, doa dan

motivasi kepada penulis,

17. Seluruh teman-teman IKATAN MAHASISWA PAKPAK SILIMA SUAK

(IMPASIS) yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis

dalam proses penyusunan skripsi

iii
18. Seluruh teman-teman Sastra Indonesia A 2018 yang telah memberikan

dukungan, serta motivasi kepada penulis.

iii
19. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang telah banyak

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk menambah

wawasan yang lebih luas baik kepada penulis maupun kepada semua

pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2022

Penulis,

Suri Purnama Sari Manik

NIM 2181210003

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK…………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah................................................................................8

1.3 Batasan Masalah......................................................................................8

1.4 Rumusan Masalah...................................................................................9

1.5 Tujuan Penelitian....................................................................................9

1.6 Manfaat Penelitian.................................................................................10

BAB II KERANGKA TEORETIS.......................................................................11

2.1 Sastra Lisan......................................................................................11

2.1.1 Pengertian sastra lisan........................................................11

2.2 Folklor..................................................................................................13

2.2.1 Pengertian Folklor...............................................................13

2.2.2 Ciri-ciri Folklor.....................................................................14

2.2.3 Bentuk-Bentuk Folklor.........................................................16

2.3 Peribahasa............................................................................................19

2.3.1 Hakikat Peribahasa...............................................................19

2.3.2 Jenis – Jenis Peribahasa........................................................19

2.3.3 Teori Klasifikasi Peribahasa S. Keyzer................................21

2.3.4 Teori Fungsi Folklor Wiliam R. Bascom.............................23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................27

ii
3.1. Metode Penelitian.......................................................................................27

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................................27

3.3. Data dan Sumber Data................................................................................28

3.4. Instrumen Penelitian...................................................................................28

3.5. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................29

3.6. Teknik Analisis Data...................................................................................30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………

4.1 Hasil Penelitian…………………………………………………………....

4.2 Pembahasa…………………………………………………………………

BAB V PENUTUP…………………………………………………………………

5.1 Simpulan…………………………………………………………………..

5.2 Saran………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

iii
iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Pertanyaan Wawancara……………………………………..36

Lampiran 2 Tabel Wawancara…………………………………………………..

Lampiran 3 Data Narasumber…………………………………………………...

Lampiran 4 Hasil Dokumentasi…………………………………………………

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan cerminan dari berbagai aspek kehidupan, serta

tatanan antarmanusia sehingga menjadi bagian dari kebudayaan

masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat khususnya di pedesaan

memiliki suatu kebudayaan, apalagi masyarakat Indonesia yang dikenal

sebagai masyarakat yang multikultural. Masyarakat tentunya mengalami

perkembangan dari waktu ke waktu, dari yang tradisional menjadi

masyarakat yang modern. Masyarakat tradisional dikenal dengan

kebudayaan yang masih kental, kebudayaan ini dipelajari dari alam,

pengalaman kehidupan sosial mereka serta komunikasi simbolik dalam

masyarakat. Pengetahuan-pengetahuan tersebut yang didapatkan lalu

diteruskan ke generasi penerus dengan cara yang mudah dipahami oleh

masyarakat tradisional. Walaupun sederhana tetapi memiliki banyak

makna, hal inilah yang dijelaskan dalam interaksionisme simbolik.

Pewarisan kebudayaan masyarakat menginternalisasi budaya

melalui kebudayaan lisan atau biasa disebut dengan folklor. Folklor

merupakan bagian dari sastra berupa sebagian kebudayaan suatu kolektif,

yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa

saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan

maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu

pengingat. Kebudayaan atau yang disebut peradaban, mengandung

pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa

1
2

kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat-

istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota

masyarakat (Taylor, 1897 dalam Suwardi Endaswara, 2013:1).

Sastra daerah merupakan sastra lisan yang masih hidup di tengah-

tengah masyarakat yang mengalami modernisasi, banyak usaha yang

diupayakan oleh masyarakat maupun pemerintah Indonesia agar sastra

daerah tidak hilang di tengah-tengah kemajuan modernisasi, salah satu

upaya yang dilakukan adalah pengumpulan data Informasi mengenai sastra

daerah di seluruh Indonesia. Upaya ini dilakukan karena sastra daerah

merupakan arsip kebudayaan yang menyimpan berbagai data dan

informasi kebudayaan daerah yang di dalamnya terdapat berbagai ajaran-

ajaran, adat istiadat dan mengandung nilai-nilai leluhur bangsa Indonesia.

Hal ini dinilai sangat penting karena saat ini sastra daerah terutama

ungkapan tradisional daerah (peribahasa) seolah-olah dilupakan di

kalangan masyarakat.

Folklor adalah suatu kebudayaan yang dimiliki sekelmpok

masyarakat tertentu, dan diwariskan secara turun-temurun, disebarkan

dalam versi yang berbeda, dalam bentuk lisan maupun tulisan. Danandjaya

(2016:2) mengemukakan bahwa folklor adalah sebagian kebudayaan suatu

kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara

kolektif macam apa saja, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang

disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Terdapat tiga

bentuk-bentuk folklor, diantaranya folklor lisan, folklor sebagai lisan dan


3

folklor bukan lisan. Peribahasa tergolong ke folklor lisan dimana dalam

penelitian ini akan dibahasa mengenai peribahasa Pakpak.

Peribahasa merupakan suatu kelompok kata atau kalimat yang

memiliki makna tertentu yang berisikan kalimat ringkas, berisi tentang

perbandingan, nasihat dan tingkah laku manusia. (KBBI, 1995:755).

Kalimat ini sering diselipkan dalam percakapan untuk menasehati,

membandingkan, atau menyindir seseorang.

Suku Pakpak adalah penduduk pribumi yang mendiami wilayah

Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Tinada, Kecamatan

Pagindar, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kecamatan Sitellu Tali

Urang Julu, Kecamatan ; Pergetteng-getteng Sengkut, dan Kecamatan

Siempat Rube di Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan asalnya, suku Pakpak dapat dibagi ke dalam lima puak (suak)

yang juga sering disebut sebagai Pakpak si lima suak, kelima bagian

tersebut adalah Pakpak Boang, yaitu orang Pakpak yang berasal dan

mendiami wilayah Lipat Kajang dan Aceh Singkil, yang sekarang

merupakan wilayah Nanggroe Aceh Darussalam bagian Selatan; Pakpak

Kelasen, yakni orang Pakpak yang berasal dari Parlilitan, Pakkat, dan

Manduamas; Pakpak Keppas yang terdiri dari daerah Sidikalang, Parongil,

dan Bunturaja; Pakpak Simsim, yakni meliputi Kecamatan Sukarame,

Kerajaan, dan Salak; sedangkan Pakpak Pegagan merupakan orang Pakpak

yang berasal dari Sumbul Pegagan. Menggunakan bahasa Pakpak sebagai

bahasa Pergaulan sehari-hari maupun pada upacara-upacara adat dan


4

peristiwa-peristiwa lainnya disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa

resmi khususnya bagi pendatang dan kaum terpelajar lainnya.

Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe merupakan salah satu

kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara,

Indonesia yang terdiri 10 desa yaitu:

(1) Desa Bandar Baru,

(2) Desa Kaban Tengah,

(3) Desa Maholida,

(4) Desa Malum,

(5) Desa Mbinalun,

(6) Desa Perjaga,

(7) Desa Perolihen,

(8) Desa Simberuna,

(9) Desa Tanjung Meriah,

(10)Desa Tanjung Mulia.

Dengan jumlah penduduk sekitar 3.551 jiwa pada data tahun 2022

(Sinurat, Kardo. 2022. An. Camat Sitellu Tali Urang Jehe Kasi

Trantibum). Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe yang sebagian besar

penduduknya merupakan suku Pakpak. Suku Pakpak di daerah tersebut

masih kental dengan aspek-aspek kebudayaannya seperti, adat istiadat,

kesenian, dan salah satunya adalah peribahasa. Istilah peribahasa dalam

suku Pakpak adalah perumpamaen. Perumpamaen atau peribahasa adalah

sebagai bagian dari tradisi atau kultur budaya yang ada di daerah Pakpak

yang disampaikan secara lisan atau dari mulut ke mulut oleh nenek
5

moyang terdahulu, peribahasa dijadikan sebagai sarana untuk memberikan

kritik, teguran, pesan, serta ajaran moral melalui makna yang terkandung

dalam peribahasa Pakpak. (Berutu 2013:102).

Ungkapan atau peribahasa yang dikenal oleh masyarakat Pakpak

umumnya tidak terlepas dari lingkungan alam, aktivitas sehari-hari dan

aktivitas lingkaran hidup dan adat istiadat lainnya. Hal ini terbukti dari

nama fauna atau flora maupun istilah-istilah yang digunakan selalu terkait

dengan unsur-unsur tersebut. Ungkapan-ungkapan ini digunakan secara

formal maupun informal. Secara formal misalnya pada saat upacara-

upacara, baik dalam upacara keluarga inti maupun melibatkan banyak

pihak seperti upacara perkawinan atau kematian. Secara informal misalnya

dalam percakapan sehari-hari ataupun saat orang tua memberikan nasehat

terhadap anak-anaknya.

Pengetahuan tentang peribahasa Pakpak berbeda-beda antar

individu tergantung usia, lingkungan tempat tinggal dan peran aktif di

tengah-tengah masyarakat. Misalnya, semakin tua seseorang biasanya

konsumsi pengetahuan tentang peribahasa semakin banyak. Demikian juga

warga yang tinggal ditengah-tengah masyarakat yang homogen(Pakpak)

biasanya lebih banyak mengetahui jenis peribahasa, karena selalu

berkomunikasi dalam bahasa Pakpak.

Peribahasa ini, mungkin jarang terpublikasi oleh budaya Pakpak

sendiri disetiap acara pesta, adat dan upacara-upacara lainnya. Peribahasa

Pakpak lebih sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat

Pakpak.
6

Namun penggunaan peribahasa Pakpak dalam kehidupan sehari-

hari mulai memudar, terkhususnya pada masyarakat awam Pakpak

terutama generasi muda umumnya tidak paham dan tidak tahu tentang

perumpamaan atau peribahasa Pakpak (Berutu, 2006). Hal tersebut terjadi

karena adanya pengaruh perkembangan zaman, contohnya anak muda di

Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe terlihat sangat jarang memakai bahkan

ada juga yang tidak mengetahui apa saja bentuk dan fungsi yang

terkandung dalam peribahasa Pakpak, mereka cenderung hanya

mengetahui sekilas isi dari peribahasa Pakpak namun tidak dengan

klasifikasi dan fungsi yang terkandung dalam peribahasa tersebut sehingga

membuat peribahasa Pakpak semakin memudar eksistensinya di tengah-

tengah masyarakat Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe. Menurut survey

yang dilakukan oleh peneliti, keberadaan peribahasa Pakpak hanya

diketahui masyarakat sekitar 30% dari 3.551 KK yang ada di Kecamatan

Sitellu Tali Urang Jehe dan kebanyakan adalah para orang tua yang

berumur 40 tahun keatas dan orangtua yang sudah lanjut usia serta orang-

orang yang menekuni bidang adat dan budaya.

Sebagai data awal, peneliti memberikan contoh peribahasa Pakpak

yang sering digunakan dalam keseharian masyarakat Pakpak, berikut ini

contoh analisis datanya:

Ulang bage menolong biang terkapit (Berutu, 2006:31), yang artinya

dalam bahasa Indonesia (jangan seperti menolong anjing yang terjepit)

jika mengeluarkan anjing yang sedang terjepit, anjing itu akan menggigit

yang menolongnya. Peribahasa ini dikatakan misalnya dalam suatu


7

perkara pertengkaran, apabila ada sengketa sering dijadikan sasaran

kemarahan pihak yang melerai (memisah). Maksud hati berbuat baik,

malah sebaliknya mendapat pukulan, makian maupun hinaan. Peribahasa

ulang bage menolong biang terkapit jika diklasifikaskan masuk ke dalam

klasifikasi peribahasa S.Keyzer (dalam Danandjaya, 2007:3) mengenai

binatang (fauna). Kata biang dalam peribahasa tersebut memiliki artian

berupa nama binatang yaitu anjing. Kemudian bila dihubungkan dengan

fungsi folklor William R.Bascom (dalam Danandjaya,2013:3) maka

peribahasa ulang bage menolong biang terkapit masuk ke dalam fungsi

sebaga alat pendidikan, dimana peribahasa tersebut menjadi salah satu

penyampaian nilai-nilai kehidupan, dimana supaya kita lebih berhati-hati

dalam memberikan pertolongan bagi orang lain yang kurang bersyukur

dengan perbuatan kita.

Penelitian terdahulu tentang peribahasa Pakpak sudah pernah

diteliti oleh Susi Lolo Karina Sidabutar, (2022) dalam skripsinya yang

berjudul “Analisis Gaya Bahasa Dalam Peribahasa Pakpak”. penelitian ini

membahas tentang gaya bahasa yang terdapat dalam peribahasa Pakpak.

Kemudian Esranutor Palangde, (2016) dalam skripsinya yang berjudul

“Klasifikasi Dan Pemaknaan Peribahasa Toraja Di Kota Tarakan Provinsi

Kalimantan Utara (Kajian Sastra Lisan S.Keyzer)”. penelitian ini

membahas tentang pengklasifikasian serta pemaknaan yang terdapat dalam

peribahasa Toraja di Kota Tarakan Kabupaten Kalimantan Utara.

Beranjak dari penelitian Susi dan Esranutor, perbedaannya terletak

di objek material penelitian yaitu peribahasa Pakpak dan objek formalnya


8

berupa kajian folklor, memanfaatkan teori klasifikasi peribahasa S.

Keyzer, yaitu: (1) peribahasa mengenai binatang(fauna), (2) peribahasa

mengenai tanam-tanaman(flora), (3) peribahasa mengenai manusia, (4)

peribahasa mengenai anggota kerabat, dan (5) peribahasa mengenai

anggota dan teori fungsi folklor Wiliam R. Bascom, yaitu: (1) sebagai

system proyeksi (projective system), yakni sebagai alat pencermin angan-

angan suatu kolektif; (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan

lembaga-lembaga kebudayaan; (3) sebagai alat pendidikan anak-anak

(pedagogical device), dan (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar

norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Maka

peneliti tertarik meneliti bagaimana klasifikasi dan fungsi peribahasa

Pakpak di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat

didentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Banyak masyarakat yang kurang mengetahui bahkan ada juga yang

sama sekali tidak mengetahui peribahasa Pakpak khususnya di

kalangan anak muda.

2. Terdapat klasifikasi atau pembagian peribahasa Pakpak yang tidak

banyak diketahui oleh masyarakat Pakpak.

3. Terdapat fungsi dalam peribahasa Pakpak yang perlu diketahui oleh

masyarakat Pakpak.
9

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di

atas, batasan masalah dilakukan untuk membatasi cakupan masalah yang

akan diteliti agar penelitian dapat dilakukan dengan baik dan terarah.

Penelitian ini dibatasi dengan “Klasifikasi dan Fungsi Peribahasa Pakpak

di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat; Kajian

Folklor” yang dibatasi pada lokasi penelitian yaitu Kecamatan Sitellu Tali

Urang Jehe meliputi; desa Bandar Baru, desa Kaban Tengah, desa

Maholida, desa Malum, desa Mbinalun, desa Perjaga, desa Perolihen, desa

Simberuna, desa Tanjung Meriah dan desa Tanjung Mulia dengan

menggunakan teori klasifikasi peribahasa S. Keyzer dan teori fungsi

folklor Wiliam R. Bascom.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka dapat

diambil rumusan masalah sebagai berikut :

2. Bagaimanakah klasifikasi yang terdapat dalam peribahasa Pakpak di

Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat dengan

menggunakan teori S.Keyzer?

3. Bagaimanakah fungsi yang terdapat dalam peribahasa Pakpak di

Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat dengan

menggunakan teori William R. Bascom?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah yang diuraikan, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:


10

1. Mendeskripsikan klasifikasi yang terdapat dalam peribahasa Pakpak di

Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat.

2. Mendeskripsikan fungsi yang terdapat dalam peribahasa Pakpak di

Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat.

1.6 Manfaat Penelitian

Segala sesuatu yang dikerjakan harus memberikan manfaat baik

untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Penelitian ini juga diharapkan

dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoretis

a. Menjadi pengetahuan kepada pembaca untuk mengetahui

klasifikasi dan fungsi peribahasa Pakpak dalam masyarakat

Pakpak,

b. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang peribahasa

Pakpak,

c. Menjadi sumber data bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat, penelitian ini akan dijadikan salah satu sarana

guna memperkaya pengetahuan terhadap peribahasa Pakpak,

b. Menjadi bahan pembelajaran tentang peribahasa Pakpak sekaligus

menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan

dengan peribahasa Pakpak.


11
BAB II

KERANGKA TEORETIS

2.1 Sastra Lisan

2.1.1 Pengertian Sastra Lisan

Sastra lisan adalah berbagai tuturan verbal yang memiliki ciri-ciri

sebagai karya sastra pada umumnya, yang meliputi puisi, prosa, nyanyian,

dan drama lisan. Sastra lisan (oral literature) adalah bagian dari tradisi

lisan (oral traditioan) atau yang biasanya dikembangkan dalam

kebudayaan lisan (oral culture) berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau

kesaksian-kesaksian ataupun yang diwariskan secara lisan dari satu

generasi ke generasi lainnya (Vansina, 1985:27-28). Dengan demikian

dapat ditarik kesimpulan yang jelas bahwa sastra lisan itu sekumpulan

karya sastra atau teks-teks lisan yang memang disampaikan dengan cara

lisan atau sekumpulan karya sastra yang bersfat dilisankan yang memuat

hal-hal yang berbentuk kebudayaan, sejarah, sosial masyarakat, ataupun

sesuai ranah kesusastraan yang dilahirkan dan disebarluaskan secara turun-

temurun sesuai kadar estetikanya.

Sastra lisan adalah karya yang penyebarannya disampaikan dar mulut

ke mulut secara turun-temurun. Ciri-ciri sastra lisan, yakni (1) lahir dari

masyarakat yang polos, yang belum mengenal huruf, dan bersifat

tradisional; (2) menggambarkan ciri-ciri budaya tertentu yang tidak jelas

siapa penciptanya; (3) lebih menekankan aspek khayalan, ada sindiran,

jenaka, dan pesan mendidik; (4) sering melukiskan tradisi kolektif tertentu.

(Endaswara 2011:151).

11
12

Sastra lisan yang disebut juga tradisi lisan oleh Skatman (2009:6)

dibagi ke dalam beberapa bagian, yakni: (a) bahasa rakyat (folk speech)

seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan gelar kebangsawanan, (b)

ungkapan seperti peribahasa dan pepatah, (c) pertanyaan tradisional (teka-

teki), (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair, (e) cerita prosa

rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng, dan (f) nyanyian rakyat.

Bentuk dari sastra lisan sendiri dapat berupa prosa (seperti mite,

dongeng, dan legenda), puisi rakyat (seperti syair, gurindam, dan pantun),

seni pertunjukan seperti wayang, ungkapan tradisional (seperti pepatah

dan peribahasa), nyanyian rakyat dan masih banyak lagi. Perkembangan

sastra lisan dalam kesusastraan Indonesia dipengaruhi oleh beberapa

budaya lain, seperti budaya Cina, Hindu-Budha, India, dan arab. Sastra

lisan yang dipengaruhi oleh budaya-budaya tersebut dibawa dengan cara

perdagangan, perkawinan, dan agama.

Fungsi dari sastra lisan sendiri tidak hanya sekedar untuk kebutuhan

seni, melainkan terdapat pula unsur pendidikan yang hendak disampakan

didalamnya, seperti nilai moral dan nlai agama dalam masyarakat. Salah

satu contoh sastra lisan yang berkaitan dengan moral adalah Gurindam.

Gurindam adalah puisi Melayu Lama sarat dengan pengaruh sastra Hindu.

Isi dari gurindam sendiri adalah nasihat-nasihat kehidupan.

Sastra lisan sering diistilahkan dengan folklor yang berkembang dalam

suatu kelompok dan merupakan milik masyarakat yang bersangkutan.

Sastra lisan yang merupakan bagian dari sastra rakyat adalah salah satu

unsur kebudayaan yang perlu dikembangkan karena mengandung nilai-


13

nilai budaya, norma-norma dan nilai-nilai etika serta nilai moral

masyarakat pendukungnya. Dengan mengetahui sastra lisan tersebut, kita

dapat mengetahui gambaran yang lebih banyak mengenai berbagai aspek

kehidupan masyarakat tertentu dan dapat pula membina pergaulan serta

pengertian bersama sebagai suatu bangsa yang memiliki aneka ragam

kebudayaan.

2.2 Folklor

2.2.1 Pengertian Folklor

Kata folklor diambil dari bahasa Inggris folklore. Kata in

berasal dari kata , yaitu folk dan lore. Folk adalah sekelompok

orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan

kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok

lainnya, serta kebudayaan tersebut telah mereka warisi secara

turun-temurun, sedikitnya dua generasi (Dundles dalam

Danandjaya, 2016:1). Sedangkan lore menurut Danandjaya

(2016:1) adalah tradisi folk, sebagian kebudayaannya yang

diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau suatu contoh

yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

Folklor adalah suatu kebudayaan yang dimiliki sekelmpok

masyarakat tertentu, dan diwariskan secara turun-temurun,

disebarkan dalam versi yang berbeda, dalam bentuk lisan maupun

tulisan. Danandjaya (2016:2) mengemukakan bahwa folklor adalah

sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan

secara turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, baik


14

dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak

isyarat atau alat pembantu pengingat. Pendapat lain mengatakan

bahwa folklor adalah bagian dari kebudayaan yang bersifat

tradisional, tidak resmi, dan nasional (Yadnya dalam Endraswara,

2013:2). Pendapat ini menyiratkan bahwa folklor tidak hanya

bersifat etnik maupun milik satu kelompok masyarakat, melainkan

juga milik negara sebagai upaya melindungi dan melestarikan

folklor di Indonesia.

2.2.2 Ciri-ciri Folklor

Folklor memiliki ciri-ciri yang dapat membedakan dari

kebudayaan lainnya (Brunvand, 1968:4, dkk dalam M.Rafiek, 2015:51)

yaitu:

a. Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu

disebarkan melaui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan

suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat dan alat pembantu

pengingat dari satu generasi ke generasi berikutnya).

b. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif

tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan antara kolektif tertentu

dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

c. Folklor ada dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.

Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut

(lisan). Biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga

oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi, folklor

dengan mudah dapat mengalami perubahan, walaupun demikian


15

perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan

bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.

d. Folklor bersifat anonym, nama penciptanya sudah tidak diketahui

orangnya lagi atau tidak ada pengarangnya.

e. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola.

f. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang

tidak sesuai dengan logika umum. Ciri pengenal ini terutama

berlaku bagi yang folklor lisan dan sebagian lisan.

g. Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini sudah

tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak

diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan

merasa memilikinya.

h. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga seringkali

kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti

apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi

emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.

Folklor hanya merupakan sebagian kebudayaan, yang

penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata atau lisan. Itulah

sebabnya ada yang menyebutnya sebagai tradisi lisan. Padahal folklor

lebih luas cakupannya bila dibandingkan dengan tradisi lisan. Menurut

Dananjaya, 2002:2 (dalam Dr. M.Rafiek, M.Pd, 2015:52) tradisi lisan

hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyanyian rakyat.

Sedangkan folklor mencakup lebih dari itu, seperti tarian rakyat dan

arsitektur rakyat.
16

2.2.3 Bentuk-bentuk Folklor

Folklor memiliki beberapa bentuk atau kelompok. Menurut Jan

Harold dalam Danandjaya (2016:21) folklor terbagi atas tiga

kelompok besar berdasarkantipenya, yaitu:

a. Folklor lisan

Folklor lisan adalah salah satu jenis folklor yang bentuknya

murni lisan. Folklor tersebut disampaikan atau diucapkan

secara lisan. Folk lor lisan terbagi ke dalam beberapa jenis,

yaitu (1) bahasa rakyat (folk speech) seperti julukan, logat,

pangkat tradisional, dan titel kebangsaan; (2) ungkapan

tradisional, seperti pepatah, peribahasa, dan pemeo; (3)

pertanyaan tradisional, seperti teka-teki tradisional; (4) puisi

rakyat, seperti gurindam, syair, dan pantun; (5) cerita prosa

rakyat, seperti dongeng. Menurut Tjahjono (1988:166) dongeng

terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

1). Mite

Mite adalah dongeng yang menceritakan kehidupan

makhluk halus, setan, hantu, ataupun dewi-dewi.

Contohnya adalah Dewi Sri, Nyi Roro Kidul, Jaka Tarub.

2). Legenda

Legenda adalah dongeng yang diciptakan

masyarakat sehubungan dengan keadaan alam dan atau

nama suatu daerah. Contohnya adalah Tangkuban Perahu,

Cerita Pulau Berhala, dan Cerita Danau Toba.


17

3). Sage

Sage adalah dongeng yang didalamnya terdapat

unsur sejarah, namun sukar dipercaya kebenarannya karena

unsur sejarahnya tersedak oleh unsur fantasi. Contohnya

adalah Putri Hijau, Putri Merak Jingga, dan Malin

Kundang.

4). Fabel

Fabel adalah dongeng yang mengangkat kehidupan

binatang sebagai bahan ceritanya. Contohnya adalah

Domba Kecil dan Anjing Gunung, Si Kancil, dan Dua

Tupai dan Seekor Ular Pohon.

5). Parabel

Parabel adalah dongeng perumpamaan yang

didalamnya mengandung kiasan-kiasan yang bersifat

mendidik. Contohnya adalah Kabayan dan Dayang Pucuk

Kelumpai.

b. Folklor sebagai lisan

Folklor sebagai lisan adalah folklor yang berbentuk

campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Jenis-jenis dari

folklor ini adalah (1) kepercayaan rakyat, seperti takhayul dari

suatu daerah yang terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan

ditambah dengan melakukan gerak-gerik atau isyarat yang

dianggap masyarakat daerah tersebut mempunyai makna gaib;

(2) permainan rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan yang


18

menyebarkan permainan tersebut adalah anak-anak daerah

setempat, (3) adat istiadat adalah perilaku budaya dan aturan-

aturan yang ada dan dilestarikan untuk mengatur perilaku

masyarakat, seperti peraturan hokum adat oleh tokoh-tokoh

adat desa maupun tokoh agama desa, (4) tari rakyat adalah

sebuah tarian yang lahir dan berkembang dari kebudayaan

masyarakat setempat yang merujuk pada kebiasaan

masyarakatnya dan menceritakan tentang suatu kisah, serta (5)

upacara. Upacara adalah suatu rangkaian kegiatan yang diatur

oleh pemangku adat daerah dan dilakukan oleh masyarakat

setempat.

c. Folklor bukan lisan

Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan

lisan, walaupun cara pengajarannya dilakukan secara lisan.

Folklor bukan lisan ini terbagi ke dalam dua kelompok besar,

yaitu folklor bukan lisan material dan folklor bukan lisan yang

bukan material. Bentuk folklor yang termasuk kelompok

material yaitu: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah dan

bentuk lumbung padi), kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan

tubuh adat, masakan dan minuman rakyat, serta obat-obatan

tradisiona l. Sedangkan bentuk folklor yang termasuk bukan

material yaitu: bunyi isyarat tradisional yang berfungsi sebagai

alat komunikasi (kentongan yang digunakan masyarakat Jawa


19

sebagai tanda bahaya), gerak isyarat tradisional, dan musik

rakyat.

2.3 Peribahasa

2.3.1 Hakikat Peribahasa

Peribahasa merupakan suatu kelompok kata atau kalimat yang

memiliki makna tertentu yang berisikan kalimat ringkas, berisi tentang

perbandingan, nasihat dan tingkah laku manusia (KBBI, 1995:755).

Kalimat ini sering diselipkan dalam percakapan untuk menasehati,

membandingkan, atau menyindir seseorang.

Peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang mempunyai

suatu makna tertentu, atau hal yang mengungkapkan untuk melakukan

perbuatan atau hal mengenai diri seseorang. Peribahasa ini mencakup

beberapa jenis peribahasa yaitu ungkapan, pepatah, perumpamaan,

ibarat/tamsil, semboyan, bidal/pameo. Peribahasa dapat diartikan sebagai

ungkapan yang dinyatakan secara tidak langsung, namun ketika

menyampaikan tersirat untuk suatu hal yang dapat dipahami pembaca atau

pendengarnya. Pengertian peribahasa menurut Kamus Linguistik,

peribahasa merupakan sebuah kalimat yang sudah mempunyai bentuk,

makna, dan fungsinya dalam suatu masyarakat luas.

2.3.2 Jenis-jenis Peribahasa

Menurut jenisnya, peribahasa dapat dibagi menjadi lima bagian,

yaitu:
20

a. Pepatah

Pepatah adalah jenis peribahasa yang mengandung nasehat

dari orang-orang tua yang berbentuk seperti kalimat. Biasanya

peribahasa ini dapat digunakan untuk mematahkan lawan

bicara pada saat melakukan debat atau sebagainya. Contoh

peribahasa ini yaitu sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi

bukit; biar lambat asal selamat; kecil-kecil cabe rawit; bagai

pinang dibelah dua.

b. Perumpamaan

Perumpamaan merupakan sebuah peribahasa yang berisikan

mengenai kata-kata yang dapat diungkapkan dalam sebuah

keadaan atau tentang tingkah laku seseorang. Caranya dengan

mengambil perbandingan dari alam sekitar dan kalimatnya

diawali dengan kata bagai, bak, seperti dan lain sebagainya.

Contohnya: bagai harimau menyembunyikan kuku.

c. Ibarat/Tamsil

Ibarat atau tamsil merupakan suatu peribahasa yang berupa

kalimat kiasan yang sering menggunakan kata ibarat. Tujuan

dari Tamsil ini adalah untuk membandingkan suatu perkara

atau sebuah hal. Contohnya yaitu: Tua-tua keladi semakn tua

semakin menjadi.

d. Semboyan

Semboyan merupakan sekumpulan kata, kalimat atau bisa

juga frasa yang dipergunakan dalam sebagai pedoman serta


21

prinsip. Contohnya seperti rajin pangkal pandai, bersih pangkal

sehat, hemat pangkal kaya.

e. Bidal/Pameo

Bidal atau bisa disebut dengan pameo merupakan jenis

peribahasa yang di dalamnya mengandung ejekan, sindiran,

serta juga peringatan. Contohnya seperti hidup segan mati tak

mau, malu bertanya sesat djalan, bagai kerakap di atas batu,

dan masih banyak lagi.

2.3.3 Teori Klasifikasi Peribahasa S. Keyzer

Klasifikasi peribahasa terdapat dua teori klasifikasi, yaitu menurut

Brunvand dan S. Keyzer. Menurut Brunvand (dalam Danandjaja,

2007 :29) peribahasa dapat digolongkan menjadi empat golongan besar,

yaitu (a) peribahasa yang sesungguhnya, (b) peribahasa yang tidak lengkap

kalimatnya, (c) peribahasa perumpamaan, dan (d) ungkapan-ungkapan

yang mirip dengan peribahasa. Sedangkan menurut S. Keyzer (dalam

Dananjaja, 2007:30) klasifikasi peribahasa dapat dibagi menjadi lima

golongan besar, yakni: (a) peribahasa mengenai binatang(fauna), (b)

peribahasa mengenai tanam-tanaman(flora), (c) peribahasa mengenai

manusia, (d) peribahasa mengenai anggota kerabat, dan (e) peribahasa

mengenai anggota tubuh (Keyzer, 1862 dan 1862a). Pada penelitian ini

peneliti menggunakan teori klasifikasi peribahasa menurut S. Keyzer yang

terbagi menjadi lima golongan, yaitu:

1.) Peribahasa mengenai binatang (fauna) adalah ungkapan

tradisional yang mengklasifikasi ungkapan mengenai binatang


22

seperti, ikan, serangga, burung, dan binatang menyusui lainnya.

Contoh peribahasa mengenai binatang , misalnya “seperti

musang jalan beriringan” dan “jangan seperti beludru di

musim kemarau”.

2.) Peribahasa mengenai tanam-tanaman (flora) adalah ungkapan

tradisional yang mengklasifikasikan ungkapan mengenai

tanam-tanaman, seperti pepohonan, buah-buahan, bunga dan

tanaman lainnya. Contohnya: “jauh pula rebung dari

pohonnya” dan “seperti talas yang tumbuh di pinggir jurang”.

3.) Peribahasa mengenai manusia adalah ungkapan tradisional

yang mengklasifikasikan ungkapan mengenai perilaku manusia

dan perbuatan manusia. Contohnya: “berhenti ada yang

ditunggu, berlari ada yang dikejar”.

4.) Peribahasa mengenai anggota kerabat Peribahasa mengenai

manusia adalah ungkapan tradisional yang mengklasifikasikan

ungkapan mengenai anggota kerabat, seperti om, tante, paman,

ayah, ibu, adik dan sebagiannya. Contohnya “paman menyebak

pintu, kemenakan menghancurkan dinding”.

5.) Peribahasa mengenai fungsi anggota tubuh adalah ungkapan

mengenai fungsi anggota tubuh seperti, mata, kaki, tangan,

hidung, kepala, hati, jantung, dan sebagainya. Contohnya:

“jangan dilipat tangan” dan “tangan memotong bahu memikul”.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa klasifikasi

peribahasa menurut S. Keyzer (Danandjaya, 2007:29) bertujuan


23

supaya orang-orang dapat membedakan apa saja pembagian

dari peribahasa dan juga untuk mengetahui jenis-jenis dari

peribahasa seperti peribahasa mengenai binatang (fauna),

peribahasa mengenai tanam-tanaman (flora), peribahasa

mengenai manusia, peribahasa mengenai anggota kerabat dan

peribahasa mengenai fungsi anggota tubuh. Pada penelitian ini

penulis menggunakan klasifikasi peribahasa S. Keyzer pada

peribahasa Pakpak.

2.3.4 Teori Fungsi Folklor Wiliam R. Bascom

Terdapat tiga teori fungsi yang meliputi fungsi folklor, yaitu

menurut Alan Dundles, Ruth Finnegan, dan Wiliam R. Bascom. Menurut

Dundles (dalam Suwandi Endaswara, 2013:4) fungsi folklor dapat dibagi

menjadi lima fungsi, yaitu: (1) untuk mempertebal perasaan solidaritas

kolektif, (2) sebagai alat pembenaran suatu masyarakat, (3) memberikan

arahan kepada masyarakat agar dapat mencela rang lain, (4) sebagai alat

memprotes ketidakadilan, (5) sebagai alat yang menyenangkan dan

memberi hiburan. Sedangkan menurut Ruth Finnegan (dalam Sudikan

2001:114) membagi folklor menjadi lima fungsi, yaitu (1) senjata

potensional dalam memperjuangkan kelas potensial, (2) sebagai carter

mistis atau sosiologis, (3) pengekspresian solidaritas dan kewajiban sosial,

(4) untuk menekankan kekuasaan atau mengekspresikan pandangan-

pandangan minoritas kelmpok lawan, (5) sebagai tindakan sosiabilitas dan

sebagai sarana rekreasi setelah bekerja, dan menurut Wiliam R. Bascom

(dalam Danandjaya, 2013:3) membagi folklor menjadi empat fungsi,


24

yaitu: (1) sebagai system proyeksi (projective system), yakni sebagai alat

pencermin angan-angan suatu kolektif; (2) sebagai alat pengesahan

pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; (3) sebagai alat

pendidikan (pedagogical device), dan (4) sebagai alat pemaksa dan

pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota

kolektifnya. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori fungsi folklor

menurut Wiliam R. Bascom. Menurut William R. Bascom, dalam

Danandjaya (2016:19) fungsi sastra, khususnya folklor, memiliki empat

fungsi, yaitu:

a. Sebagai sistem proyeksi (projective system)

Sebagai sistem proyeksi, folklor digunakan sebagai alat pencermin

pola pikir masyarakat folk pada saat itu dan sebagai alat pencermin angan-

angan suatu kolektif. Contohnya dari Jawa Barat misalnya adalah Legenda

Sang Kuriang, yang sebenarnya adalah proyeksi dari keinginan terpendam

dari seorang anak laki-laki untuk bersenggama dengan ibu kandungnya.

b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata atau lembaga kebudayaan

Pranata adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta

adat-istiadat yang mengatur tingkah laku itu. Ada kalanya folklor menjadi

alat untuk mengesahkan pranata, karena pranata atau lembaga kebudayaan

tersebut bersumber dari folklor itu sendiri. Contohnya dari Jawa Timur

adalah legenda mengenai “Binatang Cecak yang mengkhianati Nabi

Muhammad S.A.W.”, yakni kisah mengenai Nabi yang telah dikhianati

oleh binatang cecak pada waktu Beliau sembunyi di dalam goa, sewaktu

sedang dikejar musuh-musuhnya. Legenda ini dipergunakan orang Jawa


25

Timur untuk membenarkan kebiasaan anak-anak kampung untuk

membunuh cecak berwarna kelabu pada setiap hari Jumat Legi.

c. Sebagai alat pendidikan

Folklor memiliki unsur yang tidak lepas dari pengetahuan dan nilai

pendidikan, sehingga folklor menjadi salah satu penyampaian nilai-nilai

kehidupan atau pendidikan, agar anak dapat menerima hal tersebut dengan

mudah. Contohnya dari Minangkabau misalnya adalah peribahasa yang

banyak sekali mengandung nilai-nilai kebudayaan yang dirasakan perlu

untuk ditanamkan pada anggota masyarakat sejak usia muda. “Lapuk oleh

kain sehelai”, yang pada jaman dahulu mengajarkan kepada anak-anak

lelaki Minang untuk berpoligami, karena arti sesungguhnya dari

peribahasa ini adalah: “menikah hanya dengan seseorang wanita, seorang

laki-laki akan menyia-nyiakan seumur hidupnya”.

d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan

selalu dipatuhi anggota kolektifnya

Folklor memiliki aturan-aturan yang secara tersirat memberikan

cerminan kepada masyarakat terhadap suatu tindakan, yang secara tidak

sadar dipatuhi oleh masyarakat itu sendiri, sehingga terkesan memaksa,

mengawasi, dan mengendalikan kehidupan masyarakat folk nya.

Contohnya adalah peribahasa Indonesia “seperti pagar makan tanaman”

yang dipergunakan untuk menyindir seorang alat negara yang sering

memeras orang-orang yang seharusnya ia lindungi”.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa fungsi folklor yang

dikemukan oleh William R. Bascom (Danandjaya, 2016:19) adalah sebuah


26

fungsi yang terdapat dalam sebuah folklor, seperti cerita rakyat, nyanyian

rakyat, puisi rakyat, ungkapan seperti peribahasa dan lain sebagainya.

Namun pada peneltian ini, penulis menggunakan peribahasa untuk diteliti

berdasarkan fungsi folklor yang terdapat dalam peribahasa Pakpak.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data

deskriptif berupa data tertulis atau lisan. Penelitian kualitatif deskriptif

bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh objek penelitian

melalui berbagai metode ilmiah, seperti perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, dan lain-lain, yang terdapat dalam lingkungan alam yang khusus

(Moleong, 2017:6). Metode deskriptif kualitatif dianggap lebih relevan

untuk digunakan dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan karena metode

deskriptif berusaha untuk mendeskripsikan dan memberikan interpretasi

pada objek penelitian, lalu menghindari adanya sikap subjektif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Sitellu Tali Urang

Jehe Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat

Provinsi Sumatera Utara meliputi; desa Bandar Baru, desa Kaban

Tengah, desa Maholida, desa Malum, desa Mbinalun, desa Perjaga,

desa Perolihen, desa Simberuna, desa Tanjung Meriah dan desa

Tanjung Mulia. Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian ini, karena

masih terdapat sebagian masyarakat di Kecamatan Sitellu Tali Urang

Jehe yang masih menggunakan peribahasa Pakpak sebagai sarana

untuk memberi kritik, nasihat, dan ajaran hidup serta moral.

27
28

2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November hingga

bulan Desember 2022.

3.3 Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah data tertulis dan lisan. Data

tertulis dan lisan dalam penelitian ini adalah peribahasa Pakpak dalam

kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak di Kecamatan Sitellu Tali Urang

Jehe Kabupaten Pakpak Bharat. Sumber data tertulis berasal dari buku,

jurnal dan skripsi, sedangkan data lisan berasal dari 2 orang dari tiap desa

yang ada di kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe yaitu desa Bandar Baru,

desa Kaban Tengah, desa Maholida, desa Malum, desa Mbinalun, desa

Perjaga, desa Perolihen, desa Simberuna, desa Tanjung Meriah dan desa

Tanjung Mulia berupa penatua yang berusia 40 tahun ke atas, tokoh

masyarakat serta tokoh adat yang dihormati oleh masyarakat.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data dalam penelitian. Instrumen penelitian kualitatif

adalah peneliti dengan menggunakan alat pengumpul data utama berupa

alat untuk foto, alat perekam suara dan perekam video. Dalam hal ini

peneliti memiliki peranan yang penting dalam mengumpulkan data

penelitian. Sebab peneliti sebagai instrumen utama yang merupakan

perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data, dan juga

pelapor hasil penelitian. Selain itu, ada beberapa instrumen lain yang
29

digunakan dalam penelitian ini. Pertama, buku catatan yang berfungsi

untuk mencatat semua percakapan informan. Kedua, handphone yang

berfungsi merekam semua percakapan dengan penutur saat wawancara

berlangsung dan ketiga, membuat tabel pengelompokan seperti berikut:

Tabel 3.4.1 Analisis Data Berdasarkan Klasifikasi Peribahasa

No Data Arti Klasifikasi Fungsi

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian, peneliti menggunakan 2

(dua) metode, yaitu metode pustaka dan metode lapangan. Kedua metode

ini dianggap sama-sama penting dalam mengumpulkan data. Berikut

dijelaskan terkait metode pengumpulan data

1.) Metode Pustaka

Metode pustaka digunakan peneliti dalam penelitian ini. Peneliti

membaca buku-buku dari perpustakaan dan jurnal di internet dan literatur

lainnya yang berhubungan dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan

untuk memperoleh gambaran tentang masalah yang akan dianalisis.


30

Berdasarkan jurnal dan buku-buku yang telah dibaca peneliti ditentukan

Klasifikasi dan Fungsi Peribahasa Pakpak.

2.) Metode Lapangan

Metode lapangan menjadi hal yang sama pentingnya dengan metode

pustaka. Data lisan hanya dapat diperoleh dari masyarakat, maka dari itu

peneliti memerlukan metode lapangan. Dalam metode ini peneliti

menentukan teknik yang sesuai untuk mendapatkan data yaitu teknik

wawancara, teknik rekaman dan teknik catat. Adapaun penjelasan

mengenai teknik tersebut yaitu:

a) Teknik Wawancara

Teknik wawancara merupakan teknik untuk memperoleh data

langsung dari sumbernya. Teknik ini merupakan salah satu teknik

pengumpulan data penelitian kualitatif. Dalam melakukan penelitian,

peneliti mempersiapkan beberapa literatur yang perlu dipertanyakan

kepada informan. Peneliti mempersiapkan daftar pertanyaan yang

dianggap penting. Selain daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan

kadang kala timbul pertanyaan diluar pertanyaan yang telah

dipersiapkan. Pertanyaan yang muncul tersebut dipertanyakan guna

menyeimbangkan kondisi saat wawancara berlangsung. Memilih

seseorang sebagai informan harus memenuhi persyaratan tertentu,

yaitu:

1. Berjenis kelamin pria atau wanita

2. Berusia mulai dari 40 tahun keatas (tidak pikun)


31

3. Orangtua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu

serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya

4. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan

harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya

5. Sehat jasmani dan rohani

b) Teknik Rekaman

Teknik rekaman digunakan ketika wawancara sedang berlangsung

guna mengantisipasi kesalahan ingatan. Teknik rekaman dibutuhkan

agar peneliti dapat secara mudah mengingat kembali data dari hasil

wawancara.

c) Teknik Pencatatan

Teknik pencatatan hasil wawancara yang telah direkam. Setelah

dilakukan perekaman, perlu dilakukan pencatatan guna menyimpan

data apabila terjadi hal yang tidak diinginkan.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data agar lebih mudah

dibaca dan diinterpretasikan dengan jalan mengumpulkan data, mengatur

data, dan mengorganisasikan ke dalam suatu kategori dan satuan uraian

dasar.

Analisis data kualitatif menurut Bogian dan Biklen (dalam

Moleong, 2017:248) mengemukakan bahwa “Analisis data kualitatif

adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat

dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
32

apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada

orang lain.

Teknik analisis data pada penelitian ini dilakukan secara cermat,

terarah, dan teliti terhadap sumber data. Teknik yang digunakan dalam

menganalisis data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Membaca, mendengarkan, menyimak, dan memahami serta

menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan peribahasa

Pakpak yang akan diteliti

2. Mencatat dan menuliskan hasil data yang didapat ataupun yang

diperoleh dalam wawancara terhadap informan maupun dalam

buku dan mengubahnya kedalam bahasa Indonesia agar lebih

mudah dimengerti oleh pembaca

3. Mengelompokkan data ke dalam sebuah tabel

4. Menganalisis data serta mendeskripsikan klasifikasi dan fungsi

yang terdapat dalam peribahasa Pakpak

5. Menyimpulkan analisis dalam bentuk kesimpulan


33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan data mengenai laporan dari hasil penelitian dan

pembahasan serta analisis data tentang klasifikasi dan fungsi peribahasa Pakpak di

Kecamatan Sitellu tali Urang Jehe. Penelitian ini telah dilakukan secara sistematis.

Laporan hasil penelitian dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu (1) Hasil

penelitian dan, (2) Pembahasan.

4.1 Hasil Penelitian

Perumpamaen atau peribahasa Pakpak adalah sebagai bagian dari tradisi

atau kultur budaya yang ada di daerah Pakpak yang disampaikan secara lisan atau

dari mulut ke mulut oleh nenek moyang terdahulu, peribahasa dijadikan sebagai

sarana untuk memberikan kritik, teguran, pesan, serta ajaran moral melalui makna

yang terkandung dalam peribahasa Pakpak. (Berutu 2013:102).

Tabel 1. Analisis Peribahasa Pakpak


34

35
No Data Arti Klasifikasi Fungsi
Peribahasa
1. Ulang bage Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
menolong biang menolong anjing mengenai pendidikan
terkapit yang terjepit hewan (fauna)
2. Gajah merubat Gajah beradu kancil Peribahasa Sebagai alat
pelanduk terkapit yang terjepit mengenai pemaksa dan
hewan (fauna) pengawas agar
norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
3. Ulang bage Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
biahat merdokar harimau beranak mengenai pendidikan
hewan (fauna)
4. Ulang bage Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
berrek kelegoen beludru di musim mengenai pemaksa dan
kemarau hewan (fauna) pengawas agar
norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
5. Ulang bage Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
perdalan biang perjalanan anjing mengenai pendidikan
tonggal jantan hewan (fauna)
6. Ulang bage Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
rengkaber kelelawar mengenai pendidikan
hewan (fauna)
7. Ulang bage olong Jangan seperti ulat Peribahasa Sebagai sistem
nangka nangka mengenai proyeksi
hewan (fauna) (projective
system)
8. Ulang bage toran Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
binanga musang muara mengenai pemaksa dan
hewan (fauna) pengawas agar
norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
9. Bage perlangi Seperti berenang Peribahasa Sebagai alat
tekkuk katak mengenai pendidikan
hewan (fauna)

33
32

10. Ikerrut menci Digigit tikus ekor Peribahasa Sebagai alat


ekur kocing kucing mengenai pendidikan
hewan (fauna)
11. Ulang bage anak Jangan seperti anak Peribahasa Sebagai alat
kerabang penyu mengenai pendidikan
hewan (fauna)
12. Bage wangkah Seperti babi hutan Peribahasa Sebagai alat
tonggal mela malu mengembik mengenai pendidikan
mengembek hewan (fauna)
13. Mersuluhken Bersuluhkan Peribahasa Sebagai sistem
kalompetpet kunang-kunang mengenai proyeksi
hewan (fauna) (projective
system)
14. Enggo bage ikan Sudah seperti ikan Peribahasa Sebagai sistem
I para di para-para mengenai proyeksi
hewan (fauna) (projective
system)
15. Bage buk-buk Seperti bulu Peribahasa Sebagai alat
ringarung kambing hutan mengenai pendidikan
hewan (fauna)
16. Mbue kunu ukum Banyak kalau Peribahasa Sebagai alat
benben, sada pe benben, satu tetapi mengenai pendidikan
tapi renggicing renggicing hewan (fauna)

17. Mulak nola Takkan kembali Peribahasa Sebagai alat


kambing i boang kambing dari mengenai pendidikan
nai Boang hewan (fauna)
18. Bage toran Seperti musang Peribahasa Sebagai alat
perotor-rotor jalan beriringan mengenai pendidikan
hewan (fauna)
19. Naruh oda Telur tak berkaki Peribahasa Sebagai alat
merneneh tapi tapi bersentuhan mengenai pendidikan
pekastuk hewan (fauna)
20. Bage golingen Seperti labu Peribahasa Sebagai alat
tabu digulingkan mengenai pemaksa dan
tanam-tanaman pengawas agar
(flora) norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
21. Ulang bage Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
takur-takur takur-takur mengenai pengesahan
tanam-tanaman pranata-pranata
(flora) atau lembaga
kebudayaan
22. Bage kiroroh Seperti menyayur Peribahasa Sebagai alat

32
33

bulung lateng daun jelatang mengenai pendidikan


tanam-tanaman
(flora)
23. Bage kayu Seperti pohon Peribahasa Sebagai sistem
meledang meledang mengenai proyeksi
tanam-tanaman (projective
(flora) system)
24. Ulang bage Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
mencekep reba- memegang reba- mengenai pendidikan
reba reba tanam-tanaman
(flora)
25. Bage mengambul Seperti mencicipi Peribahasa Sebagai alat
buah mbara buah berwarna mengenai pendidikan
merah tanam-tanaman
(flora)
26. Bage sukat i Seperti talas yang Peribahasa Sebagai alat
rubeen tumbuh di pinggir mengenai pemaksa dan
jurang tanam-tanaman pengawas agar
(flora) norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
27. Bage binubuh Seperti pertumbuh Peribahasa Sebagai alat
bunga bunga mengenai pemaksa dan
tanam-tanaman pengawas agar
(flora) norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
28. Bage bahing Seperti jahe yang Peribahasa Sebagai alat
mbah-mbahen selalu membawa mengenai pemaksa dan
tanoh tanah ketika dicabut tanam-tanaman pengawas agar
(flora) norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
29. I tabah galuh Ditebang pisang Peribahasa Sebagai alat
merderrep oncim terasa juga terhadap mengenai pemaksa dan
pisang hutan tanam-tanaman pengawas agar
(flora) norma-norma
masyarakat
akan selalu

33
34

dipatuhi
anggota
kolektifnya
30. Tongkoh lelen mi Tunggul akan Peribahasa Sebagai sistem
terruh, tunas kebawah, tunas mengenai proyeksi
lelen mi dates akan ke atas tanam-tanaman (projective
(flora) system)
31. Ulang telpus Jangan tembus daun Peribahasa Sebagai alat
bulung mengenai pengesahan
tanam-tanaman pranata-pranata
(flora) atau lembaga
kebudayaan
32. Ulang bage Jangan rajin-rajin Peribahasa Sebagai alat
ngkasah-ngkasah seperti daun terrep mengenai pendidikan
bulung nterrep tanam-tanaman
(flora)
33. Ulang bage Jangan seperti buah Peribahasa Sebagai alat
perbuah ringadar ringadar mengenai pemaksa dan
tanam-tanaman pengawas agar
(flora) norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
34. Mbelgah- Besar-besar Peribahasa Sebagai sistem
mbelgah cemun mentimun mengenai proyeksi
tanam-tanaman (projective
(flora) system)
35. Ndaoh nola tobis Jauh pula rebung Peribahasa Sebagai alat
ibenana nai dari pohonnya mengenai pendidikan
tanam-tanaman
(flora)
36. Bage buah page Seperti buah padi Peribahasa Sebagai alat
munduk runduk mengenai pendidikan
tanam-tanaman
(flora)
37. Bage bulung Seperti daun gomet Peribahasa Sebagai alat
gomet mengenai pendidikan
tanam-tanaman
(flora)
38. Bage cina bugun Seperti cabe rawit Peribahasa Sebagai alat
mengenai pendidikan
tanam-tanaman
(flora)
39. Bage rambu Seperti rambu Peribahasa Sebagai alat
nangka nangka mengenai pengesahan
tanam-tanaman pranata-pranata

34
35

(flora) atau lembaga


kebudayaan
40. Ulang bage Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
perbunga buluh bunga bamboo mengenai pengesahan
tanam-tanaman pranata-pranata
(flora) atau lembaga
kebudayaan
41. Bage penektek Seperti tetesan air Peribahasa Sebagai alat
lae pola nira mengenai pendidikan
tanam-tanaman
(flora)
42. Ulang bage Jangan seperti buah Peribahasa Sebagai alat
perbuah sampula senggani mengenai pemaksa dan
tanam-tanaman pengawas agar
(flora) norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
43. Ulang bage kayu Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
keburun pohon kapur mengenai pendidikan
tanam-tanaman
(flora)
44. Mertampuk Bertangkai daun Peribahasa Sebagai alat
bulung merbena berbatang talenan mengenai pengesahan
sangkalen tanam-tanaman pranata-pranata
(flora) atau lembaga
kebudayaan
45. Ulang bage Peribahasa Sebagai alat
sanggar iuruk- Jangan seperti mengenai pendidikan
uruk sanggar di bukit tanam-tanaman
(flora)
46. Ulang bage Peribahasa Sebagai alat
koning iembah- Jangan seperti mengenai pendidikan
embah tanoh na kunyit yang selalu tanam-tanaman
membawa tanahnya (flora)

47. Bage laklak Peribahasa Sebagai alat


galuh Jadilah seperti mengenai pendidikan
pelepah pisang tanam-tanaman
(flora)
48. Bage tongkoh i Seperti tunggul Peribahasa Sebagai alat
arngo kayu di tengah mengenai pemaksa dan
arngo tanam-tanaman pengawas agar
(flora) norma-norma
masyarakat
akan selalu

35
36

dipatuhi
anggota
kolektifnya
49. Bage menaka Seperti membelah Peribahasa Sebagai alat
buluh sikedekna bambu yang kecil mengenai pemaksa dan
itingkah dipijak tanam-tanaman pengawas agar
(flora) norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
50. Bage menangkih Seperti memanjat Peribahasa Sebagai sistem
keppeng pohon keppeng mengenai proyeksi
tanam-tanaman (projective
(flora) system)
51. Bage batang- Peribahasa Sebagai alat
batang petindih, Seperti batang- mengenai pemaksa dan
kan dates batang pohon tanam-tanaman pengawas agar
siteridahna tertindih, sebelah (flora) norma-norma
atas yang paling masyarakat
kelihatan akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
52. Ulang bage Jangan seperti nasib Peribahasa Sebagai alat
pernasib kecur kencur mengenai pemaksa dan
tanam-tanaman pengawas agar
(flora) norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
53. Ulang bage Jangan membantu Peribahasa Sebagai alat
urupen si tangis orang menangis mengenai pemaksa dan
manusia pengawas agar
norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
54. Pala-pala meridi Bila mandi haruslah Peribahasa Sebagai alat
taptap mo basah mengenai pendidikan
manusia
55. Dua kali mangan Dua kali makan dua Peribahasa Sebagai alat
mak dua kali kali pula cuci mengenai pemaksa dan

36
37

merborih tangan manusia pengawas agar


norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
56. Sada itembak Satu ditembak dua Peribahasa Sebagai sistem
dua kena kena mengenai proyeksi
manusia (projective
system)
57. Ulang tunande i Jangan bersandar di Peribahasa Sebagai alat
kayu buruk kayu rapuh mengenai pemaksa dan
manusia pengawas agar
norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
58. Tendo lot Berhenti ada yang Peribahasa Sebagai alat
pemaen, lojang ditunggu, berlari mengenai pendidikan
lot ayaken ada yang dikejar manusia
59. Bage merkebbek Seperti melempar di Peribahasa Sebagai sistem
berngin malam hari mengenai proyeksi
manusia (projective
system)
60. Bage kenengen Seperti menyelam Peribahasa Sebagai alat
sicikie-cike di Sicike-cike mengenai pendidikan
manusia
61. Itabah, itongketti Ditebang tapi diberi Peribahasa Sebagai alat
penyangga mengenai pendidikan
manusia
62. Iruntun Ditarik Peribahasa Sebagai alat
isampetken dihempaskan mengenai pendidikan
manusia
63. Ulang Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
mendurung i lae menagguk ikan di mengenai pendidikan
meletuk air keruh manusia
64. Ulang i pangan Jangan dimakan Peribahasa Sebagai alat
samur samur mengenai pengesahan
manusia pranata-pranata
atau lembaga
kebudayaan
65. Bakune pe Bagaimanapun Peribahasa Sebagai alat
pemoniken si menyembunyikan mengenai pemaksa dan
macik tong yang busuk manusia pengawas agar
teranggoh akhirnya tercium norma-norma

37
38

juga masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
66. Tunande i kayu Bersandar di kayu Peribahasa Sebagai alat
temmes kokoh mengenai pendidikan
manusia
67. Nggeddang Panjang dipotong, Peribahasa Sebagai alat
ipantik, panjang dipikul mengenai pemaksa dan
nggeddang manusia pengawas agar
persanen norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
68. Ndates Tinggi panjatan, Peribahasa Sebagai alat
penangkihen, tinggi pula jika mengenai pemaksa dan
ndates ma mula jatuh manusia pengawas agar
ndabuh norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
69. Tarik-tarik Hendak meraup Peribahasa Sebagai alat
mengraok banyak, mendapat mengenai pemaksa dan
menjemput poda sedikitpun tidak manusia pengawas agar
norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
70. Lebbe idegger Setelah digoyang Peribahasa Sebagai alat
asa ndabuh baru jatuh mengenai pendidikan
manusia
71. Menencen bage Memaksa masuk Peribahasa Sebagai sistem
basi seperti basi mengenai proyeksi
manusia (projective
system)
72. Tubuhen Mudah-mudahan Peribahasa Sebagai alat
matawari mo tumbuhlah matahari mengenai pengesahan
kene untuk keluarga ini anggota pranata-pranata
kerabat atau lembaga
kebudayaan
73. Bage ate rejeki Seperti hati rejeki Peribahasa Sebagai alat

38
39

bage tennah seperti pesan mengenai pengesahan


sodip permohonan doa anggota pranata-pranata
kerabat atau lembaga
kebudayaan
74. Pagit mo daroh Pahitlah darah Peribahasa Sebagai alat
ndene kalian mengenai pengesahan
anggota pranata-pranata
kerabat atau lembaga
kebudayaan
75. Ulang ipurun Jangan dilipat Peribahasa Sebagai alat
ceput tangan mengenai pendidikan
fungsi anggota
tubuh
76. Simengkaisken Menepis api dari Peribahasa Sebagai alat
api i gurungna punggungnya mengenai pendidikan
nai masing-masing fungsi anggota
tubuh
77. I terruh tangan Tangan meminta di Peribahasa Sebagai alat
mengido bawah mengenai pemaksa dan
fungsi anggota pengawas agar
tubuh norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
78. Tangan Tangan memotong Peribahasa Sebagai alat
memenggel bara bahu memikul mengenai pemaksa dan
memersan fungsi anggota pengawas agar
tubuh norma-norma
masyarakat
akan selalu
dipatuhi
anggota
kolektifnya
79. Joloen ni tengen Lebih dulu dilihat Peribahasa Sebagai alat
asa ni tingkahken baru dilangkahkan mengenai pendidikan
kaki fungsi anggota
tubuh
80. Oda termela- Untuk apa malu Peribahasa Sebagai alat
melaken cining i bekas luka di wajah mengenai pendidikan
abe fungsi anggota
tubuh
81. Ipalkoh Dipukul talenan Peribahasa Sebagai alat
sangkalen telinga merasa mengenai pendidikan
mengena penggel fungsi anggota
tubuh
82. Kubettoh kin Aku tak tahu gatal Peribahasa Sebagai alat

39
40

nggatel punggungmu mengenai pendidikan


gurungmu fungsi anggota
tubuh
83. Mella memerre Bila memberi Peribahasa Sebagai alat
tangan kamuhun, tangan kanan, tidak mengenai pendidikan
ulang pella perlu diberitahu fungsi anggota
ibettoh tangan tangan kiri tubuh
kambirang
84. Ulang bage Jangan seperti Peribahasa Sebagai alat
perdabuh pola tetesan nira pada mengenai pendidikan
terisang dagu fungsi anggota
tubuh

4.2 Pembahasan

Dalam tahapan ini, peneliti akan memaparkan pembahasan hasil penelitian

mengenai klasifikasi dan fungsi peribahasa Pakpak yang terdapat dalam

kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe

Kabupaten Pakpak Bharat

4.2.1 Klasifikasi Peribahasa

Hasil analisis terhadap klasifikasi peribahasa Pakpak yang terdapat dalam

kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe

Kabupaten Pakpak Bharat, terdapat 5 klasifikasi peribahasa. Berdasarkan rujukan

yang dkemukakan oleh S.Keyzer (1862), klasifikasi peribahasa yang ditemukan

yaitu:

4.2.1.1 Peribahasa mengenai binatang (fauna)

Peribahasa mengenai binatang (fauna) adalah ungkapan tradisional yang

mengklasifikasikan ungkapan mengenai binatang seperti ikan, serangga, burung,

40
41

dan binatang menyusui lainnya. Adapun klasifikasi peribahasa Pakpak mengenai

binatang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak Kecamatan Sitellu Tali

Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat, yaitu sebagai berikut:

1). Ulang bage menolong biang terkapit

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang

(fauna) yang terdapat dalam data (1) tersebut terdapat dalam kata biang yang jika

diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah anjing.

2). Gajah merubat pelanduk terkapit

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (2) tersebut terdapat dalam kata gajah dan
pelanduk yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia pelanduk adalah kancil.

3). Ulang bage biahat merdokar

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (3) tersebut terdapat dalam kata biahat yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah harimau.

4). Ulang bage berrek kelegoen

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (4) tersebut terdapat dalam kata berrek yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah beludru.

5). Ulang bage perdalan biang tonggal

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (5) tersebut terdapat dalam kata biang tonggal
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah anjing jantan.

6). Ulang bage rengkaber

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (6) tersebut terdapat dalam kata rengkaber yang
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah kelelawar.

7). Ulang bage olong nangka

41
42

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (7) tersebut terdapat dalam kata olong yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah ulat.

8). Ulang bage toran binanga

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (8) tersebut terdapat dalam kata toran yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah musang.

9). Bage perlangi tekkuk

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (9) tersebut terdapat dalam kata tekkuk yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah katak.

10). Ikerrut menci ekur kocing

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (10) tersebut terdapat dalam kata menci dan
kocing yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah tikus dan kucing.

11). Ulang bage anak kerabang

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (11) tersebut terdapat dalam kata kerabang yang
jika diartikan adalah ke dalam bahasa Indonesia adalah penyu.

12). Bage wangkah tonggal mela mengembek

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (12) tersebut terdapat dalam kata wangkah yang
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah babi hutan.

13). Mersuluhken kalompetpet

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (13) tersebut terdapat dalam kata kalompetpet
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah kunang-kunang.

14). Enggo bage ikan I para

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (14) tersebut terdapat dalam kata ikan.

15). Bage buk-buk ringarung

42
43

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (15) tersebut terdapat dalam kata ringgarung
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah kambing hutan.

16). Mbue kunu ukum benben, sada pe tapi renggicing

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (16) tersebut terdapat dalam kata benben dan
renggicing yang dimana Benben adalah sejenis serangga penghasil madu,
sedangkan Renggicing adalah sejenis tawon penghasil madu dan penyengat.

17). Mulak nola kambing i boang nai

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (17) tersebut terdapat dalam kata kambing.

18). Bage toran perotor-rotor

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (18) tersebut terdapat dalam kata toran yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah musang.

19). Naruh oda merneneh tapi pekastuk

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai binatang


(fauna) yang terdapat dalam data (19) tersebut terdapat dalam kata naruh yang
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah telur.

4.2.1.2 Peribahasa mengenai tanam-tanaman (flora)

Peribahasa mengenai tanam-tanaman (flora) adalah ungkapan tradisional

yang mengklasifikasikan ungkapan mengenai tanam-tanaman, seperti pepohonan,

buah-buahan, bunga dan tanaman lainnya. Adapun klasifikasi peribahasa Pakpak

mengenai tanam-tanaman dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak

Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat, yaitu sebagai

berikut:

43
44

(20). Bage golingen tabu

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (20) tersebut terdapat dalam kata tabu
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah labu.

(21). Ulang bage takur-takur

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (21) tersebut terdapat dalam kata takur-
takur yang dimana takur-takur adalah sejenis tumbuhan semak yang menjalar,
bunganya berbentuk seperti ceret tertutup, walaupun bertutup biasanya bila hujan
dating air tetap masuk ke dalamnya.

(22). Bage kiroroh bulung lateng

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (22) tersebut terdapat dalam kata bulung
lateng yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah daun jelatang, daun
jelatang secara sepintas kelihatan sama seperti dedaunan lain di hutan, namun bagi
orang yang biasa ke hutan akan tahu untuk menghindari karena terkena sedikit
saja akan menmbulkan gatal-gatal.

(23). Bage kayu meledang

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (23) tersebut terdapat dalam kata kayu
meledang yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesa adalah pohon meledang,
pohon meledang adalah sejenis pohon kecil tetapi tinggi.

(24). Ulang bage mencekep reba-reba

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (24) tersebut terdapat dalam kata reba-
reba yang dimana reba-reba adalah sejenis rumput yang sisi daunnya sangat
tajam tetapi lunak, kalau orang memegangnya tidak kuat akibatnya bisa terluka,
sebaliknya bila dipegang kuat akan meremukkan daun tersebut.

(25). Bage mengambul buah mbara

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (25) tersebut terdapat dalam kata buah
mbara yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah buah berwarna
merah.

(26). Bage sukat i rubeen

44
45

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (26) tersebut terdapat dalam kata sukat
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah talas.

(27). Bage binubuh bunga

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (27) tersebut terdapat dalam kata bunga.

(28). Bage bahing mbah-mbahen tanoh

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (28) tersebut terdapat dalam kata bahing
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah jahe.

(29). I tabah galuh merderrep oncim

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (29) tersebut terdapat dalam kata galuh
dan oncim yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah pisang dan
pisang hutan.

(30). Tongkoh lelen mi terruh, tunas lelen mi dates

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (30) tersebut terdapat dalam kata
tongkoh dan tunas yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia Tongkoh adalah
tunggul.

(31). Ulang telpus bulung

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (31) tersebut terdapat dalam kata bulung
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah daun.

(32). Ulang bage ngkasah-ngkasah bulung nterrep

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (32) tersebut terdapat dalam kata bulung
nterrep yang dimana jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah daun
nterrep, daun nterrep (sejenis sukun) yang sudah tua dan kering kalau jatuh dari
pohonnya bersuara cukup keras karena bentuknya lebar.

(33). Ulang bage perbuah ringadar

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (33) tersebut terdapat dalam kata

45
46

perbuah ringadar yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah buah
ringadar, ringadar adalah sejenis tumbuhan melata yang berbuah sangat cantik
luarnya dengan warna merah keuning-kuningan, tetapi biji yang ada di dalamnya
dilapisi sari yang berbau dan beracun.

(34). Mbelgah-mbelgah cemun

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (34) tersebut terdapat dalam kata cemun
yang dimana jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah mentimun.

(35). Ndaoh nola tobis ibenana nai

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (35) tersebut terdapat dalam kata tobis
yang dimana jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah rebung.

(36). Bage buah page munduk

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (36) tersebut terdapat dalam kata page
yang dimana jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah padi.

(37). Bage bulung gomet

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (37) tersebut terdapat dalam kata bulung
gomet yang dimana jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah daun gomet,
gomet adalah sejenis pohon yang berdaun lebar serta mengandung getah dan dua
sisi daunnya berwarna berbeda, daun sebelah atas berwarna hijau dan sebelah
bawah berwarna keputih-putihan, jadi kalau dihembus angina daun tersebut akan
Nampak hijau atau kadang putih.

(38). Bage cina bugun

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (38) tersebut terdapat dalam kata cina
bugun yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah cabe rawit.

(39). Bage rambu nangka

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (39) tersebut terdapat dalam kata
nangka.

46
47

(40). Ulang bage perbunga buluh

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (40) tersebut terdapat dalam kata
perbunga buluh yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah bunga
bambu.

(41). Bage penektek lae pola

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (41) tersebut terdapat dalam kata pola
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah nira.

(42). Ulang bage perbuah sampula

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (42) tersebut terdapat dalam kata
perbuah sampula yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah buah
senggani, buah senggani pada prinsipnya selalu menonjol keluar, akhirnya
menjadi santapan burung.

(43). Ulang bage kayu keburun

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (43) tersebut terdapat dalam kata kayu
keburun yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah pohon kapur.

(44). Mertampuk bulung merbena sangkalen

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (44) tersebut terdapat dalam kata
mertampuk bulung yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah
bertangkai daun.

(45). Ulang bage sanggar iuruk-uruk

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (45) tersebut terdapat dalam kata
sanggar, sanggar adalah sejenis tumbuhan yang berpindah-pindah karena
dihembus angina.

(46). Ulang bage koning iembah-embah tanoh na

47
48

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (46) tersebut terdapat dalam kata koning
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah kunyit.

(47). Bage laklak galuh

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (47) tersebut terdapat dalam kata laklak
galuh yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah pelepah pisang.

(48). Bage tongkoh i arngo

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (48) tersebut terdapat dalam kata
tongkoh yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah tunggul kayu.

(49). Bage menaka buluh sikedekna itingkah

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (49) tersebut terdapat dalam kata buluh
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah bambu.

(50). Bage menangkih keppeng

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (50) tersebut terdapat dalam kata
keppeng yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah pohon keppeng,
keppeng adalah sejenis pohon hutan yang rasa buahnya asam.

(51). Bage batang-batang petindih, kan dates siteridahna

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (51) tersebut terdapat dalam kata
batang-batang yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah batang-
batang pohon.

(52). Ulang bage pernasib kecur

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai tanam-


tanaman (flora) yang terdapat dalam data (52) tersebut terdapat dalam kata kecur
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah kencur.

4.2.1.3 Peribahasa mengenai manusia

48
49

Peribahasa mengenai manusia adalah ungkapan tradisional yang

mengklasifikasikan ungkapan mengenai perilaku manusia dan perbuatan manusia.

Adapun klasifikasi peribahasa Pakpak mengenai manusia dalam kehidupan sehari-

hari masyarakat Pakpak Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak

Bharat, yaitu sebagai berikut:

(53). Ulang bage urupen si tangis

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (53) tersebut terdapat dalam kata tangis yang jika diartikan ke
dalam bahasa Indonesia adalah menangis.

(54). Pala-pala meridi taptap mo

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (54) tersebut terdapat dalam kata meridi yang jika diartikan ke
dalam bahasa Indonesia adalah mandi.

(55). Dua kali mangan mak dua kali merborih

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (55) tersebut terdapat dalam kata mangan dan merborih yang
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah makan dan cuci tangan.

(56). Sada itembak dua kena

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (56) tersebut terdapat dalam kata itembak yang jika diartikan
ke dalam bahasa Indonesia adalah ditembak.

(57). Ulang tunande i kayu buruk

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (57) tersebut terdapat dalam kata tunande yang jika diartikan
ke dalam bahasa Indonesia adalah bersandar.

(58). Tendo lot pemaen, lojang lot ayaken

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (58) tersebut terdapat dalam kata tendo, pemaen, lojang dan

49
50

ayaken yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah berhenti, ditunggu,
berlari dan dikejar.

(59). Bage merkebbek berngin

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (59) tersebut terdapat dalam kata merkebbek yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah melempar.

(60). Bage kenengen sicikie-cike

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (60) tersebut terdapat dalam kata kenengen yang jika diartikan
ke dalam bahasa Indonesia adalah menyelam.

(61). Itabah, itongketti

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (61) tersebut terdapat dalam kata itabah yang jika diartikan ke
dalam bahasa Indonesia adalah ditebang.

(62). Iruntun isampetken

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (62) tersebut terdapat dalam kata iruntun yang jika diartikan
ke dalam bahasa Indonesia adalah ditarik.

(63). Ulang mendurung i lae meletuk

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (63) tersebut terdapat dalam kata mendurung yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah menagguk.

(64). Ulang i pangan samur

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (64) tersebut terdapat dalam kata pangan yang jika diartikan
ke dalam bahasa Indonesia adalah dimakan.

(65). Bakune pe pemoniken si macik tong teranggoh

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (65) tersebut terdapat dalam kata pemoniken yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah menyembunyikan.

(66). Tunande i kayu temmes

50
51

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (66) tersebut terdapat dalam kata tunande yang jika diartikan
ke dalam bahasa Indonesia adalah bersandar.

(67). Nggeddang ipantik, nggeddang persanen

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (67) tersebut terdapat dalam kata ipantik dan persanen yang
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah dipotong dan dipikul.

(68). Ndates penangkihen, ndates ma mula ndabuh

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (68) tersebut terdapat dalam kata penangkihen yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah panjatan.

(69). Tarik-tarik mengraok menjemput poda

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (69) tersebut terdapat dalam kata mengraok yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah meraup.

(70). Lebbe idegger asa ndabuh

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (70) tersebut terdapat dalam kata idegger yang jika diartikan
ke dalam bahasa Indonesia adalah digoyang.

(71). Menencen bage basi

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai manusia yang


terdapat dalam data (71) tersebut terdapat dalam kata menencen yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah memaksa masuk.

4.2.1.4 Peribahasa mengenai anggota kerabat

Peribahasa mengenai anggota kerabat Peribahasa mengenai manusia

adalah ungkapan tradisional yang mengklasifikasikan ungkapan mengenai

anggota kerabat, seperti om, tante, paman, ayah, ibu, adik dan sebagiannya.

Adapun klasifikasi peribahasa Pakpak mengenai anggota kerabat dalam

51
52

kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe

Kabupaten Pakpak Bharat, yaitu sebagai berikut:

(72). Tubuhen matawari mo kene

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (72) tersebut terdapat dalam kata kene yang jika
dalam bahasa Indonesia adalah merujuk kepada sebuah keluarga.

(73). Bage ate rejeki bage tennah sodip

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (73) tersebut terdapat dalam kata sodip yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah permohonan doa, dimana
permohonan doa biasanya diucapkan oleh rekan-rekan keluarga terdekat untuk
memperoleh berkat dari sang maha pencipta.

(74). Pagit mo daroh ndene

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (74) tersebut terdapat dalam kata ndene yang
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah kalian dalam sebuah keluarga.

4.2.1.5 Peribahasa mengenai fungsi anggota tubuh

Peribahasa mengenai fungsi anggota tubuh adalah ungkapan mengenai

fungsi anggota tubuh seperti, mata, kaki, tangan, hidung, kepala, hati, jantung, dan

sebagainya. Adapun klasifikasi peribahasa Pakpak mengenai fungsi anggota tubuh

dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak Kecamatan Sitellu Tali Urang

Jehe Kabupaten Pakpak Bharat, yaitu sebagai berikut:

(75). Ulang ipurun ceput

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (75) tersebut terdapat dalam kata ceput yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah tangan.

(76). Simengkaisken api i gurungna nai

52
53

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (76) tersebut terdapat dalam kata gurung yang
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah punggung.

(77). I terruh tangan mengido

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (77) tersebut terdapat dalam kata tangan.

(78). Tangan memenggel bara memersan

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (78) tersebut terdapat dalam kata tangan dan
bara yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia bara adalah bahu.

(79). Joloen ni tengen asa ni tingkahken

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (79) tersebut terdapat dalam kata tingkahken
yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah dilangkahkan kaki.

(80). Oda termela-melaken cining i abe

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (80) tersebut terdapat dalam kata abe yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah wajah.

(81). Ipalkoh sangkalen mengena penggel

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (81) tersebut terdapat dalam kata penggel yang
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah telinga.

(82). Kubettoh kin nggatel gurungmu

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (82) tersebut terdapat dalam kata gurung yang
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah punggung.

(83). Mella memerre tangan kamuhun, ulang pella ibettoh tangan kambirang

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (83) tersebut terdapat dalam kata tangan
kamuhun dan tangan kambirang yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia
adalah tangan kanan dan tangan kiri.

53
54

(84). Ulang bage perdabuh pola terisang

Klasifikasi peribahasa Pakpak berupa peribahasa mengenai anggota


kerabat yang terdapat dalam data (84) tersebut terdapat dalam kata isang yang jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah dagu.

4.2.2 Fungsi Folklor

Hasil analisis terhadap fungsi peribahasa Pakpak yang terdapat dalam

kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe

Kabupaten Pakpak Bharat, terdapat 4 fungsi folklor. Berdasarkan rujukan yang

dikemukakan oleh Wiliam R.Bascom (2013), fungsi peribahasa yang ditemukan

yaitu:

4.2.2.1 Sebagai sistem proyeksi (projective system)

Sebagai sistem proyeksi, folklor digunakan sebagai alat pencermin pola

pikir masyarakat folk pada saat itu dan sebagai alat pencermin angan-angan suatu

kolektif. Adapun fungsi folklor pada peribahasa Pakpak mengenai sistem proyeksi

(projective system) dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak Kecamatan

Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat, yaitu sebagai berikut:

(1). Ulang bage olong nangka

Pada data (1) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai sistem proyeksi (projective system), pada peribahasa Ulang bage olong

nangka merupakan keinginan seseorang untuk selalu berpindah-pindah tempat

tinggal dari tempat yang satu ke tempat lain atau tidak betah menetap pada suatu

tempat dan dapat juga dituju. Dapat juga ditujukan kepada seorang gadis centil

yang berkeinginan untuk mendapatkan perhatian orang lain.

54
55

(2). Mersuluhken kalompetpet

Pada data (2) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai sistem proyeksi (projective system), pada peribahasa Mersuluhken

kalompetpet merupakan keinginan seseorang untuk membahagiakan keluarganya

dan memenuhi kebutuhannya hidupnya, sehingga dia gigih untuk bekerja dan

berusaha tanpa mengenal siang dan malam, dia tidak mudah menyerah dan putus

asa.

(3). Enggo bage ikan I para

Pada data (3) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai sistem proyeksi (projective system), pada peribahasa Enggo bage ikan I

para merupakan keinginan atau harapan seseorang dalam melakukan suatu usaha

atau pekerjaan dan diyakini akan berhasil.

(4). Menencen bage basi

Pada data (4) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai sistem proyeksi (projective system), pada peribahasa Menencen bage basi

merupakan keinginan seseorang dalam memaksakan kehendaknya terhadap orang

lain, padahal orang lain susah untuk menerima bahkan tidak menyukainya.

(5). Sada itembak dua kena

Pada data (5) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai sistem proyeksi (projective system), pada peribahasa Sada itembak dua

kena merupakan harapan seseorang dalam mengerjakan sesuatu untuk

mendapatkan hasil yang cukup, tetapi kenyataannya akibat dari perbuatan tersebut

dapat mendatangkan hasil yang melimpah atau berkelanjutan.

(6). Bage merkebbek berngin

55
56

Pada data (6) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai sistem proyeksi (projective system), pada peribahasa Bage merkebbek

berngin merupakan keinginan seseorang yang nekad dalam melakukan sesuatu

yang belum pasti memperoleh hasil, bisa juga dikatakan untuk seseorang yang

berlaku ceroboh.

(7). Tongkoh lelen mi terruh, tunas lelen mi dates

Pada data (7) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai sistem proyeksi (projective system), pada peribahasa Tongkoh lelen mi

terruh, tunas lelen mi dates merupakan keinginan orangtua kepada anak-anaknya

atau kepada generasi muda berupa nasehat supaya selalu bekerja keras, rajin dan

bersemangat dalam menggapai cita-cita.

(8). Bage menangkih keppeng

Pada data (8) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai sistem proyeksi (projective system), pada peribahasa Bage menangkih

keppeng merupakan harapan seseorang dalam melakukan suatu usaha walaupun

kurang berkemampuan supaya tidak pernah putus asa apa dan bagaimanapun hasil

yang diperolehnya.

(9). Bage kayu maledang

Pada data (9) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai sistem proyeksi (projective system), pada peribahasa Bage kayu maledang

merupakan seorang laki-laki yang berkeinginan mengungkapkan isi hatinya saat

melihat seorang gadis yang berparas cantik, tinggi semampai dan anggun.

(10). Mbelgah-mbelgah cemun

56
57

Pada data (10) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai sistem proyeksi (projective system), pada peribahasa Mbelgah-mbelgah

cemun dimana dikatakan saat kerabat seorang ibu yang melahirkan dating

menjenguk bayi yang baru lahir atau saat peristiwa lain pada masa kanak-kanak.

Jadi merupakan suatu harapan kepada si bayi agar dilindungi yang maha kuasa

sehingga cepat besar dan sehat walafiat, seperti layaknya buah mentimun yang

cepat besar dalam tempo yang singkat.

4.2.2.2 Sebagai alat pengesahan pranata-pranata atau lembaga kebudayaan

Pranata adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-

istiadat yang mengatur tingkah laku itu. Ada kalanya folklor menjadi alat untuk

mengesahkan pranata, karena pranata atau lembaga kebudayaan tersebut

bersumber dari folklor itu sendiri. Adapun fungsi folklor pada peribahasa Pakpak

mengenai Sebagai alat pengesahan pranata-pranata atau lembaga kebudayaan

dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak Kecamatan Sitellu Tali Urang

Jehe Kabupaten Pakpak Bharat, yaitu sebagai berikut:

4.2.2.3 Sebagai alat pendidikan

Folklor memiliki unsur yang tidak lepas dari pengetahuan dan nilai

pendidikan, sehingga folklor menjadi salah satu penyampaian nilai-nilai

kehidupan atau pendidikan, agar anak dapat menerima hal tersebut dengan mudah.

Adapun fungsi folklor pada peribahasa Pakpak mengenai Sebagai alat pendidikan

dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak Kecamatan Sitellu Tali Urang

Jehe Kabupaten Pakpak Bharat, yaitu sebagai berikut:

57
58

(11). Ulang bage rengkaber

Pada data (11) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang bage rengkaber terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan dimana seorang pemuda yang

digambarkan sebagai seekor kelelawar yang biasanya siang tidur di sarangnya,

malam hari keluar dari sarangnya, dimana seorang pemuda yang suka keluyuran

pada malam hari dan pada waktu siang tidak kemana-mana atau bekerja tetapi

tidur atau dirumah saja, dimana dalam peribahasa tersebut kita diajarkan untuk

tidak menyia-nyiakan waktu dan mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya.

(12). I kerrut menci ekur kocing

Pada data (12) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa I kerrut menci ekur kocing terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan orang besar atau orang yang berkedudukan tinggi tidaklah

kekal adanya, sebaliknya juga bisa terjadi pada orang kecil atau orang yang

berkedudukan rendah. Malah yang semula kedudukannya rendah akan

menggantikan atau mengalahkan yang besar atau yang berkedudukan tinggi.

Dimana pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk tidak merasa angkuh atau

sombong atas pencapaian atau posisi yang telah didapatkan karena pencapaian

atau posisi tersebut bisa saja berubah secara tidak terduga.

(13). Bage toran perotor-otor

Pada data (13) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage toran perotor-otor terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

58
59

tersebut digambarkan suami istri yang selalu bersama-sama dan seia sekata. Pada

peribahasa tersebut kita diajarkan untuk selalu setia terhadap pasangan ataupun

terhadap orang-orang yang kita cintai, kita juga diajarkan selalu rukun dalam

hidup berumah tangga.

(14). Ulang bage anak kerabang

Pada data (14) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang bage anak kerabang terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan orangtua yang menelantarkan anaknya atau orang yang

tidak bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Pada peribahasa tersebut kita

diajarkan untuk memiliki rasa tanggung jawab yang besar serta kesadaran diri atas

sesuatu hal.

(15). Bage wangkah tonggal mela mengembek

Pada data (15) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage wangkah tonggal mela mengembek

terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada

peribahasa tersebut digambarkan seseorang yang memiliki rasa malu berlebihan,

misalnya walaupun hidupnya sangat melarat atau mengalami banyak

permasalahan hidup tetapi malu minta tolong kepada saudaranya atau orang lain.

Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk saling berinteraksi dengan orang

lain, mencari pergaulan karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial

yang membutuhkan orang lain untuk melangsungkan hidup.

59
60

(16). Pala-pala meridi tap-tap mo

Pada data (16) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Pala-pala meridi tap-tap mo terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan seseorang yang mengerjakan sesuatu haruslah diselesaikan

sampai selesai dan tuntas. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk

bertanggung jawab atas hal yang akan kita lakukan.

(17). Oda termelaken cining i abe

Pada data (17) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Oda termelaken cining i abe terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan seseorang yang selalu menutup-nutupi atau tidak adanya

kejujuran atau keterusterangan seserang terhadap siapa dirinya dan apa yang

dilakukannya. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk mengatakan hal yang

sebenarnya tentang segala sesuatu atau kita harus mengakui siapa diri kita yang

sebenarnya karena orang lain akan mengetahuinya juga kelak sehingga rasa malu

semakin besar.

(18). Simengkaisken api i gurung nai

Pada data (18) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Simengkaisken api i gurung nai terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan seseorang yang harus mandiri dan harus mencoba

bertanggung jawab dalam segala masalah terlebih dahulu tanpa meminta bantuan

orang lain.

60
61

(19). Bage kenengen si cike-cike

Pada data (19) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage kenengen si cike-cike terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan seseorang yang tidak punya perencanaan sehingga tidak

memperoleh hasil yang diharapkan. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk

melakukan pertimbangan yang matang terhadap sesuatu hal, supaya sesuatu hal

tersebut tidak dilakukan secara sia-sia.

(20). Ulang i purun ceput

Pada data (20) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang i purun ceput terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan seseorang yang sangat malas padahal Tuhan menciptakan

tangan gunanya untuk bekerja harus dimanfaatkan sesuai dengan talentanya. Pada

peribahasa ini kita diajarkan untuk tidak bermalas-malasan dalam mengerjakan

sesuatu karena setiap orang sudah Tuhan berikan talenta masing-masing pada

dirinya dan untuk itu kita harus mensyukuri dan mempergunakannya dengan

sebaik-baiknya dan juga dapat bermanfaat bagi orang lain.

(21). I tabah i tongketi

Pada data (21) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa I tabah i tongketi terdapat penyampaian

nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa tersebut

digambarkan seseorang yang menyalahkan orang lain, tapi dilain pihak dia sendiri

membenarkan perbuatan orang yang sama tersebut. Pada peribahasa tersebut kita

61
62

diajarkan untuk tidak menjadi pribadi yang bermuka dua, tetapi menjadi pribadi

yang berkata tegas ketika orang tersebut salah dan dan berkata tegas ketika orang

tersebut benar.

(22). I runtun i sampetken

Pada data (22) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa I runtun i sampetken terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan seseorang yang tidak memiliki perasaan kasih dan tidak

pernah mau menolong orang lain terutama yang sedang susah. Pada peribahasa

tersebut kita diajarkan untuk memiliki rasa empati dan simpati terhadap orang di

sekitar kita.

(23). Ulang mendurung i lae meletuk

Pada data (23) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang mendurung i lae meletuk terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan seseorang yang membuat situasi panas menjadi lebih panas

dan juga digambarkan seseorang yang membuat orang lain susah atau sedih

menjadi semakin lebih susah atau sedih. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan

untuk memiliki rasa pengertian terhadap sesuatu hal yang dialami orang lain,

karena bisa saja hal tersebut bisa berbalik mengenai orang tersebut.

(24). Joloen ni tengen asa ni tingkahken

Pada data (24) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Joloen ni tengen asa ni tingkahken

terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada

62
63

peribahasa tersebut mengajari kita agar dalam bertindak lebih hati-hati dan harus

lebih dahulu dipikirkan secara matang akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan

sendiri.

(25). Mlla memere tangan kamuhen, ulang i bettoh tangan kambirang

Pada data (25) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Mlla memere tangan kamuhen, ulang i

bettoh tangan kambirang terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau

pendidikan, dimana pada peribahasa tersebut mengajarkan kita agar membantu

sesame dengan ikhlas dari dalam hati dan tulus, seseorang yang penuh kasih tidak

perlu membanggakan diri dengan promosi agar orang lain tahu bahwa dia telah

menolong seseorang.

(26). Bage ki roroh bulung lateng

Pada data (26) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage ki roroh bulung lateng terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan orang-orang muda yang belum berpengalaman supaya tidak

sembrono dalam berprilaku atau bertindak. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan

supaya dalam bertindak perlu dipikirkan terlebih dahulu sebelum melakukannya,

apabila bertindak dengan tidak berhati-hati maka akibatnya akan fatal dan harus

ditanggung sendiri.

(27). Ulang bage mencekep reba-reba

Pada data (27) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang bage mencekep reba-reba

terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada

63
64

peribahasa tersebut digambarkan seseorang yang tidak pernah serius melakukan

sesuatu pekerjaan, akibatnya dia sendiri tidak mendapat hasil malah mungkin akan

celaka. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk bersungguh-sungguh dalam

bekerja, jika kita bersungguh-sungguh maka kita akan mendapatkan hasil yang

sesuai dengan usaha kita.

(28). Bage mengambul buah mbara

Pada data (28) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage mengambul buah mbara terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan seseorang yang selalu mengharapkan bantuan orang lain

tanpa adanya usaha sendiri. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk tidak

selalu bergantung kepada orang lain, tetapi sebaliknya kita harus berusaha.

(29). Ulang ngkasah-ngkasah bulung terrep

Pada data (29) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang ngkasah-ngkasah bulung terrep

terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada

peribahasa tersebut digambarkan seseorang yang rajin, gigih atau bersemangat

dalam melakukan pekerjaan tetapi bersifat temprore terutama saat memulai suatu

pekerjaan, tetapi selanjutnya tidak konsisten atau malah berhenti sama sekali.

Pada peribahasa tersebut kita diajarkan teruma pada anak-anak atau orang lain

agar selalu rajin, serius dan konsisten dalam melakukan pekerjaannya.

(30). Ndaoh nola tobis i benana nai

Pada data (30) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ndaoh nola tobis i benana nai terdapat

64
65

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan jika orangtua jahat atau baik biasanya akan menurun kepada

anak-anaknya, atau lingkungan sekitar sangat berpengaruh terhadap perilaku

seseorang. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk berbuat baik kepada

orang lain, karena apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai, jika kita

menanam kebaikan maka kebaikan pula lah yang akan kita dapatkan.

(31). Bage buah page munduk

Pada data (31) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage buah page munduk terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan sebagai suatu peringatan kepada manusia agar

bertambahnya usia diikuti dengan semakin matangnya cara berpikir dan bersikap

menuju ke hal yang lebih baik. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk lebih

dewasa dalam menjalani hidup.

(32). Bage bulung gomet

Pada data (32) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage bulung gomet terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan seseorang yang tidak dapat dipercaya, tidak jujur, tidak

prinsip. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk menjadi pribadi yang lebih

jujur, menjaga kepercayaan orang lain dan memiliki tujuan yang pasti dalam

hidup.

65
66

(33). Bage cina bugun

Pada data (33) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage cina bugun terdapat penyampaian

nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa tersebut

digambarkan seseorang yang berbadan kecil tetapi cukup lincah, licik atau pandai.

Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk tidak sepele terhadap orang yang

memiliki badan kecil, karena bisa saja dibalik badan yang kecil terdapat sifat yang

lincah, licik atau pandai.

(34). Bage penektek pola

Pada data (34) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage penektek pola terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut tetesan air nira sangat lambat atau sedikit demi sedikit akhirnya banyak

juga. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan agar hemat, rajin, sabar, dan tabah.

Karena jikalau kita terus berusaha maka pasti akan mendapatkan hasil yang baik.

(35). Ulang bage perdabuh pola terisang

Pada data (35) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang bage perdabuh pola terisang

terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada

peribahasa tersebut air nira seharusnya masuk melalui mulut bukan pada dagu saat

kita meminumnya. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk sesuatu pada

tempatnya atau sesuai dengan tujuan dan fungsinya.

66
67

(36). Ulang bage kayu keburun

Pada data (36) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang bage kayu keburun terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan keluarga yang seia sekata dan secara bersama-sama

mengerjakan sesuatu dan tidak mengambil jalan masing-masing. Pada peribahasa

tersebut kita diajarkan untuk selalu bekerja sama dan hidup rukun.

(37). Ulang bage sanggar i uruk-uruk

Pada data (37) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang bage sanggar i uruk-uruk terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan seseorang yang tidak tetap pendiriannya atau selalu

berubah-ubah dalam pengambilan keputusan. Pada peribahasa tersebut kita

diajarkan untuk memiliki pendirian yang tetap dan tidak berubah-ubah.

(38). Lebbe idegger asa ndabuh

Pada data (38) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Lebbe idegger asa ndabuh terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan seseorang yang sulit untuk mengerti tentang sesuatu atau

pura-pura tidak tahu dan bisa juga dikatakan kepada seseorang yang sangat kikir,

setelah diberi isyarat tertentu agar dijelaskan secara terus terang baru mau

mengerti. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk menjadi orang yang muda

peka terhadap sesuatu hal, supaya orang lain tidak merasa risih dengan

keberadaan kita.

67
68

(39). Tunande i kayu temmes

Pada data (39) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Tunande i kayu temmes terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut digambarkan apabila kita ingin meminta pertolongan haruslah kepada

orang yang dapat memberikannya misalnya orang bijak, kaya, terpandang,

berprilaku adil dan pintar, sesuai jenis bantuan yang kita harapkan, sesuai jenis

pertolongan yang dibutuhkan. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk

pandai-pandai memilih orang sebagai pusat pertolongan, supaya permasalahan

yang kita alami dapat selesai dengan baik.

(40). Mbue kunu ukum benben, sada pe tapi renggicing

Pada data (40) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Mbue kunu ukum benben, sada pe tapi

renggicing terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana

pada peribahasa tersebut dikatakan pada kemampuan manusia yang tidak diukur

dari jumlah yang banyak tetapi terutama diukur oleh kepandaian seseorang. Pada

peribahasa tersebut kita diajarkan walaupun sedikit tetapi mempunyai peran yang

cukup berarti bagi orang lain sebagai suatu hal yang positif.

(41). Mulak nola kambing i Boang nai

Pada data (41) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Mulak nola kambing i Boang nai

terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada

peribahasa tersebut kita diajarkan bahwa pemberian tidak boleh ditolak atau

rezeki jangan disangkal tetapi harus disyukuri atau dinikmati.

68
69

(42). Naruh oda merneneh tapi pekastuk

Pada data (42) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Naruh oda merneneh tapi pekastuk

terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada

peribahasa tersebut dikatakan bahwa telur yang tidak berkaki tapi dapat

bersentuhan. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan bahwa ternyata dalam

kehidupan nyata pasti setiap orang pernah bertengkar atau berselisih pendapat

antara sesamanya dimana saja.

(43). Bage perlangi tekkuk

Pada data (43) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage perlangi tekkuk terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut dikatakan seseorang yang tidak memikirkan akibatnya kepada orang lain.

Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk bersikap tidak egois atau

mementingkan kehendak diri sendiri tanpa memikirkan orang lain.

(44). Bage laklak galuh

Pada data (44) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage laklak galuh terdapat penyampaian

nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa tersebut dikatakan

pelepah pisang bila dipisah atau sama lain akan sangat lembek dan lemah, tapi

bila mereka menyatu satu sama lain akan sangat kuat. Pada peribahasa tersebut

kita diajarkan supaya dalam keluarga selalu seia sekata sehingga mudah untuk

mencapai setiap tujuan.

69
70

(45). I palkoh sangkalen mengena penggel

Pada data (45) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa I palkoh sangkalen mengena penggel

terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada

peribahasa tersebut kita diajarkan untuk selalu menuruti, was-was, dan tanggap

terhadap nasehat yang berguna yang diberikan oleh orang yang berpengalaman

seperti: orang tua, abang, kakak atau pimpinan desa.

(46). Ku bettoh kin nggatel gurungmu

Pada data (46) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ku bettoh kin nggatel gurungmu terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut dikatakan seseorang yang tidak mau berterus terang kepada orang lain,

dimana orang lain tidak mengetahui keinginannya. Butuh sesuatu dari orang lain

tetapi tidak pernah meminta dan berterus terang sehingga orang lain tidak tahu,

akibatnya tidak memperoleh apapun. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan

untuk berterus terang terhadap hal-hal yang dianggap pantas untuk diungkapkan,

daripada memendam sendiri sehingga kita tidak akan memperoleh apapun.

(47). Joloen ni tengen asa ni tingkahken

Pada data (47) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Joloen ni tengen asa ni tingkahken

terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada

peribahasa tersebut kita diajarkan untuk bertindak lebih hati-hati dan harus lebih

dahulu dipikirkan secara matang akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan sendiri.

70
71

(48). Ulang bage koning iembah-embah tanohna

Pada data (48) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang bage koning iembah-embah

tanohna terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana

pada peribahasa tersebut dikatakan seseorang yang sulit beradaptasi terhadap

lingkungan sekitarnya, bisa juga dikatakan seseorang yang sulit dalam pergaulan

sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan

untuk memiliki jiwa bersosialisasi, karena hidup akan terasa lebih mudah jika kita

dapat mengenal lebih banyak orang.

(49). Bage buk-buk ringgarung

Pada data (49) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Bage buk-buk ringgarung terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut dikatakan seseorang yang memiliki hutang banyak di tengah-tengah desa

atau masyarakat. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk tidak membatasi

diri kita terhadap hal-hal yang dapat memicu rasa tidak percaya orang lain

terhadap kita.

(50). Ulang bage perdalan biang tonggal

Pada data (50) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang bage perdalan biang tonggal

terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada

peribahasa tersebut anjing jantan biasanya kalau berjalan selalu singgah, sehingga

lama sampai ke tempat tujuan karena selalu memperhatikan anjing betina. Pada

peribahasa tersebut kita diajarkan khususnya pada anak laki-laki yang menjelang

71
72

remaja (mulai masa pacaran). Para pemuda jika pergi ke suatu tempat hendaknya

jangan terlalu sering singgah, tetapi harus sampai ke tujuan terlebih dahulu baru

kemudian direncanakan perjalanan berikutnya.

(51). Ulang bage menolong biang terkapit

Pada data (51) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang bage menolong biang terkapit

terdapat penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada

peribahasa tersebut dikatakan dalam suatu perkara pertengkaran, apabila ada

sengketa sering dijadikan sasaran kemarahan pihak yang melerai (memisah),

maksud hati berbuat baik, malah sebaliknya mendapat pukulan, makian maupun

hinaan. Pada peribahasa tersebut kita diajarkan untuk lebih berhati-hati dalam

menolong seseorang, karena bisa saja kita sudah membantu tetapi malah kita yang

mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan.

(52). Ulang bage biahat merdokar

Pada data (52) merupakan fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak yaitu

sebagai alat pendidikan, pada peribahasa Ulang bage biahat merdokar terdapat

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, dimana pada peribahasa

tersebut dikatakan seperti harimau beranak pemangsa, lebih buas, tidak boleh di

dekati oleh binatang lain, juga dikatakan pada seseorang yang selalu marah, mata

merah, kejam, tidak pandang bulu dan brutal. Pada peribahasa tersebut kita

diajarkan untuk tidak perlu meniru sifat tersebut, karena pasti banyak orang yang

tidak akan suka dengan keberadaan dan kehadiran kita.

72
73

4.2.2.4 Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat

akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya

Folklor memiliki aturan-aturan yang secara tersirat memberikan cerminan

kepada masyarakat terhadap suatu tindakan, yang secara tidak sadar dipatuhi oleh

masyarakat itu sendiri, sehingga terkesan memaksa, mengawasi, dan

mengendalikan kehidupan masyarakat folk nya. Adapun fungsi folklor pada

peribahasa Pakpak mengenai Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-

norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya dalam kehidupan

sehari-hari masyarakat Pakpak Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten

Pakpak Bharat, yaitu sebagai berikut:

73
74

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Simpulan

Perumpamaen atau peribahasa Pakpak adalah sebagai bagian dari tradisi

atau kultur budaya yang ada di daerah Pakpak yang disampaikan secara lisan atau

dari mulut ke mulut oleh nenek moyang terdahulu, peribahasa dijadikan sebagai

sarana untuk memberikan kritik, teguran, pesan, serta ajaran moral melalui makna

yang terkandung dalam peribahasa Pakpak. Berdasarkan analisis data yang telah

dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa hal yang menjadi simpulan, yaitu:

1. Pada peribahasa Pakpak terdapat lima klasifikasi peribahasa yang

merujuk pada teori yang dikemukakan oleh S.Keyzer (1862). Adapun

klasifikasi peribahasa yang ditemukan dalam peribahasa Pakpak, yaitu

(1) peribahasa mengenai binatang (fauna) yang mengklasifikasikan

peribahasa mengenai binatang seperti, ikan, serangga, burung, dan

binatang menyusui lainnya, (2) peribahasa mengenai tanam-tanaman

(flora) yang mengklasifikasikan peribahasa mengenai tanam-tanaman,

seperti pepohonan, buah-buahan, bunga dan tanaman lainnya, (3)

peribahasa manusia yang mengklasifikasikan peribahasa mengenai

perilaku manusia dan perbuatan manusia, (4) peribahasa mengenai

anggota kerabat yang mengklasifikasikan peribahasa mengenai anggota

kerabat, seperti om, tante, paman, ayah, ibu, adik dan sebagiannya, (5)

peribahasa mengenai fungsi anggota tubuh yang mengklasifikasikan

peribahasa fungsi anggota tubuh seperti, mata, kaki, tangan, hidung,

kepala, hati, jantung, dan sebagainya. Dari kelima klasifikasi peribahasa

74
75

yang ditemukan dalam peribahasa Pakpak, klasifikasi peribahasa yang

dominan ditemukan dalam peribahasa Pakpak adalah klasifikasi

peribahasa mengenai tanam-tanaman (flora).

2. Pada tataran fungsi, terdapat empat fungsi folklor yang ditemukan dalam

peribahasa Pakpak. Fungsi folklor yang terdapat pada peribahasa Pakpak

tersebut merujuk kepada fungsi folklor yang dikemukakan oleh Wiliam

R. Bascom (2013). Adapun fungsi folklor yang ditemukan dalam

peribahasa Pakpak, yaitu: (1) Sebagai sistem proyeksi (projective

system), folklor digunakan sebagai alat pencermin pola pikir masyarakat

folk pada saat itu dan sebagai alat pencermin angan-angan suatu

kolektif, (2) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata atau lembaga

kebudayaan, pranata adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat

resmi serta adat-istiadat yang mengatur tingkah laku itu. Ada kalanya

folklor menjadi alat untuk mengesahkan pranata, karena pranata atau

lembaga kebudayaan tersebut bersumber dari folklor itu sendiri, (3)

Sebagai alat pendidikan, folklor memiliki unsur yang tidak lepas dari

pengetahuan dan nilai pendidikan, sehingga folklor menjadi salah satu

penyampaian nilai-nilai kehidupan atau pendidikan, agar anak dapat

menerima hal tersebut dengan mudah, (4) Sebagai alat pemaksa dan

pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota

kolektifnya, folklor memiliki aturan-aturan yang secara tersirat

memberikan cerminan kepada masyarakat terhadap suatu tindakan, yang

secara tidak sadar dipatuhi oleh masyarakat itu sendiri, sehingga

terkesan memaksa, mengawasi, dan mengendalikan kehidupan

75
76

masyarakat folk nya. Dari keempat fungsi folklor yang terdapat dalam

peribahasa Pakpak, fungsi yang paling dominan adalah sebagai alat

pendidikan.

5.2 Simpulan

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis klasifikasi peribahasa dan

fungsi folklor dalam peribahasa Pakpak. Berdasarkan hasil penelitianyang sudah

penulis sajikan, penulis memiliki beberapa saran yang penulis harap dapat

diterima dan bermanfaat bagi peneliti-peneliti selanjutnya. Adapun beberapa saran

yang penulis ingin sampaikan, yaitu:

1. Peneliti selanjutnya mengkaji lebih dalam dengan menggunakan referensi

maupun sumber yang lebih banyak, agar hasil penelitian dapat lebih

maksimal.

2. Peneliti lebih mempersiapkan diri untuk mengumpulkan data maupun

mempersiapkan diri secara matang dan serius dalam setiap proses

penelitian yang dilakukan.

3. Penulis juga berharap agar peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih dalam

peribahasa Pakpak ataupun hasil karya sastra lainnya dengan teori yang

berbeda.

76
77

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Salim. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara
Wacana

Amir, Adriyenti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Berutu, Lister. 2006. Memahami Perumpamaan Tradisional Pakpak di Sumatera


Utara. Medan: PT. Grasindo Monoratama & Pusat Penelitian dan
Pengembangan Budaya Pakpak

Berutu, Lister. 2013. Umpama, Perumpamaen & Koning-koningen SUKU


PAKPAK. Medan: PT. Grasindo Monoratama & Pusat Penelitian dan
Pengembangan Budaya Pakpak

Danandjaja, James. 2016. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, Dan Lain-
Lain. Jakarta: Grafitti

Endah, Nilla. SUPER LENGKAP SARIKATA BAHASA INDONESIA (Pedoman


Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Semarang: Caesar Media Pustaka
.
Endaswara, Suwardi. 2012. Filsafat Sastra: Hakikat, Metodologi dan Teori.
Yogyakarta: Layar Kata

Endaswara, Suwardi. 2013. Folklor Nusantara Hakikat, Bentuk, dan Fungsi.


Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa dan Sastra: tahapan strategi, metode,
tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Maibang, R. 2009. Mengenal Ethnis Pakpak Lebih Dekat. Medan

Moleong, Lexy. J. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya.

Naiborhu, Torang dan Monang A. Sinaturi. 2016. DESKRIPSI SENI “Odong-


odong: Senandung Ratap Petani Kemenyan Suku Pakpak di Sumatera
Utara”. Medan: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera
Utara.

Nurelide. (2015). MAKNA UMPAMA/UNGKAPANMASYARAKAT PAKPAK.


MEDAN MAKNA, 12(2), 169-177.

Ponulele, Nurhayati, dkk. 1998. UNGKAPAN DAN PERIBAHASA KAILI. Jakarta:


Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

77
78

Pribumi, Sri .R, dkk. 2003. PERIBAHASA JAWA SEBAGAI CERMIN WATAK, SIFAT, DAN
PERILAKU MANUSIA JAWA. Jakarta: PUSAT BAHASA DEPARTEMEN
PENDIDIKAN NASIONAL.

Purba, Antilan. 2001. Pengantar Ilmu Sastra. Medan: Usu Press

Rafiek, M. 2015. Teori Sastra Kajian Teori Dan Praktik. Bandung: PT Refika Aditama.

Rizal, Yose. 2005. Peribahasa Indonesia Pegangan Murid. Jakarta: Harmoni.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan Secara Linguistis). Yogyakarta: Duta Wacana University Press

Wiyadi, Albertus dkk. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. Kedua. Jakarta: Balai Pustaka

Yulisma, dkk. 1997. STRUKTUR SASTRA LISAN DAERAH JAMBI. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

https://www.gramedia.com/literasi/peribahasa/amp

78
79

Lampiran 1

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

Daftar pertanyaan wawancara ini berfungsi untuk menjawab rumusan masalah pada

penelitian yang berjudul “Klasifikasi dan Fungsi Peribahasa Pakpak di Kecamatan Sitellu

Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat; Kajian Folklor”. Berikut daftar pertanyaan

wawancara untuk menjawab rumusan masalah bagaimana klasifikasi dan fungsi Peribahasa

Pakpak di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe.

Daftar pertanyaan:

1. Apakah bapak/ibu pernah mendengar istilah peribahasa Pakpak dalam kehidupan sehari-

hari masyarakat Pakpak?

2. Bagaimanakah pemahaman bapak/ibu mengenai peribahasa Pakpak yang biasa digunakan

dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak?

3. Dapatkah bapak/ibu memaparkan apa saja peribahasa Pakpak yang biasa digunakan

dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak?

4. Menurut bapak/ibu, apakah peran penting peribahasa Pakpak dalam kehidupan sehari-

hari masyarakat Pakpak?

5. Selain dalam kehidupan sehari-hari, apakah peribahasa Pakpak juga digunakan pada

acara lainnya, seperti acara pernikahan, acara kematian, dll?

79
80

Lampiran 3

DATA DIRI NARASUMBER

1. Desa Tanjung Mulia

Narasumber I

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

Narasumber II

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

2. Desa Tanjung Meriah

Narasumber I

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

Narasumber II

80
81

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

3. Desa Kaban Tengah

Narasumber I

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

Narasumber II

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

4. Desa Bandar Baru

Narasumber I

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

81
82

Alamat :

Pekerjaan :

Narasumber II

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

5. Desa Simberuna

Narasumber I

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

Narasumber II

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

82
83

6. Desa Perolihen

Narasumber I

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

Narasumber II

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

7. Desa Maholida

Narasumber I

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

Narasumber II

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

83
84

Alamat :

Pekerjaan :

8. Desa Perjaga

Narasumber I

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

Narasumber II

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

9. Desa Malum

Narasumber I

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

Narasumber II

Nama :

84
85

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

10. Desa Mbinalun

Narasumber I

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

Narasumber II

Nama :

T.T.L :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

85

Anda mungkin juga menyukai