Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

CIRI-CIRI PROSIDI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA


INDONESIA
Mata Kuliah: Fonologi Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Nurliani Maulida, S. Pd., M. Pd.

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 12

Nama Anggota:

Fadhilah Azzahra (225010621)


Christopher Immanuel E P (225010645)
Nabila Tun Nisa (225010629)
Safira Ayu Nadhila (225010634)
Queen Ika Dewi A. A. F (225010638)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BALIKPAPAN

BALIKPAPAN

2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penyelesaian makalah “Ciri-ciri Prosidi atau Suprasegmental Dalam
Bahasa Indonesia.” ini bisa berjalan lancar. Tidak lupa kami mengucapkan rasa
terima kasih kepada Ibu Nurliani Maulida, S. Pd,. M. Pd. selaku dosen pengampu
mata kuliah Fonologi Bahasa Indonesia. Kami juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada teman-teman yang telah aktif berkontribusi dalam
menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia sekaligus memberikan ringkasan tentang “Ciri-ciri Prosidi atau
Suprasegmental Dalam Bahasa Indonesia.” yang kami harapkan dapat membantu
pembacanya untuk menambah wawasan tentang hal tersebut. Kami juga berharap
semoga makalah ini bisa bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan pembaca
tentang sejarah tersebut.

Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari nilai
kesempurnaan, oleh karena itu, kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan
dan dalam penyusunan kata. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan dari pembaca demi penulisan makalah yang lebih baik.

Balikpapan, 10 November 2022

Kelompok 12

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar belakang........................................................................................................4
B. Rumusan masalah...................................................................................................5
C. Tujuan penelitian....................................................................................................5
D. Manfaat penulisan...................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. NADA....................................................................................................................6
B. TEKANAN............................................................................................................7
C. DURASI................................................................................................................8
D. JEDA.....................................................................................................................9
E. INTONASI..........................................................................................................10
BAB III...........................................................................................................................12
PENUTUP.......................................................................................................................12
A. Kesimpulan.........................................................................................................12
B. Saran...................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia akan melakukan sebuah interaksi
antarsesama manusia, sehingga terjalinnya suatu hubungan yang baik. Dalam
berinteraksi, manusia menggunakan berbagai ragam bahasa. Bahasa,
khususnya bahasa manusia, pada dasarnya terwujud dalam dua bentuk, yaitu
bunyi dan aksara. Dalam perkembangannya, bahasa dapat dibagi menjadi
bahasa lisan dan tulisan. Sebagaimana dikatakan oleh Harimurti Kridalaksana
(Kushartanti dkk., ed., 2005: 3), bahasa adalah sistem tanda bunyi yang
disepakati oleh para anggota kelompok masyarakat untuk di gunakan dalam
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Sementara menurut
Gorys Keraf (1991:2), bahasa adalah alat komunikasi antaranggota
masyarakat, berupa lambang bunyi ujaran, yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia.
Fonologi di pandang sebagai sub-disiplin ilmu linguistik yang mempelajari
bunyi bahasa secara umum, baik itu bahasa yang memperdulikan atau
memperhatikan arti (fonetik) maupun tidak (fonemik). Setiap penutur bahasa
memiliki kesadaran fonologis terhadap suatu bunyi-bunyi dalam bahasanya.
Sementara itu, setiap bahasa memiliki sistem fonologi yang berbeda-beda.
Dimana dalam premis telah disebutkan bahwa bunyi-bunyi lingual condong
berubah karena lingkungannya.
Dengan demikian, bahasa Indonesia memiliki suatu perubahasan pelafalan
pada beberapa konsonan menjadi konsonan lain, karena di pengaruhi oleh
suara yang dekat dengan konsonan tersebut. Jika perubahan bunyi yang
dikeluarkan tidak membedakan maknanya, maka bunyi-bunyi itu masih
merupakan varian bunyi dari fonem yang sama.

4
B. Rumusan masalah
1. Apa itu suprasegmental?
2. Bagaimana ciri-ciri dalam prosodi atau suprasegmental dalam bahasa
Indonesia?

C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui apa itu suprasegmental.
2. Untuk memahami ciri-ciri prosodi atau suprasegmental dalam bahasa
Indonesia.

D. Manfaat penulisan
Dengan makalah yang di buat atau di tulis oleh penulis ini, diharapkan dapat
menambahkan wawasan dan memberikan informasi kepada pembaca dan
penulis dalam memahami perubahan bunyi dalam bahasa Indonesia.

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. NADA
Saat berbicara bahasa Indonesia, nada (nada) tidak berfungsi atau
membedakan makna. Maknanya sama ketika pembicara mengatakan [I],
[Baca], [Book] dengan nada tinggi, sedang, atau rendah. Demikian pula, tingkat
bahasa yang lebih besar: frasa, klausa bawahan, dan kalimat. Faktanya, bahasa
yang diucapkan dalam sebuah lagu (seperti yang dinyanyikan seseorang)
biasanya memiliki arti yang sama seperti yang diucapkan.
Oleh karena itu, nada bahasa Indonesia tidak fonemik dalam hal perbedaan
semantik. Namun, non-fonemik ini tidak berarti bahwa bahasa Indonesia tidak
memiliki nada. Hal ini disebabkan oleh faktor ketegangan pita suara, arus
udara, dan posisi pita suara pada saat pengucapan. Semakin kencang pita suara
karena peningkatan aliran udara dari paru-paru, semakin tinggi nadanya. Hal
yang sama berlaku untuk posisi pita suara. Pita suara bergetar lebih cepat
menentukan nada suara selama vokalisasi.
1. Pengertian Nada
Nada adalah semacam elemen suprasegmental yang mencirikan naik
turunnya aliran bicara. Aliran suara tinggi dan rendah terjadi karena frekuensi
getaran yang berbeda antar segmen. Mereka berbicara dengan lembut ketika
seseorang sedang sedih. Sebaliknya, ketika Anda dalam keadaan gembira atau
marah, akan menggunakan nada tinggi yang biasa digunakan orang. Perintah
atau pertanyaan selalu disertai dengan nada khas. Nada biasanya dilambangkan
secara numerik dalam linguistik. Misalnya, /2 3 2/ berarti segmen pertama
lebih rendah dari segmen kedua, dan segmen ketiga lebih rendah dari segmen
kedua. Nada yang berbeda memiliki bidang makna yang berbeda di mana
mereka masuk.
2. Nada yang distingtif dan non-distingtif
Dalam bahasa Jermanik dan Indonesia, nada dalam bidang kata tidak
dikenali sebagai fonem. Artinya, tidak ada nada yang jelas. Di sisi lain, ahli

6
bahasa setuju bahwa nada bahasa Yunani dan Cina bersifat diskriminatif, yaitu
berfungsi untuk membedakan makna. Bahasa Indonesia tidak memiliki nada
pada bidang kata.
3. Nada dalam kalimat
Seperti yang ditunjukkan di atas, nada bahasa Indonesia hanya berfungsi
untuk membedakan makna ketika hadir dalam sebuah kalimat. Intonasi
terutama didasarkan pada nada, jadi nada karakteristik kalimat pada dasarnya
hanyalah intonasi karakteristik. Ada intonasi pesan, intonasi pertanyaan,
intonasi perintah, intonasi marah, intonasi kegembiraan, dll, tetapi elemen
segmentalnya mungkin sama.

B. TEKANAN
Berbeda dengan nada, tekanan bahasa Indonesia membantu membedakan
maksud pada tataran kalimat (sintakiss), tetapi tidak pada tataran kata
(leksikal). Tidak semua kata diberi penekanan yang sama pada tingkat kalimat.
Hanya kata-kata yang dianggap ditekankan atau penting saja yang diberi
penekanan (beraksen). Oleh karena itu, pendengar atau 02 perlu mengetahui
“maksud” di balik makna ujaran yang didengar. Kalimat Kemarin teman saya
menyimpan uang di bank, misalnya, bisa diucapkan dengan enam
kemungkinan variasi tekanan sebagai berikut:
1) Kemarin teman saya menyimpan uang di bank.
2) Kemarin teman saya menyimpan uang di bank.
3) Kemarin teman saya menyimpan uang di bank.
4) Kemarin teman saya menyimpan uang di bank. 
5) Kemarin teman saya menyimpan uang di bank.
6) Kemarin teman saya menyimpan uang di bank.
Kalimat (1) mendapat tekanan pada kemarin. Maksudnya adalah ‘teman
saya menyimpan uang di bank kemarin, bukan sekarang atau waktu lain’.
Kalimat (2) mendapat tekanan pada teman. Maksudnya adalah yang kemarin
menyimpan uang di bank itu adalah teman saya, bukan saudara saya atau yang

7
lain." Kalimat (3) mendapat tekanan pada saya. Maksudnya adalah 'memang
teman saya yang kemarin menyimpan uang di bank, bukan teman kamu atau
yang lain". Kalimat (4) mendapat tekanan pada menyimpan. Maksudnya adalah
'Kemarin teman saya memang menyimpan uang dia di bank, bukan menukar
atau mengambil. Kalimat (5) mendapat tekanan pada uang. Maksudnya adalah
'yang disimpan oleh teman saya di bank kemarin itu adalah uang, bukan emas
atau barang berharga lain' Kalimat (6) mendapat tekanan pada di bank.
Maksudnya adalah 'kemarin teman saya memang menyimpan uang di bank,
bukan di koperasi, di rumah, atau di tempat lain'.
1. Pengertian Tekanan
Yang dimaksud dengan stres adalah sejenis elemen segmental yang dicirikan
oleh besarnya arus bicara. Kenyaringan atau kelembutan aliran audio
tergantung pada amplitudo getaran yang disebabkan oleh gaya kuat atau lemah.
Misalnya, jika Anda mengucapkan kata /housing/ dengan keras, Anda akan
melihat bahwa beberapa bagian dari aliran ucapan lebih besar daripada yang
lain.
2. Tekanan Distingtif dan non-distingtif
Dalam beberapa bahasa Barat, misalnya Inggris dan Belanda, tekanan
dapat berfungsi untuk membedakan arti (distingtif). Berarti bila tekanan
keras pada suatu bagian (segmen) dari kata dipindahkan ke bagian yang lain.
Pada kebanyakan bahasa di dunia, tekanan ini tidak bersifat distingtif (non
distingtif) yang berarti tidak berfungsi membedakan arti, misalnya bahasa
Indonesia, Jawa, dan sebagainya.

C. DURASI
Tidak jauh berbeda dengan tekanan, durasi atau panjang-pendek ucapan
dalam bahasa Indonesia tidak fungsional dalam tataran kata, tetapi fungsional
dalam tataran kalimat. Dalam tataran kata, silaba pertama pada kata [jatuh]
diucapkan panjang: [ja:tuh] bermakna sama dengan ketika kata itu diucapkan
panjang pada silaba kedua: [jatu:h] atau diucapkan panjang pada kedua
silabanya: [ja:tu:h].

8
Dalam tataran kalimat, ucapan panjang pada silaba terakhir bermaksud mencari
perhatian atau penyangatan, misalnya dalam kalimat berikut:
 Awas, jatuh! diucapkan [awa:s/jatu:h].
 Satu, dua, tiga! diucapkan [satu: / dua: /tiga).
 Saya sedih sekali. diucapkan (saya sadi:h sǝkali]. 
 Dia sangat perhatian padaku. diucapkan [di'a sanat parhatian padaku).
1. Pengertian durasi
Yang dimaksud dengan durasi adalah suatu jenis unsur
suprasegmental yang ditandai oleh panjang pendeknya waktu yang
diperlukan untuk mengucapkan sebuah segmen. Dalam tutur, segmen-segmen
dalam kata / tinggi / yaitu / ting / dan / gi / masing-masingnya dapat
diucapkan dalam waktu yang sama, tetapi dapat terjadi bahwa seorang
pembicara dapat mengucapkan segmen / ting / lebih lama dari segmen / gi /
atau sebaliknya. Misalnya: / ti . . ng-gi sekali / atau / ting-gi . . sekali / Dalam
hal yang pertama /i/ dari segmen / ting / diucapkan lebih lama, sedangkan
dalam hal yang kedua /i/ dari segmen / gi / diucapkan lebih lama.

D. JEDA
Jeda atau kesenyapan ini terjadi di antara dua bentuk linguistik, baik
antarkalimat, antarfrase, antarkata, antarmorfem, antarsilaba, maupun
antarfonem. Jeda di antara dua bentuk linguistik yang lebih tinggi tatarannya
lebih lama kesenyapannya bila dibanding dengan yang lebih rendah tatarannya.
Jeda antarkalimat lebih lama bila dibanding dengan jeda antarfrase. Jeda
antarfrase lebih lama bila dibanding dengan jeda antarkata. Begitu juga
seterusnya.
Jeda disebut juga kesenyapan akhir atau kesenyapan final. Kesenyapan ini
biasanya dilambangkan dengan tanda titik (.) atau titik koma (;) bila suaranya
merendah, dan akan dilambangkan dengan tanda tanya (?) jika intonasi
merendah, dan kan dilambangkan dengan tanda seru (!) jika intonasinya
lebih keras kedengaran dengan suara yang menurun

9
Dalam bahasa Indonesia, jeda ini terasa lebih fungsional apabila
dibandingkan dengan suprasegmental yang lain. Bisa di perhatikan pada
perbedaan jeda pada kalimat beriut.
A. Anak/pejabat yang nakal itu telah dimejahijaukan.
B. Anak pejabat/yang nakal itu telah dimejahijaukan.
Dengan perbedaan antara dua kalimat tersebut, terdapat sebuah perbedaan
jeda yang agak lama antara anak dan pejabat (kalimat 1) dan antara pejabat
dan yang (kalimat 2) makna kalimat itu berbeda. Pada kalimat (1) ‘yang nakal
adalah pejabat’, sedangkan pada kalimat (2) ‘yang nakal adalah anak pejabat’.
Kemudian untuk membedakan penulisan kekaburan makna pada frase-
frase tersebut, diberi tanda hubung (-) di antara kata yang merupakan penjelas
langsungnya. Dengan demikian, keempat frase pada kalimat tersebut ditulis
sebagai berikut.
(1) Anak pejabat-yang nakal itu telah dimejahijaukan.
(2) Anak-pejabat yang nakal itu telah dimejahijaukan
E. INTONASI
Berbeda dengan nada, intonasi dalam bahasa Indonesia sangat berperan
dalam pembedaan maksud kalimat. Dimana pengertian intonasi adalah kerja
sama antara nada, tekanan, durasi, dan perhentian-perhentian yang menyertai
suatu tutur. Bahkan, dengan dasar kajian pola-pola intonasi ini, kalimat
bahasa Indonesia dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), Kalimat
tanya (introgatif), dan kalimat perintah (imperatif).
Bila kita memperhatikan dengan cermat tutur bicara seseorang, maka
arus ujaran (bentuk bahasa) yang sampai ke telinga kita terdengar seperti
berombak-ombak. Hal ini terjadi karena bagian-bagian dari arus ujaran
itu tidak sama nyaring diucapkan. Ada bagian yang diucapkan lebih keras
dan ada bagian yang diucapkan lebih lembut; ada bagian yang diucapkan
lebih tinggi dan ada bagian yang lebih rendah; ada bagian yang diucapkan
lambat-lambat dan ada bagian yang diucapkan dengan cepat. Di samping itu
disana-sini, arus ujaran itu masih dapat diputuskan untuk suatu waktu yang
singkat atau secara relatif lebih lama, dengan suara yang meninggi (naik),

10
merata, atau merendah (turun). Keseluruhan dari gejala-gejala ini yang terdapat
dalam suatu tutur disebut intonasi. Contoh kalimat berita (deklaratif) ditandai
dengan pola intonasi datar-turun.
1. Rumah. 1a Rumah.
2 31 t#
2. Rumah mahal. 2a Rumah mahal.
2 33 / 2 31t#
3. Rumah sekarang mahal.3 3a Rumah sekarang mahal.
2 33 / 2 33 / 2 31t#
Dari contoh tersebut terlihat bahwa setiap kalimat berita diakhiri dengan pola
intonasi 231t. Dalam penulisan, pola intonasi kalimat berita ini dilambangkan
dengan tanda titik tunggal (.).

11
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai makhluk sosial, manusia tentunya akan melakukan sebuah
interaksi antarsesama manusia lainnya, sehingga terjalinnya suatu
hubungan yang baik. Dalam berinteraksi, manusia menggunakan berbagai
ragam bahasa. Bahasa manusia, pada dasarnya terwujud dalam dua
bentuk, yaitu bunyi dan aksara.

Nada adalah suatu elemen suprasegmental yang mana mencirikan


naik turunnya aliran bicara. Aliran suara tinElggi dan rendah terjadi karena
frekuensi getaran yang berbeda antar segmen. Tekanan bahasa Indonesia
membantu membedakan maksud pada tataran kalimat (sintakiss), tetapi
tidak pada tataran kata (leksikal). Durasi adalah suatu jenis unsur
suprasegmental yang ditandai oleh panjang pendeknya waktu
yang diperlukan untuk mengucapkan sebuah segmen. Intonasi adalah
kerja sama antara nada, tekanan, durasi, dan perhentian-perhentian yang
menyertai suatu tutur. Bahkan, dengan dasar kajian pola-pola intonasi
ini, kalimat bahasa Indonesia dibedakan menjadi kalimat berita
(deklaratif). Kalimat tanya (introgatif), dan kalimat perintah
(inferatif).

B. Saran
Dari makalah disatas kita tahu seberapa pentingnya bahasa yang
mana digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk berinteraksi
antarsesama manusia lainnya. Saran yang digunakan bahwa manusia
harus dapat memilah setiap perubahan bunyi dalam bahasa Indonesia agar
tidak terjadi kesalahpahaman saat berinteraksi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Jos Daniel, P. (1983). Pengantar Linguistik Umum: Fonetik dan Fonemik. Ende
Flores: Nusa Indah.
Muslich, M. (2015). Fonologi BAHASA INDONESIA Tinjauan Deskriptif Sistem
Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rumaiyah, S. (2018). PROSODI PISUHAN JAMPUT PADA PENUTUR JAWA
SURABAYA. Jurnal Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, 7.

13

Anda mungkin juga menyukai