D
DI PAMULANG
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Kelompok 2A
Adelina Tiana Rozaqi Kebidanan Indah Permata Sari Ners
Bunga Tiara Rediyana Kebidanan Andristy Ramadhani Kesehatan Gigi
Husnul Fatimah Kebidanan Annida Aulia Hasan Kesehatan Gigi
Putri Nilam Cahya Kebidanan Aprina Khairani Kesehatan Gigi
Sephia Nurul Fajriani Kebidanan Athaya Khansa Kesehatan Gigi
Iffatiya
Widya Wahyuning Kebidanan Nesya Fatharani Putri Kesehatan Gigi
Gopadi
Alifia Nurul Izzah Ners Aristyo Raja Leksono Ortotik Prostetik
Dinda Manowitri Ortotik Prostetik
Pembimbing 1 Pembimbing 2
(Keperawatan) (Kebidanan)
II
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan karunia nya, penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul
“Penerapan Kolaborasi Antar Profesi Pada Ny. D Perumahan Pamulang Elok Blok J2
No.16 Rt.03/Rw.014 Kelurahan Pondok Petir”
1. drg. Ita Astit Karmawati, MARS., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Jakarta
1
2. Heni Nurhaeni, S.Kp., M.KM., selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Kolaborasi Antar Profesi
3. Erlin Puspita, SST, M. Keb selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Kolaborasi Antar Profesi
4. Mutorobin S.Kep, Ners, M.Kep, selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Kolaborasi Antar Profesi
5. Emini, SsiT, MA. Kes selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kolaborasi
Antar Profesi
6. Syifa Fauziah, B.PO selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kolaborasi Antar
Profesi
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan penulis laporan ini sangat
dibutuhkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Penyusun
III
DAFTAR ISI
IV
BAB V......................................................................................................................... 59
PENUTUP ................................................................................................................... 59
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 59
5.2 Saran .................................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 61
LAMPIRAN MEDIA YANG DIGUNAKAN ............................................................ 64
V
BAB I
PENDAHULUAN
1
Hipertensi menjadi ancaman kesehatan masyarakat karena potensinya yang mampu
mengakibatkan kondisi komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal
ginjal. Prevalensi hipertensi pada Riskesdas 2018 diukur dengan wawancara dan
pengukuran. Melalui wawancara responden akan ditanyakan apakah pernah didiagnosis
menderita hipertensi. Selain itu, juga ditanyakan mengenai kepatuhan meminum obat
hipertensi. Sehingga Riskesdas 2018 menghasilkan tiga angka prevalensi, yaitu
berdasarkan diagnosis (D), diagnosis atau sedang minum obat (D/O), dan pengukuran (U).
Peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan cara pengukuran juga terjadi di hampir
seluruh provinsi di Indonesia. Peningkatan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI
Jakarta sebesar 13,4%, Kalimantan Selatan sebesar 13,3%, dan Sulawesi Barat sebesar
12,3% (Pusdatin Kemenkes, 2019) .
Untuk dapat mengatasi masalah kesehatan yang kompleks akibat beberapa faktor
saat ini maka dibutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif yang mencangkup
4 aspek yaitu promotive, prefentif, kuratif dan rehabilitative serta pendekatan “People
centerd care”. Dalam pemberikan pelayanan yang berpusat pada orang dalam hal ini tidak
hanya kepada individu, keluarga dan masyarakat akan tetapi juga berfokus kepada tenaga
kesehatan sebagai pemberi layanan kesehatan agar dapat memberi layanan yang
berkualitas ,aman, efektif dan efesien.
Kolaborasi interprofesi adalah kerjasama antar profesi kesehatan dari latar
belakang profesi yang berbeda dengan memberikan kualitas peleyanan terbaik kepada
pasien dan keluarga pasien. Kolaborasi interprofesi yang baik dapat menurunkan angka
mortalitas, angka komplikasi, lama rawat di rumah sakit, durasi pengobatan, serta
mengurangi biaya perawatan, meningkatkan kepuasan pasien dan tim profesi kesehatan,
mengurangi ketegangan dan konflik diantara tim kesehatan. Masalah kolaborasi yang
buruk pada tenaga kesehatan akan mengakibatkan cedera pada pasien yang lebih serius
(West et al., 2017). Menurut WHO (2010), salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam
rangka meningkatkan kolaborasi interprofesi perlu diadakannya praktik kolaborasi sejak
dini melalui proses pembelajaran dengan melatih mahasiswa program pendidikan tenaga
kesehatan menggunakan strategi interprofessional education (IPE). WHO (2010)
melaporkan bahwa IPE telah diterapkan di beberapa negara, yaitu pada institusi sebanyak
10,2% pendidikan dokter, 16% pendidikan perawat atau bidan, dan 5,7% ahli gizi, serta
2
tenaga Kesehatan lainnya. Tatanan universitas hasil survei pada 42 negara menyatakan
bahwa sebanyak 24,6% sudah mendapatkan kurikulum IPE pada tahap akademik
sedangkan di Indonesia belum termasuk didalamnya, untuk itu perlu adanya sosialisasi
tentang metode pembelajaran IPE ini secara menyeluruh di seluruh instansi pendidikan
mengingat sekolah tinggi ilmu kesehatan merupakan penyedia utama calon tenaga
kesehatan yang nantinya diharapkan mempunyai kompetensi yang baik terutama
kemampuan untuk bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya (WHO, 2010).
Pendidikan interprofesi dalam institusi sebagian besar diterima dengan baik oleh
mahasiswa pendidikan kesehatan (Fallatah et al., 2015).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan WHO (2010) 42 negara menyatakan sudah
melakukan strategi Interprofessional Education dan berdampak positif bagi sistem
kolaborasi antar profesi dalam bidang kesehatan. Melatih mahasiswa secara professional
untuk bekerja secara kolaboratif diakui sebagai langkah penting untuk menciptakan
kolaborasi interprofesi di tempat. Oleh karena itu WHO mendukung pendidikan profesi
kesehatan secara global untuk menerapkan pendidikan interprofessional (World Health
Organization (WHO, 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Febriana (2019)
menjelaskan bahwa model pembelajaran IPE adalah pembelajaran awal yang dibuat agar
terjadi kolaborasi lebih awal antara profesi kesehatan yang satu dan yang lainnya supaya
dapat saling memahami akan adanya profesi lain. Selain itu, program IPE juga
menciptakan team work yang solid yang dapat berimplikasi pada percepatan proses
kesembuhan pasien, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal lain yang ingin dicapai
adalah bahwa terdapat kolaborasi yang baik antar profesi di lahan klinis sehingga
mengurangi miskomunikasi serta malpraktek.
Kegiatan Kolaborasi Antar Profesi (KAP) ini bertujuan untuk melatih kerjasama
tim dengan profesi yang berbeda sehingga dapat membantu pasien mencapai
kesembuhannya dengan maximal. Pada studi KAP kali ini terdiri dari profesi bidan,
perawat, kesehatan gigi, dan ortotik prostetik. Kelompok 2A memiliki dua pasien yang
terdapat dalam 1 keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Pada keluarga pertama
seorang perempuan seorang laki-laki usia 65 tahun dengan keluhan merasa pegal linu
setelah bekerja, darah rendah dan riwayat operasi retina mata. Pada keluarga kedua seorang
3
perempuan 61 tahun dengan keluhan otot kaki dan sendi kaki terasa pegal setelah aktivitas,
riwayat hipertensi serta sudah memasuki masa menopause.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
5
B. Manfaat dan Tujuan IPE
Manfaat IPE yakni Kerjasama dan saling memahami antar profesi yang berbeda,
meningkatnya kemampuan problem solving dan pengambilan keputusan secara tim,
wawasan lebih terbuka dan hilangnya Kerjasama profesi. Selain kemampuan bekerjasama,
melalui simulasi IPE mahasiswa dapat lebih memahami peran profesi kesehatan lain.
Sebagian besar informan mengatakan setelah IPE, mahasiswa lebih mampu memahami
dan mengenal lebih jauh masing-masing profesi dalam menyelesaikan masalah pasien.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahler dkk (2018) di Jerman
dengan pendekatan kualitatif melalui focus group discussion (FGD) pada mahasiswa
Universitas Heidelberg menemukan bahwa manfaat yang didapatkan mahasiswa selama
interprofessional education adalah meningkatnya pemahaman mahasiswa terhadap
profesi lain dan meningkatnya kemampuan berkolaborasi antar profesi (Fakhriatul
Falah, 2020).
Menurut CIHC (Canadia Interproffesional Health Collaborative, 2009), manfaat
dari IPE anatara lain meningkatkan praktik yang dapat meningkatkan pelayanan dan
membuat hasi yang positif dalam melayani klien; meningkatkan pemahaman tentang
pengetahuan dan keterampilan yang memerlukan kerja secara kolaborasi; membuat lebih
baik dan nyaman terhadap pengalaman dalam belajar bagi peserta didik; secara fleksibel
dapat diterapkan dalam berbagai setting. Hal tersebut juga dijelaskan oleh WHO (2010),
tentang salah satu manfaat dari pelaksanaan praktek Interprofessional Education dan
kolaboratif yaitu strategi ini dapat mengubah cara berinteraksi petugas kesehatan dengan
profesi lain dalam memberikan perawatan (Triana, 2018).
Tujuan Interprofessional Education menurut Freeth dan Reeves (2004) adalah
untuk mempersiapkan profesi kesehatan dengan ilmu, keterampilan, sikap dan perilaku
professional yang penting untuk praktik kolaborasi interprofessional. Secara umum
interprofessional Education bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk lebih mengenal
peran profesi kesehatan yang lain, sehingga diharapkan mahasiswa akan mampu untuk
berkolaborasi dengan baik saat proses perawatan pasien (Triana, 2018).
C. Prinsip-prinsip pelaksanaan IPE
1) Pendidikan antar profesi harus merupakan bagian integral dari semua pendidikan
tenaga kesehatan
2) Ada kemampuan politik yang ditunjukan dengan adanya kebijakan yang mendukung
pelaksanaa pendidikan antar profesi
3) Ada komitmen yang kuat dari seluruh civitas akademi di institusi pendidikan untuk
terlibat dalam pendidikan antar profesi yang efektif
4) Pendidikan antar profesi ini harus melibatkan lahan praktek, sehingga pelaksanaan
pendidikan antar profesi bisa dilaksanakan pada tahap praktek klinik
5) Perlibatan tim dari antar profesi harus dimulai sedini mungkin pada tahap awal
persiapan dan dipertahankan sampai tahap evaluasi
6) Kohesifitas tim pengembang pendidikan antar profesi harus solid dan harus
mengurangi ego masing-masing profesi. Proses ada aktifitas tim ini juga harus
merefleksikan kolaborasi
7) Pendidikan antar profesi harus dimulai dengan metode yang leih mudah terlebih
dahulu, misalnya dengan merancang projek ekstra kulikuler yang melibatkan
Kerjasama antar profesi
8) Kompetensi yang dirumskan harus memperhatikan prinsip-prinsip :
1) Berfokus pada klien (individu, keluarga dan masyarakat)
2) Memperhatikan proses bukan hanya menyampaikan kompetensi
3) Dapat diaplikasikan pada semua profesi
4) Merupakan kompetensi belajar sepanjang hayat
5) Menstimulasi active learning
6) Berdasararkan prinsip pembelajaran orang dewasa
9) Dalam mengintegrasikan pendidikan antar profesi harus mempertimbangkan standard
pendidikan masing-masing profesi dan masuk dalam sistem akreditasi pendidikan
tenaga kesehatan yang ada.
7
2.2 Konsep Hipertensi
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan 8anita888 lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah manusia secara alami
berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan
darah tersebut persisten. Tekanan darah tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ yang
mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang (Manuntung, 2018).
Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120-140 mmHg tekanan sistolik
dan 80-90 mmHg tekanan diastolic. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila
tekanan darahnya >140/90 mmHg. Sedangkah menurut JNC VII 2003 tekanan darah pada
orang dewasa dengan usia di atas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I
apabila tekanan sistoliknya 140-159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99 mmHg.
Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih dari 160
mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg, sedangkan hipertensi stadium III apabila
tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg.
Hipertensi pada lansia didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastoliknya 90 mmHg (Manuntung, 2018).
B. Klasifikasi Hipertensi
1) Hipertensi esensial (Primer)
Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi, sekitar 95%. Penyebab
tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor pola hidup
seperti kurang bergerak dan pola makan.
2) Hipertensi sekunder
8
Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan darah tinggi.
Tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit
ginjal) atau reaksi terhadap obat – obatan tertentu (misalnya pil KB).
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan diastolic sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
teanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg.
C. Penyebab Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1) Hipertendi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui.
Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer,
seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih
90% penderita hipertensi tergolong hipertensi sekunder.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain
kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit
kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari
penderita hipertensi adalah hipertensi esensial, maka penyeidikan dan pengobatan lebih
banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
1) Peyakit ginjal
9
2) Stenosis arteri renalis
3) Pielonefritis
4) Glomerulonefritis
5) tumor-tumor ginjal
6) penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
7) trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
8) terapi penyinaran yang mengenai ginjal
9) kelainan hormonal
10) hiperaldosteronisme
11) sindroma cushing
12) feokromositoma
13) obat-obatan
14) pil KB
15) kortikosteroid
16) siklosporin
17) eritropoietin
18) kokain
19) penyalahgunaan 10anita10
20) kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
21) penyebab lainnya
22) koartasio aorta
23) preeklamsi pada kehamilan
24) porfiria intermiten akut
25) keracunan timbal akut
1) Umur
Orang yang berumur 40 tahun biasanya rentan terhadap meningkatnya tekanan darah
yang lambat laun dapat menjadi hipertensi seiring dengan bertambahnya umur mereka.
2) Ras/suku
10
Di luar negeri orang kulit hitam > kulit putih. Karena adanya perbedaan status/derajat
ekonomi, orang kulit hitam dianggap rendah dan pada jaman dahulu dijadikan budak.
Sehingga banyak menimbulkan tekanan batin yang kuat hingga menyebabkan 11anita
timbullah hipertensi.
Jika di Indonesia terjadinya hipertensi bervariasi di suatu tempat:
Terendah: Lembah Baliem di Irian Jaya, karena dilihat dari segi geografis wilayahnya
masih luas dan penduduknya juga belum terlalu padat sehingga pemicu tingkat 11anita
masih rendah.
Tertinggi: Sukabumi Jawa Barat, karena dilihat dari segi geografis wilayahnya sempit,
padat penduduk, dan banyak aktivitas-aktivitas sehingga pemicu tingkat 11anita sangat
tinggi.
3) Urbanisasi
Hal ini akan menyebabkan perkotaan menjadi padat penduduk yang merupakan salah
satu pemicu timbulnya hipertensi. Secara otomatis akan banyak kesibukan di wilayah
tersebut, dan banyak tersedia makanan-makanan Siap saji yang menimbulkan hidup
kurang sehat sehingga memicu timbulnya hipertensi.
4) Geografis
Jika dilihat dari segi geografis, daerah pantai lebih besar prosentasenya terkena
hipertensi. Hal ini disebabkan karena daerah pantai kadar garamnya lebih tinggi jika
dibandingkan dengan daerah pegunungan atau daerah yang lebih jauh pantai. Selain itu
keadaan suhu juga menjadi suatu alasan mengapa hipertensi banyak terjadi di daerah
pantai.
5) Jenis Kelamin
Wanita > pria: di usia > 50 tahun. Karena di usia tersebut seorang Wanita sudah
mengalami menopause dan tingkat 11anita lebih tinggi. Pria > Wanita : di usia < 50
tahun. Karena di usia tersebut seorang pria mempunyasi lebih banyak aktivitas
dibandingkan Wanita. Berdasarkan faktor akibat hipertensi terjadi peningkatan tekanan
darah di dalam arteri terjadi melalui beberapa cara :
a) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya.
11
b) Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri
besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena
itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
c) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam
tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang, artei mengalami
pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan
menurun atau menjadi lebih kecil.
D. Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah sesungguhnya tidak).
12
Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun
pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun
dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut :
1) sakit kepala
2) kelelahan
3) mual
4) muntah
5) sesak napas
6) gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera (Manuntung, 2018).
E. Patofisiologi
Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor genetik
dan lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu mediator neurohornmonal. Secara umum
hipertensi disebabkan oleh peningkatan tahanan periter dan atau peningkatan volume
darah. Gen yang berpengaruh pada hipertensi primer (faktor herediter diperkirakan
meliputi 30% sampai 40% hipertensi primer) meliputi reseptor angiotensin, gen
angiotensin dan renin, gen sintetase oksida nitrat endothelial, gen protein reseptor kinase
G; gen reseptor adrenergic; gen kalsium transport dan natrium hydrogen antiporter
(mempengaruhi sensitivitas garam): dan gen yang berhubungan dengan resistensi insulin,
obesitas, hyperlipidemia, dan hipertensi sebagai
kelompok bawaan.
Pemahaman mengenai patofisiologi mendukung intervensi terkini yang diterapkan
dalam penatalaksanaan hipertensi, seperti pembatasan asupan garam, penurunan berat
badan, dan pengontrolan diabetes, penghambat SNS. Penghambat RAA, vasodilator
nonspesifik, diuretik, dan obat-obatan eksperimental baru yang mengatur ANF dan
endotelin (Manuntung, 2018).
13
F. Komplikasi
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi
dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak
yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung.
Limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah
atau sulit digerakkan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara
secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Rusaknya glomelurus, mengakibatkan darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi
hipoksia dan kematian. Dengan rusaknyamembran glomerolus, protein akan keluar melalui
urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik.
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan
jaringan lain sering disebut edema. Cairan di dalam paru-paru menyebabkan sesak napas,
timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema
(Manuntung, 2018).
15
10) Usia lanjut adalah usia 65 tahun atau lebih. Menopause tidak identik dengan lanjut usia
(lansia), tetapi pascamenopause termasuk lansia.
B. Macam-macam Menopause
1) Menopause Premature (Dini)
Usia rata-rata 16anita untuk mencapai menopause alami atau berhentinya haid
adalah 50 tahun. Meskipun demikian, sebagian 16anita telah mengalaminya dalam usia
40 tahun, sebagian lagi bahkan dalam usia masih sangat muda, yaitu 20 hingga 30
tahun. Bagi sebagian besar 16anita diagnose menopause dini yang juga dikenal dengan
istilah Premature Ovarian Failure (POF), adalah pengalaman yang sangat tidak
menyenangkan. Sebagian besar 16anita muda yang didiagnosa dengan POF, bahkan
belum berkesempatan untuk melahirkan anak, menyadari bahwa kesempatan untuk
memiliki anak dari uterus sendiri akan hilang (Eko Suparni & Yuli Astutik, 2016).
2) Menopause Normal
Menopause yang alami dan umumnya terjadi pada usia di akhir 40 tahun atau
di awal 50 tahun. Menopause normal ini yang paling banyak terjadi pada 16anita. Hal
ini disebabkan jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat, sampai suatu
ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup. Produksi estrogen berkurang dan tidak
terjadi haid lagi. Yang berakhir dengan terjadinya menopause.
3) Menopause Terlambat
Menopause yang terjadi apabila seorang 16anita masih mendapat haid di atas
52 tahun. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya menopause terlambat, di
antaranya faktor tersebut adalah konstitusional, fribimioma uteri dan tumor ovarium
yang menghasilkan estrogen. Salah satu faktor yang memungkinkan seorang 16anita
akan mengalami keterlambatan menopause adalah apabila memiliki kelebihan berat
badan. Sebagian besar estrogen dibuat di dalam endometrium, akan tetapi sejumlah
kecil estrogen juga dibuat di bagian tubuh yang lain, termasuk di sel-sel lemak.
16
Abdominal Hysterectomy (TAHA) maupun karena kedua indung telur diangkat
(oophorectomy bilateral yang seringkali disebut dengan Bilateral Salpingo
Oophorectomy (BSO).
Bila uterus diangkat karena operasi tetapi indung telur dipertahankan, maka
masa haid berhenti namun gejala menopause lainnya biasanya tetap berlangsung ketika
Wanita tersebut mencapai usia menopause alami. Meski demikian, ada sejumlah
17anita yang menjalani operasi uterus dan mengalami gejala-gejala menopause dalam
usia yang lebih muda.
5) Menopause Medis
C. Fase-fase Menopause
1) Klimaterium (Pramenopause)
2) Menopause
17
18anita18 estrogen. Proses semakin berkurangnya produksi estrogen berlangsung dala
jangka waktu yang cukup lama. Tanggal dari haid terakhir disebut sebagai menopause.
Karena haid tidak lagi teratur, maka Wanita tersebut tbaru benar-benar yakin bahwa
haidnya berhenti setidak-nya selama satu tahun setelah itu.
3) Senium
Masa senium adalah masa sesudah menopause atau bisa disebut dengan istilah
pasca menopause. Kondisi ini dapat diidentifikasi bila telah mengalami menopause 12
bulan sampai menuju ke senium dan umumnya terjadi pada usia 50 tahun. Pada periode
pasca menopause, 18anita telah mampu menyesuaikan dengan kondisinya, sehingga
tidak mengalami gangguan fisik antara usia 65 tahun.
18
2. Gejala pada vagina muncul akibat perubahan
yang terjadi pada lapisan dinding vagina.
Vagina menjadi kering dan kurang eastis. Ini
disebabkan karena penurunan kadar
ekstrogen. Tidak hanya itu, juga muncul rasa
gatal pada vagina.
Gejala Psikologis/Kognitif 1. Depresi
2. Kecemasan
3. Perumahan mood
4. Kurang konsentrasi, pelupa
2) Jumlah Anak
3) Usia Melahirkan
5) Sosial Ekonomi
20
Langkahnya :
a) Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan putting susu, serta
kulit payudara di depan kaca. Sambal berdiri tegak depan cermin, posisi kedua
lengan lurus ke bawah disamping badan.
b) Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud untuk
melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia di bawahnya.
c) Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri. Miringkan
badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara.
d) Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkaca pinggang/tangan menekan
panggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla.
2) Melihat perubahan bentuk payudara dengan berbaring
Tahap 1. Persiapan
Dimulai dari payudara kanan. Baring menghadap ke kiri dengan membengkokkan
kedua lutut. Letakkan bantal atau handuk mandi yang telah dilipat di bawah bahu sebelah
kanan untuk menaikan bagian yang akan diperiksa. Kemudian letakkan tangan kanan di
bawah kepala. Gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan. Gunakan telapak
jari-jari untuk memeriksa sembarang benjolan atau penebalan. Periksa payudara dengan
menggunakan Vertical Strip dan Circular.
Memeriksa seluruh bagian payudara dengan cara vertikal, dari tulang selangka di
bagian atas ke bra-line di bagian bawah, dan garis tengah antara kedua payudara ke garis
tengah bagian ketiak. Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian
putar dan tekan kuat untuk merasakan benjolan. Gerakkan tangan perlahan-lahan ke bawah
bra line dengan putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian bawah bra line,
bergerak kurang lebih 2 cm ke kiri dan terus ke arah atas menuju tulang selangka dengan
memutar dan menekan. Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi
seluruh bagian yang ditunjuk.
Tahap 3. Pemeriksaan payudara dengan cara memutar
Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar. bergeraklah sekeliling
payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar biasa. Buatlah sekurang-kurangnya
21
tiga putaran kecil sampai ke putting payudara. Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan
tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah aerola mammae.
Tahap 4. Pemeriksaan cairan di putting payudara
Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya
cairan abnormal dari putting payudara.
Tahap 5. Memeriksa ketika
Letakkan tangan kanan ke samping dan rasakan ketika dengan teliti, apakah
benjolan abnormal atau tidak (Pratiwi, 2021).
22
Gambar 2.2 kriteria Penilaian Kalkulus dan Debris
Sumber : (Retno Pratiwi, 2021)
Nilai kalkulus indeks dihitung dengan menjumlahkan nilai skor dari keenam
permukaan gigi dibagi 6. Demikian juga nilai debris indeks diperoleh dari penjumlahan
nilai skor keenam permukaan gigi dibagi 6. Nilai OHI-S adalah nilai penjumlahan dari
kalkulus indeks dan kalkulus indeks dengan nilai maksimal adalah 6. Pada dasarnya, dokter
gigi bisa melakukan tindakan tanpa persetujuan dari dokter kandungan. Namun, dalam
kondisi tertentu yang dianggap membahayakan janin dan pasien, dokter gigi perlu
persetujuan tindakan dengan dokter kandungan. Dokter kandungan juga harus diberitahu
jika dokter gigi menganggap bahwa pasien harus dirawat di rumah sakit, terutama jika
dilakukan tindakan anestesi umum (Retno Pratiwi, 2021).
2.6 Konsep Indeks Karies Pada Gigi Dewasa (DMF-T)
A. Pengertian Indeks DMF-T
Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam
hal karies gigi permanen. DMF-T merupakan singkatan dari Decay Missing Filled-Teeth.
Nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi dengan karies pada seseorang
atau sekelompok orang. Angka D (decay) adalah gigi yang berlubang karena karies gigi,
angka M (missing)adalah gigi yang dicabut karena karies gigi, angka F(filled) adalah gigi
yang ditambal atau ditumpat karena karies dan dalam keadaan baik . Nilai DMF-T adalah
penjumlahan D+ F+ T (Telaumbanua, 2019).
B. Perhitungan DMF-T
Perhitungan DMF-T menggunakan rumus :
DMF-T = D + M + F
Rata – rata DMF-T = skor dmf
Jumlah orang yang diperiksa
23
Kriteria Skor DMF-T kelompok
Sangat Rendah 0,1 – 1,1
Rendah 1,2 – 2,6
Moderat 2,7 – 4,4
Tinggi 4,5 – 6,5
Sangat Tinggi >6,5
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan suatu sindrom klinis yang timbul
akibat tertekannya nervus medianus di dalam carpal tunnel (terowongan karpal) di
pergelangan tangan. Nervus medianus merupakan nervus yang rentan terhadap kompresi
dan cedera di telapak dan pergelangan tangan, dimana nervus tersebut dibatasi oleh tulang
pergelangan tangan (karpal) dan ligamentum karpal transversal. Carpal Tunnel Syndrome
merupakan kombinasi dari kelainan jari, tangan dan lengan ditandai gejala sensoris atau
motoris. Kelainan ini paling sering terjadi usia 30 tahun keatas, khususnya perempuan. 1
24
Secara anatomi terowongan karpal terdapat dibagian sentral dari pergelangan tangan tepat
dimana tulang dan ligamentum membentuk terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa
tendon dan nervus medianus. Dasar struktur tersebut dibentuk oleh tulang-tulang karpal
dan sisi terowongan yang keras dan kaku, sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor
retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan
melengkung di atas tulang-tulang karpal (Prakoso & Kurniawaty, 2017).
B. Etiologi CTS
Carpal Tunnel Syndrome disebabkan oleh penyempitan bekas patah tulang radius
distal yang mengakibatkan kompresi nervus medianus di bawah retinakulum volar.
Kebanyakan sindrom ini bersifat idiopatik. Penderita sindrom ini akan mengeluh
kelemahan atau kekakuan tangan, terutama melakukan pekerjaan menggunakan jari.
Terdapat beberapa etiologi dari CTS, walaupun sebagian besar bersifat idiopatik.
Kasus idiopatik dianggap sebagai suatu tenosinovitis ligamen karpal transversal. Sedikit
bukti ditemukan adanya inflamasi sedangkan temuan yang lebih sering adalah edema,
sklerosis vaskular, dan fibrosis yang paling sesuai dengan stress berulang pada jaringan
ikat. Sejumlah kondisi seperti gangguan anatomi, penyakit inflamasi, dan gangguan
metabolik dapat menyebabkan atau memperberat gejala.
25
struktur internalnya akan menurunkan rongga kanalis yang tersedia. Kandungan yang
anomali ini mencakup edema, inflamasi, perdarahan, deposit substan patologis, dan/atau
kondisi seperti amyloidosis. Terdapat peningkatan tekanan intrakanalis dalam kanalis yang
lebih kecil akibat kondisi kongenital atau berbagai perkembangan abnormal. Kondisi pre-
existing, seperti polineuropati atau kompresi nervus sama yang lebih proksimal akan
meningkatkan kemungkinan kerusakan nervus medianus akibat kompresi. Penyebab
sistemik CTS yang sering dijumpai adalah diabetes melitus (DM), rheumatoid arthritis, dan
hipotiroidisme (Prakoso & Kurniawaty, 2017).
Carpal tunnel syndrome dapat muncul dengan berbagai gejala dan tanda. Wanita
lebih sering terkena dibanding pria. Walaupun biasanya bilateral, tangan yang dominan
biasanya lebih berat terkena, terutama pada kasus-kasus idiopatik.
Gejala CTS bervariasi sesuai dengan keparahan penyakit. Pada tahap awal, pasien
biasanya mengeluhkan gejala akibat keterlibatan komponen sensorik dari nervus medianus.
Gejala yang paling sering adalah nyeri yang disertai kebas dan kesemutan pada daerah
distribusi nervus medianus distal dari pergelangan tangan. Daerah yang terlibat biasanya
adalah ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah, dan sisi radial dari jari manis Pasien sering
mengeluhkan nyeri pada pergelangan tangan dan lengan yang berkaitan dengan parestesi
pada tangan. Nyeri dapat terlokalisir pada pergelangan tangan, atau dapat menjalar ke
lengan bawah, lengan, atau yang lebih jarang ke bahu. Gejala-gejala dapat diprovokasi
dengan postur fleksi atau ekstensi pergelangan tangan. Paling umum dijumpai, hal ini
terjadi saat melakukan aktivitas sehari-hari, seperti mengemudi atau memegang telepon,
buku atau koran.
Keluhan sensorik dapat berupa hipestesi hingga anestesi. Pasien dapat mengalami
peningkatan intensitas rasa kebas, tingling, dan disestesia pada malam hari, dan dapat
terbangun dari tidur. Fenomena ini dikenal dengan brachialgia paresthetica nocturna. Saat
tidur, fleksi, atau ekstensi pergelangan tangan yang persisten menyebabkan peningkatan
tekanan pada terowongan karpal, iskemia saraf, dan akibatnya parestesi. Pasien sering
terbangun dari tidur dan perlu menggoyangkan tangannya untuk menghilangkan rasa nyeri
(Prakoso & Kurniawaty, 2017).
26
D. Pemeriksaan dan Test CTS
a. Phalen's test: Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa
penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.
b. Torniquet test: Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan torniquet dengan
menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik.
Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
c. Tinel's sign: Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan
posisi tangan sedikit dorsofleksi.
d. Flick's sign: Penderita diminta mengibasibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-
jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS.
Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
e. Thenar wasting: Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otototot tenar
f. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan
alat dynamometer.
g. Wrist extension test: Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila
dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa
CTS.
h. Pressure test: Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu
jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign): Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh
dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosis.
27
j. Pemeriksaan sensibilitas: Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (twopoint
discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap
positif dan menyokong diagnosis.
k. Pemeriksaan fungsi otonom: Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan
keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah inervasi nervus
medianus. Bila ada akan mendukung diagnosis CTS Dari pemeriksaan provokasi diatas
phalen test dan tinel test adalah test yang patognomonis untuk CTS.
E. Terapi CTS
Adapun terapi langsung terhadap CTS yaitu Terapi konservatif dan terapi operatif.
Terapi konservatif antara lain mengistirahatkan pergelangan tangan, obat anti inflamasi
non steroid, pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan dimana bidai dapat
dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu, injeksi steroid
deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40
mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no. 23 atau 25
pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon
musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu
atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan
setelah diberi 3 kali suntikan. Selanjutnya, kontrol cairan, misalnya dengan pemberian
diuretika. Pemberian vitamin B6 (piridoksin). Diberikan piridoksin 100-300 mg/hari
selama 3 bulan. Terakhir dengan fisioterapi, ditujukan pada perbaikan vaskularisasi
pergelangan tangan.
Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan
tangan. Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan
terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-
otot tenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling
nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa
tindakan operasi mutlak dilakukan hila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-
otot tenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang
persisten.
28
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal,
tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik
memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi
karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi
operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau
anomali maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka
(Prakoso & Kurniawaty, 2017).
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
2. Alamat Rumah : Perumahan Pamulang Elok Blok J2 No.16 Rt.03/Rw.014 Kelurahan Pondok Petir
4. Agama : Islam
5. Tipe Keluarga :
6. Status Sosial Ekonomi ( penghasilan keluarga, pengeluaran, simpanan keluarga, pengelola keuangan ) : pasien
tidak memiliki penghasilan tetap karena suami dan istri adalah wiraswasta namun pasien selalu
mendapatkan uang bulanan dari anak mereka. Pasien memiloih simpanan berupa emas dan simpananan
DATA IDENTITITAS
bank
No Nama Jenis Usia Hubungan Pendidikan Pekerjaan Status Masalah Kes
Kel imunisasi saat ini
1. Tn. D L 65 Kepala SLTA Wiraswasta Merasa pegal
tahun Keluarga linu saat setelah
bekerja dan
Riwayat op
retina mata
2. NY. N P 60 Isteri SLTA Wiraswasta Otot kaki dan
tahun sendi kaki terasa
pegal setelah
aktivitas,
Riwayat
hipertensi,dan
batu empedu
Riwayat Kesehatan
Keluarga sebelumnya :
1. Karakteristik Rumah a. Status kepemilikan rumah, jenis rumah, luas rumah, jumlah ruangan,
kebersihan rumah: Rumah kontrakan, 1 lantai, 2 kamar tidur, 2 kamar mandi,
DATA KONDISI RUMAH & LINGKUNGAN
5. Alat Komunikasi & Alat komunikasi yang digunakan adalah telfon genggam dan pasien
Transportasi yg menggunakan sepeda motor untuk mobilitas sehari – hari
digunakan keluarga
6. Sistem dukungan Sangat baik , sehingga sportifitas dan silaturahmi masih berjalan dengan baik
sosial keluarga &
jejaring
1. Pola Komunikasi Komunikasi klien baik
STRUKTUR KELUARGA
2. Struktur Kekuatan
3. Struktur Peran Peran yang dilakukan didalam keluarga sudah sesuai dengan masing – masing
peran
Kesimpulan PHBS
Nama : Tn. D
PEMERIKSAAN EKSTRIMITAS BAWAH TUBUH (ORTOTIK PROSTETIK)
ROM MUSCLE STRENGTH Sensasi:
Hip Joint L R L R Cutaneus: Good
Flexion: ( 120) 110 110 4 4 Protective: good
Extension: (30 ) 20 20 4 4 Proprioception: good
Abduction: (45 ) 30 30 4 4
Adduction: (30 ) 30 30 4 4
Internal Rot: (35 ) 35 35 4 4 Tonus otot:
External Rot: (45 ) 40 40 4 4 medium
32
Knee Joint L R L R Muscle Length:
Flexion: (130) 110 110 4 4 Kontraktur: tidak ada
Extension: (0-10) 5 5 4 4 Sendi: tidak ada
Pemendekan Kaki:
Ankle Joint L R L R Tidak ada
Dorsiflexion: (30) 25 25 4 4
Plantarflexion: (45) 40 40 4 4 Deformitas Sendi:
Inversion: (30) 30 30 4 4 Tidak ada
Eversion: (15) 10 10 4 4
Deformitas tulang belakang:
Knee Stability L R Tidak ada
M-L ligaments - -
A-P ligaments - -
Nama : Ny. N
Nama : Nn. D
DATA TAMBAHAN
Hasil pemeriksaan (14/06/22)
- Gula Darah Sewaktu :
Ny. N : 124 mg/Dl
TN. D : 104 mg/Dl
- Asam Urat :
Ny. N : 4,9 mg/dL
Kelompok 2a
34
3.2 DIAGNOSIS
DAFTAR MASALAH KESEHATAN/DIAGNOSIS
NO MASALAH KESEHATAN TANGGAL TANGGAL TANDA PROFESI
/DIAGNOSIS DITEMUKAN TERATASI TANGAN PENANGGUNG
MASALAH MASALAH JAWAB
1. Gangguan rasa nyaman 14/06/2022 15/06/2022 Ners
berhubungan dengan gejala
penyakit ditandai dengan
nyeri kaki bagian kanan
bawah, merasa lelah saat
beraktivitas terus menerus ,
sulit tidur.
2. Defisit pengetahuan 14/06/2022 15/06/2022 Ners
berhubungan dengan kurang
terpaparnya informasi
ditandai dengan klien
memiliki Riwayat Hipertensi
selama ± 5 tahun, sering
mengkonsumsi makanan
berlemak dan makan tidak
teratur.
3. Ny. N usia 60 tahun Post 14/06/2022 15/06/2022 Kebidanan
Menopause dengan
kurangnya informasi tentang
faktor dan gejala
4. Nn. D usia 20 tahun Wanita 14/06/2022 15/06/2022 Kebidanan
Usia Subur dengan kurang
nya informasi tentang
Pentingnya SADARI
5. Gangguan rasa nyaman pada 14/06/2022 15/06/2022 Kesehatan Gigi
gigi ditandai dengan rasa
sakit dan ngilu saat
mengunyah makanan
6. Gangguan rasa nyaman pada 14/06/2022 15/06/2022 Kesehatan Gigi
gigi dikarenakan hilangnya
gigi geligi disebabkan karies
7. Melakukan Thomas Test : 14/06/2022 15/06/2022 OP
Mengecek kontraktur otot
flexi paha
8. Pengecekan adanya 14/06/2022 15/06/2022 OP
kontraktur pada otot
gastrocnemius dan soleus
35
9. Melakukan Allen Test dan 14/06/2022 15/06/2022 OP
Phallen test : Mengecek
adanya tanda positif dari
Sindrom Carpal Tunnel dan
lancarnya peredaran darah
arteri dan vena pada
pergelangan tangan.
36
PERENCANAAN KEBIDANAN
37
1. Memberitahu hasil
pemeriksaan
2. Menjelaskan tentang
Nn. D usia untuk meningkatkan Diharapkan pasien dapat pentingnya pemeriksaan
2.
20 tahun pengetahuan tentang mengikuti gerakan yang SADARI
Wanita Usia deteksi dini kanker telah dicontohkan dan 3. Memberikan pendidikan
Subur payudara dengan menerapkan nya kesehatan tentang SADARI
dengan SADARI berupa penjelasan mengenai
kurang nya pengertian, langkah-langkah
informasi dan cara mengatasinya.
tentang Akan dilakukan
Pentingnya memperagakan
SADARI pemeriksaan SADARI yang
di ikuti pasien, pemeriksaan
di mulai dengan meraba
bagian payudara,
mengangkat tangan kanan
dan tangan kiri meraba
bagian payudara, begitu
sebaliknya.
4. Mengevaluasi apakah klien
mampu melakukan Gerakan
yang telah dicontohkan
38
PERENCANAAN KEPERAWATAN
39
Observasi :
2.
Defisit pengetahuan Setelah Perilaku sesuai Identifikasi kesiapan dan
berhubungan dengan dilakukan anjuran meningkat, kemampuan menerima
kurang terpaparnya intervensi 1x24 kemampuan informasi
informasi ditandai jam tingkat menjelaskan kembali Terapeutik :
dengan klien pengetahuan yang sudah 1. Sediakan dan media
memiliki Riwayat meningkat dianjurkan meningkat Pendidikan Kesehatan
Hipertensi selama ± , perilaku sesuai 2. Jadikan Pendidikan
5 tahun, sering pengetahuan Kesehatan sesuai
mengkonsumsi meningkat kesepakatan
makanan berlemak 3. Berikan kesempatan untuk
dan makan tidak bertamya
teratur. Edukasi :
1. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
2. Anjurkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
3. Anjurkan keluarga untuk
berperan dalam membantu
klien untuk mengontrol
tekanan darahnya
40
PERENCANAAN KESEHATAN GIGI
41
PERENCANAAN ORTOTIK PROSTETIK
2
.
42
IMPLEMENTASI
TANGGAL NO DIAGNOSIS KEGIATAN & HASIL TANDA TANGAN &
NAMA JELAS
14/06/2022 Dx 1 dan Dx 2 Tim pengkaji mengidentifikasi pengkajian Ners
09.30 keperawatan pada keluarga Ny. N yang berusia 60
tahun, didapatkan hasil :
1. Ny. N mengatakan memiliki Riwayat
hipertensi sejak ±5 tahun, rutin
mengkonsumsi obat amlodipine 5mg
2. Ny. N mengatakan bahwa dirinya sering
merasakan kebas pada lengan saat beraktifitas
berlebih
3. Ny. N mengatakan bahwa kaki sebelah kanan
terasa nyeri setiap sore menjelang malam
sampai merasa sulit tidur
4. Hasil pemeriksaan :
TD : 145/90mmHg
HR : 80x/menit
RR : 20x/menit Ners
Suhu : 36,5°C
BB : 50kg
TB : 155cm
IMT : 20,83
GDS : 124
Asam urat : 4.9
43
Hasil : Klien terlihat sudah mampu melakukan teknik
relaksasi nafas dalam secara mandiri, dan klien
mengatakan akan melakukan yang dianjurkan
apabila sedang merasakan sakit pada kaki.
Hasil :
14/06/2022 Dx 3 dan Dx 4 Tim pengkaji kontrak waktu pukul 09.00 WIB Kebidanan
dengan keluarga TN. D untuk melakukan pengkajian
terhadap Ny. N (Lansia) dan Nn. D (Remaja)
Hasil :
1. Ny. N mengalami keluhan keluhan saat ini Otot
kaki dan sendi kaki terasa pegal setelah aktivitas
dan nyeri dibagian pubis. Dan ibu kurang
pengetahuan tentang menopause dan SADARI
2. Nn. D mengatakan memilik Riwayat Gastritis
dan pada masa haid terjadi nyeri disminore dan
Nn. D tidak mengetahui apa itu SADARI
14/06/2022 Dx 5 dan Dx 6 Tim pengkaji kontrak waktu pukul 09.00 WIB Kesehatan Gigi
dengan keluarga Tn. D untuk melakukan pengkajian
terhadap Ny. N (Lansia)
Hasil :
1. Ny. N memiliki keluhan kesulitan untuk
mengunyah makanan dikarenakan gigi 14,
15, 16, 17, 24, 25, 26, 27, 34, 35, 37, 44, 45,
47 hilang dikarenakan karies
2. Ny. N memiliki karies mencapai email
dengan klasifikasi karies kelas I pada gigi 36
dan karies mencapai email pada gigi 32
dengan klasifikasi karies kelas 3
Hasil :
- Ny. N mengalami keluhan kebas, keram, dan
nyeri pada bagian posterior lateral betis.
Hasil :
Klien terlihat memahami apa yang dijelaskan, klien
juga menunjukan bahwa memahami apa yang sudah
disampaikan dibuktikan dengan klien bertanya
Kembali bagaimana cara mendapatkan alat bantu
splinting pergelangan tangan yang diperkenalkan
saat implementasi.
47
CATATAN PERKEMBANGAN MASALAH
P:
1. Memberitahu ibu tentang hgasil
pemeriksaan yang telah
dilakukan
2. Menganjurkan ibu untuk istirahat
yang cukiup kurang lebih 8 -9
jam/hari dan jangan terlalu
banyak bekerja yang
menyebabkan kelelahan
3. Memberitahu ibu tentang gejala
menopause , yaitu :
Gejala panas, sakit atau nyeri
kepala , keluar keringat dimalam
hari, sesak nafas, sulit tidur,
kedinginan, cepat Lelah, linu
atau nyeri sendi, dan kelebihan
berat badan
4. Memberitahu ibu tentang cara
mengatasi keluhan menopause,
48
yaitu : mengkonsumsi vitamin,
olahraga yang cukup, makan
dengan menu seimbang
5. Memberikan ibu Pendidikan
Kesehatan tentang pemeriksaan
SADARI dan mengajarkan
teknik SADARI
15/06/2022 Nn. D usia 20 S : Nn. D mengatakan tidak Kebidanan
tahun Wanita Usia mengetahui SADARI
Subur dengan O:
kurang nya - KU : baik
informasi tentang - Kesadaran : composmentis
Pentingnya - TD : 90/60 mmHg
SADARI - S : 36,5°C
- N : 80 x/m
- Rr : 20 x/m
- TB : 155 cm
- BB : 38 kg
A : Nn. D usia 20 tahun Wanita
Usia Subur dengan kurangnya
informasi tentang pentingnya sadari
P:
1. Memberitahu klien tentang hasil
pemeriksaan
2. Memberitahu klien tentang
pengetian SADARI
3. Memberitahu tentang waktu
yang tepat untuk melakukan
SADARI
4. Mengajarkan klien Langkah –
Langkah melakukan SADARI
5. Menganjurkan untuk tetap
melakukan SADARI secara rutin
setiap bulannya
15/06/2022 Dx 1 S : Klien mengatakan bahwa sudah Ners
memahami mengenai cara
mengurangi rasa sakit
O : Klien tampak lebih rileks dan
mampu melakukan sendiri teknik
non farmakologis untuk mengurangi
rasa sakit pada kaki.
A : masalah gangguan rasa nyaman
49
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan oleh klien
secara mandiri mengenai Teknik
relaksasi yang telah diajarkan.
50
cara tidur yang benar guna
mengurangi derajat kontraktur dan
mengurangi deformitas yang
mungkin akan terjadi.
Ny. N merasakan S : pasien tidak mengetahui JKG
terganggunya perawatan mengenai protesa gigi
fungsi O:
pengunyahan - DI : 0,5
- CI : 0,5
- OHI-S : 1 (baik)
- D (decay) : 2
- M (Missing) : 14
- F (filling) : 3
- DMF-T : 19
- D (decay) : 2
- M (Missing) : 14
- F (filling) : 3
- DMF-T : 19
P:
1. Memberikan edukasi tentang
51
cara menjaga Kesehatan gigi
dan mulut pada lansia
2. Memberikan edukasi tentang
cara memilih memilih sikat
gigi yang baik
3. Memberikan edukasi tentang
Langkah-langkah menyikat
gigi yang baik dan benar.
52
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Telah dilakukan pengkajian oleh mahasiswa Poltekkes Kemenkes Jakarta 1
yang mencakup 4 jurusan yaitu : Keperawatan, Kesehatan Gigi, Kebidanan, dan
Orthotik Prostetik yang telah melakukan pengkajian kepada keluarga Tn. D yang
beralamat perumahan pamulang Elok Blok J2 No. 16 Rt. 03/ Rw. 014 kelurahan
pondok petir dan didapatkan data sebagai berikut :
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik di dapatkan data untuk Tn. D yaitu :TD 120/80
, Rr 18x/m, Hr 82x/m, BB 69kg TB 165 dengan hasil IMT yaitu 25,55kgm
/berlebihan, selanjutnya di lanjutkan pemeriksaan fisik secara head to toe, yang di
mulai dari kepala rambut bersih, tidak mudah rontok dan tidak ada ketombe, mata
53
simetris, konjungtiva anemis, gigi bersih, hidung bersih tidak ada polip dan tidak
ada secret, telinga bersih tidak ada secret. Pada pemeriksaan gigi, tidak ada luka
pada bibir dan mulut, tidak terdapat sariawan, lidahnya bersih, terdapat gigi
berlubang, gigi tidak mudah berdarah, tidak ada gusi yang bengkak, gigi kotor/plak
dan sisa makanan, terdapat karang gigi, susunan gigi depan teratur, dan terdapat
riwayat pemeriksaan gigi dan mulut. Tidak ada keluhan mengenai pendengaran,
tidak ada pembengkakan di bagian kelenjar tyroid , vena jugularis, dan pada
kelenjar getah bening. Pada bagian abdomen tidak ada bekas luka operasi, dan tidak
ada nyeri. Pada pemeriksaan punggung tidak terdapat keluhan. Ekremitas atas
shoulder, scapula, arm gap simetris dan tidak ada oedema, pada pemeriksaan
ekremitas bawah pelvic simetris dan tidak ada oedema, Reflek patella +/+.
54
Pemeriksaan fisik pada Nn. D TD 90/60 , Rr 20x/m, Hr 82x/m, BB 38 kg TB 155
dengan hasil IMT yaitu 18,83kgm /kurus, selanjutnya di lanjutkan pemeriksaan
fisik secara head to toe, yang di mulai dari kepala rambut bersih, tidak mudah rontok
dan tidak ada ketombe, mata simetris, konjungtiva tidak anemis, gigi bersih, hidung
bersih tidak ada polip dan tidak ada secret, telinga bersih tidak ada secret. Pada
pemeriksaan gigi, tidak ada luka pada bibir dan mulut, tidak terdapat sariawan,
lidahnya bersih, terdapat gigi berlubang, gigi tidak mudah berdarah, tidak ada gusi
yang bengkak, gigi kotor/plak dan sisa makanan, terdapat karang gigi, susunan gigi
depan teratur, dan terdapat riwayat pemeriksaan gigi dan mulut. Tidak ada keluhan
mengenai pendengaran, tidak ada pembengkakan di bagian kelenjar tyroid , vena
jugularis, dan pada kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan payudara di dapatkan,
mamae tidak ada benjolan, areola berwarna coklat, tidak ada pengeluaran,
pemeriksaan sadanis bentuk simetris, dan tidak ada benjolan/pembengkakan. Pada
bagian abdomen tidak ada bekas luka operasi, dan tidak ada nyeri. Pada
pemeriksaan punggung tidak terdapat keluhan nyeri. Ekremitas atas shoulder,
scapula, arm gap simetris dan tidak ada oedema, pada pemeriksaan ekremitas
bawah pelvic simetris dan tidak ada oedema, Reflek patella +/+.
55
profesi orthotik prostetik terdapat masalah kesehatan yaitu pada Ny. N yaitu kebas
dan keram dibagian jari jempol, telunjuk, dan jari tengah serta nyeri di bagian kaki
bawah kanan.
Untuk profesi kesehatan gigi yaitu mengenai keluhan Ny. N yang mengeluh
terganggunya fungsi pengunyahan yang di karenakan rasa ngilu pada gigi 36 dan
32 yang di akibatkan karies mencapai dentis dan terganggunya fungsi pengunyahan
yang di karenakan gigi 14, 15, 16, 17, 24, 25, 26, 27, 34, 35, 37, 44, 45, 47 yang
hilang dikarenakan karies, dan profesi kesehatan gigi melakukan pendidikan
kesehatan mengenai promotif, preventif, dan edukasi mengenai gangguan
ketidaknyamanan yang Ny. N rasakan pada saat mengunyah. Untuk profesi
orthotic prostetik yaitu untuk mengenai keluhan Ny. N yaitu kebas dan keram
dibagian jari jempol, telunjuk, dan jari tengah. keluhan tersebut merupakan gejala
dari penyakit carpal tunnel syndrome dan dari profesi OP akan menyarankan Ny. N
untuk mengggunakan ULO volar cock up desain untuk mengurangi penekanan pada
saraf median, dengan menggunakan alat tersebut dapat mengurangi rasa nyeri serta
Ny. N dapat beraktivitas dengan normal, dan untuk penanganan nyeri bagian kaki
56
bawah kanan profesi OP memberikaan edukasi mengenai untuk mengurangi dan
menghindari nyeri tersebut.
4. 4 Implementasi
Pada hari Rabu 15 Juni 2022 pukul 09.00 kelompok 2A memberikan
pendidikan kesehatan pada Ny. N dan Nn D, di mulai dari profesi keperawatan yang
melakukan observasi ulang dan dilanjutkan dengan memberikan pendidikaan
kesehatan kepada Ny. N mengenai gangguan rasa ketidaknyamanan yang di alami
oleh beliau dan dilanjutkan dengan pendidikan kesehatan mengenai
faktor/penyebab, cara mencegah dan cara mengatasi hipertensi.
4.5 Evaluasi
Evaluasi asuhan yang telah di lakukan pada hari yang sama yaitu terakhir
kunjungan yaitu pada hari Rabu 15 Juni 2022, setelah dilakukan pengkajian dan
telah dilakukan juga intervensi dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada
57
keluarga Ny. N dan hasilnya pasien merasa senang karena mereka mendapatkan
pengetahuan yang lebih mengenai masalah kesehatan yang mereka alami, serta
dapat menerima pengetahuan yang kami bagikan dan dapat memahami apa yang
sudah kami sampaikan. Ny. N juga dapat menyebutkan kembali tentang bagaiman
cara mengatasi gangguan ketidaknyamanan dan bagaimana cara mengatasi
hipertensi yang Ny. N rasakan. Kemudian ketika penayangan video mengenai
deteksi dini SADARI Nn. D dapat mengikuti caranya dengan baik. Kemudian Ny.
N telah mengetahui juga bagaimana cara mengatasi Ny. N yang kesulitan dalam
mengunyah. Ny. N juga menjadi paham bagaimana cara mengatasi atau
menghindari derajat kontraktur flexi pada paha yang bisa memburuk dan
memahami tentang alat bantu splinting yang kami jelaskan dibuktikan dengan
dengan klien bertanya kembali bagaimana cara mendapatkan alat bantu tersebut
yaitu dengan relaksasi nafas dalam dan cara menggunakan alatnya dengan benar
yaitu alat bantu splin pada pergelangan tangan kanan. Ny. N juga dapat memahami
dengan baik tentang promotif, preventiv dan edukasi mengenai masalah kesehatan
giginya.
58
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kolaborasi atau kerjasama antar profesi kesehatan adalah hal yang
berpengaruh dalam mengoptimalkan pelayanan kesehatan pada pasien (Liaw et al.,
2014). Hubungan kolaborasi dalam pelayanan kesehatan melibatkan sejumlah
tenaga profesi kesehatan dan tentunya dalam melakukan kolaborasi tersebut
terdapat perbedaan pendapat antar tenaga kesehatan. Menurut West et al., (2017)
Sebagian besar kesalahan medis yang mengakibatkan cedera disebabkan karena
masalah komunikasi dan kolaborasi interprofesi. Kolaborasi dalam hubungan kerja
antara tenaga kesehatan merupakan memberikan pelayanan kepada pasien atau
klien dengan melakukan diskusi tentang diagnosa, meakukan kerja sama dalam
asuhan kesehatan, saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing
bertanggung jawab pada pekerjaannya. Pendidikan antarprofesi bisa terjadi apabila
beberapa mahasiswa dari berbagai profesi belajar tentang profesi lain, belajar
bersama satu sama lain untuk menciptakan kolaborasi efektif dan pada akhirnya
meningkatkan outcome kesehatan yang diinginkan. Ada 4 nilai pilar dalam
kompetensi inti pendidikan antarprofesi, nilai dan etik kolaborasi antarprofesi,
Peran dan tanggungjawab, komunikasi antarprofesi, bekerja di dalam tim
59
5.2 Saran
A. Saran untuk mahasiswa
Diharapkan mahasiswa bisa lebih aktif dalam kegiatan kolaborasi antarprofesi
B. Saran untuk instansi
Lebih meningkatkan hubungan antara jurusan yang satu dengan jurusan yang
lainnya supaya lebih kompak
C. Saran untuk profesi
Diharapkan agar masing-masing profesi dapat membina kerjasama dan
kolaborasi yang baik dengan profesi lainnya dan menghilangkan sifat ingin
menang sendiri dari masing-masing profesi
D. Saran untuk pelayanan kesehatan
Diharapkan sebagai tenaga kesehatan dapat lebih baik dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam memberikan pelayanan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
60
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma, M. W., Herawati, F., Setiasih, S., & Yulia, R. (2021). Persepsi Tenaga
Kesehatan dalam Praktik Kolaborasi Interprofesional di Rumah Sakit di
Banyuwangi. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 20(2), 106-113.
Eko Suparni, I., & Yuli Astutik, R. (2016). Menopause Masalah dan
Penanganannya. PENERBIT DEEPUBLISH.
https://www.google.co.id/books/edition/Menopause_Masalah_dan_Penang
anannya/I9kwDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=menopause&printsec=fro
ntcover
61
Generasi : Jurnal Kesehatan, 11(2), 1–5.
https://doi.org/10.35907/bgjk.v11i2.149
Prayoga, D., Nurhidayati, T., Risal, M., Siswati, T., Muliana, H., & Sutanto, R.
(2022). BUKU AJAR IPE DAN IPC.
https://books.google.co.id/books?id=ZoZeEAAAQBAJ
Retno Pratiwi, A. (2021). Manajemen Klinis Perawatan Gigi pada Ibu Hamil dan
Menyusui. UB Press.
https://www.google.co.id/books/edition/Manajemen_Klinis_Perawatan_Gi
gi_pada_Ibu/e7RTEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=ohis+gigi+adalh&pg
=PA62&printsec=frontcover
62
Sulistyowati, E. (2019). Interprofessional Education (Ipe) Dalam Kurikulum
Pendidikan Kesehatan Sebagai Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan
Maternitas. Jurnal Kebidanan, 8(2), 123.
https://doi.org/10.26714/jk.8.2.2019.123-131
Tim Penulis KAP. (2022). Kolaborasi Antar - Profesi (H. Nurhaeni & R. Chairani
(eds.)). Salemba Medika.
Prakoso, T. D., & Kurniawaty, E. (2017). A Women Aged 65 Years with Carpal
Tunnel Syndrome. J Medula Unila, 7, 144–149.
63
LAMPIRAN MEDIA YANG DIGUNAKAN
64
B. Leaflet Tentang Menopause (Kebidanan)
65
C. Leaflet Kebiasaan Sehari – hari Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut
(Kesehatan Gigi)
66
D. PPT Materi tentang Menopause
67
E. Leaflet Carpal Tunnel Splint
68
LAMPIRAN DOKUMENTASI KEGIATAN
69
70
B. DOKUMENTASI KEGIATAN IMPLEMENTASI DAN EDUKASI
71
72
73