Anda di halaman 1dari 78

PENERAPAN KOLABORASI ANTAR PROFESI PADA Ny.

D
DI PAMULANG
Dosen Pembimbing :

Emini, S.Si.T, MA.Kes

Erlin Puspita, SST, M.Kes

Mutarobin, S.Kep, Ners, M.Kep

Syifa Fauziah, B.PO

Disusun Oleh :
Kelompok 2A
Adelina Tiana Rozaqi Kebidanan Indah Permata Sari Ners
Bunga Tiara Rediyana Kebidanan Andristy Ramadhani Kesehatan Gigi
Husnul Fatimah Kebidanan Annida Aulia Hasan Kesehatan Gigi
Putri Nilam Cahya Kebidanan Aprina Khairani Kesehatan Gigi
Sephia Nurul Fajriani Kebidanan Athaya Khansa Kesehatan Gigi
Iffatiya
Widya Wahyuning Kebidanan Nesya Fatharani Putri Kesehatan Gigi
Gopadi
Alifia Nurul Izzah Ners Aristyo Raja Leksono Ortotik Prostetik
Dinda Manowitri Ortotik Prostetik

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


JAKARTA I
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Pembimbing 1 Pembimbing 2
(Keperawatan) (Kebidanan)

Mutarobin, S.Kep, Ners, M.Kep Erlin Puspita, SST, M.Kes


NIP. 19800826201012002 NIP. 198007132002122002
Pembimbing 3 Pembimbing 4
(Kesehatan Gigi) (Ortotik Prostetik)

Emini, S.Si.T, MA.Kes Syifa Fauziah, B.PO


NIP. 196009161981102001 NIP. 199309082015032001

II
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan karunia nya, penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul
“Penerapan Kolaborasi Antar Profesi Pada Ny. D Perumahan Pamulang Elok Blok J2
No.16 Rt.03/Rw.014 Kelurahan Pondok Petir”

Adapun tujuan penyusunanlaporan ini yaitu untuk memenuhi tugas Mata


Kuliah Kolaborasi Antar Profesi. Dalam penyusunan makalah ini , baik berupa
dukungan langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada :

1. drg. Ita Astit Karmawati, MARS., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Jakarta
1
2. Heni Nurhaeni, S.Kp., M.KM., selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Kolaborasi Antar Profesi
3. Erlin Puspita, SST, M. Keb selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Kolaborasi Antar Profesi
4. Mutorobin S.Kep, Ners, M.Kep, selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Kolaborasi Antar Profesi
5. Emini, SsiT, MA. Kes selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kolaborasi
Antar Profesi
6. Syifa Fauziah, B.PO selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kolaborasi Antar
Profesi

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan penulis laporan ini sangat
dibutuhkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jakarta,17 Juni 2022

Penyusun

III
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... II


KATA PENGANTAR ................................................................................................ III
DAFTAR ISI ............................................................................................................... IV
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 4
BAB II ........................................................................................................................... 5
LANDASAN TEORI .................................................................................................... 5
2.1 Konsep Interprofesional Education (IPE) ........................................................... 5
2.2 Konsep Hipertensi ............................................................................................... 8
2.3 Konsep Menopause ........................................................................................... 14
2.4 Konsep SADARI ............................................................................................... 20
2.5 Konsep Indeks Kesehatan Mulut ....................................................................... 22
2.6 Konsep Indeks Karies Pada Gigi Dewasa (DMF-T) ......................................... 23
2.7 Konsep Carpal Tunnel Syndrome (CTS) .......................................................... 24
BAB III ....................................................................................................................... 30
TINJAUAN KASUS ................................................................................................... 30
3.1 Pengkajian ......................................................................................................... 30
3.2 DIAGNOSIS ..................................................................................................... 35
BAB IV ....................................................................................................................... 53
PEMBAHASAN ......................................................................................................... 53
4.1 Pengkajian ......................................................................................................... 53
4.2 Masalah Kesehatan ............................................................................................ 55
4.3 Rencana asuhan profesi ..................................................................................... 56
4. 4 Implementasi .................................................................................................... 57
4.5 Evaluasi ............................................................................................................. 57

IV
BAB V......................................................................................................................... 59
PENUTUP ................................................................................................................... 59
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 59
5.2 Saran .................................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 61
LAMPIRAN MEDIA YANG DIGUNAKAN ............................................................ 64

V
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang diwujudkan dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Kusuma et al., 2021). Diperkirakan 1 dari 10 pasien
yang dirawat inap mengalami bahaya kesehatan. Di negara berpenghasilan menengah dan
rendah diperkirakan 8% kejadian buruk, 83% kondisi potonsial cedera, dan 30%
mengakibatkan kematian (Halawa et al., 2021). Menurut (World Health Organization,
2017) sekitar 421 juta pasien yang dirawat inap di dunia, dimana sekitar 42,7 juta pasien
mengalami kejadian buruk (Halawa et al., 2021). Adapun insiden keselamatan pasien di
Amerika Latin diperkirakan 10% dari pasien rawat inap mengalami kejadian buruk,
sedangkan di Chili berkisar 6,2% dan 15,7% mengalami insiden (Carlesi et al., 2017).
(WHO, 2020) mencatat ada 134 juta kejadian buruk yang terjadi setiap tahun dan 2,6 juta
kematian per tahun akibat dari pelayan yang tidak aman (Halawa et al., 2021).
Saat ini Negara Indonesia sedang menghadapi triple burden / beban tiga kali lipat
berbagai masalah penyakit : 1. Adanya Penyakit Infeksi New Emerging dan Re-Emerging
seperti Covid 19. 2. Penyakit Menular belum teratasi dengan baik dan dan 3. Penyakit
Tidak Menular (PTM) cenderung naik setiap tahunnya. Akibatnya dapat dilihat dari Porsi
pengeluaran kesehatan Indonesia masih berfokus pada upaya kuratif. Tantangan kesehatan
di Indonesia salah satunya adalah terkait dengan Penyakit Tidak Menular (PTM). Angka
PTM sejak tahun 2010 mulai meningkat. Pola makan, pola asuh, pola gerak dan pola makan
seperti tinggi kalori, rendah serat, tinggi garam, tinggi gula dan tinggi lemak diikuti gaya
hidup sedentary lifestyle, memilih makanan junk food/siap saji, ditambah dengan
kurangnya aktivitas fisik, stress dan kurangnya istirahat memicu timbulnya penyakit
Hipertensi, Diabetes Melitus, Obesitas, Kanker, Jantung, dan hiperkolesterol dikalangan
Masyarakat Indonesia. Upaya kita harus terus menekan angka kejadian PTM supaya
rendah dalam rangka mendorong pencapaian target pembangunan kesehatan termasuk
target SDGs 2030. (Depkes, 2022).

1
Hipertensi menjadi ancaman kesehatan masyarakat karena potensinya yang mampu
mengakibatkan kondisi komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal
ginjal. Prevalensi hipertensi pada Riskesdas 2018 diukur dengan wawancara dan
pengukuran. Melalui wawancara responden akan ditanyakan apakah pernah didiagnosis
menderita hipertensi. Selain itu, juga ditanyakan mengenai kepatuhan meminum obat
hipertensi. Sehingga Riskesdas 2018 menghasilkan tiga angka prevalensi, yaitu
berdasarkan diagnosis (D), diagnosis atau sedang minum obat (D/O), dan pengukuran (U).
Peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan cara pengukuran juga terjadi di hampir
seluruh provinsi di Indonesia. Peningkatan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI
Jakarta sebesar 13,4%, Kalimantan Selatan sebesar 13,3%, dan Sulawesi Barat sebesar
12,3% (Pusdatin Kemenkes, 2019) .
Untuk dapat mengatasi masalah kesehatan yang kompleks akibat beberapa faktor
saat ini maka dibutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif yang mencangkup
4 aspek yaitu promotive, prefentif, kuratif dan rehabilitative serta pendekatan “People
centerd care”. Dalam pemberikan pelayanan yang berpusat pada orang dalam hal ini tidak
hanya kepada individu, keluarga dan masyarakat akan tetapi juga berfokus kepada tenaga
kesehatan sebagai pemberi layanan kesehatan agar dapat memberi layanan yang
berkualitas ,aman, efektif dan efesien.
Kolaborasi interprofesi adalah kerjasama antar profesi kesehatan dari latar
belakang profesi yang berbeda dengan memberikan kualitas peleyanan terbaik kepada
pasien dan keluarga pasien. Kolaborasi interprofesi yang baik dapat menurunkan angka
mortalitas, angka komplikasi, lama rawat di rumah sakit, durasi pengobatan, serta
mengurangi biaya perawatan, meningkatkan kepuasan pasien dan tim profesi kesehatan,
mengurangi ketegangan dan konflik diantara tim kesehatan. Masalah kolaborasi yang
buruk pada tenaga kesehatan akan mengakibatkan cedera pada pasien yang lebih serius
(West et al., 2017). Menurut WHO (2010), salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam
rangka meningkatkan kolaborasi interprofesi perlu diadakannya praktik kolaborasi sejak
dini melalui proses pembelajaran dengan melatih mahasiswa program pendidikan tenaga
kesehatan menggunakan strategi interprofessional education (IPE). WHO (2010)
melaporkan bahwa IPE telah diterapkan di beberapa negara, yaitu pada institusi sebanyak
10,2% pendidikan dokter, 16% pendidikan perawat atau bidan, dan 5,7% ahli gizi, serta

2
tenaga Kesehatan lainnya. Tatanan universitas hasil survei pada 42 negara menyatakan
bahwa sebanyak 24,6% sudah mendapatkan kurikulum IPE pada tahap akademik
sedangkan di Indonesia belum termasuk didalamnya, untuk itu perlu adanya sosialisasi
tentang metode pembelajaran IPE ini secara menyeluruh di seluruh instansi pendidikan
mengingat sekolah tinggi ilmu kesehatan merupakan penyedia utama calon tenaga
kesehatan yang nantinya diharapkan mempunyai kompetensi yang baik terutama
kemampuan untuk bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya (WHO, 2010).
Pendidikan interprofesi dalam institusi sebagian besar diterima dengan baik oleh
mahasiswa pendidikan kesehatan (Fallatah et al., 2015).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan WHO (2010) 42 negara menyatakan sudah
melakukan strategi Interprofessional Education dan berdampak positif bagi sistem
kolaborasi antar profesi dalam bidang kesehatan. Melatih mahasiswa secara professional
untuk bekerja secara kolaboratif diakui sebagai langkah penting untuk menciptakan
kolaborasi interprofesi di tempat. Oleh karena itu WHO mendukung pendidikan profesi
kesehatan secara global untuk menerapkan pendidikan interprofessional (World Health
Organization (WHO, 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Febriana (2019)
menjelaskan bahwa model pembelajaran IPE adalah pembelajaran awal yang dibuat agar
terjadi kolaborasi lebih awal antara profesi kesehatan yang satu dan yang lainnya supaya
dapat saling memahami akan adanya profesi lain. Selain itu, program IPE juga
menciptakan team work yang solid yang dapat berimplikasi pada percepatan proses
kesembuhan pasien, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal lain yang ingin dicapai
adalah bahwa terdapat kolaborasi yang baik antar profesi di lahan klinis sehingga
mengurangi miskomunikasi serta malpraktek.
Kegiatan Kolaborasi Antar Profesi (KAP) ini bertujuan untuk melatih kerjasama
tim dengan profesi yang berbeda sehingga dapat membantu pasien mencapai
kesembuhannya dengan maximal. Pada studi KAP kali ini terdiri dari profesi bidan,
perawat, kesehatan gigi, dan ortotik prostetik. Kelompok 2A memiliki dua pasien yang
terdapat dalam 1 keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Pada keluarga pertama
seorang perempuan seorang laki-laki usia 65 tahun dengan keluhan merasa pegal linu
setelah bekerja, darah rendah dan riwayat operasi retina mata. Pada keluarga kedua seorang

3
perempuan 61 tahun dengan keluhan otot kaki dan sendi kaki terasa pegal setelah aktivitas,
riwayat hipertensi serta sudah memasuki masa menopause.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Agar Mahasiswa memahami dan menerapkan kerja sama kolaborasi antar profesi dalam
pemberian asuhan kesehatan kepada masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui nilai dan etik kolaborasi antarprofesi kesehatan
b. Mengetahui peran dan tanggung jawab antarprofesi
c. Mengetahui keterampilan komunikasi dalam Interprofesional Education
d. Mengetahui kerjasama tim dalam Interprofesional Education

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Interprofesional Education (IPE)


A. Pengertian IPE
IPE yang juga dikenal dengan istilah interprofessional learning, merupakan suatu
konsep Pendidikan yang direkomendasikan oleh World Health Organisation (WHO)
sebagai Pendidikan terintegrasi untuk membangun kolaborasi antara tenaga kesehatan
(Sulistyowati, 2019). IPE terjadi ketika mahasiswa dari dua tau lebih profesi kesehatan
belajar bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan belajar tentang peran masing-
masing profesi kesehatan untuk meningkatkan keterampilan kolaborasi dan kualitas
pelayanan kesehatan. IPE bertujuan menghasilkan tenaga kesehatan yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang mendukung praktik kolaborasi antar profesi
kesehatan (Sulistyowati, 2019).
Interprofesional education (IPE) merupakan pendidikan antarprofesi yang terjadi
ketika dua atau lebih 5esehatan5al kesehatan belajar dengan, dari dan tentang satu sama
lain untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas perawatan. Menurut definisi, IPE
didasarkan pada teori pendidikan, termasuk teori pembelajaran orang dewasa,
pembelajaran berba- sis kasus, pembelajaran pengalaman , pembelajaran kelompok kecil,
dan pembelajaran kooperatif (Anwar & Rosa, 2019).
Pendidikan Kolaboorasi Antar – Profesi atau interprofessional education (IPE),
menurut WHO (2010), adalah proses pendidikan yang melibatkan dua jenis profesi atau
lebih. Pendidikan kolaborasi antar – profesi bisa terjadi apabila beberapa mahasiswa dari
berbagai profesi belajar tentang profesi lain, belajar bersama satu sama lain untuk
menciptakan kolaborasi efektif dan pada akhirnya meningkatkan outcome kesehatan yang
diinginkan. Pendidikan kolaborasi antar – profesi merupakan tahap penting dalam upaya
mempersiapkan lulusan atau professional kesehatan yang siap untuk bekerja di dalam tim
dan melakukan praktik kolaborasi dengan efektif untuk merespons atau memecahkan
maslah yang ada di masyarakat (Tim Penulis KAP, 2022)

5
B. Manfaat dan Tujuan IPE
Manfaat IPE yakni Kerjasama dan saling memahami antar profesi yang berbeda,
meningkatnya kemampuan problem solving dan pengambilan keputusan secara tim,
wawasan lebih terbuka dan hilangnya Kerjasama profesi. Selain kemampuan bekerjasama,
melalui simulasi IPE mahasiswa dapat lebih memahami peran profesi kesehatan lain.
Sebagian besar informan mengatakan setelah IPE, mahasiswa lebih mampu memahami
dan mengenal lebih jauh masing-masing profesi dalam menyelesaikan masalah pasien.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahler dkk (2018) di Jerman
dengan pendekatan kualitatif melalui focus group discussion (FGD) pada mahasiswa
Universitas Heidelberg menemukan bahwa manfaat yang didapatkan mahasiswa selama
interprofessional education adalah meningkatnya pemahaman mahasiswa terhadap
profesi lain dan meningkatnya kemampuan berkolaborasi antar profesi (Fakhriatul
Falah, 2020).
Menurut CIHC (Canadia Interproffesional Health Collaborative, 2009), manfaat
dari IPE anatara lain meningkatkan praktik yang dapat meningkatkan pelayanan dan
membuat hasi yang positif dalam melayani klien; meningkatkan pemahaman tentang
pengetahuan dan keterampilan yang memerlukan kerja secara kolaborasi; membuat lebih
baik dan nyaman terhadap pengalaman dalam belajar bagi peserta didik; secara fleksibel
dapat diterapkan dalam berbagai setting. Hal tersebut juga dijelaskan oleh WHO (2010),
tentang salah satu manfaat dari pelaksanaan praktek Interprofessional Education dan
kolaboratif yaitu strategi ini dapat mengubah cara berinteraksi petugas kesehatan dengan
profesi lain dalam memberikan perawatan (Triana, 2018).
Tujuan Interprofessional Education menurut Freeth dan Reeves (2004) adalah
untuk mempersiapkan profesi kesehatan dengan ilmu, keterampilan, sikap dan perilaku
professional yang penting untuk praktik kolaborasi interprofessional. Secara umum
interprofessional Education bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk lebih mengenal
peran profesi kesehatan yang lain, sehingga diharapkan mahasiswa akan mampu untuk
berkolaborasi dengan baik saat proses perawatan pasien (Triana, 2018).
C. Prinsip-prinsip pelaksanaan IPE

Prinsip mengintegrasikan pendidikan antar profesi dalam pendidikan tenaga


kesehatan menyiapkan mahasiswa didik dengan kompetensi untuk bekerjasama di dalam
6
tim sesuai dengan peran dan fungsi serta lingkup kerja masing-masing profesi. Lulusan
pendidikan tenaga kesehatan nantinya diharapkan dapat bekerja dalam tim yang memiliki
tujuan utama yaitu memberikan pelayanan yang aman bagi klien, keluarga dan masyrakat.
Prinsip-prinsip mengintegrasikan pendidikan antar profesi dalam pendidikan tenaga
kesehatan adalah (Prayoga et al., 2022) :

1) Pendidikan antar profesi harus merupakan bagian integral dari semua pendidikan
tenaga kesehatan
2) Ada kemampuan politik yang ditunjukan dengan adanya kebijakan yang mendukung
pelaksanaa pendidikan antar profesi
3) Ada komitmen yang kuat dari seluruh civitas akademi di institusi pendidikan untuk
terlibat dalam pendidikan antar profesi yang efektif
4) Pendidikan antar profesi ini harus melibatkan lahan praktek, sehingga pelaksanaan
pendidikan antar profesi bisa dilaksanakan pada tahap praktek klinik
5) Perlibatan tim dari antar profesi harus dimulai sedini mungkin pada tahap awal
persiapan dan dipertahankan sampai tahap evaluasi
6) Kohesifitas tim pengembang pendidikan antar profesi harus solid dan harus
mengurangi ego masing-masing profesi. Proses ada aktifitas tim ini juga harus
merefleksikan kolaborasi
7) Pendidikan antar profesi harus dimulai dengan metode yang leih mudah terlebih
dahulu, misalnya dengan merancang projek ekstra kulikuler yang melibatkan
Kerjasama antar profesi
8) Kompetensi yang dirumskan harus memperhatikan prinsip-prinsip :
1) Berfokus pada klien (individu, keluarga dan masyarakat)
2) Memperhatikan proses bukan hanya menyampaikan kompetensi
3) Dapat diaplikasikan pada semua profesi
4) Merupakan kompetensi belajar sepanjang hayat
5) Menstimulasi active learning
6) Berdasararkan prinsip pembelajaran orang dewasa
9) Dalam mengintegrasikan pendidikan antar profesi harus mempertimbangkan standard
pendidikan masing-masing profesi dan masuk dalam sistem akreditasi pendidikan
tenaga kesehatan yang ada.
7
2.2 Konsep Hipertensi
A. Pengertian Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di


atas 140 mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg. Penderita hipertensi mengalami
peningkatan tekanan darah melebihi batas normal, di mana tekanan darah normal sebesar
110/90 mmHg. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung, tahanan perifer pada
pembuluh darah, dan volume atau isi darah yang bersikulasi (Hasnawati, 2021).

Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan 8anita888 lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah manusia secara alami
berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan
darah tersebut persisten. Tekanan darah tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ yang
mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang (Manuntung, 2018).
Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120-140 mmHg tekanan sistolik
dan 80-90 mmHg tekanan diastolic. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila
tekanan darahnya >140/90 mmHg. Sedangkah menurut JNC VII 2003 tekanan darah pada
orang dewasa dengan usia di atas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I
apabila tekanan sistoliknya 140-159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99 mmHg.
Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih dari 160
mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg, sedangkan hipertensi stadium III apabila
tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg.
Hipertensi pada lansia didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastoliknya 90 mmHg (Manuntung, 2018).
B. Klasifikasi Hipertensi
1) Hipertensi esensial (Primer)
Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi, sekitar 95%. Penyebab
tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor pola hidup
seperti kurang bergerak dan pola makan.
2) Hipertensi sekunder

8
Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan darah tinggi.
Tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit
ginjal) atau reaksi terhadap obat – obatan tertentu (misalnya pil KB).

Sedangkan hipertensi pada usia lanjut diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan diastolic sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
teanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg.

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 < 80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 90-99
Hipertensi Tahap 2 ≥ 160 ≤ 100
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun ke atas

C. Penyebab Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1) Hipertendi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui.
Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer,
seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih
90% penderita hipertensi tergolong hipertensi sekunder.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain
kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit
kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari
penderita hipertensi adalah hipertensi esensial, maka penyeidikan dan pengobatan lebih
banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :

1) Peyakit ginjal
9
2) Stenosis arteri renalis
3) Pielonefritis
4) Glomerulonefritis
5) tumor-tumor ginjal
6) penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
7) trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
8) terapi penyinaran yang mengenai ginjal
9) kelainan hormonal
10) hiperaldosteronisme
11) sindroma cushing
12) feokromositoma
13) obat-obatan
14) pil KB
15) kortikosteroid
16) siklosporin
17) eritropoietin
18) kokain
19) penyalahgunaan 10anita10
20) kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
21) penyebab lainnya
22) koartasio aorta
23) preeklamsi pada kehamilan
24) porfiria intermiten akut
25) keracunan timbal akut

Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi:

1) Umur
Orang yang berumur 40 tahun biasanya rentan terhadap meningkatnya tekanan darah
yang lambat laun dapat menjadi hipertensi seiring dengan bertambahnya umur mereka.
2) Ras/suku

10
Di luar negeri orang kulit hitam > kulit putih. Karena adanya perbedaan status/derajat
ekonomi, orang kulit hitam dianggap rendah dan pada jaman dahulu dijadikan budak.
Sehingga banyak menimbulkan tekanan batin yang kuat hingga menyebabkan 11anita
timbullah hipertensi.
Jika di Indonesia terjadinya hipertensi bervariasi di suatu tempat:
Terendah: Lembah Baliem di Irian Jaya, karena dilihat dari segi geografis wilayahnya
masih luas dan penduduknya juga belum terlalu padat sehingga pemicu tingkat 11anita
masih rendah.
Tertinggi: Sukabumi Jawa Barat, karena dilihat dari segi geografis wilayahnya sempit,
padat penduduk, dan banyak aktivitas-aktivitas sehingga pemicu tingkat 11anita sangat
tinggi.
3) Urbanisasi
Hal ini akan menyebabkan perkotaan menjadi padat penduduk yang merupakan salah
satu pemicu timbulnya hipertensi. Secara otomatis akan banyak kesibukan di wilayah
tersebut, dan banyak tersedia makanan-makanan Siap saji yang menimbulkan hidup
kurang sehat sehingga memicu timbulnya hipertensi.
4) Geografis
Jika dilihat dari segi geografis, daerah pantai lebih besar prosentasenya terkena
hipertensi. Hal ini disebabkan karena daerah pantai kadar garamnya lebih tinggi jika
dibandingkan dengan daerah pegunungan atau daerah yang lebih jauh pantai. Selain itu
keadaan suhu juga menjadi suatu alasan mengapa hipertensi banyak terjadi di daerah
pantai.
5) Jenis Kelamin
Wanita > pria: di usia > 50 tahun. Karena di usia tersebut seorang Wanita sudah
mengalami menopause dan tingkat 11anita lebih tinggi. Pria > Wanita : di usia < 50
tahun. Karena di usia tersebut seorang pria mempunyasi lebih banyak aktivitas
dibandingkan Wanita. Berdasarkan faktor akibat hipertensi terjadi peningkatan tekanan
darah di dalam arteri terjadi melalui beberapa cara :
a) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya.

11
b) Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri
besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena
itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
c) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam
tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang, artei mengalami
pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan
menurun atau menjadi lebih kecil.

Berdasarkan faktor pemicu, hipertensi dibedakan atas yang tidak dapat


dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus hipertensi
primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi
didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi primer lebih besar.
Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur),
apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor
genetik mempunyai peran di dalam terjadinya hipertensi.

Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, kurang


olahraga, merokok, serta konsumsi garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh
terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara usia dengan hipertensi,
diduga melalui aktivasi saraf simpatis, Saraf Simpatis adalah saraf yang bekerja
pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat
kita tidak beraktivitas.

D. Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah sesungguhnya tidak).

12
Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun
pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun
dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut :
1) sakit kepala
2) kelelahan
3) mual
4) muntah
5) sesak napas
6) gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera (Manuntung, 2018).

E. Patofisiologi
Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor genetik
dan lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu mediator neurohornmonal. Secara umum
hipertensi disebabkan oleh peningkatan tahanan periter dan atau peningkatan volume
darah. Gen yang berpengaruh pada hipertensi primer (faktor herediter diperkirakan
meliputi 30% sampai 40% hipertensi primer) meliputi reseptor angiotensin, gen
angiotensin dan renin, gen sintetase oksida nitrat endothelial, gen protein reseptor kinase
G; gen reseptor adrenergic; gen kalsium transport dan natrium hydrogen antiporter
(mempengaruhi sensitivitas garam): dan gen yang berhubungan dengan resistensi insulin,
obesitas, hyperlipidemia, dan hipertensi sebagai
kelompok bawaan.
Pemahaman mengenai patofisiologi mendukung intervensi terkini yang diterapkan
dalam penatalaksanaan hipertensi, seperti pembatasan asupan garam, penurunan berat
badan, dan pengontrolan diabetes, penghambat SNS. Penghambat RAA, vasodilator
nonspesifik, diuretik, dan obat-obatan eksperimental baru yang mengatur ANF dan
endotelin (Manuntung, 2018).

13
F. Komplikasi
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi
dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak
yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung.
Limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah
atau sulit digerakkan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara
secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Rusaknya glomelurus, mengakibatkan darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi
hipoksia dan kematian. Dengan rusaknyamembran glomerolus, protein akan keluar melalui
urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik.
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan
jaringan lain sering disebut edema. Cairan di dalam paru-paru menyebabkan sesak napas,
timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema
(Manuntung, 2018).

2.3 Konsep Menopause


A. Pengertian Masa Menopause
Kata menopause berasal dari Bahasa Yunani, yaitu dari kata men yang berarti
bulan, dan kata “peuseis yang berarti penghentian sementara. Secara linguistik kata yang
lebih tepat adalah menocease yang berarti masa berhentinya menstruasi. Pandangan medis,
menopause diartikan sebagai masa penghentian menstruasi untuk selamanya. Masa
menopause ini tidak bisa serta-merta diketahui, tetapi biasanya akan diketahui setelah
setahun berlalu. Menopause merupakan suatu proses peralihan dari masa produktif menuju
14
perlahan-lahan ke masa non produktif yang disebabkan berkurang nya hormon estrogen
dan progesteron. Pengertian menopause adalah kejadian biasa yang dihadapi Wanita ketika
tahun-tahun kesuburannya menurun, sehingga bagi sebagian Wanita menimbulkan rasa
cemas atau risau, sementara bagi yang lain mendatangkan rasa percaya diri (Eko Suparni
& Yuli Astutik, 2016).
International Menopause Society (IMS) pada tahun 1999, menyampaikan
rekomendasi berdasarkan definisi World Health Organization (WHO) tahun 1996, sebagai
berikut:
1) Menopause alamiah adalah berhentinya menstruasi secara permanen, sebagai akibat
dari hilangnya aktivitas ovarium. Menopause alami ini dikenal, bila terjadi amenore
selama 12 bulan berturut-turut, tanpa ditemukan penyebab patologi atau fisiologi yang
jelas.
2) Perimenopause adalah waktu antara segera sebelum menopause (terjadi perubahan
gambaran endokrinologik, 15anita1515, dan klinik) dan satu tahun sesudah menopause.
3) Transisi menopause adalah waktu sebelum masa menstruasi terakhir, pada umumnya
terjadi kenaikan variabilitas siklus menstruasi. Meskipun istilah ini sinonim dengan
perimenopause, namun cukup membingungkan sehingga dianjurkan untuk tidak
digunakan lagi.
4) Premenopause adalah satu atau dua tahun sebelum menopause (seluruh masa
reproduksi sebelum menopause).
5) Pascamenopause, dimulai dari menstruasi terakhir tanpa memandang apakah itu
menopause spontan atau buatan.
6) Induced menopause adalah berhentinya menstruasi sebagai akibat dari operasi
pengangkatan kedua ovarium, tanpa atau dengan histerektomi atau ablasi iatrogenik
fungsi ovarium karena kemoterapi atau radiasi.
7) Menopause premature adalah menopause yang terjadi pada usia di bawah 40 tahun.
8) Klimakterium adalah masa penuaan, merupakan peralihan dari masa reproduksi ke non
reproduksi. Fase ini mencakup perimenopause dengan memperpanjang periode
sebelum dan sesudah perimenopause.
9) Sindroma klimakterik adalah simptomatologi yang berhubungan dengan klimakterium.

15
10) Usia lanjut adalah usia 65 tahun atau lebih. Menopause tidak identik dengan lanjut usia
(lansia), tetapi pascamenopause termasuk lansia.
B. Macam-macam Menopause
1) Menopause Premature (Dini)
Usia rata-rata 16anita untuk mencapai menopause alami atau berhentinya haid
adalah 50 tahun. Meskipun demikian, sebagian 16anita telah mengalaminya dalam usia
40 tahun, sebagian lagi bahkan dalam usia masih sangat muda, yaitu 20 hingga 30
tahun. Bagi sebagian besar 16anita diagnose menopause dini yang juga dikenal dengan
istilah Premature Ovarian Failure (POF), adalah pengalaman yang sangat tidak
menyenangkan. Sebagian besar 16anita muda yang didiagnosa dengan POF, bahkan
belum berkesempatan untuk melahirkan anak, menyadari bahwa kesempatan untuk
memiliki anak dari uterus sendiri akan hilang (Eko Suparni & Yuli Astutik, 2016).
2) Menopause Normal

Menopause yang alami dan umumnya terjadi pada usia di akhir 40 tahun atau
di awal 50 tahun. Menopause normal ini yang paling banyak terjadi pada 16anita. Hal
ini disebabkan jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat, sampai suatu
ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup. Produksi estrogen berkurang dan tidak
terjadi haid lagi. Yang berakhir dengan terjadinya menopause.

3) Menopause Terlambat

Menopause yang terjadi apabila seorang 16anita masih mendapat haid di atas
52 tahun. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya menopause terlambat, di
antaranya faktor tersebut adalah konstitusional, fribimioma uteri dan tumor ovarium
yang menghasilkan estrogen. Salah satu faktor yang memungkinkan seorang 16anita
akan mengalami keterlambatan menopause adalah apabila memiliki kelebihan berat
badan. Sebagian besar estrogen dibuat di dalam endometrium, akan tetapi sejumlah
kecil estrogen juga dibuat di bagian tubuh yang lain, termasuk di sel-sel lemak.

4) Menopause Karena Operasi

Menopause ini terjadi akibat dilakukannya operasi atau pembedahan, misalnya


operasi rahim (histerektomi) atau yang seringkali disebut dengan istilah Total

16
Abdominal Hysterectomy (TAHA) maupun karena kedua indung telur diangkat
(oophorectomy bilateral yang seringkali disebut dengan Bilateral Salpingo
Oophorectomy (BSO).

Bila uterus diangkat karena operasi tetapi indung telur dipertahankan, maka
masa haid berhenti namun gejala menopause lainnya biasanya tetap berlangsung ketika
Wanita tersebut mencapai usia menopause alami. Meski demikian, ada sejumlah
17anita yang menjalani operasi uterus dan mengalami gejala-gejala menopause dalam
usia yang lebih muda.

5) Menopause Medis

Menopause ini terjadi akibat campur tangan medis yang menyebabkan


berkurangnya atau berhentinya pelepasan Campur tangan ini bisa berupa pembedahan
untuk mengangkat ovarium atau untuk mengurangi oleh ovarium. Untuk mengurangi
aliran darah ke ovarium serta kemoterapi atau terapi penyinaran pada panggul untuk
mengobati kanker. Histerektomi menyebabkan berakhirnya siklus menstruasi, tetapi
selama ovarium tetap ada hal tersebut tidak akan memengaruhi kadar hormon dan tidak
menyebabkan menopause.

C. Fase-fase Menopause
1) Klimaterium (Pramenopause)

Periode klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reprodukSI dan


masa senium. Biasanya masa ini disebut juga dengan pra menopause, antara usia 40
tahun, ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan perdarahan haid yang
memanjang dan relatif banyak.

2) Menopause

Masa menopause yaitu saat haid terakhir atau berhentinya menstruasI.


Menopause mulai pada umur yang berbeda pada Orang-orang yang berbeda. Umur
yang umum adalah sekitar 50 tahun, meskipun ada sedikit 17anita memulai menopause
pada umur 30 tahun, sementara wanita-wanita lain mulainya menopause tertunda
sampai umur 50 tahun Ini disebabkan tubuh sudah kehabisan sel telur dan penurunan

17
18anita18 estrogen. Proses semakin berkurangnya produksi estrogen berlangsung dala
jangka waktu yang cukup lama. Tanggal dari haid terakhir disebut sebagai menopause.
Karena haid tidak lagi teratur, maka Wanita tersebut tbaru benar-benar yakin bahwa
haidnya berhenti setidak-nya selama satu tahun setelah itu.

3) Senium

Masa senium adalah masa sesudah menopause atau bisa disebut dengan istilah
pasca menopause. Kondisi ini dapat diidentifikasi bila telah mengalami menopause 12
bulan sampai menuju ke senium dan umumnya terjadi pada usia 50 tahun. Pada periode
pasca menopause, 18anita telah mampu menyesuaikan dengan kondisinya, sehingga
tidak mengalami gangguan fisik antara usia 65 tahun.

D. Tanda dan Gejala Menopause


Jenis Gejala Tanda dan Gejala Menopause
Gejala Vasomotorik 1. Gejolak panas
2. Keringat malam
3. Gangguan tidur
4. Gangguan tidur bervariasi dan dapat menjadi
krinik atau sementara
Gejala Somatik 1. Sakit kepala
2. Pusing
Gangguan seksual 1. Kejadian gangguan seksual pada Wanita
menopause bervariasi dengan bertambahnya
umur.
2. Gejala-gejala berupa; berkurangnya lubrikasi
vagina, menurunnya libido, dyspareunia
(nyeri ketika berhubungan seksual) dan
vaginimus (pengecangan otot-otot di sekitar
vagina)
Gejala Urogenital 1. Hilangnya kendali terhadap kandung kemih

18
2. Gejala pada vagina muncul akibat perubahan
yang terjadi pada lapisan dinding vagina.
Vagina menjadi kering dan kurang eastis. Ini
disebabkan karena penurunan kadar
ekstrogen. Tidak hanya itu, juga muncul rasa
gatal pada vagina.
Gejala Psikologis/Kognitif 1. Depresi
2. Kecemasan
3. Perumahan mood
4. Kurang konsentrasi, pelupa

E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi menopause


1) Usia Saat Haid Pertama Kali (Menarche)

Beberapa ahli yang melakukan penelitian menemukan adanya hubungan antara


usia pertama kali mendapat haid dengan usia seorang wanita memasuki menopause.
Kesimpulan dari penelitian-penelitian ini mengungkapkan, bahwa semakin muda
seorang mengalami haid pertama kalinya, semakin tua atau lama ia memasuki masa
menopause.

2) Jumlah Anak

Meskipun belum ditemukan hubungan antara jumlah anak dan menopause,


tetapi beberapa peneliti menemukan bahwa makin sering seorang wanita melahirkan
maka semakin tua atau lama mereka memasuki masa menopause.

3) Usia Melahirkan

Masih berhubungan dengan melahirkan anak, bahwa semakin tua seseorang


melahirkan anak, semakin tua ia mulai memasuki usia menopause. Penelitian yang
dilakukan Beth Israel Deaconess Medical Center in Boston mengungkapkan bahwa
19anita yang masih melahirkan di atas usia 40 tahun akan mengalami usia menopause
yang lebih tua. Hal ini terjadi karena kehamilan dan persalinan akan memperlambat
sistem kerja organ reproduksi. Bahkan akan memperlambat proses penuaan tubuh.
19
4) Faktor Psikis

Perubahan-perubahan berhubungan dengan kadar estrogen, gejala yang


menonjol adalah berkurangnya tenaga dan gairah, berkurangnya konsentrasi dan
kemampuan akademik, timbulnya perubahan emosi seperti mudah tersinggung. Susah
tidur, rasa kekurangan, rasa kesunyian, ketakutan keganasan, tidak sabar lagi dl.
Perubahan psikis ini berbeda-beda tergantung psikologis maupun fisik ini dari
kemampuan Wanita untuk menyesuaikan diri.

5) Sosial Ekonomi

Keadaan 20anita ekonomi memengaruhi faktor fisik, kesehatan dan pendidikan.


Apabila faktor-faktor di atas cukup baik, akan mengurangi beban fisiologis, psikologis.
Kesehatan akan faktor klimakterium sebagai faktor fisiologis.

6) Budaya dan Lingkungan

Pengaruh budaya dan lingkungan sudah dibuktikan sangat memengaruhi


20anita untuk dapat atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan fase klimakterium dini.

2.4 Konsep SADARI


SADARI merupakan teknik pemeriksaan payudara sendiri yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya benjolan yang dapat berkembang kanker dalam payudara Wanita
(Pulungan & Hardy, 2020). Teknik SADARI sangat mudah dilakukan namun banyak
perempuan khususnya remaja yang tidak mengetahui cara ini serta masih banyak remaja masih
tidak peduli dan peka terhadap gejala-gejala abnormal pada payudara mereka. Hal tersebut
juga disebabkan oleh kurang informasi dan motivasi untuk mendapat informasi mengenai
pencegahan dan deteksi dini kanker payudara. SADARI juga terasa masih awam dan remaja
risih untuk melakukannya, menyebabkan masih sedikitnya jumlah wanita yang rutin
melakukan SADARI sesuai waktu yang ditentukan (Pulungan & Hardy, 2020).

Pemeriksaan payudara dapat dilakukan dengan melihat perubahan dihadapan cermin


dan melihat perubahan bentuk payudara dengan cara berbaring.

1) Melihat perubahan di hadapan cermin


Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris atau tidak)

20
Langkahnya :
a) Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan putting susu, serta
kulit payudara di depan kaca. Sambal berdiri tegak depan cermin, posisi kedua
lengan lurus ke bawah disamping badan.
b) Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud untuk
melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia di bawahnya.
c) Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri. Miringkan
badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara.
d) Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkaca pinggang/tangan menekan
panggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla.
2) Melihat perubahan bentuk payudara dengan berbaring
Tahap 1. Persiapan
Dimulai dari payudara kanan. Baring menghadap ke kiri dengan membengkokkan
kedua lutut. Letakkan bantal atau handuk mandi yang telah dilipat di bawah bahu sebelah
kanan untuk menaikan bagian yang akan diperiksa. Kemudian letakkan tangan kanan di
bawah kepala. Gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan. Gunakan telapak
jari-jari untuk memeriksa sembarang benjolan atau penebalan. Periksa payudara dengan
menggunakan Vertical Strip dan Circular.

Tahap 2. Pemeriksaan Payudara dengan Vertical Strip

Memeriksa seluruh bagian payudara dengan cara vertikal, dari tulang selangka di
bagian atas ke bra-line di bagian bawah, dan garis tengah antara kedua payudara ke garis
tengah bagian ketiak. Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian
putar dan tekan kuat untuk merasakan benjolan. Gerakkan tangan perlahan-lahan ke bawah
bra line dengan putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian bawah bra line,
bergerak kurang lebih 2 cm ke kiri dan terus ke arah atas menuju tulang selangka dengan
memutar dan menekan. Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi
seluruh bagian yang ditunjuk.
Tahap 3. Pemeriksaan payudara dengan cara memutar
Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar. bergeraklah sekeliling
payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar biasa. Buatlah sekurang-kurangnya

21
tiga putaran kecil sampai ke putting payudara. Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan
tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah aerola mammae.
Tahap 4. Pemeriksaan cairan di putting payudara
Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya
cairan abnormal dari putting payudara.
Tahap 5. Memeriksa ketika
Letakkan tangan kanan ke samping dan rasakan ketika dengan teliti, apakah
benjolan abnormal atau tidak (Pratiwi, 2021).

2.5 Konsep Indeks Kesehatan Mulut


Indeks kesehatan mulut yang umum dan mudah digunakan adalah siplifiels Oral
Hygiene Index (OHI-S). Pada indeks inni dilakukan pemeriksaan pada 6 permukaan gigi
sesuai gampar di bawah ini.

Gambar 2.1 Permukaan Gigi Untuk Indeks OHI-S


Sumber : (Retno Pratiwi, 2021)
Pada OHI-S dilakukan penilaian atau klasifikasi kalkulus dan debris pada 6
permukaaan gigi, lalu diberikan penilaian sesuai gambaran berikut.

22
Gambar 2.2 kriteria Penilaian Kalkulus dan Debris
Sumber : (Retno Pratiwi, 2021)
Nilai kalkulus indeks dihitung dengan menjumlahkan nilai skor dari keenam
permukaan gigi dibagi 6. Demikian juga nilai debris indeks diperoleh dari penjumlahan
nilai skor keenam permukaan gigi dibagi 6. Nilai OHI-S adalah nilai penjumlahan dari
kalkulus indeks dan kalkulus indeks dengan nilai maksimal adalah 6. Pada dasarnya, dokter
gigi bisa melakukan tindakan tanpa persetujuan dari dokter kandungan. Namun, dalam
kondisi tertentu yang dianggap membahayakan janin dan pasien, dokter gigi perlu
persetujuan tindakan dengan dokter kandungan. Dokter kandungan juga harus diberitahu
jika dokter gigi menganggap bahwa pasien harus dirawat di rumah sakit, terutama jika
dilakukan tindakan anestesi umum (Retno Pratiwi, 2021).
2.6 Konsep Indeks Karies Pada Gigi Dewasa (DMF-T)
A. Pengertian Indeks DMF-T
Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam
hal karies gigi permanen. DMF-T merupakan singkatan dari Decay Missing Filled-Teeth.
Nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi dengan karies pada seseorang
atau sekelompok orang. Angka D (decay) adalah gigi yang berlubang karena karies gigi,
angka M (missing)adalah gigi yang dicabut karena karies gigi, angka F(filled) adalah gigi
yang ditambal atau ditumpat karena karies dan dalam keadaan baik . Nilai DMF-T adalah
penjumlahan D+ F+ T (Telaumbanua, 2019).
B. Perhitungan DMF-T
Perhitungan DMF-T menggunakan rumus :
DMF-T = D + M + F
Rata – rata DMF-T = skor dmf
Jumlah orang yang diperiksa
23
Kriteria Skor DMF-T kelompok
Sangat Rendah 0,1 – 1,1
Rendah 1,2 – 2,6
Moderat 2,7 – 4,4
Tinggi 4,5 – 6,5
Sangat Tinggi >6,5

C. Penentuan skor DMF-T


Penentuan skor dengan kriteria sebagai berikut :
D (decay) = gigi yang berlubang
1. Gigi tetap yang mengalami karies
2. Gigi tetap yang ditambal dengan karies sekunder dengan tumpatan permanen
3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D
M (missing) = gigi yang hilang
1. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies
2. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan
ortodonti TIDAK dimasukkan dalam kategori M
F (filling) = gigi yang ditumpat
1. Semua gigi dengan tumpatan permanen
2. Gigi tetap dengan tumpatan tanpa karies
3. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F
2.7 Konsep Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
A. Pengertian CTS

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan suatu sindrom klinis yang timbul
akibat tertekannya nervus medianus di dalam carpal tunnel (terowongan karpal) di
pergelangan tangan. Nervus medianus merupakan nervus yang rentan terhadap kompresi
dan cedera di telapak dan pergelangan tangan, dimana nervus tersebut dibatasi oleh tulang
pergelangan tangan (karpal) dan ligamentum karpal transversal. Carpal Tunnel Syndrome
merupakan kombinasi dari kelainan jari, tangan dan lengan ditandai gejala sensoris atau
motoris. Kelainan ini paling sering terjadi usia 30 tahun keatas, khususnya perempuan. 1
24
Secara anatomi terowongan karpal terdapat dibagian sentral dari pergelangan tangan tepat
dimana tulang dan ligamentum membentuk terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa
tendon dan nervus medianus. Dasar struktur tersebut dibentuk oleh tulang-tulang karpal
dan sisi terowongan yang keras dan kaku, sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor
retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan
melengkung di atas tulang-tulang karpal (Prakoso & Kurniawaty, 2017).

Carpal Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di


tingkat pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan
karpal dan penurunan fungsi saraf di tingkat itu. Carpal Tunnel Syndrome dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit, kondisi, dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan adanya keluhan
mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan, dan disfungsi otot. Kelainan ini tidak
dibatasi oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan melainkan disebabkan karena
penyakit sistemik, faktor mekanis dan penyakit local (Prakoso & Kurniawaty, 2017)

B. Etiologi CTS

Carpal Tunnel Syndrome disebabkan oleh penyempitan bekas patah tulang radius
distal yang mengakibatkan kompresi nervus medianus di bawah retinakulum volar.
Kebanyakan sindrom ini bersifat idiopatik. Penderita sindrom ini akan mengeluh
kelemahan atau kekakuan tangan, terutama melakukan pekerjaan menggunakan jari.

Terdapat beberapa etiologi dari CTS, walaupun sebagian besar bersifat idiopatik.
Kasus idiopatik dianggap sebagai suatu tenosinovitis ligamen karpal transversal. Sedikit
bukti ditemukan adanya inflamasi sedangkan temuan yang lebih sering adalah edema,
sklerosis vaskular, dan fibrosis yang paling sesuai dengan stress berulang pada jaringan
ikat. Sejumlah kondisi seperti gangguan anatomi, penyakit inflamasi, dan gangguan
metabolik dapat menyebabkan atau memperberat gejala.

Penyebab utama CTS adalah kompresi nervus medianus di dalam terowongan


karpal. Kompresi ini berhubungan dengan peningkatan tekanan di dalam kanalis karpal.
Setiap kanal memiliki kapasitas yang tetap oleh sebab itu, tiap kondisi yang memprovokasi
suatu perluasan di dalam kanal akan secara langsung meningkatkan tekanan internal dan
akibatnya menekan nervus medianus. Adanya anomali isi dalam kanal dan posisi dari

25
struktur internalnya akan menurunkan rongga kanalis yang tersedia. Kandungan yang
anomali ini mencakup edema, inflamasi, perdarahan, deposit substan patologis, dan/atau
kondisi seperti amyloidosis. Terdapat peningkatan tekanan intrakanalis dalam kanalis yang
lebih kecil akibat kondisi kongenital atau berbagai perkembangan abnormal. Kondisi pre-
existing, seperti polineuropati atau kompresi nervus sama yang lebih proksimal akan
meningkatkan kemungkinan kerusakan nervus medianus akibat kompresi. Penyebab
sistemik CTS yang sering dijumpai adalah diabetes melitus (DM), rheumatoid arthritis, dan
hipotiroidisme (Prakoso & Kurniawaty, 2017).

C. Tanda dan Gejala CTS

Carpal tunnel syndrome dapat muncul dengan berbagai gejala dan tanda. Wanita
lebih sering terkena dibanding pria. Walaupun biasanya bilateral, tangan yang dominan
biasanya lebih berat terkena, terutama pada kasus-kasus idiopatik.

Gejala CTS bervariasi sesuai dengan keparahan penyakit. Pada tahap awal, pasien
biasanya mengeluhkan gejala akibat keterlibatan komponen sensorik dari nervus medianus.
Gejala yang paling sering adalah nyeri yang disertai kebas dan kesemutan pada daerah
distribusi nervus medianus distal dari pergelangan tangan. Daerah yang terlibat biasanya
adalah ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah, dan sisi radial dari jari manis Pasien sering
mengeluhkan nyeri pada pergelangan tangan dan lengan yang berkaitan dengan parestesi
pada tangan. Nyeri dapat terlokalisir pada pergelangan tangan, atau dapat menjalar ke
lengan bawah, lengan, atau yang lebih jarang ke bahu. Gejala-gejala dapat diprovokasi
dengan postur fleksi atau ekstensi pergelangan tangan. Paling umum dijumpai, hal ini
terjadi saat melakukan aktivitas sehari-hari, seperti mengemudi atau memegang telepon,
buku atau koran.

Keluhan sensorik dapat berupa hipestesi hingga anestesi. Pasien dapat mengalami
peningkatan intensitas rasa kebas, tingling, dan disestesia pada malam hari, dan dapat
terbangun dari tidur. Fenomena ini dikenal dengan brachialgia paresthetica nocturna. Saat
tidur, fleksi, atau ekstensi pergelangan tangan yang persisten menyebabkan peningkatan
tekanan pada terowongan karpal, iskemia saraf, dan akibatnya parestesi. Pasien sering
terbangun dari tidur dan perlu menggoyangkan tangannya untuk menghilangkan rasa nyeri
(Prakoso & Kurniawaty, 2017).
26
D. Pemeriksaan dan Test CTS

Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan


perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik, dan otonom tangan. Beberapa
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah
(Prakoso & Kurniawaty, 2017):

a. Phalen's test: Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa
penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.
b. Torniquet test: Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan torniquet dengan
menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik.
Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
c. Tinel's sign: Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan
posisi tangan sedikit dorsofleksi.
d. Flick's sign: Penderita diminta mengibasibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-
jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS.
Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
e. Thenar wasting: Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otototot tenar
f. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan
alat dynamometer.
g. Wrist extension test: Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila
dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa
CTS.
h. Pressure test: Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu
jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign): Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh
dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosis.

27
j. Pemeriksaan sensibilitas: Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (twopoint
discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap
positif dan menyokong diagnosis.
k. Pemeriksaan fungsi otonom: Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan
keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah inervasi nervus
medianus. Bila ada akan mendukung diagnosis CTS Dari pemeriksaan provokasi diatas
phalen test dan tinel test adalah test yang patognomonis untuk CTS.
E. Terapi CTS

Adapun terapi langsung terhadap CTS yaitu Terapi konservatif dan terapi operatif.
Terapi konservatif antara lain mengistirahatkan pergelangan tangan, obat anti inflamasi
non steroid, pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan dimana bidai dapat
dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu, injeksi steroid
deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40
mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no. 23 atau 25
pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon
musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu
atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan
setelah diberi 3 kali suntikan. Selanjutnya, kontrol cairan, misalnya dengan pemberian
diuretika. Pemberian vitamin B6 (piridoksin). Diberikan piridoksin 100-300 mg/hari
selama 3 bulan. Terakhir dengan fisioterapi, ditujukan pada perbaikan vaskularisasi
pergelangan tangan.

Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan
tangan. Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan
terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-
otot tenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling
nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa
tindakan operasi mutlak dilakukan hila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-
otot tenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang
persisten.

28
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal,
tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik
memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi
karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi
operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau
anomali maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka
(Prakoso & Kurniawaty, 2017).

29
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

PENGKAJIAN KESEHATAN KELUARGA


DALAM KOLABORASI ANTAR PROFESI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA I
Jl. Wijayakusuma Raya No 47-48 Cilandak Jakarta Selatan
1. Nama Keluarga : Tn. D

2. Alamat Rumah : Perumahan Pamulang Elok Blok J2 No.16 Rt.03/Rw.014 Kelurahan Pondok Petir

3. Suku Bangsa : Jawa

4. Agama : Islam

5. Tipe Keluarga :

6. Status Sosial Ekonomi ( penghasilan keluarga, pengeluaran, simpanan keluarga, pengelola keuangan ) : pasien
tidak memiliki penghasilan tetap karena suami dan istri adalah wiraswasta namun pasien selalu
mendapatkan uang bulanan dari anak mereka. Pasien memiloih simpanan berupa emas dan simpananan
DATA IDENTITITAS

bank
No Nama Jenis Usia Hubungan Pendidikan Pekerjaan Status Masalah Kes
Kel imunisasi saat ini
1. Tn. D L 65 Kepala SLTA Wiraswasta Merasa pegal
tahun Keluarga linu saat setelah
bekerja dan
Riwayat op
retina mata
2. NY. N P 60 Isteri SLTA Wiraswasta Otot kaki dan
tahun sendi kaki terasa
pegal setelah
aktivitas,
Riwayat
hipertensi,dan
batu empedu

Riwayat Kesehatan
Keluarga sebelumnya :

1. Karakteristik Rumah a. Status kepemilikan rumah, jenis rumah, luas rumah, jumlah ruangan,
kebersihan rumah: Rumah kontrakan, 1 lantai, 2 kamar tidur, 2 kamar mandi,
DATA KONDISI RUMAH & LINGKUNGAN

1 ruang tamu, 1 dapur dan ruang makan, 1 garasi, 1 gudang


b. Ventilasi, pencahayaan
c. Sumber air & kondisi air : Sumur disimpan di toren Kondisi air baik

d. Pengelolaan sampah : diambil petugas 2 minggu sekali

e. Jamban keluarga : baik

f. Pengelolaan air limbah : baik, dialirin ke sungai

g. Hewan Peliharaan & Vektor penyakit (lalat, nyamuk,dll) : sering dijumpai


nyamuk dekat dengan pepohonan dan sungai
30
h. Ancaman ( Polusi, kebakaran, banjir dll) : -
2. Karakteristik Cukup suportif dan terjalin baik
Tetangga &
Komunitas
3. Mobilitas keluarga Menggunakan kendaraan pribadi
4. Fasilitas Kesehatan & BPJS tingkat I dan menggunakan sepeda motor
sosial yg digunakan

5. Alat Komunikasi & Alat komunikasi yang digunakan adalah telfon genggam dan pasien
Transportasi yg menggunakan sepeda motor untuk mobilitas sehari – hari
digunakan keluarga
6. Sistem dukungan Sangat baik , sehingga sportifitas dan silaturahmi masih berjalan dengan baik
sosial keluarga &
jejaring
1. Pola Komunikasi Komunikasi klien baik
STRUKTUR KELUARGA

2. Struktur Kekuatan

3. Struktur Peran Peran yang dilakukan didalam keluarga sudah sesuai dengan masing – masing
peran

4. Nilai-nilai Keluarga Tidak ada norma dan adat yang menyimpang

STA PEMERIKSAAN FISIK


No Aspek Nama Anggota Keluarga
Tn. D Ny. N Nn.D
(Kepala (Istri) (Anak)
Keluarga)
1. Masalah Kes Post Operasi Batu Empedu Gastritis
Lalu retina mata
2. Masalah Kes Darah rendah Otot kaki dan Tidak ada
Kini sendi kaki
terasa pegal
setelah aktivitas
3. BB & Tinggi 69 kg 50 kg 38 kg
STATUS KESEHATAN MASING-MASING ANGGOTA KEL

Badan 165 cm 155 cm 155 cm


4. IMT 25,55kgm2 20,83kgm2 15,83 kgm2
(berlebih) (Normal) (Kurus)
5. Tekanan darah 120/80 mmHg 145/90 mmHg 90/60 mmHg
6. RR & HR 18x/82x 20x/80x 20x/82x
7. Kepala Bersih, tidak Bersih, tidak Bersih, tidak
ada ketombe ada ketombe ada ketombe
8. Mata Ananemis Ananemis Ananemis
9. Gigi Bersih Bersih Bersih
10. Mulut Bersih Bersih Bersih
11. Telinga Bersih Bersih Bersih
12. Leher Normal Normal Normal
13. Paru-paru Normal Normal Normal
14. Payudara Tidak Tidak dilakukan Tidak dilakukan
dilakukan
15. Jantung Tidak Tidak dilakukan Tidak dilakukan
dilakukan
16 Pencernaan Tidak Tidak dilakukan Tidak dilakukan
dilakukan
17 Perkemihan Tidak Tidak dilakukan Tidak dilakukan
dilakukan
18 Genitalia Tidak Tidak dilakukan Tidak dilakukan
dilakukan
17 Punggung Normal Normal Normal
18 Ekstremitas 5555/5555 5555/5555 5555/5555
atas
19 Ekstremitas 5555/5555 5555/5555 5555/5555
bawah 31
20 Riwayat covid Tidak Tidak Tidak
PEMERIKSAAN GIGI ANGGOTA KELUARGA Nama anak : Nn. D
No Aspek Yg Tn. Ny. Nn.
Diperiksa O S D
1. Luka pada Bibir T T T
& mulut
2. Sariawan T T T
3. Lidah Kotor T T T
4. Luka lainnya T T T X
5. Gigi berlubang T Y Y
6. Gigi Mudah T T T
berdarah
7. Gusi bengkak T T T Nama Ibu Ny. N
8. Gigi kotor/plak Y Y Y
& sisa makanan
9. Karang gigi Y Y Y
10. Susunan gigi T T T
depan tidak
teratur
X X
11. Menyikat gigi Y Y Y
minimal 2
X/hari
12. Pernah dirawat Y Y Y
terkait dgn gigi
& mulut

PENGKAJIAN FAKTOR RISIKO ANGGOTA KELUARGA


No Faktor Risko Tn. Ny. Nn.
O S D
1. Kurang Aktifitas T T T
2. Merokok Y T T
3. Kadar kolesterol ↑ T T -
4. Kurang makanan T T T
berserat
(sayur/buah)
5. Hipertensi T Y T
6. Diabetes Mellitus T T T
7. Stress T T T
8. Minum Alkohol T T T
9. Pengguna T T T
Narkoba
10 Obesitas T T T

Kesimpulan PHBS
Nama : Tn. D
PEMERIKSAAN EKSTRIMITAS BAWAH TUBUH (ORTOTIK PROSTETIK)
ROM MUSCLE STRENGTH Sensasi:
Hip Joint L R L R Cutaneus: Good
Flexion: ( 120) 110 110 4 4 Protective: good
Extension: (30 ) 20 20 4 4 Proprioception: good
Abduction: (45 ) 30 30 4 4
Adduction: (30 ) 30 30 4 4
Internal Rot: (35 ) 35 35 4 4 Tonus otot:
External Rot: (45 ) 40 40 4 4 medium
32
Knee Joint L R L R Muscle Length:
Flexion: (130) 110 110 4 4 Kontraktur: tidak ada
Extension: (0-10) 5 5 4 4 Sendi: tidak ada
Pemendekan Kaki:
Ankle Joint L R L R Tidak ada
Dorsiflexion: (30) 25 25 4 4
Plantarflexion: (45) 40 40 4 4 Deformitas Sendi:
Inversion: (30) 30 30 4 4 Tidak ada
Eversion: (15) 10 10 4 4
Deformitas tulang belakang:
Knee Stability L R Tidak ada
M-L ligaments - -
A-P ligaments - -

Nama : Ny. N

PEMERIKSAAN EKSTRIMITAS BAWAH TUBUH (ORTOTIK PROSTETIK)


ROM MUSCLE STRENGTH Sensasi:
Hip Joint L R L R Cutaneus: good
Flexion: ( 120) 110 110 4 4 Protective: good
Extension: (30 ) 20 20 4 4 Proprioception: good
Abduction: (45 ) 45 45 4 4
Adduction: (30 ) 30 30 4 4
Internal Rot: (35 ) 30 30 4 4 Tonus otot: medium
External Rot: (45 ) 45 45 4 4

Knee Joint L R L R Muscle Length:


Flexion: (130) 120 120 4 4 Kontraktur: hip flexor
Extension: (0-10) 5 5 4 4 Sendi: tidak ada
Pemendekan Kaki:
Ankle Joint L R L R Hip flexor kontraktur 5 derajat
Dorsiflexion: (30) 15 15 4 4
Plantarflexion: (45) 30 30 4 4 Deformitas Sendi:
Inversion: (30) Tidak ada
Eversion: (15)
Deformitas tulang belakang:
Knee Stability L R Tidak ada
M-L ligaments - -
A-P ligaments - -

Nama : Nn. D

PEMERIKSAAN EKSTRIMITAS BAWAH TUBUH (ORTOTIK PROSTETIK)


ROM MUSCLE STRENGTH Sensasi:
Hip Joint L R L R Cutaneus: baik
Flexion: ( 120) 120 120 4 4 Protective: baik
Extension: (30 ) 30 30 4 4 Proprioception:
Abduction: (45 ) 45 45 4 4 Baik
Adduction: (30 ) 30 30 4 4
Internal Rot: (35 ) 35 35 4 4 Tonus otot:
External Rot: (45 ) 45 45 4 4 Medium

Knee Joint L R L R Muscle Length:


Flexion: (130) 130 130 4 4 Kontraktur: tidak ada
Extension: (0-10) 10 10 4 4 Sendi: tidak ada
Pemendekan Kaki:
33
Ankle Joint L R L R Tidak ada
Dorsiflexion: (30)
Plantarflexion: (45) Deformitas Sendi:
Inversion: (30) Tidak ada
Eversion: (15)
Deformitas tulang belakang:
Knee Stability L R Tidak ada
M-L ligaments
A-P ligaments

DATA TAMBAHAN
 Hasil pemeriksaan (14/06/22)
- Gula Darah Sewaktu :
 Ny. N : 124 mg/Dl
 TN. D : 104 mg/Dl
- Asam Urat :
 Ny. N : 4,9 mg/dL

Jakarta, 14 Juni 2022

Tim Pengkajian Data :

Kelompok 2a

34
3.2 DIAGNOSIS
DAFTAR MASALAH KESEHATAN/DIAGNOSIS
NO MASALAH KESEHATAN TANGGAL TANGGAL TANDA PROFESI
/DIAGNOSIS DITEMUKAN TERATASI TANGAN PENANGGUNG
MASALAH MASALAH JAWAB
1. Gangguan rasa nyaman 14/06/2022 15/06/2022 Ners
berhubungan dengan gejala
penyakit ditandai dengan
nyeri kaki bagian kanan
bawah, merasa lelah saat
beraktivitas terus menerus ,
sulit tidur.
2. Defisit pengetahuan 14/06/2022 15/06/2022 Ners
berhubungan dengan kurang
terpaparnya informasi
ditandai dengan klien
memiliki Riwayat Hipertensi
selama ± 5 tahun, sering
mengkonsumsi makanan
berlemak dan makan tidak
teratur.
3. Ny. N usia 60 tahun Post 14/06/2022 15/06/2022 Kebidanan
Menopause dengan
kurangnya informasi tentang
faktor dan gejala
4. Nn. D usia 20 tahun Wanita 14/06/2022 15/06/2022 Kebidanan
Usia Subur dengan kurang
nya informasi tentang
Pentingnya SADARI
5. Gangguan rasa nyaman pada 14/06/2022 15/06/2022 Kesehatan Gigi
gigi ditandai dengan rasa
sakit dan ngilu saat
mengunyah makanan
6. Gangguan rasa nyaman pada 14/06/2022 15/06/2022 Kesehatan Gigi
gigi dikarenakan hilangnya
gigi geligi disebabkan karies
7. Melakukan Thomas Test : 14/06/2022 15/06/2022 OP
Mengecek kontraktur otot
flexi paha
8. Pengecekan adanya 14/06/2022 15/06/2022 OP
kontraktur pada otot
gastrocnemius dan soleus

35
9. Melakukan Allen Test dan 14/06/2022 15/06/2022 OP
Phallen test : Mengecek
adanya tanda positif dari
Sindrom Carpal Tunnel dan
lancarnya peredaran darah
arteri dan vena pada
pergelangan tangan.

36
PERENCANAAN KEBIDANAN

No Diagnosis Tujuan Kriteria Hasil Rencana Tindakan


1. Ny. N usia Untuk meningkatkan Diharapkan ibu dapat 1. Memberitahu ibu hasil
60 tahun pengetahuan ibu mengerti penjelasan yang pemeriksaan
Post tentang tanda dan telah disampaikan serta 2. Menyiapkan materi tentang
Menopause gejala, dan cara dapat melakukan anjuran tanda dan gejala serta cara
dengan mengatasi nya yang telah diberikan mengatasi gejala menopause
kurangnya 3. Memberikan edukasi
informasi kepada pasien mengenai
tentang menopause
faktor dan 4. Memberikan kesempatan
gejala pada pasien mengenai
menopause edukasi yang telah diberikan
5. Mengevaluasi apakah ibu
telah mengetahui ap aitu
menopause, tanda dan
gejala, dan cara mengatasi
gejala dari menopause
6. Menjelaskan kepada ibu
tentang pentingnya
melakukan pemeriksaan
SADARI
7. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
menopause dan SADARI
berupa penjelasan mengenai
pengertian, jenis, langkah-
langkah dan cara
mengatasinya. Akan
dilakukan memperagakan
pemeriksaan SADARI yang
di ikuti pasien, pemeriksaan
di mulai dengan meraba
bagian payudara,
mengangkat tangan kanan
dan tangan kiri meraba
bagian payudara, begitu
sebaliknya.

37
1. Memberitahu hasil
pemeriksaan
2. Menjelaskan tentang
Nn. D usia untuk meningkatkan Diharapkan pasien dapat pentingnya pemeriksaan
2.
20 tahun pengetahuan tentang mengikuti gerakan yang SADARI
Wanita Usia deteksi dini kanker telah dicontohkan dan 3. Memberikan pendidikan
Subur payudara dengan menerapkan nya kesehatan tentang SADARI
dengan SADARI berupa penjelasan mengenai
kurang nya pengertian, langkah-langkah
informasi dan cara mengatasinya.
tentang Akan dilakukan
Pentingnya memperagakan
SADARI pemeriksaan SADARI yang
di ikuti pasien, pemeriksaan
di mulai dengan meraba
bagian payudara,
mengangkat tangan kanan
dan tangan kiri meraba
bagian payudara, begitu
sebaliknya.
4. Mengevaluasi apakah klien
mampu melakukan Gerakan
yang telah dicontohkan

38
PERENCANAAN KEPERAWATAN

No. Diagnosis Tujuan Kriteria Hasil Rencana Tindakan

1. Gangguan rasa Setelah Keluhan tidak nyaman Terapi Relaksasi


nyaman dilakukan menurun, keluhan Observasi :
berhubungan dengan intervensi 1x24 sulit tidur menurun. 1. Identifikasi penurunan
gejala penyakit jam, status tingkat
ditandai dengan kenyamanan energi,ketidakmampuan
nyeri kaki bagian meningkat berkonsentrasi, atau gejala
kanan bawah, lain yang mengganggu
merasa lelah saat kemampuan kognitif.
beraktivitas terus 2. Periksa ketegangan otot,
menerus , sulit tidur. frekuensi nadi , tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
sesudah Latihan
Terapeutik :
1. Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur Teknik relaksasi
2. Gunakan pakaian longgar
Edukasi :

1. Jelaskan tujuan , manfaat ,


batasan, dan jenis relaksassi
yang tersedia (tarik nafas
dalam)
2. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi
yang nyaman
4. Anjurkan rileks dan
merasakan sesnsasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi
atau melatih Teknik yang
dipilih
6. Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi

39
Observasi :
2.
Defisit pengetahuan Setelah Perilaku sesuai Identifikasi kesiapan dan
berhubungan dengan dilakukan anjuran meningkat, kemampuan menerima
kurang terpaparnya intervensi 1x24 kemampuan informasi
informasi ditandai jam tingkat menjelaskan kembali Terapeutik :
dengan klien pengetahuan yang sudah 1. Sediakan dan media
memiliki Riwayat meningkat dianjurkan meningkat Pendidikan Kesehatan
Hipertensi selama ± , perilaku sesuai 2. Jadikan Pendidikan
5 tahun, sering pengetahuan Kesehatan sesuai
mengkonsumsi meningkat kesepakatan
makanan berlemak 3. Berikan kesempatan untuk
dan makan tidak bertamya
teratur. Edukasi :
1. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
2. Anjurkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
3. Anjurkan keluarga untuk
berperan dalam membantu
klien untuk mengontrol
tekanan darahnya

40
PERENCANAAN KESEHATAN GIGI

No Diagnosis Tujuan Kriteria Hasil Rencana Tindakan

1. Terganggunya Setelah dilakukan Berkurangnya keluhan Melakukan tindakan promotif


fungsi penguyahan intervensi, pasien rasa ngilu pada pasien berupa :
dikarenakan rasa dapat mengetahui 1. Penjelasan mengenai
ngilu pada gigi 36 penyebab dan pengertian lubang gigi
dan 32 diakibatkan penanganan karies 2. Penjelasan mengenai faktor-
karies mencapai faktor lubang gigi
dentin 3. Penjelasan mengenai
penyebab lubang gigi
4. Penjelasan penanganan lubang
2.
gigi

Terganggunya Setelah melakukan


Berkurangnya keluhan Melakukan tindakan preventif
fungsi pengunyahan intervensi, pasien
rasa tidak nyaman pada berupa:
dikarenakan gigi 14, dapat mengetahui
saat makan pada pasien 1. Menjelaskan penanganan
15, 16, 17, 24, 25, penanganan gigi
gigi hilang (missing)
26, 27, 34, 35, 37, hilang dan perawatan
2. Menjelaskan fungsi
44, 45, 47 hilang protesa gigi
protesa gigi
dikarenakan karies
3. Menjelaskan perawatan
protesa gigi

41
PERENCANAAN ORTOTIK PROSTETIK

No. Diagnosis Tujuan Kriteria Hasil Rencana Tindakan


1. Melakukan Mengetahui adanya Kontraktur pada otot Melakukan edukasi kepada pasien
Thomas Test : ketegangan otot fleksi paha sebesar 5 bagaimana cara meletakkan kaki
Mengecek yang mempengaruhi derajat akan berkurang. yang baik saat tidur untuk
kontraktur otot otot bagian betis mengurangi dan menghindari
flexi paha derajat kontraktur flexi paha
semakin memburuk.

Pengecekan Mengetahui adanya Tidak ada hasil. Tidak ada Tindakan.


adanya ketegangan otot dan
2. kontraktur pada pemendekan otot
otot pada gastrocnemius
gastrocnemius dan soleus
dan soleus
Mengetahui adanya Adanya pengurangan
Adanya pemberian saran
Pengecekan tanda positif nyeri, kebas, dan keram
penggunaan alat bantu Carpal
Allen dan Sindrom Carpal pada jari-jari tangan
Tunnel Splinting untuk
Phallen Test Tunnel dan pasien.
mengurangi rasa nyeri, kebas, dan
3. Peredaran Darah
keram pada jari jempol, telunjuk,
Arteri dan Vena
dan jari tengah.
pada pergelangan
tangan

2
.

42
IMPLEMENTASI
TANGGAL NO DIAGNOSIS KEGIATAN & HASIL TANDA TANGAN &
NAMA JELAS
14/06/2022 Dx 1 dan Dx 2 Tim pengkaji mengidentifikasi pengkajian Ners
09.30 keperawatan pada keluarga Ny. N yang berusia 60
tahun, didapatkan hasil :
1. Ny. N mengatakan memiliki Riwayat
hipertensi sejak ±5 tahun, rutin
mengkonsumsi obat amlodipine 5mg
2. Ny. N mengatakan bahwa dirinya sering
merasakan kebas pada lengan saat beraktifitas
berlebih
3. Ny. N mengatakan bahwa kaki sebelah kanan
terasa nyeri setiap sore menjelang malam
sampai merasa sulit tidur
4. Hasil pemeriksaan :
TD : 145/90mmHg
HR : 80x/menit
RR : 20x/menit Ners
Suhu : 36,5°C
BB : 50kg
TB : 155cm
IMT : 20,83
GDS : 124
Asam urat : 4.9

15/06/2022 Dx 1 1. Memberikan informasi tertulis tentang


10.15 persiapan dan prosedur Teknik relaksasi
2. Gunakan pakaian longgar
3. Menjelaskan tujuan , manfaat , batasan, dan
jenis relaksassi yang tersedia (tarik nafas
dalam)
4. Menjelaskan secara rinci intervensi relaksasi
yang dipilih
5. Menganjurkan mengambil posisi yang
nyaman
6. Menganjurkan rileks dan merasakan sesnsasi
relaksasi
7. Menganjurkan sering mengulangi atau
melatih Teknik yang dipilih
Ners
8. Mendemonstrasikan dan latih teknik relaksasi

43
Hasil : Klien terlihat sudah mampu melakukan teknik
relaksasi nafas dalam secara mandiri, dan klien
mengatakan akan melakukan yang dianjurkan
apabila sedang merasakan sakit pada kaki.

- Menyediakan dan media Pendidikan


Kesehatan
- Melaksanakan Pendidikan Kesehatan sesuai
kesepakatan
- Memberikan kesempatan untuk bertamya
- Menganjurkan perilaku hidup bersih dan
sehat
- Menganjurkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat

15/06/2022 Dx 2 - Menganjurkan keluarga untuk berperan

10.20 dalam membantu klien untuk mengontrol


tekanan darahnya

Hasil :

Klien terlihat memahami apa yang disampaikan,


klien juga menunjukan bahwa memahami apa yang
sudah disampaikan dibuktikan dengan klien mampu
menjawab pertanyaan yang disampaikan dan klien
aktif bertanya.

14/06/2022 Dx 3 dan Dx 4 Tim pengkaji kontrak waktu pukul 09.00 WIB Kebidanan
dengan keluarga TN. D untuk melakukan pengkajian
terhadap Ny. N (Lansia) dan Nn. D (Remaja)

Hasil :
1. Ny. N mengalami keluhan keluhan saat ini Otot
kaki dan sendi kaki terasa pegal setelah aktivitas
dan nyeri dibagian pubis. Dan ibu kurang
pengetahuan tentang menopause dan SADARI
2. Nn. D mengatakan memilik Riwayat Gastritis
dan pada masa haid terjadi nyeri disminore dan
Nn. D tidak mengetahui apa itu SADARI

Menetapkan Diagnosa berdasarkan pengkajian yang


telah dilakukan Kebidanan
44
14/06/2022 Hasil :
1. Ny. N usia 60 tahun dengan Post Menopause
2. Nn. D usia 20 tahun Wanita Usia Subur dengan
kurang nya informasi tentang Pentingnya
SADARI

Tim pengkaji untuk melakukan intervensi pada


15/06/2022 keliuarga Tn. D Ny. N (Lansia) dan Nn. D (Remaja) Kebidanan
1. Menyediakan Media Pendidikan Kesehatan
dan Promosi Kesehatan
2. Melakukan Pendidikan Kesehatan dan
Promosi Kesehatan sesuai dengan
kesepakatan
3. Menganjurkan untuk rutin melakukan
pemeriksaan SADARI
4. Menganjurkan strategi untuk menjalani
perilaku hidup bersih dan sehat
Hasil :
Klien terlihat memahami apa yang dijelaskan, klien
juga menunjukan bahwa memahami apa yang sudah
disampaikan dibuktikan dengan klien mampu
mempraktikan tentang SADARI, dan klien mampu
menjawab pertanyaan yang disampaikan dan klien
aktif bertanya saat intervensi berlangsung

14/06/2022 Dx 5 dan Dx 6 Tim pengkaji kontrak waktu pukul 09.00 WIB Kesehatan Gigi
dengan keluarga Tn. D untuk melakukan pengkajian
terhadap Ny. N (Lansia)

Hasil :
1. Ny. N memiliki keluhan kesulitan untuk
mengunyah makanan dikarenakan gigi 14,
15, 16, 17, 24, 25, 26, 27, 34, 35, 37, 44, 45,
47 hilang dikarenakan karies
2. Ny. N memiliki karies mencapai email
dengan klasifikasi karies kelas I pada gigi 36
dan karies mencapai email pada gigi 32
dengan klasifikasi karies kelas 3

15/06/2022 Menetapkan Diagnosa berdasarkan pengkajian yang Kesehatan Gigi


telah dilakukan
45
Hasil :
1. Ny. N mengalami masalah Kesehatan gigi
dan mulut yaitu karies kelas 1 dan 3 mencapai
email
2. Ny. N mengalami masalah pada status
kesehatan gigi dan mulut yaitu hilangnya gigi
geligi (Missing)
Tim pengkaji untuk melakukan intervensi pada
keliuarga Tn. D yaitu Ny. N (Lansia) dan Tn. D
(Lansia)
1. Menyediakan Media Promosi dan
komunikasi berupa video edukasi, leaflet, dan
alat peraga (phantom gigi)
2. Menayangkan video edukasi kepada Ny. N
dan Tn. D tentang cara memelihara
Kesehatan gigi dan mulut
3. Mengajarkan cara memilih sikat gigi yang
baik untuk gigi
4. Memperagakan cara menyikat menyikat gigi
yang baik dan benar
Hasil :
Klien memahami dan aktif bertanya seputar
kesehatan gigi dan mulut yang dialami dan mampu
menjawab pertanyaan seputar materi yang telah
disampaikan.

14/06/2022 Dx 7, Dx 8, Dx 9 Tim pengkaji kontrak waktu pukul 09.00 WIB OP


dengan keluarga Tn. D untuk melakukan pengkajian
terhadap Ny. N (Lansia).

Hasil :
- Ny. N mengalami keluhan kebas, keram, dan
nyeri pada bagian posterior lateral betis.

Menetapkan Diagnosa berdasarkan pengkajian yang OP


15/06/2022 telah dilakukan
Hasil :
- Ny. N memiliki Sindrom Carpal Tunnel

Tim pengkaji untuk melakukan intervensi pada


Ny. N (Lansia)
46
1. Menyarankan menggunakan alat bantu splinting
pada pergelangan tangan untuk mengurangi rasa
nyeri, kebas, dan keram pada jari jempol,
telunjuk, dan jari tengah.
2. Menyarankan merubah posisi tidur guna
mengurangi derajat kontraktur pada otot fleksi
paha dan menghambat.

Hasil :
Klien terlihat memahami apa yang dijelaskan, klien
juga menunjukan bahwa memahami apa yang sudah
disampaikan dibuktikan dengan klien bertanya
Kembali bagaimana cara mendapatkan alat bantu
splinting pergelangan tangan yang diperkenalkan
saat implementasi.

47
CATATAN PERKEMBANGAN MASALAH

TANGGAL NO DIAGNOSIS SOAP TANDA TANGAN


(SUBJEK, OBJEK, ANALIS,
PLANNING)
15/06/2022 Ny. N usia 60 S : Ny. N mengatakan menopause 7 Kebidanana
tahun Post tahun yang lalu dengan keluhan
Menopause dengan saat ini Otot kaki dan sendi kaki
kurangnya terasa pegal setelah aktivitas dan
informasi tentang nyeri dibagian pubis
faktor dan gejala
menopause O:
- KU : Baik
- TD : 145/90 mmhg
- N : 80x/menit
- Rr : 20x/menit
- BB : 50 kg
- TB : 155 cm

A : Ny. N usia 60 dengan


menopause

P:
1. Memberitahu ibu tentang hgasil
pemeriksaan yang telah
dilakukan
2. Menganjurkan ibu untuk istirahat
yang cukiup kurang lebih 8 -9
jam/hari dan jangan terlalu
banyak bekerja yang
menyebabkan kelelahan
3. Memberitahu ibu tentang gejala
menopause , yaitu :
Gejala panas, sakit atau nyeri
kepala , keluar keringat dimalam
hari, sesak nafas, sulit tidur,
kedinginan, cepat Lelah, linu
atau nyeri sendi, dan kelebihan
berat badan
4. Memberitahu ibu tentang cara
mengatasi keluhan menopause,

48
yaitu : mengkonsumsi vitamin,
olahraga yang cukup, makan
dengan menu seimbang
5. Memberikan ibu Pendidikan
Kesehatan tentang pemeriksaan
SADARI dan mengajarkan
teknik SADARI
15/06/2022 Nn. D usia 20 S : Nn. D mengatakan tidak Kebidanan
tahun Wanita Usia mengetahui SADARI
Subur dengan O:
kurang nya - KU : baik
informasi tentang - Kesadaran : composmentis
Pentingnya - TD : 90/60 mmHg
SADARI - S : 36,5°C
- N : 80 x/m
- Rr : 20 x/m
- TB : 155 cm
- BB : 38 kg
A : Nn. D usia 20 tahun Wanita
Usia Subur dengan kurangnya
informasi tentang pentingnya sadari
P:
1. Memberitahu klien tentang hasil
pemeriksaan
2. Memberitahu klien tentang
pengetian SADARI
3. Memberitahu tentang waktu
yang tepat untuk melakukan
SADARI
4. Mengajarkan klien Langkah –
Langkah melakukan SADARI
5. Menganjurkan untuk tetap
melakukan SADARI secara rutin
setiap bulannya
15/06/2022 Dx 1 S : Klien mengatakan bahwa sudah Ners
memahami mengenai cara
mengurangi rasa sakit
O : Klien tampak lebih rileks dan
mampu melakukan sendiri teknik
non farmakologis untuk mengurangi
rasa sakit pada kaki.
A : masalah gangguan rasa nyaman
49
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan oleh klien
secara mandiri mengenai Teknik
relaksasi yang telah diajarkan.

15/06/2022 Dx 2 S : klien mengatakan bahwa sudah Ners


mengerti dan memahami mengenai
diet pada penyitas hipertensi, klien
juga mengatakan bahwa akan
mengurangi kebiasaan yang
menyebabkan tekanan darah tinggi
O : klien terlihat aktif menjawab
pertanyaan yang diajukan dan klien
aktif bertanya menganai apa yang
sudah disampaikan
A : Masalah deficit nutrisi teratasi
P : Menganjurkan keluarga untuk
berperan dalam membantu klien
untuk mengontrol tekanan darah
klien.

15/06/2022 Ny. N nmerasakan S : pasien merasa kebas dan keram OP


nyeri, keram, dan saat melakukan aktivitas yang terus
kebas pada jari menerus dan tetap pada posisi
jempol, telunjuk, tersebut.
dan tengah. O : pasien memiliki hasil positif saat
setelah melakukan Allen dan
Phallen Test
A : Ny. N umur 60 tahun dengan
Sindrom Carpal Tunnel
P : - menyarankan menggunakan
alat bantu splinting pada
pergelangan tangan dan menyarakan
Gerakan meredakan nyeri.

15/06/2022 Ny. N merasakan S : pasien merasakan Lelah dan OP


nyeri dan Lelah berat pada posterior lateral betis
pada bagian O : memiliki kontraktur fleksi pada
posterior lateral paha sebesar 5 derajat.
betis A : kontraktur fleksi paha sebesar 5
derajat
P : melakukan edukasi bagaimana

50
cara tidur yang benar guna
mengurangi derajat kontraktur dan
mengurangi deformitas yang
mungkin akan terjadi.
Ny. N merasakan S : pasien tidak mengetahui JKG
terganggunya perawatan mengenai protesa gigi
fungsi O:
pengunyahan - DI : 0,5
- CI : 0,5
- OHI-S : 1 (baik)

- D (decay) : 2
- M (Missing) : 14
- F (filling) : 3
- DMF-T : 19

A : Ny. N umur 60 tahun dengan


gigi geligi bagian belakang hilang
karena karies
P : memberikan edukasi tentang
cara menjaga Kesehatan gigi dan
mulut pada lansia

15/06/2022 Ny. N tidak S : pasien kurang memahami JKG


merasakan bahwa masalah dan penanganan seputar
terdapat lubang lubang gigi
gigi pada gigi 36 O :
dan 32 - DI : 0,5
- CI : 0,5
- OHI-S : 1 (baik)

- D (decay) : 2
- M (Missing) : 14
- F (filling) : 3
- DMF-T : 19

A : Ny. N umur 60 tahun dengan


gigi bagian depan dan belakang
mengalami karies mencapai email

P:
1. Memberikan edukasi tentang
51
cara menjaga Kesehatan gigi
dan mulut pada lansia
2. Memberikan edukasi tentang
cara memilih memilih sikat
gigi yang baik
3. Memberikan edukasi tentang
Langkah-langkah menyikat
gigi yang baik dan benar.

52
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian
Telah dilakukan pengkajian oleh mahasiswa Poltekkes Kemenkes Jakarta 1
yang mencakup 4 jurusan yaitu : Keperawatan, Kesehatan Gigi, Kebidanan, dan
Orthotik Prostetik yang telah melakukan pengkajian kepada keluarga Tn. D yang
beralamat perumahan pamulang Elok Blok J2 No. 16 Rt. 03/ Rw. 014 kelurahan
pondok petir dan didapatkan data sebagai berikut :

Tn. D tinggal dilingkungan perumahan pamulang Elok Blok J2 No. 16 Rt.


03/ Rw. 014 kelurahan pondok petir, Tangerang Selatan. Berusia 65 tahun,
pekerjaan Wiraswasta. Tn. D menempati pribadi bersama satu istri dan satu
anaknya yaitu Ny. N (61 tahun) dan Nn. D(20 tahun), kondisi rumah bersih,
ventilasi serta pencahayaannya baik, sumber dan kondisi air bersih dan tersimpan
di dalam toren air, untuk pengelolaan sampah ditangani oleh petugas tiap 2 minggu
sekali, untuk pengelolaan air limbah di alirka ke sungai dan terdapat hewan
peliharaan dan vektor penyakit seperti lalat, nyamuk,dll yang di jumpai di area
kebun dan sungai.

Terdapat masalah kesehatan pada Tn. D yaitu : pasien mengeluh sering


merasa pegal linu ketika setelah bekerja. Juga terdapat masalah pada Ny. N yaitu:
pasien mengeluh sering merasa nyeri pada kaki bagian kanan bawah , sering merasa
lelah saat beraktivitas terus menerus, kesulitan tidur, dan makan yang tidak
beraturan. Pasien mempunyai riwayat OP retina mata pada Tn. D , serta terdapat
riwayat hipertensi pada Ny. N , riwayat menstruasi menarche usia 13 tahun, siklus
menstruasi 28 hrai, lamanya +/- 5 hari, 3 kali ganti pembalut/ hari, dengan
konsitensi cair, haid terakhir yaitu pada tanggal 14 juni 2022.

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik di dapatkan data untuk Tn. D yaitu :TD 120/80
, Rr 18x/m, Hr 82x/m, BB 69kg TB 165 dengan hasil IMT yaitu 25,55kgm
/berlebihan, selanjutnya di lanjutkan pemeriksaan fisik secara head to toe, yang di
mulai dari kepala rambut bersih, tidak mudah rontok dan tidak ada ketombe, mata

53
simetris, konjungtiva anemis, gigi bersih, hidung bersih tidak ada polip dan tidak
ada secret, telinga bersih tidak ada secret. Pada pemeriksaan gigi, tidak ada luka
pada bibir dan mulut, tidak terdapat sariawan, lidahnya bersih, terdapat gigi
berlubang, gigi tidak mudah berdarah, tidak ada gusi yang bengkak, gigi kotor/plak
dan sisa makanan, terdapat karang gigi, susunan gigi depan teratur, dan terdapat
riwayat pemeriksaan gigi dan mulut. Tidak ada keluhan mengenai pendengaran,
tidak ada pembengkakan di bagian kelenjar tyroid , vena jugularis, dan pada
kelenjar getah bening. Pada bagian abdomen tidak ada bekas luka operasi, dan tidak
ada nyeri. Pada pemeriksaan punggung tidak terdapat keluhan. Ekremitas atas
shoulder, scapula, arm gap simetris dan tidak ada oedema, pada pemeriksaan
ekremitas bawah pelvic simetris dan tidak ada oedema, Reflek patella +/+.

Pemeriksaan fisik pada Ny. N TD 145/90 , Rr 18x/m, Hr 82x/m, BB 50 kg


TB 155 dengan hasil IMT yaitu 20,83kgm /normal, selanjutnya di lanjutkan
pemeriksaan fisik secara head to toe, yang di mulai dari kepala rambut bersih, tidak
mudah rontok dan tidak ada ketombe, mata simetris, konjungtiva tidak anemis, gigi
bersih, hidung bersih tidak ada polip dan tidak ada secret, telinga bersih tidak ada
secret. Pada pemeriksaan gigi, tidak ada luka pada bibir dan mulut, tidak terdapat
sariawan, lidahnya bersih, tidak terdapat gigi berlubang, gigi tidak mudah berdarah,
tidak ada gusi yang bengkak, gigi kotor/plak dan sisa makanan, terdapat karang
gigi, susunan gigi depan teratur, dan terdapat riwayat pemeriksaan gigi dan mulut.
Tidak ada keluhan mengenai pendengaran, tidak ada pembengkakan di bagian
kelenjar tyroid , vena jugularis, dan pada kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan
payudara di dapatkan, mamae tidak ada benjolan, areola berwarna coklat, tidak ada
pengeluaran, pemeriksaan sadanis bentuk simetris, dan tidak ada
benjolan/pembengkakan. Pada bagian abdomen tidak ada bekas luka operasi, dan
tidak ada nyeri. Pada pemeriksaan punggung tidak terdapat keluhan nyeri.
Ekremitas atas shoulder, scapula, arm gap simetris dan tidak ada oedema, pada
pemeriksaan ekremitas bawah pelvic simetris dan tidak ada oedema, Reflek patella
+/+.

54
Pemeriksaan fisik pada Nn. D TD 90/60 , Rr 20x/m, Hr 82x/m, BB 38 kg TB 155
dengan hasil IMT yaitu 18,83kgm /kurus, selanjutnya di lanjutkan pemeriksaan
fisik secara head to toe, yang di mulai dari kepala rambut bersih, tidak mudah rontok
dan tidak ada ketombe, mata simetris, konjungtiva tidak anemis, gigi bersih, hidung
bersih tidak ada polip dan tidak ada secret, telinga bersih tidak ada secret. Pada
pemeriksaan gigi, tidak ada luka pada bibir dan mulut, tidak terdapat sariawan,
lidahnya bersih, terdapat gigi berlubang, gigi tidak mudah berdarah, tidak ada gusi
yang bengkak, gigi kotor/plak dan sisa makanan, terdapat karang gigi, susunan gigi
depan teratur, dan terdapat riwayat pemeriksaan gigi dan mulut. Tidak ada keluhan
mengenai pendengaran, tidak ada pembengkakan di bagian kelenjar tyroid , vena
jugularis, dan pada kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan payudara di dapatkan,
mamae tidak ada benjolan, areola berwarna coklat, tidak ada pengeluaran,
pemeriksaan sadanis bentuk simetris, dan tidak ada benjolan/pembengkakan. Pada
bagian abdomen tidak ada bekas luka operasi, dan tidak ada nyeri. Pada
pemeriksaan punggung tidak terdapat keluhan nyeri. Ekremitas atas shoulder,
scapula, arm gap simetris dan tidak ada oedema, pada pemeriksaan ekremitas
bawah pelvic simetris dan tidak ada oedema, Reflek patella +/+.

4.2 Masalah Kesehatan


Dalam keperawatan masalah kesehatan terdapat pada Ny. N yaitu
terdapatnya gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit ditandai
dengan nyeri kaki bagian kanan bawah, merasa lelah saat beraktivitas terus menerus
disertai dengan kesulitan susah tidur, dan terdapat riwayat hipertensi yang di
sebabkan kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak secara berlebihan dan
disertai kebiasaan makan yang tidak teratur. Dalam kebidanan terdapat masalah
kesehatan pada Ny. N yaitu kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai tanda-
tanda menopause, serta masalah kesehatan pada Nn. D yaitu kurangnya
pengetahuan mengenai pentingnya pemeriksaan SADARI. Dalam kesehatan gigi
masalah kesehatan yaitu terdapat pada Ny. N yang mengalami ketidaknyamanan
pada saat mengunyah makanan yang di sebabkan karena pencabutan gigi di bagian
belakang, karena hal tersebut Ny. N mengunyah hanya bisa di lakukan bagian
depan saja sehingga Ny. N sedikit kesusahan untuk mengunyah makanan. Dalam

55
profesi orthotik prostetik terdapat masalah kesehatan yaitu pada Ny. N yaitu kebas
dan keram dibagian jari jempol, telunjuk, dan jari tengah serta nyeri di bagian kaki
bawah kanan.

4.3 Rencana asuhan profesi


Rencana asuhan yang akan diberikan pada Ny. N yaitu untuk profesi
keperawatan yaitu untuk dibagian masalah kesehatan mengenai gangguan rasa
nyaman akan dilakukan observasi ulang mengenai kebiasaan pasien dan dilanjutkan
dengan penyuluhan mengenai cara mengatasi gangguan rasa nyaman yang di alami
oleh Ny. N, dan untuk masalah kesehatan mengenai kurangnya pengetahu an ibu
mengenai hipertensi dan akan dilakukan penyulungan mengenai faktor
penyebab,cara mencegah dan cara mengatasi hipertensi. Untuk profesi kebidanan
untuk bagian masalah kesehatan pada Ny. N mengenai kurangnya pengetahuan ibu
mengenai tanda dan gejala menopause akan dilakukan penyuluhan pendidikan
kesehatan mengenai tanda dan gejala menopause, untuk masalah kesehatan pada
Nn. D yaitu mengenai kurangnya mengetahui pentingnya deteksi dini SADARI dan
akan dilakukan penyuluhan mengenai pentingnya SADARI dan akan di berikan
pengetahuan bagaiman cara melakukan SADARI.

Untuk profesi kesehatan gigi yaitu mengenai keluhan Ny. N yang mengeluh
terganggunya fungsi pengunyahan yang di karenakan rasa ngilu pada gigi 36 dan
32 yang di akibatkan karies mencapai dentis dan terganggunya fungsi pengunyahan
yang di karenakan gigi 14, 15, 16, 17, 24, 25, 26, 27, 34, 35, 37, 44, 45, 47 yang
hilang dikarenakan karies, dan profesi kesehatan gigi melakukan pendidikan
kesehatan mengenai promotif, preventif, dan edukasi mengenai gangguan
ketidaknyamanan yang Ny. N rasakan pada saat mengunyah. Untuk profesi
orthotic prostetik yaitu untuk mengenai keluhan Ny. N yaitu kebas dan keram
dibagian jari jempol, telunjuk, dan jari tengah. keluhan tersebut merupakan gejala
dari penyakit carpal tunnel syndrome dan dari profesi OP akan menyarankan Ny. N
untuk mengggunakan ULO volar cock up desain untuk mengurangi penekanan pada
saraf median, dengan menggunakan alat tersebut dapat mengurangi rasa nyeri serta
Ny. N dapat beraktivitas dengan normal, dan untuk penanganan nyeri bagian kaki

56
bawah kanan profesi OP memberikaan edukasi mengenai untuk mengurangi dan
menghindari nyeri tersebut.

4. 4 Implementasi
Pada hari Rabu 15 Juni 2022 pukul 09.00 kelompok 2A memberikan
pendidikan kesehatan pada Ny. N dan Nn D, di mulai dari profesi keperawatan yang
melakukan observasi ulang dan dilanjutkan dengan memberikan pendidikaan
kesehatan kepada Ny. N mengenai gangguan rasa ketidaknyamanan yang di alami
oleh beliau dan dilanjutkan dengan pendidikan kesehatan mengenai
faktor/penyebab, cara mencegah dan cara mengatasi hipertensi.

Setelah profesi keperawatan memberikan pendidikan kesehatan selnajutnya


di lanjutkan oleh profesi kebidanan yang di mulai dengan memberikan pendidikan
kesehatan mengenai pentingnya pemeriksaan deteksi dini SADARI kepada Nn. D
dan Ny. N dan di lanjutkan dengan pemberian pendidikan kesehatan pada Ny. N
mengenai pengetahuan tentang tanda, gejala menopause, dan cara mengatasi tanda
gejala yang Ny. N rasakan.

Setelah profesi kebidanan memberikan pendidikan kesehatan selanjutnya di


lanjutkan oleh profesi kesehatan gigi yang dimulai dengan melakukan tindakan
promotif, preventif dan edukasi mengenai cara mengatasi gangguan ketidaknyaman
pada Ny. N pada saat mengunyah makanan.

Setelah profesi kesehatan gigi memberikan pendidikan kesehatan


dilanjutkan oleh profesi OP yang di mulai dengan mengedukasi Ny. N bagaimana
cara meletakkan kaki dengan benar pada saat tidur untuk menghindari dan
mengatasi derajat kontraktur flexi paha semakin buruk. Serta memperkenalkan alat
bantu splinting pada pergelangan tangan untuk mengurangi rasa nyeri, kebas, dan
keram pada jari jempol, telunjuk, dan jari tengah

4.5 Evaluasi
Evaluasi asuhan yang telah di lakukan pada hari yang sama yaitu terakhir
kunjungan yaitu pada hari Rabu 15 Juni 2022, setelah dilakukan pengkajian dan
telah dilakukan juga intervensi dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada

57
keluarga Ny. N dan hasilnya pasien merasa senang karena mereka mendapatkan
pengetahuan yang lebih mengenai masalah kesehatan yang mereka alami, serta
dapat menerima pengetahuan yang kami bagikan dan dapat memahami apa yang
sudah kami sampaikan. Ny. N juga dapat menyebutkan kembali tentang bagaiman
cara mengatasi gangguan ketidaknyamanan dan bagaimana cara mengatasi
hipertensi yang Ny. N rasakan. Kemudian ketika penayangan video mengenai
deteksi dini SADARI Nn. D dapat mengikuti caranya dengan baik. Kemudian Ny.
N telah mengetahui juga bagaimana cara mengatasi Ny. N yang kesulitan dalam
mengunyah. Ny. N juga menjadi paham bagaimana cara mengatasi atau
menghindari derajat kontraktur flexi pada paha yang bisa memburuk dan
memahami tentang alat bantu splinting yang kami jelaskan dibuktikan dengan
dengan klien bertanya kembali bagaimana cara mendapatkan alat bantu tersebut
yaitu dengan relaksasi nafas dalam dan cara menggunakan alatnya dengan benar
yaitu alat bantu splin pada pergelangan tangan kanan. Ny. N juga dapat memahami
dengan baik tentang promotif, preventiv dan edukasi mengenai masalah kesehatan
giginya.

58
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kolaborasi atau kerjasama antar profesi kesehatan adalah hal yang
berpengaruh dalam mengoptimalkan pelayanan kesehatan pada pasien (Liaw et al.,
2014). Hubungan kolaborasi dalam pelayanan kesehatan melibatkan sejumlah
tenaga profesi kesehatan dan tentunya dalam melakukan kolaborasi tersebut
terdapat perbedaan pendapat antar tenaga kesehatan. Menurut West et al., (2017)
Sebagian besar kesalahan medis yang mengakibatkan cedera disebabkan karena
masalah komunikasi dan kolaborasi interprofesi. Kolaborasi dalam hubungan kerja
antara tenaga kesehatan merupakan memberikan pelayanan kepada pasien atau
klien dengan melakukan diskusi tentang diagnosa, meakukan kerja sama dalam
asuhan kesehatan, saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing
bertanggung jawab pada pekerjaannya. Pendidikan antarprofesi bisa terjadi apabila
beberapa mahasiswa dari berbagai profesi belajar tentang profesi lain, belajar
bersama satu sama lain untuk menciptakan kolaborasi efektif dan pada akhirnya
meningkatkan outcome kesehatan yang diinginkan. Ada 4 nilai pilar dalam
kompetensi inti pendidikan antarprofesi, nilai dan etik kolaborasi antarprofesi,
Peran dan tanggungjawab, komunikasi antarprofesi, bekerja di dalam tim

Komunikasi dalam kolaborasi merupakan unsur penting untuk


meningkatkan kualitas perawatan dan keselamatan pasien, karena dapat melibatkan
tumpang tindih terjadinya konflik interprofessional dan juga keterlambatan
pemeriksaan jika terdapat salah komunikasi dalam kolaborasi tenaga kesehatan.
Selain itu dalam menjalankan kolaborasi antarprofesi diperlukan suatu pedoman
dari masing-masing profesi yaitu kode etik profesi. Hal ini akan menjadi landasan
masing-masing profesi agar menjalankan tugas dan wewenang sesuai dengan kode
etik masing-masing profesi agar tidak terjadi tumpang tindih wewenang atau
tanggung jawab antarprofesi

59
5.2 Saran
A. Saran untuk mahasiswa
Diharapkan mahasiswa bisa lebih aktif dalam kegiatan kolaborasi antarprofesi
B. Saran untuk instansi
Lebih meningkatkan hubungan antara jurusan yang satu dengan jurusan yang
lainnya supaya lebih kompak
C. Saran untuk profesi
Diharapkan agar masing-masing profesi dapat membina kerjasama dan
kolaborasi yang baik dengan profesi lainnya dan menghilangkan sifat ingin
menang sendiri dari masing-masing profesi
D. Saran untuk pelayanan kesehatan
Diharapkan sebagai tenaga kesehatan dapat lebih baik dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam memberikan pelayanan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif

60
DAFTAR PUSTAKA

Fardiansyah, D. (2019). PERBEDAAN NILAI AKTIVITAS KONSTRUKSI,


KOLABORASI DAN MOTIVASI DALAM PBL INTERPROFESI PADA
MAHASISWA FARMASI, KEPERAWATAN DAN KEDOKTERAN-
Studi Observasional Analitik di Universitas Islam Sultan Agung Semarang
(Doctoral dissertation, Universitas Islam Sultan Agung).

Kusuma, M. W., Herawati, F., Setiasih, S., & Yulia, R. (2021). Persepsi Tenaga
Kesehatan dalam Praktik Kolaborasi Interprofesional di Rumah Sakit di
Banyuwangi. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 20(2), 106-113.

Israbiyah, S. R., & Dewi, E. (2016). Persepsi Mahasiswa Tentang Interprofessional


Education (Ipe) Di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. (2022).


“Masalah dan Tantangan Kesehatan Indonesia Saat Ini”,
https://kesmas.kemkes.go.id/konten/133/0/masalah-dan-tantangan-
kesehatan-indonesia-saat-ini, diakses pada 12 Juni 2022 pukul 21.30 WIB.

Anwar, H., & Rosa, M. (2019). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Meningkatkan


Komunikasi dan Kolaborasi dengan Interprofessional Education (IPE):
iterature Re-view. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Edisi Khusus, 91–
101.

Eko Suparni, I., & Yuli Astutik, R. (2016). Menopause Masalah dan
Penanganannya. PENERBIT DEEPUBLISH.
https://www.google.co.id/books/edition/Menopause_Masalah_dan_Penang
anannya/I9kwDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=menopause&printsec=fro
ntcover

Fakhriatul Falah. (2020). Manfaat Yang Didapatkan Mahasiswa Dalam Mengikuti


Interprofessional Education (Ipe) Dengan Pendekatan Case Study. Bina

61
Generasi : Jurnal Kesehatan, 11(2), 1–5.
https://doi.org/10.35907/bgjk.v11i2.149

Hasnawati. (2021). Hipertensi (S. Nahidloh (ed.)). PENERBIT KBM


INDONESIA.
https://www.google.co.id/books/edition/Hipertensi/_EtKEAAAQBAJ?hl=i
d&gbpv=1&dq=konsep+hipertensi+pada+lansia&printsec=frontcover

Manuntung, A. (2018). TERAPI PERILAKU KOGNITIF PADA PASIEN


HIPERTENSI. Wineka Media.
https://www.google.co.id/books/edition/TERAPI_PERILAKU_KOGNITI
F_PADA_PASIEN_HIP/VWGIDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=konsep
+hipertensi&printsec=frontcover

Pratiwi, A. (2021). Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Reproduksi - Google Books


(B. Subchan Agus Santoso (ed.)). Penerbit Lakeisha.
https://www.google.co.id/books/edition/Deteksi_Dini_Gangguan_Kesehat
an_Reproduk/XURIEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=sadari&printsec=fr
ontcover

Prayoga, D., Nurhidayati, T., Risal, M., Siswati, T., Muliana, H., & Sutanto, R.
(2022). BUKU AJAR IPE DAN IPC.
https://books.google.co.id/books?id=ZoZeEAAAQBAJ

PULUNGAN, R. M., & HARDY, F. R. (2020). Edukasi “Sadari” (Periksa Payudara


Sendiri) Untuk Deteksi Dini Kanker Payudara Di Kelurahan Cipayung Kota
Depok. Diseminasi: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 47–52.
https://doi.org/10.33830/diseminasiabdimas.v2i1.756

Retno Pratiwi, A. (2021). Manajemen Klinis Perawatan Gigi pada Ibu Hamil dan
Menyusui. UB Press.
https://www.google.co.id/books/edition/Manajemen_Klinis_Perawatan_Gi
gi_pada_Ibu/e7RTEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=ohis+gigi+adalh&pg
=PA62&printsec=frontcover

62
Sulistyowati, E. (2019). Interprofessional Education (Ipe) Dalam Kurikulum
Pendidikan Kesehatan Sebagai Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan
Maternitas. Jurnal Kebidanan, 8(2), 123.
https://doi.org/10.26714/jk.8.2.2019.123-131

Telaumbanua, C. (2019). Gambaran perilaku kesehatan gigi dan mulut dengan


indeks DMF-T pada lansia di UPT. pelayanan sosial lanjut usia dinas sosial
Binjai. In Politeknik Kesehatan Medan (Vol. 53).

Tim Penulis KAP. (2022). Kolaborasi Antar - Profesi (H. Nurhaeni & R. Chairani
(eds.)). Salemba Medika.

Triana, N. (2018). Interprofessional Education Di Institusi dan Rumah Sakit. CV


BUDI UTAMA.
https://www.google.co.id/books/edition/Interprofessional_Education_Di_I
nstitusi/OMReDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Manfaat+Interprofession
al+Education&pg=PA14&printsec=frontcover

Prakoso, T. D., & Kurniawaty, E. (2017). A Women Aged 65 Years with Carpal
Tunnel Syndrome. J Medula Unila, 7, 144–149.

63
LAMPIRAN MEDIA YANG DIGUNAKAN

A. Leaflet Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan SADARI (Kebidanan)

64
B. Leaflet Tentang Menopause (Kebidanan)

65
C. Leaflet Kebiasaan Sehari – hari Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut
(Kesehatan Gigi)

66
D. PPT Materi tentang Menopause

67
E. Leaflet Carpal Tunnel Splint

68
LAMPIRAN DOKUMENTASI KEGIATAN

A. DOKUMENTASI KEGIATAN PENGKAJIAN

69
70
B. DOKUMENTASI KEGIATAN IMPLEMENTASI DAN EDUKASI

71
72
73

Anda mungkin juga menyukai