Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

DASAR-DASAR ILMU POLITIK: POLITIK GLOBAL

OLEH;

GHINAA VIA SALSABILA (2281040056)

LAITSZA AFZA CAMILA (2281040057)

PROGRAM STUDI
INTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
CIREBON
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tentang Dasar-Dasar Ilmu Politik khususnya Politik
Global.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Cirebon, 07 Desember 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) Rumusan Masalah

Bagaimana pengetahuan dan stigma pengunjung Apotek Mukti Husada

tentang TB?

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat disusun adalah:
1. Bagaimana perkembangan politik dunia?
2. Bagaimana bentuk politik antar bangsa?
3. Bagaimana kebijakan politik luar negeri di Indonesia?
1.3. Tujuan Makalah

Dari rumusan masalah yang telah disusun, maka makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui perkembangan politik dunia
2. Mengetahui bentuk-bentuk politik antar bangsa
3. Mengetahui apa saja kebijakan politik luar negeri Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

2.1.1 Definisi dan Etiologi

TB merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang

disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis(6). Penyakit ini dapat juga

menyebar kebagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe

(6). TB pada manusia ditemukan dalam dua bentuk yaitu:

a. TB primer yaitu jika terjadi pada infeksi yang pertama kali.

b. TB sekunder yaitu kuman yang dorman pada TB primer akan aktif

setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB

dewasa. Mayoritas terjadi karena adanya 13 penurunan imunitas,

misalnya karena malnutrisi, penggunaan alkohol, penyakit maligna,

diabetes, acquired immune deficiency syndrome (AIDS), dan gagal

ginjal(6).

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang

berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm(6). Sebagian besar

komponen M.Tuberkulosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman

mampu bertahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor

fisik(6). Mikroorganisme ini bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak

oksigen(6). Oleh karena itu, M.Tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru-

paru yang kandungan oksigennya tinggi(6). Daerah tersebut menjadi tempat yang

kondusif untuk penyakit TB(6).

2.1.2 Gejala dan Penularan


Menurut Depkes RI 2008, TB memberikan gejala berupa batuk terus-

menerus dan berdahak selama 2 minggu atau lebih(1). Gejala lain yang sering

dijumpai adalah :

1. Dahak bercampur darah

2. Batuk darah

3. Sesak nafas dan nyeri dada

4. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang

enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam

meriang lebih dari sebulan(1).

Gejala tersebut di atas dijumpai pula pada penyakit paru selain TB(1).

Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)

dengan gejala tersebut harus dianggap sebagai seorang ”suspek tuberkulosis” atau

tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung(1).

Menurut saferi dan Mariza (2017) Individu yang beresiko tinggi untuk

tertular TB adalah(6):

1. Mereka yang kontak dengan seseorang yang mempunyai penyakit TB

aktif

2. Individu imunosupresif (lansia, pasien dengan kanker, mereka yang

terinfeksi dengan HIV).

3. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya

(misalnya diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).

4. Individu yang tinggal diperumahan supstandard kumuh

5. Petugas kesehatan.
2.1.3 Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT)(1).

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip sebagai berikut(1):

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian

OAT - kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan

sangat dianjurkan.

2. Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung atau directly observed treatment (DOT) oleh

seorang pengawas menelan obat (PMO).

3. Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

A. Tahap Intensif (2-3 bulan)

Agar tidak terjadi kekebalan terhadap obat TB (rifampisin), penderita TB

perlu mendapat pengobatan setiap hari(7). Apabila pengobatan dilakukan

secara tepat maka penderita yang awalnya menular menjadi tidak menular

dalam kurun waktu dua minggu(7). Pengobatan pada tahap ini biasanya

dilakukan oleh penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif(7).

B. Tahap Lanjutan (4-7 bulan)

Pada tahap ini penderita bisa sembuh membutuhkan waktu yang lama

namun jenis obat yang lebih sedikit(7). Agar tidak terjadi kekambuhan,
tahap lanjutan sangat penting karena untuk membunuh kuman persistent

yang bisa menyebabkan kekambuhan penyakit(7).

Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO(7).

Dosis serta jenis obat anti tuberkulosis yaitu(7):

a. Isoniazid (H)

Obat ini juga disebut asam isonikotin hydrazide (INH) dan bersifat

bakterisid, obat jenis ini dalam beberapa hari pertama pengobatan bisa

membunuh populasi kuman serta efektif untuk kuman dalam keadaan

metabolik yang aktif (sedang berkembang). Dosis harian yang

dianjurkan adalah 5 mg/kg, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3

kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

b. Rifampisin (R)

Obat ini bersifat bakterisid, yaitu bisa membunuh kuman semi-

dormant (persistent) yang tidak bisa dibunuh oleh INH. Dosis 10

mg/kgBB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermitten

3 kali seminggu.

c. Pirazinamid (Z)

Obat ini bersifat bakterisid, yaitu bisa membunuh kuman yang ada di

dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25

mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu

diberikan dengan dosis 35 mg/kgBB.

d. Streptomisin (S)

Obat ini bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan yaitu 15

mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu


yaitu dengan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun

dosisnya menjadi 0,75 gr/hari, sedangkan untuk yang berumur 60 atau

lebih diberikan dosis 0,50 gr/hari.

e. Etambutol (E)

Obat ini bersifat bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan yaitu 15

mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu

digunakan dosis 30 mg/kgBB.

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia(7):

a. Kategori I (2HRZE/4H3R3)

Pada tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),

Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) diberikan setiap hari selama 2

bulan (2HRZE). Diteruskan dengan tahap lanjutan yaitu Isoniazid (H)

dan Rifampisin (R) yang diberikan 3 kali seminggu selama 4 bulan

(4H3R3). Pengobatan kategori 1 diberikan pada penderita TB BTA

positif, TB BTA negatif rontgen positif yang sakit berat, TB ekstra

paru berat.

b. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Pada tahap intensif diberikan selama 3 bulan yaitu terdiri dari 2 bulan

dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E)

dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan dengan

Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E)

setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5

bulan dengan HRE yang diberikan 3 kali dalam seminggu. Perlu

diperhatikan saat penyuntikan streptomisin diberikan setelah penderita


selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh,

gagal dan dengan pengobatan lalai.

c. Kategori III (2HRZ/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan

Pirazinamid (Z) diberikan setiap hari selama 2 bulan, kemudian

diteruskan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini

untuk penderita TB baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan

dan ekstra paru ringan.

d. Kategori IV: OAT sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif

dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan

kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat

sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

2.2 Stigma Masyarakat tentang TB

2.2.1 Definisi Stigma

Stigma merupakan salah satu label negatif yang diberikan oleh

seseorang/kelompok orang kepada orang lain, yang mana stigma tersebut dapat

berkaitan dengan adanya suatu penyakit kronis maupun menular(7). Stigma yang

berkaitan dengan masalah kesehatan/penyakit sebagai proses sosial atau

pengalaman pribadi yang ditandai dengan pengucilan, penolakan, celaan, atau

devaluasi karena adanya anggapan sosial yang merugikan tentang individu

tersebut maupun kelompok(7). Stigma juga adalah segala bentuk atribut fisik dan

sosial yang mengurangi identitas seseorang, mendiskualifikasikan orang itu dari


penerimaan seseorang(7). Sedangkan menurut kamus Bahasa Indonesia, yang

dinamakan stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang

karena pengaruh lingkungan(7).

Menurut Erving Goffman dalam Santoso (2016) apabila seseorang

mempunyai atribut yang mana atribut tersebut membuatnya berbeda dari orang-

orang yang berada dalam kategori yang sama dengan dia atau orang lain (seperti

menjadi lebih buruk, berbahaya atau lemah), maka dari itu dia akan diasumsikan

sebagai orang yang ternodai(7). Atribut yang sangat memperburuk citra seseorang

inilah yang disebut dengan stigma(7). Stigma adalah segala bentuk atribut fisik

maupun sosial yang mengurangi identitas sosial seseorang, mendiskualifikasi

orang itu dengan penerimaan seseorang(7).

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma masyarakat tentang TB

Salah satu penyebab jika seseorang distigma oleh seseorang adalah karena

orang tersebut memiliki penyakit kronik dan menular contohnya TB(7). Penderita

TB yang dilabeli dengan stigma tersebut takut, malu, putus asa dengan penyakit

yang dimilikinya, dijauhi oleh lingkungan sekitar atau orang terdekat, saat

bersosialisasi dengan masyarakat cenderung membatasi diri karena penyakit yang

dimiliki, tidak bisa memecahkan masalah dan sulit mengambil keputusan, serta

merasa rendah diri dengan kondisinya yang sekarang(7). Selain itu dampak atau

penyebab dari stigma ini adalah keterlambatan dalam melakukan diagnosis dan

pengobatan sehingga risiko penularan semakin meningkat(7).

Menurut Moya (2010) stigma bisa membuat penderita TB menjadi stres

psikologis, depresi, ketakutan, masalah dalam pernikahan dan pekerjaan serta

membuat kondisi penyakit menjadi parah(7). Dampak tersebut membuat pasien


TB merasa minder dan tidak punya teman (Hidayati, 2015)(7). Seseorang yang

menderita TB biasanya ditandai dengan berat badan yang turun serta kondisi

lemah yang membuat penderita memiliki rasa takut jika penyakit yang dideritanya

diketahui oleh orang lain(7). Hal tersebut berdampak pada pembatasan interaksi

klien TB dengan lingkungan sosialnya(7). Menurut Erving Goffman dalam

Santoso (2016) ada beberapa yang menyebabkan terjadinya stigma yaitu(7):

a. Takut

Takut adalah penyebab umum bila seseorang distigma. Takut muncul akan

konsekuensi yang didapat jika tertular, bahkan penderita cenderung takut

terhadap pengungkapan kondisi yang sesungguhnya sehingga bisa terjadi

stigma diantara anggota masyarakat atau di kalangan pekerja kesehatan.

b. Tidak menarik

Stigma dapat menyebabkan orang dengan beberapa kondisi dianggap tidak

menarik, salah satunya adalah dalam budaya keindahan lahiriah yang

sangat dihargai. Gangguan pernapasan menjadi sesak, badan terlihat kurus,

seperti yang terjadi dalam kasus lanjutan dari TB akan dihindari oleh

masyarakat karena terlihat berbeda.

c. Kegelisahan

Penderita merasa tidak nyaman dan mereka tidak tahu harus bagaimana

jika berhadapan dengan orang lain dalam kondisi yang dialaminya

sehingga membuat penderita menghindar dari orang lain.

d. Asosiasi

Asosiasi terjadi apabila kondisi kesehatan dikaitkan dengan adanya

kondisi yang menyenangkan antara lain penggunakan terhadap narkoba,


melakukan seks komersial, kemiskinan dan kehilangan pekerjaan serta

orientasi seksual tertentu.

e. Kebijakan atau undang-undang

Penderita TB yang dirawat secara terpisah dan ditempatkan ditempat yang

khusus dari rumah sakit tersebut, contohnya klinik tuberkulosis paru dan

penyakit seksual menular.

f. Kurangnya kerahasiaan

Cara penanganan hasil tes yang dilakukan oleh petugas kesehatan sengaja

diungkapkan padahal orang dengan penyakit tersebut tidak menginginkan

diketahui oleh orang lain. Selain itu pengiriman sesuatu dari puskesmas

yang mana kendara puskesmas tersebut ditandai dengan pro logogram.

2.2.3 Stigma yang beredar di tengah Masyarakat tentang TB

Stigma yang biasa dijumpai pada penderita TB antara lain penyakit TB

yang dikaitkan dengan adanya infeksi HIV, sebuah tindakan yang tidak bermoral

dilakukan oleh penderita, penyakit dapat ditularkan lewat alat makanan, berasal

dari masyarakat ekonomi menengah ke bawah dan orang yang merokok(8).

Apabila orang sekitar mengetahui penderita menderita penyakit TB, maka akan

mendapatkan stigma yang buruk seperti dicemooh, tidak ingin berinteraksi dengan

penderita dan mengatakan bahwa penyakit tersebut adalah sebuah kutukan(8).

Beberapa pasien TB sering melaporkan adanya diskriminasi dari

masyarakat(9). Hal ini karena masyarakat merasa takut tertular penyakit tersebut

(9). Pasien menilai apakah orang lain akan menghindar terhadap dirinya atau

mungkin beberapa pasien akan menghidar dengan jarang bergaul di masyarakat.

stigma dapat menyebabkan stres psikologis, depresi, ketakutan, masalah dalam


pernikahan, masalah dalam pekerjaan dan menambah parahnya kondisi

penyakit(9). Pada masyarakat mungkin dampak-dampak tersebut tidak begitu

berpengaruh. Namun, pasien TB dapat minder dan merasa tidak punya teman(9).
2.3 Kerangka Konseptual

Kasus TB Indonesia per 31 Januari 2019,


dimana secara nasional jumlah kasus TB
paru pada semua tipe tahun 2018 adalah
sebanyak 511.873 jiwa

Angka keberhasilan terapi TB di Indonesia


masih mencapai 85,7% dimana masih dibawah
yang ditetapkan World Health Organization
(WHO) yaitu 90%

Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Keberhasilan
Terapi TB

Kepatuhan Stigma Motivasi Untuk


Masyarakat Masyarakat Sembuh

Pengetahuan
Masyarakat

Survei Pengetahuan dan Stigma Masyarakat


tentang Tuberkulosis

Keterangan
: Dilakukan pengamatan
: Tidak dilakukan pengamatan

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan arah pengambilan data

secara prospektif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Apotek Mukti Husada yang beralamat di Jl.

Manukan Tengah 10A/12, Manukan Kulon, Kecamatan Tandes, Kota Surabaya,

Provinsi Jawa Timur dan dimulai pada bulan Januari sampai bulan April 2023.

3.3 Sampel, Besar Sampel, dan Cara Pengambilan Sampel

3.3.1 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pengunjung apotek yang

memenuhi kriteria di wilayah kerja Apotek Mukti Husada Surabaya periode

Januari sampai dengan April 2023. Dalam penentuan sampel ini, peneliti

menggunakan kriteria sampel baik inklusi maupun eksklusi yang bertujuan

membantu mengurangi bias hasil penelitian.

(1) Kriteria Inklusi

a) Individu berusia 19-55tahun yang berkunjung ke Apotek Mukti Husada

b) Pengunjung yang bersedia mengikuti penelitian

(2) Kriteria Eksklusi

a) Pengunjung yang tidak lengkap mengisi kuesioner penelitian.

3.3.2 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini di tentukan dengan Rumus Cross

Sectional dengan untuk menentukan sampel yaitu :


Z a
1−
d2
n= 2
ρ(1−p)
d

Contoh:

Z a
1−
d2
n= 2
ρ(1−p)
d
2
1,645 . 0,5 .(1−0,5)
n= 2
0,1

2,706 . 0,5 .(0,5)


n= =67,6 dibulatkan menjadi68 orang
0,01

Keterangan:

N = Sampel

Z1-a/d2 = Derajat kepercayaan (1,645)

P = Proporsi (0,5)

d2 = Limit dari error atau presisi absolute (0,1)

Dari hasil perhitungan diperoleh minimum sampel penelitian yaitu 68 orang

dalam periode penelitian.

3.3.3 Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel menggunakan metode accidental sampling

(sampling kebetulan) yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada kenyataan

bahwa mereka kebetulan mengunjungi apotek selama periode penelitian

3.4 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah menggunakan variabel tunggal yaitu

tingkat pengetahuan pengunjung Apotek Mukti Husada Surabaya, tentang

penyakit TB dan stigma pengunjung Apotek Mukti Husada Surabaya, terhadap

penyakit TB.
3.5 Kerangka Operasional

Pengunjung Apotek Mukti Husada

Inklusi :
Inform Consent :
a. Individu berusia 19-55tahun yang
berkunjung ke Apotek Mukti Husada

b. Pengunjung yang bersedia mengikuti


penelitian

Pengetahuan
Kesediaan pengunjung mengisi Tentang TB
kuisioner melalui link Google Form
Stigma
Terhadap TB

Pengolahan Data Ekslusi :


Pengunjung yang tidak lengkap
mengisi kuesioner penelitian
Pembahasan

Kesimpulan

Keterangan
: Dilakukan pengamatan
: Tidak dilakukan pengamatan

Gambar 3.1 Kerangka Operasional

3.6 Instrumen Penelitian


Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner sebagai alat bantu untuk pengumpulan data. Selain itu, disertakan

penjelasan sebelum persetujuan dan informed consent melalui lembar terpisah dari

kuesioner. Lembar persetujuan (informed consent) penelitian diberikan kepada

responden dengan tujuan agar subjek mengetahui maksud dan tujuan peneliti.

Pernyataan mengenai pengetahuan tentang TB yaitu 14 butir pernyataan

dengan skala pengisian kuesioner menggunakan checklist ya, tidak, dan tidak

tahu. Untuk pernyataan stigma terhadap TB yaitu 8 butir pernyataan dengan skala

pengisian kuesioner menggunakan checklist setuju dan tidak setuju,

3.7 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini meliputi :

3.7.1 Pengetahuan Tentang TB

Pengukuran tingkat pengetahuan pasien tentang TB dilakukan dengan

menggunakan metode kuesioner pada Google form sebanyak 14 pernyataan yang

menilai pengetahuan umum pengunjung apotek tentang penyakit TB.

3.7.2 Stigma Terhadap TB

Pengukuran stigma terhadap pasien TB yaitu dengan menggunakan metode

kuesioner pada Google form sebanyak 8 pernyataan yang menilai stigma

pengunjung apotek terhadap pasien TB.

3.8 Teknik Pengumpulan Data

1 Memperkenalkan diri kepada responden yang berkunjung di Apotek Mukti

Husada Surabaya.

2 Memberikan Lembar Penjelasan Sebelum Penelitian (PSP) dan Lembar

Informed Consent kepada responden yang berkunjung di Apotek Mukti Husada


Surabaya. Penelitian ini ditujukan kepada pengunjung Apotek Mukti Husada

yang bersedia mengikuti penelitian.

3 Rensponden yang bersedia mengisi kuesioner di Google form yang berisikan

14 pernyataan yang menilai pengetahuan umum pengunjung apotek tentang

penyakit TB dengan opsi “Ya”, “Tidak”, dan “Tidak Tahu”. Dan 8 pernyataan

yang menilai stigma pengunjung apotek terhadap pasien TB dengan opsi

“Setuju” dan “Tidak Setuju”.

4 Kuesioner yang telah di isi oleh responden dikumpulkan untuk diolah dan

dianalisis datanya.

3.9 Teknik Pengolahan Data

Pada penelitian ini, data jawaban responden dari Google Form di olah

menggunakan Microsoft Excel. Analisa data meliputi:

1) Membuat rekapitulasi hasil kuesioner.

2) Memasukkan skor jawaban masing-masing pertanyaan tiap responden

kedalam tabel.

3) Menghitung jumlah skor tiap responden.

4) Menghitung jumlah skor tiap pertanyaan.

5) Menghitung presentase jawaban benar pada semua soal.

6) Menghitung presentase jawaban salah pada semua soal.

Analsisis yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu deskriptif.

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pengunjung

Apotek Mukti Husada tentang TB. Penilaian pertanyaan apabila jawaban

benar maka diberi poin = 1, jawaban salah maka diberi poin = 0

Klasifikasi pengetahuan responden dibedakan menjadi


1. Pengetahuan baik : 80% - 100% = 12 - 14 Soal benar

2. Pengetahuan cukup : 50% - 79% = 7 - 11 Soal benar

3. Pengetahuan kurang :<50% = Di bawah 7 Soal benar

Adapun rumus untuk mengetahui skor presentase

jumlah jawaban yang benar


persentase = x100%
jumlah seluruh item soal

Untuk stigma responden dinilai dengan poin = 1 untuk jawaban Tidak Setuju

dan poin = 0 untuk jawaban Setuju. Klasifikasi stigma responden dibedakan

menjadi

1. Stigma positif : 37,6% - 100% = poin 4-8

2. Stigma negatif : 0% - 37,5% = poin 0-3

Adapun rumus untuk mengetahui skor presentase

jumlah jawaban yang benar


persentase = x100%
jumlah seluruh item soal

3.10 Rancangan Hasil Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan di Apotek Mukti Husada Surabaya periode

Januari 2023 – April 2023 terhadap 68 pengunjung, di peroleh data pengetahuan

dan stigma terhadap TB dengan data sebagai berikut, dapat dilihat pada Tabel 3.1,

Tabel 3.2, Tabel 3.3, dan Tabel 3.4.

Tabel 3.1 Tingkat Pengetahuan Pengunjung Tentang TB


Persentase
Pengetahuan Jumlah
(%)
Baik

Cukup

Kurang

Tabel 3.2 Tingkat Stigma Pengunjung Terhadap TB

Persentase
Stigma Jumlah
(%)
Positif

Negatif

Tabel 3.3 Distribusi Jawaban Pengunjung Tentang Pengetahuan TB

Tidak Tahu
No Tahu (%)
(%)
TB merupakan penyakit yang disebabkan
1
infeksi bakteri
2 TB merupakan penyakit keturunan
TB merupakan penyakit yang berkaitan
3
dengan perilaku sosial
4 TB sering menyerang paru-paru
TB dapat menyerang organ lain selain
5
paru-paru
Batuk, batuk berdarah, nyeri dada
6
merupakan gejala TB paru
TB dapat ditularkan melalui kontak udara
7
ketika penderita batuk atau bersin
8 Semua orang bisa terinfeksi TB

9 TB dapat dicegah
Menutup mulut dan hidung saat bersin dan
10
batuk dapat mengurangi penularan TB
11 TB dapat disembuhkan
Pasien TB harus diobati rutin di
12 puskesmas, rumah sakit atau fasilitas
kesehatan yang ditunjuk
Pengobatan TB menggunakan antibiotik
13
khusus yang tidak boleh dibeli tanpa resep
14 Pengobatan TB tidak dipungut biaya

No Pernyataan Setuju Tidak


(%) Setuju (%)
1 Pasien TB itu kotor
2 Pasien TB itu terkutuk
3 Pasien TB seharusnya malu
4 Pasien TB harus dibatasi kebebasannya
Pasien TB pasti melakukan hal yang tidak
5
baik dan layak dihukum
6 Pasien TB harus diisolasi
Saya tidak mau berteman/bergaul dengan
7
pasien TB
8 Pasien TB tidak boleh diijinkan bekerja
Tabel 3.4 Distribusi Jawaban Pengunjung Tentang Stigma Terhadap TB
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi PMS. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Penderita TB Paru Dengan


Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis Di Puskesmas Lidah Kulon
Surabaya. :127.

2. Diantara LB, Hasyim H, Septeria IP, Sari DT, Wahyuni GT, Anliyanita R.
Tuberkulosis Masalah Kesehatan Dunia: Tinjauan Literatur. J Aisyiyah Med
[Internet]. 16 Agustus 2022 [dikutip 5 Oktober 2022];7(2). Tersedia pada:
https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/JAM/article/view/855

3. Nusantara StikA. Efektifitas Dukungan Keluarga Dan Motivasi Terhadap


Kepatuhan Minum Obat Oat Pada Pasien TBC Di Wilayah UPTD Puskesmas
Bahagia Tahun 2022. :10.

4. Aini Agnia, Heni Muflihah. Tingkat Kepatuhan Pengobatan Pasien Fase


Intensif Berdasarkan Karakteristik Pasien TB di Puskesmas Rancasalak. J Ris
Kedokt. 9 Juli 2022;57–60.

5. Ngurah G. Pendidikan Kesehatan Tentang Penularan Tuberkulosis Terhadap


Stigma Masyarakat Wisatawan Tentang Tuberkulosis. J Gema Keperawatan
[Internet]. 2018 [dikutip 11 Oktober 2022];11(2). Tersedia pada:
https://www.ejournal.poltekkes-denpasar.ac.id/index.php/JGK/article/view/557

6. Nainggolan EJ. Literatur Review : Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap


Keluarga Dengan Upaya Pencegahan Penularan Tuberculosis Paru. :48.

7. Riris Nur Rizqiya - 162310101054.pdf-.pdf.

8. Rizqiya RN. Hubungan Stigma Masyarakat Dengan Kepatuhan Minum Obat


Pasien TB Paru Di Puskesmas Puhjarak Kecamatan Plemahan Kabupaten
Kediri. J Ilm Kesehat Keperawatan. 28 Juni 2021;17(1):66.

9. Hidayati E. Pengetahuan Dan Stigma Masyarakat Terhadap TBC Setelah


Diberikan Pendidikan Kesehatan Pencegahan Dan Penularan. J Keperawatan
Soedirman. 2015;10:7.

Anda mungkin juga menyukai