Anda di halaman 1dari 7

Cara Guru Agar Disayang Dan Di Nanti Siswanya

Menjadi seorang guru bukan hanya sekedar pilihan karena tuntutan sulitnya lapangan
pekerjaan. Menjadi seorang guru bukanlah sekedar karena memiliki ilmu pengetahuan yang
harus ditrasferkan kepada yang mebutuhkan. Menjadi seorang guru bukan sekedar di pandang
agar tanpak berwibawah karena sebuah kehormatan. Tetapi pilihan menjadi seorang guru
adalah sebuah tanggung jawab besar yang tetap diperhitungkan dan di pertanggung jawabkan.
Tanggung jawab terhadap masa depan generasinya, tanggung jawab terhadap bangsa dan
negaranya.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka seorang guru harus menjadi sosok yang
benar – benar mampu menjadi suritauladan bagi siswanya. Sebab guru yang berhasil dalam
pembelajaran itu adalah guru yang selalu dinanti oleh siswa dan guru yang baik itu adalah
guru yang disayang siswanya. Menjadi guru yang baik dan disayang siswa tidak hanya
berdasarkan sejauh mana ia menguasai materi, atau metode pembelajaran yang berubah –
ubah, serta media yang serba mahal dan canggih, tetapi ada hal – hal tersendiri yang memang
sudah ada dalam diri seorang guru itu sendiri. Berikut ini 7 (tujuh) cara yang selalu dilakukan
guru di Tamansiswa Sukadamai agar selalu di sayang dan di nanti siswanya yaitu :
1. Menjaga penampilan
Sebagai seorang guru, penampilan harus menjadi prioritas. Berpenampilan menarik bukan
berarti harus berwajah tampan atau cantik, tetapi berpakaian rapi, bersih, wangi dan serasi
ini bagian dari penampilan yang menarik dan bisa membawa suasana positif bagi siswa.
Hal itu merupakan Cara menjadi guru yang baik dan disayang siswa. Sebab bagaimana
kita akan dihormati dan disayangi oleh Murid kita bila penampilan kita lusuh, bau dan
tidak rapi?
2. Ramah dan selalu tersenyum
Guru memang harus menjunjung disiplin tetapi jangan abaikan sikap ramah kepada siswa.
Bukan hanya guru yang suka disapa oleh siswa. Siswa juga paling suka kepada guru yang
mudah tersenyum. Lebih menyenangkan lagi jika senyuman tersebut diselingi dengan
sapaan.
3. Disiplin dan bertanggung jawab
Dua kata di atas gampang diucapkan sulit diterapkan. Sebagai profil yang keberadaan kita
selalu dijadikan teladan siswa. Sudah selayaknya guru menempatkan dirinya dengan baik
sebagai figur disiplin dan bertanggungjawab. Ketika kita datang terlambat ke kelas
cepatlah minta maaf atau biarkan siswa yang memberikan sanksi kepada kita. Hal ini akan
jauh lebih membuat kita berwibawa jika melakukan kesalahan. Dengan meminta maaf
tidak menurunkan wibawa kita sebagai guru.
4. Mendidik dengan hati dan menginspirasi
Guru bukan hanya dianggap sebagai pekerjaan atau profesi. Lebih dari itu Guru juga
dimaknai sebagai pengabdian dan ibadah. Murid bukan hanya sebagai obyek, tetapi juga
insan seperti anak, yang tidak hanya dididik juga didoakan. Mencintai mereka dengan
sepenuh hati dan menganggap mereka menjadi bagian dari diri kita, maka siswa akan
menemukan rasa aman dan nyaman saat bersama kita.
5. Humoris
Jika mendengar kata humoris, pasti banyak yang memaknai dengan sikap lucu dan
memalukan. Sebagai seorang guru harus bisa menepis makna seperti itu, sebab kata
humoris untuk seorang guru adalah sebuah sikap yang elastis dan fleksibel, tidak kaku,
sehingga bisa membawa suasana belajar yang menyenangkan dan di sukai siswa tanpa
harus ada celaan ataupun menjatuhkan siswa yang lain. Candaan dan humor membuat
belajar lebih menyenangkan.
6. Murah hati
Murah hati dalam mengajar bukan berarti hobi traktir murid-muridnya,tetapi murah hati
bagi seorang guru mengarah tingkat kesabaran dalam mengajar dan membimbing siswa.
Sebagai seorang guru harus bisa memahami tetang karakter siswanya, baik dari sifat dan
sikap, tingkak emosionalnya dan kecerdasannya. Secara otomatis, tidak semua siswa
memiliki kemampuan yang sama. Disinilah, sebagai seorang guru harus penuh kesabaran
dalam membimbing siswa dari setiap perbedaan tersebut.
7. Tidak membawa masalah pribadi di lingkungan sekolah.
Banyak sekali guru yang secara tidak sadar selalu membawa masalah pribadinya di
lingkungan sekolah. Sehingga secara tidak sadar pula sikap tersebut selalu dibawa pada
saat proses belajar mengajar. Sebagai seorang guru, harus bisa bersikap profesional, sebab
masalah yang dibawanya saat mengajar bisa mempengaruhi fisikologis siswa bahkan hal
ini bisa mempengaruhi tingkat kecerdasan siswa.
Semoga cara ini bisa menjadi inspirasi bagi guru – guru lainnya, sehingga terciptanlah
suasana belajar yang kondusif, aktif dan menyenangkan. Dengan suasana belajar yang aktif
dan menyenangkan maka akan membawa dampak yang besar bagi perkembangan generasi
muda yang berkualitas.
Jati Diri Kepercayaan Guru Adalah Pakaian Rapi Dan Wangi
Menjadi seorang guru tentunya bukan hanya mengajarkan materi pendidikan sesuai
kurikulum yang ada, tetapi juga menjadi contoh dan panutan setiap yang kita kerjakan. Tidak
mudah bagi seorang guru untuk selalu mengajarkan "positif knowladge" karena guru juga di
penuhi segala kekurangan yang melekat pada dirinya. Seperti pepatah "guru kencing berdiri,
murid kencing berlari" yang artinya guru harus selalu memberi contoh yang baik supaya
murid/anak didiknya juga berbuat baik.
Salah satu hal penting dalam menjaga wibawa adalah dengan berpakaian bersih, rapi
dan wangi sehingga memunculkan kepercayaan diri sebagai seorang pendidik. Ternyata ada
banyak manfaat dari berpakaian rapi, yakni sebagai berikut :
• Bentuk ekspresi diri.
Berpakaian rapi bentuk cerminan diri kita yang sebenarnya dan merupakan sumber
kepercayaan, membantu memproses emosi, dan penghibur diri.
• Meningkatkan harga diri
Mengikuti tren fesyen dan berpakaian rapi cukup efektif untuk mengubah persepsi yang lebih
bagus antara kita dan orang lain. Kita pun akan merasa nyaman dengan diri sendiri.
• Meningkatkan kemampuan bersosialisasi
Berdasarkan hasil riset kecil yang dilakukan Ape of Gentleman, terbukti bahwa ketika kita
memiliki koleksi pakaian yang solid, kita menjadi lebih percaya diri dan mudah bersosialisasi
dalam situasi apa pun.
• Memiliki citra tubuh yang lebih positif
Jika kita merasa lebih percaya diri dengan apa yang kita kenakan, kita akan merasa lebih baik
tentang tubuh kita dan cara itu juga dirasakan oleh orang lain. Kita bisa berpakaian sesuai
tubuh kita dengan mencari tahu bentuk tubuh dan apa yang cocok dikenakan. Meski begitu,
ingatlah bahwa terlalu banyak perhatian pada hal semacam ini dapat memperburuk masalah
citra tubuh. Jadi, lebih baik, pelajari pakaian apa saja yang benar-benar membuat kita
bahagia.
Berpakaian bersih merupakan hal dasar dalam berpakaian karena dari penampilan
yang bersih dapat memberikan kesan yang menarik. Jangan sampai kita memaksakan
mengenakan baju favorit namun ternyata kotor. Jika kita sudah mulai menjaga kebersihan,
pastinya akan terbiasa untuk rapi. Mengkombinasikan pakaian juga penting namun pastinya
harus sesuai dengan tempat yang akan kita tuju, sehingga kita tidak melupakan kesopanan
dan etika dalam berpakaian.
Namun kita juga harus menyadari bahwa berpenampilan menarik juga harus rapi,
kenapa? Karena percaya atau tidak, gaya personal seseorang bisa mengubah perspektif
seseorang. Siswa akan merasa nyaman, betah, dan senang dengan penampilan diri yang enak
dipandang mata. Berpenampilan menarik bukan berarti mewah, tetapi tergantung pada diri
individu itu sendiri dalam kaitannya pengembangan diri seutuhnya secara baik.
Jadi sebagai seorang guru, menjaga agar tampil menarik didepan siswa merupakan
paktor yang sangat mendukung untuk tumbuh kembangkan karakter siswa ke arah yang lebih
baik. Guru ada lah contoh yang harus ditiru. Mari kita bayang kan,seorang guru yang datang
menghampiri siswa dalam keadaan yang lusuh, bau dan dekil. Hal itu sangat membuat siswa
kita risih untuk belajar. Menjaga penampilan dimana saja seorang guru, harus lah dijaga.
Berpenampilan wangi,rapi dan sopan adalah salah satu termotivasi nya siswa dalam belajar.
Mau jadi guru yang baik?, Disayangi siswa peserta didik?. Jaga lah penampilan. Mengaga
penampilan disini harus sesuai dengan watak dan sipat sebagai pendidik, karena apa yang kita
tampilkan adalah pedoman bagi mereka. Ada yang salah persepsi harus cantik berdandan
menor, pakaian yang tidak wajar dipakai seorang pendidik. Wewangian yang luar biasa,
membuat hidung jadi tambah alergi bersin- bersin. Hal seperti ini bukan menjadi guru yang
disayangi, tetapi guru yang ditakuti. Menjaga penampilan,agar menjadi guru yang baik dan
disayangi siswa itu simpel saja. Berpakaian bersih,rapi, harum.itu sudah cukup dengan
dibaringi ramah sering senyum.
Guru Zaman Dulu VS Guru Milenial
Melihat perbandingan guru dari zaman dulu hingga ke masa era milenial saat ini
dengan perbedaan yang sangat signifikan, dimana guru zaman dulu menjadi sumber dari
segala sumber ilmu pengetahuan bagi peserta didiknya. Selain itu, guru-guru zaman dulu
sangat dihormati, baik oleh murid-muridnya maupun oleh masyarakat. Guru masih dianggap
sebagai pekerjaan mulia dan terpandang. Dimana, guru zaman dulu dianggap orang pintar,
panutan banyak bagi orang, menjadi sumber informasi dan sumber kebijaksanaan. Sehingga
meskipun tidak menjadi kepala desa, tidak menjadi kepala dusun, tidak menjadi apa-apa,
tetapi semua pengambilan kebijakan di mata masyarakat, mereka dilibatkan. Guru zaman
sekarang, pertama mereka harus punya kemampuan yang tinggi. Karena sumber informasi di
mana-mana, kemampuan peserta didik bisa jadi lebih tinggi dibanding kemampuan gurunya. 
Sekarang merupakan zaman milenial, dimana akses informasi sudah dengan mudah
untuk didapatkan. Hanya dengan sekali ‘klik’ apa yang diinginkan, sudah terpampang jelas di
layar gadget. Namun, hal itu tidak mampu menggantikan peran seorang guru yang mengajar,
mendidik, dan membina peserta didik. Walaupun anak zaman now (sekarang) sudah
dimanjakan dengan teknologi gadget, tetapi guru tetap berada pada posisi pertama sebagai
pembentuk karakter, pemberi pengetahuan, serta menjadi motivator bagi peserta
didik. Melihat perbandingan guru dari zaman dulu hingga ke masa era milenial saat ini
dengan perbedaan yang sangat signifikan, dimana guru zaman dulu menjadi sumber dari
segala sumber ilmu pengetahuan bagi peserta didiknya. Selain itu, guru-guru zaman dulu
sangat dihormati, baik oleh murid-muridnya maupun oleh masyarakat. Guru masih dianggap
sebagai pekerjaan mulia dan terpandang. Dimana, guru zaman dulu dianggap orang pintar,
panutan banyak bagi orang, menjadi sumber informasi dan sumber kebijaksanaan. Sehingga
meskipun tidak menjadi kepala desa, tidak menjadi kepala dusun, tidak menjadi apa-apa,
tetapi semua pengambilan kebijakan di mata masyarakat, mereka dilibatkan. Guru zaman
sekarang, pertama mereka harus punya kemampuan yang tinggi. Karena sumber informasi di
mana-mana, kemampuan peserta didik bisa jadi lebih tinggi dibanding kemampuan gurunya. 
“Karena beragamnya sumber informasi sehingga guru tidak lagi memposisikan
dirinya sebagai sumber ilmu pengetahuan. Makanya guru harus bertransformasi menjadi
fasilitator untuk siswanya,” tutur Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), Ramli Rahim dalam
sebuah wawancara bersama FAJAR PENDIDIKAN. Guru zaman sekarang ada empat
tingkatan. Pertama, guru level paling rendah, yaitu guru pengajar. “Jadi kalau ada guru yang
hanya datang ngajar, habis itu pulang, tidak memberikan dampak lain kepada siswanya, maka
guru tersebut berada pada level terendah di Indonesia,” ujar Ramli Rahim. Kedua, guru
pendidik. “Jadi dia tidak hanya sekadar mengajar, dia mendidik siswanya menjadi lebih baik,
berkarakter, menjadi teladan bagi siswanya.” Pada level ketiga, lanjutnya, guru-guru inovatif
yang mengajar, mendidik dan berinovasi. Dia menjadi sumber motivasi untuk siswanya. “Jadi
siswanya jauh lebih hebat daripada dia. Kenapa, karena dia menjadi motivator bagi siswanya
agar memotivasi siswanya untuk lebih baik.” Level empat, guru penggerak. “Jadi guru yang
mampu menggerakkan. Bukan cuma dirinya, bukan cuma siswanya, tetapi lingkungannya
yang langsung bisa digerakkan dengan apa yang dia miliki. Dia bisa menggerakkan siswanya
untuk berbuat sesuatu lebih dari kemampuan dasar siswanya. Guru ini harus ada di semua
keempat level itu, tetapi bukan level yang berbeda tapi level yang bertingkat,” jelasnya. 
Ramli Rahim mengatakan, di sisi lain di era zaman sekarang seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi yang semakin canggih¸ sumber informasi itu
sudah sangat beragam. Jadi, informasinya dari banyak tempat, sehingga gurunya ketika ingin
menjadi sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan, bisa terjadi kesulitan. “Kenapa, karena
guru bisa saja kalah. Satu kesalahan guru bisa berdampak pada 10 kebenaran kebaikan
sebenarnya. Ini kemudian kenapa guru harus bertransformasi, tidak lagi menjadi sumber ilmu
pengetahuan tetapi harus jadi fasilitator sekaligus menjadi motivator serta menjadi
penggerak.” Tujuannya adalah supaya siswanya lebih bagus dari pada gurunya di era zaman
sekarang dan kedua, karena perkembangan teknologi informasi, guru tidak boleh tertinggal
dan harus melek informasi. “Karena dia harus tahu seperti apa perkembangan sebenarnya
anak didik mereka,” pungkas Ramli Rahim. “Meskipun misalnya jambu, kalau gurunya
bilang ini pisang, siswanya percaya. Tetapi sekarang jika jambu, kemudian gurunya bilang
pisang, siswanya tidak terima begitu saja, karena sumber ilmu pengetahuan beragam,”
katanya. Jadi guru di era sekarang jauh lebih susah ketimbang di zaman lalu dengan
perbedaan yang sangat mendasar, seiring perkembangan zaman di era informasi teknologi
yang sangat mudahnya memperoleh informasi.
Asep Totoh (Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti
Nusantara 666) dalam sebuah artikelnya menjelaskan bahwa bagaimana sosok ‘Gurunya para
Guru’, Ki Hadjar Dewantara di negeri yang kita cintai ini sudah mengingatkan krusialnya
peranan guru. Cita-cita Ki Hadjar Dewantara untuk membangun pendidikan yang membuat
rakyat kuat dan menjadi manusia yang merdeka lahir batin memerlukan para guru teguh
dalam perjuangan. Apalagi titik tolak perjuangan pendidikan Ki Hadjar Dewantara ialah
kelompok marginal. Selanjutnya Paulo Freire (2000) dalam Pedagogy of Freedom: Ethics,
Democracy and Civic Courage menyebut ada tiga hal penting tentang mengajar yang perlu
dipahami para guru. Pertama, tidak ada pengajaran tanpa pembelajaran. Seorang guru harus
mampu melakukan riset, memiliki respek terhadap beragam pengetahuan siswa, kritis,
memahami isu etik dan estetika, menjadi teladan, mau mengambil risiko, reflektif dan kritis,
serta memiliki pemahaman tentang identitas kultural masyarakat sekitarnya. Kedua, mengajar
bukan hanya untuk transfer pengetahuan. Penting bagi guru untuk sadar akan
ketidaksempurnaan dirinya, pengakuan terhadap kondisi orang lain, respek terhadap otonomi
siswa, rendah hati, logis, toleran, memperjuangkan hak, penuh sukacita dan harap, yakin
terhadap perubahan, dan penuh rasa ingin tahu. Ketiga, mengajar ialah aksi kemanusiaan. Hal
tersebut terkait dengan kesadaran guru terhadap profesi, komitmen, peran pendidikan dalam
mengubah dunia, otoritas dan kebebasan, hati nurani, mau mendengarkan, pemahaman
ideologis, dan terbuka untuk berdialog.
Kemudian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Mendikbud) yaitu Nadiem
Anwar Makarim, telah mengemukakan konsep kurikulum baru pada akhir tahun 2019.
Konsep yang diberi nama ‘Merdeka Belajar’ ini diyakini menjadi solusi untuk reformasi
sistem pendidikan Indonesia. Melalui Merdeka Belajar, siswa diharapkan menjadi seorang
yang mandiri, berani, pintar bersosialisasi, sopan, beradab, dan berkompetensi. Progam
Merdeka Belajar dengan merubah sistem pengajaran yang biasanya terpaku di dalam kelas,
kini dapat memasukkan instrumen lain di luar kelas sebagai bahan ajar seperti observasi
lingkungan maupun pencarian daring. Keaktifan siswa dalam mencari ilmu baru dari sumber
yang semakin beragam diharapkan dapat meningkatkan kualitas siswa. Peningkatan kualitas
siswa tentunya diiringi peningkatan kualitas tenaga pendidik. Sesuai dengan motto Merdeka
Belajar yang digunakan yaitu ‘Merdeka Belajar, Guru Penggerak’, konsep ini juga menuntut
inisiatif guru sebagai tangan pertama pemberi materi dan contoh bagi siswa. Menurut Mas
Menteri, pembelajaran tidak akan pernah terjadi jika dalam prosesnya tidak ada proses
penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada oleh guru dalam kompetensi di
level apapun.
Senyatanya begitu banyak tantangan yang semakin kompleks dalam mendidik anak-
anak bangsa dengan berbagai latar belakang, kelebihan dan kekurangannya. Kompleksitas
dan perubahan zaman yang terus bergerak menjadi kondisi aktual yang dihadapi para guru
saat ini. Alhasil, Tantangan nyata bagaimana Ki Hajar Dewantara, Freire dan Mas Nadiem
memposisikan peran guru sebagai agen pembaharu yang harus beradaptasi dengan dunia
pendidikan berhembus ke arah kemajuan dan modernisasi. Saat ini adalah era jaringan
kecerdasan, menjadi sebuah era yang melahirkan ekonomi baru, politik baru dan masyarakat
baru

Anda mungkin juga menyukai