5
INFEKSI
DemamTifoid ...........................................................................................18
Difteri ........................................................................................................23
Malaria ......................................................................................................30
Morbili .......................................................................................................38
Omfalitis ...................................................................................................42
PERTUSIS ................................................................................................45
Sepsis .......................................................................................................47
1
DIVISI INFEKSI
2
DIVISI INFEKSI
3
DIVISI INFEKSI
4
DIVISI INFEKSI
5
DIVISI INFEKSI
5.
Ig M Ig G Interpretasi Keterangan
+ - Infeksi primer -
+ + Infeksi sekunder -
- - Tidak terbukti adanya diulang pada fase
Infeksi konvalesens
- + Infeksi pada 2-3 bulan diulang pada fase
sebelumnya konvalesens
6
DIVISI INFEKSI
7
DIVISI INFEKSI
8
DIVISI INFEKSI
9
DIVISI INFEKSI
10
DIVISI INFEKSI
11
DIVISI INFEKSI
Demam Dengue
Kode ICD : A.91
Definisi
Demam Dengue merupakan penyakit demam akut yang dapat disertai manifestasi perdarahan,
disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus
Anamnesis
1. Demam mendadak tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C serta dapat terjadi kejang
demam.
2. Nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri retroorbital, nyeri tenggorok dengan faring
hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut
3. Lesu dan tidak mau makan
4. Ruam makulopapular
5. Manifestasi perdarahan
6. Konstipasi atau diare
7. Depresi umum
Pemeriksaan fisik
1. Demam: 39-40°C, umumnya berakhir 5-7 hari
2. Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher, dan dada
3. Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubellaform
12
DIVISI INFEKSI
4. Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal, lengan atas,
dan tangan (Convalescent rash), berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit
yg normal, dapat disertai rasa gatal
5. Manifestasi perdarahan
a. Perdarahan kulit: uji bendung positif dan/atau petekie
b. Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna (jarang
terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia berat)
6. Tidak terdapat bukti plasma leakage
Kriteria diagnosis
1. Sesuai dengan anamnesis
2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik
Diagnosis klinis Demam Dengue ditegakkan atas dasar:
Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus menerus,bifasik disertai dengan 2 atau
lebih gejala berikut:
sakit kepala
nyeri retro orbital
arthralgia
myalgia
ruam
manifestasi perdarahan
lekopenia <4000/mm3
trombositopenia <150.000/mm3
tidak ditemukan bukti plasma leakage
ditambah minimal satu dari pernyataan berikut:
Bukti serologis infeksi dengue yang mendukung
Adanya kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar rumah
Diagnosis
Demam Dengue
Diferensial diagnosis
Infeksi Virus: Virus Chikungunya, dan penyakit infeksi virus lain seperti Campak,
Campak Jerman, dan virus lain yang menimbulkan ruam; Virus Eipstein
Barr,Enterovirus,Virus Influenza, virus Hepatitis A dan Hantavirus
Infeksi Bakteri: Meningokokus, Leptospirosis, Demam Tifoid, Meiloidosis, Penyakit
riketsia, Demam Skarlatina
Infeksi Parasit: Malaria
13
DIVISI INFEKSI
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit
dan trombosit) serta hitung jenis
2. Pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit berkala
3. Antigen NS1
4. IgG dan IgM Dengue
Ig M Ig G Interpretasi Keterangan
+ - Infeksi primer -
+ + Infeksi sekunder -
- - Tidak terbukti adanya infeksi diulang
- + Infeksi pada 2-3 bulan diulang
sebelumnya
5. SGOT dan SGPT
6. Gula darah sewaktu atas indikasi
7. USG Thoraco Abdominal
Terapi
1. Pengambilan keputusan untuk observasi rawat jalan atau terapi/ rawat inap (Skema 1)
2. Parasetamol
3. Cairan per oral dan atau intravena (Cairan rumatan atau cairan rehidrasi sesuai derajat
dehidrasi apabila kurang asupan atau perdarahan berat yang tidak lazim)
4. Antikonvulsan seperti fenobarbital dan diazepam bila kejang
Edukasi
1. Tirah baring
2. Pengobatan utama adalah cairan
3. Melaksanakan upaya pencegahan 3M +(Meguras, menutup, mengubur tempat
penampungan air, menaburkan bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk,
membersihkan lingkungan, fogging, mencegah gigitan nyamuk)
4. Identifikasi gejala serupa pada lingkungan rumah
5. Formulir pelaporan kasus DBD ke dinas kesehatan untuk diberikan ke RT/RW tempat
tinggal pasien
Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
Level evidens
14
DIVISI INFEKSI
IV
Tingkat rekomendasi
D
Penelaah kritis
Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Dept IKA RSMH Palembang
Taksiran lama rawat
3-5 hari
Indikator Medis
1. Bebas demam 24 jam tanpa antipretik
2. Hemodinamik stabil
3. Kembalinya nafsu makan
4. Perbaikan klinis
5. Produksi urin cukup
6. Trombosit > 50.000, Hematokrit stabil
7. Tidak ada bukti perdarahan baik internal maupun eksternal
8. Tidak muntah dan tidak ada nyeri perut
9. Kembalinya nafsu makan
10. Mulai timbul ruam penyembuhan
Kepustakaan
1. World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines
for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO;
2011.p.1-67.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue Clinical Guidance. Updated 2010
sept 1. Available from: http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html.
3. Dengue Hemorrhagic Fever. Diagnosis, treatment prevention and control. Edisi kedua.
WHO, Geneva, 1997.
4. WHO. Dengue for Diagnosis, treatment, prevention and control. 2009:1-146
5. Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid therapy.
Pediatrics 1957;19:823
6. Demam Berdarah Dengue. Naskah lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak
& Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tata laksana Kasus DBD. Hadinegoro SR,
Satari HI, penyunting. Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
2005.
15
DIVISI INFEKSI
16
DIVISI INFEKSI
17
DIVISI INFEKSI
Ka. Departemen Kesehatan Anak RSMH Ka. Divisi Infeksi & Penyakit Tropis
Demam Tifoid
18
DIVISI INFEKSI
KodeICD : A01.0
Definisi
Demam Tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang disebabkan oleh infeksi
sistemik Salmonella typhi.
Anamnesis
1. Demam lebih dari 7 hari, timbul insidius, naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu
tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi, lisis
pada minggu ketiga (step-ladder temperature chart)
2. Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, nyeri kepala
3. Gangguan GIT: anoreksia, nyeri perut, kembung, diare atau konstipasi, muntah
4. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus
5. Hygienepersonal dan sanitasi kurang
Pemeriksaan fisik
Bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi, gejala yang dapat ditemuikan :
1. Rhagaden
2. Lidah tifoid
3. Rose Spot
4. Bradikardi relatif
5. Meteorismus
6. Hepatomegali
7. Kesadaran dapat menurun, dari apatis, delirium hingga koma
8. Kadang-kadang terdengar ronki pada pemeriksaan paru
Kriteria diagnosis
1. Sesuai dengan anamnesis
2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik
Klasifikasi diagnosis:
Demam Tifoid klinis
Panas lebih dari 7 hari, di dukung gejala klinik lain:
Gangguan GIT : typhoid tongue, rhagaden, anoreksia, konstipasi/ diare
Hepatomegali
Tidak ditemukan penyebab lain dari panas.
Demam Tifoid
Demam Tifoid klinis + Salmonella typhi (+) pada biakan darah, urine atau fees dan/atau
pemeriksaan serologis yang mendukung
19
DIVISI INFEKSI
20
DIVISI INFEKSI
6. Biakan feses saat pulang untuk deteksi karier, kemudian diulangi lagi 1 minggu
kemudian. Apabila 2 kali berturut-turut dalam interval 1 minggu Salmonella (-), berarti
penderita sembuh dan tidak merupakan carrier.
Tatalaksana
1. Antipiretikbilasuhutubuh>38,5°C
2. Antibiotik (berturut-turutsesuailinipengobatan)
Linipertama:
Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kg/hari, oral atau IV, dibagidalam 4
dosisselama 10 – 14 hari, kontraindikasipadaleukosit<2000/µl, dosismaksimal
2g/hariatau
Amoksisilin 150-200 mg/kg/hari, oral atau IV selama 14 hariatau
Kotrimoksazol TMP 4 mg/kg/kali, selama 10 hari
Linikedua/ multidrug resistenS.typhi
Seftriakson 80 mg/kg/hari IVselama 5-7hari
Cefixime 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 2 kali sehari per oralselama 10 hari
Bila pemberian salah satu anti mikroba lini pertama, dinilai tidak efektif, dapat diganti
dengan anti mikroba yang lain atau dipilih anti mikroba lini kedua
KarierS. typhi (S. typhitetapadadalamurinataufesesselamalebihdari 6-12 bulan):
Ampisillin 100 mg/kg/hari, 4x hariatau
Trimetoprim-sulfametoksazol 4-20 mg/kg/hariselama 6-12 minggu
Lakukanpemeriksaan USG
kandungempeduuntukmenentukanadaatautidaknyakolelitiasisataudisfungsikandunge
mpedu
3. Kortikosteroid diberikan pada demam tifoid berat dengan perubahan status mental
(Ensefalopati Tifoid) atau syok yaitu dexametason 3mg/kg/kali (1x) IV, dilanjutkan
1mg/kg/kali, setiap 6 jam sampai dengan 48 jam (penggunaan lebih dari 48 jam akan
meningkatkan angka relaps)
4. Tindakan bedah diperlukan pada penyulit perforasi usus
Edukasi
1. Demam tifoid ringan dapat dirawat di rumah
2. Indikasi rawat:
Demam Tifoid klinis bila ada hiperpireksia, dehidrasi atau KU lemah.
Semua Ensepalopati Tifoid
Semua demam Tifoid dengan komplikasi
21
DIVISI INFEKSI
3. Imunisasi
Vaksin polisakarida (capsular Vi polysacharide) usia 2 tahun atau lebih (IM), diulang
tiap 3 tahun
Vaksin tifoid oral (Ty21-a), diberikan pada usia 6 tahun dengan interval selang sehari
(1,3,5), ulangan setiap 3-5 tahun. Belum beredar di Indonesia, terutama
direkomendasikan untuk turis yang bepergian ke daerah endemik.
4. Tirah baring
5. Isolasi memadai
6. Kebutuhan cairan dan kalori dipenuhi. Diet lunak, mudah dicerna, diet dapat disesuaikan
jika sudah tidak demam.
7. Higiene perorangan dan lingkungan karena penularan melalui fekal oral
Prognosis
Dengan deteksi dini dan tatalaksana yang tepat:
Ad vitam: bonam
Ad sanationam: ad bonam
Ad functional: ad bonam
Tingkat evidens
IV
Tingkat rekomendasi
D
Penelaah kritis
Divisi Infeksi dan Penyakit TropisDepartemen IKA RSMH
Indikator medis
1. Bebas demam 24 jam tanpa antipretik
2. Nafsu makan membaik
3. Perbaikan klinis
4. Tidak dijumpai komplikasi
Taksiran lama perawatan
7-10 hari
Kepustakaan
1. American Academy of Pediatrics. Salmonella infections. Dalam: Pickering LK, Baker CJ,
Long SS, McMillan JA, penyunting. Red Book: 2006 report of the committee in
infectious diseases. Edisi ke-27. Elk Grove Village, IL. American Academy of Pediatrics;
2006, h.579-84.
2. Cleary TG. Salmonella species. Dalam: Dalam : Long SS, Pickering LK, Prober CG,
penyunting. Principles and Practice of Pediatric Infectious Diseases. Edisi ke- 2.
Philadelphia, PA: Elsevier Science; 2003. h. 830-5.
22
DIVISI INFEKSI
3. Cleary TG. Salmonella. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004, h. 912-9.
4. Pickering LK dan Cleary TG. Infections of the gastrointestinal tract. Dalam: Anne AG,
Peter JH, Samuel LK, penyunting. Krugman’s infectious diseases of children. Edisi ke-
11. Philadelphia; 2004, h. 212-3
5. Feigin RD, Demmler GJ, Cherry JD, Kaplan SL. Textbook of pediatric infectious disease,
5th ed. Philadelphia: WB Saunders: 2004.
6. Sumarmo SPS, Herry G, Sri Rezeki SH, Hindra IS. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis.Edisi kedua. Jakarta: IDAI; 2008.
23
DIVISI INFEKSI
Difteri
KodeICD : A.36
Definisi
Difteria merupakan penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh
Corynebacterium diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit
dan/atau mukosa
Anamnesis
1. Riwayat kontak dengan karier, baik melalui droplet, bahan muntahan atau debu
2. Bervariasi mulai dari gejala ringan yang menyerupai common cold dengan gejala demam
tidak terlalu tinggi, pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan
3. Anoreksia, malaise, demam ringan, dan nyeri menelan
4. Suara serak, sesak nafas, lesu, pucat, lemah, dan suara mengorok
Pemeriksaan fisik
1. Difteri nasal anterior:
Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinus dan kemudian mukopurulen
menyebabkan lecet pada nares dan bibir atas
Terdapat pseudomembran putih pada daerah septum nasi
2. Difteri faring atau tonsil
Timbul pseudomembrane yang melekat, berwarna putih kelabu dapat menutup tonsil
dan dinding faring, sukar diangkat meluas ke uvula dan palatum molle atau ke bawah
ke laring dan trakea, yang berdarah saat dilepaskan
Limfadenitis servikal dan submandibular, dapat timbul bullneck bila limfadenitis
terjadi bersama dengan edema jaringan lunak leher yang luas.
Bila terjadi perluasan dari difteria faring maka gejala yang tampak merupakan
campuran gejala obstruksi dan toksemia
Dapat terjadi gagal napas
Dapat terjadi paralisis palatum molle, baik uni- maupun bilateral, disertai kesulitan
menelan dan regurgitasi
3. Pada difteria laring, napas dapat berbunyi, stridor progresif, suara parau dan batuk kering.
Membran dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas, koma dan kematian
4. Gejala obstruksi saluran nafas bagian atas sesuai derajat obstruksi sebagai berikut:
a. Derajat I: Anaktenang, dispneuringan, stridorinspiratoar, retraksisuprasternal
b. Derajat II: Anakgelisah, dispneuhebat, stridormasihhebat, retraksi suprasternal
danepigastrium, sianosisbelumtampak
c. Derajat III: Anaksangatgelisah, dispneumakinhebat, stridormakinhebat, retraksi
suprasternal danepigastriumserta interkostal, sianosis
24
DIVISI INFEKSI
25
DIVISI INFEKSI
26
DIVISI INFEKSI
a. Hari I: Separuh dosis ADS diberikan secara intravena dengan pengenceran 20 kali
dengan NaCl 0,9%atau dekstrose 5%, atau dilarutkan dalam 200 ml NaCl 0,9% atau
dekstrosa 5%, diberikan dalam 4-8 jam (tidak melebihi 1 ml/jam).Bila uji kulit positif
lakukan desensitasidengan cara sebagai berikut (ADS diberikan secara bertahap, sambil
melihat tanda-tanda alergi/ anafilaktik):
27
DIVISI INFEKSI
Algoritma tatalaksana:
Edukasi
1. Tirah baring
2. Prognosis pasien
3. Imunisasi DPT
4. Imunisasi catch up:
28
DIVISI INFEKSI
Prognosis
Ad vitam: dubia ad malam
Prognosis tergantung pada:
• Usia
• Lanjutnya penyakit
• Lokasi
• Patogenisitas bakteri
• Cepat lambatnya pemberian toxin
Hari pertama 0,3% (mortalitas)
Hari kedua 4%
Hari ketiga 12%
> hari ketiga 25%
Adsanationam: bonam
Ad fungsionam: dubia ad bonam
Tingkat evidens
IV
Tingkat rekomendasi
D
Penelaah kritis
Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis IKA RSMH
Indikator medis
29
DIVISI INFEKSI
30
DIVISI INFEKSI
Malaria
Kode ICD : B50-54
Definisi
Malaria merupakan penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh satu atau lebih
spesies Plasmodium, ditandai dengan panas tinggi bersifat intermiten, anemia, dan hepato-
splenomegali yang hidup dan berkembang dalam eritrosit manusaia dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk anopheles betina.
Anamnesis
1. Pasien berasal dari daerah endemis malaria, atau riwayat bepergian ke daerah endemis
malaria dalam 1-4 minggu sebelumnya. Ada riwayat sakit malaria, pernah minum obat
malaria, dan riwayat mendapat transfusi.
2. Demam, lemah, nausea, muntah, tidak ada nafsu makan, nyeri punggung, nyeri daerah
perut, pucat, mialgia, atralgia, dan diare.
3. Pada malaria tanpa komplikasi hanya ditemukan gejala malaria tanpa tanda berat dan
bukti (klinis atau laboratorium) disfungsi organ vital
4. Pada malaria berat didapat keluhan tambahan gangguan kesadaran, demam tinggi, ikterik,
pucat, perdarahan hidung, gusi, atau saluran cerna, nafas cepat atau sesak nafas, warna
urine seperti teh tua atau kehitaman (black water fever), produksi urine sedikit, kejang
dan sangat lemah (prostration).
5. Malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri atas beberapa serangan demam
dengan interval tertentu (paroksisme), diselingi periode bebas demam. Sebelum demam
pasien merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah.
6. Periode paroksisme terdiri atas stadium dingin (cold stage), stadium demam (hotstage),
dan stadium berkeringat (sweating stage).Paroksisme jarang dijumpai pada anak, stadium
dingin seringkali bermanifestasi sebagai kejang. Periode paroksisme berhubungan dengan
ruptur skizon:
P. vivax dan P. ovale: demam tiap 48 jam
P. malariae: demam tiap 72 jam
P. falciparum: demam tidak khas dapat terus menerus
7. Pada pasien dengan infeksi majemuk/campuran (lebih dari satu jenis -- Plasmodium atau
infeksi berulang dari satu jenis Plasmodium), demam terus menerus (tanpa interval),
8. Pada pejamu yang imun gejala klinisnya minimal.
31
DIVISI INFEKSI
Pemeriksaan fisik
1. Demam
2. Pucat pada konjungtiva palpebra atau telapak tangan
3. Splenomegali
4. Hepatomegali
5. Ikterik
6. Pada malaria berat dapat ditemukan tanda klinis lain :
a. Temperatur > 41C
b. Nadi filiformis
c. TD sistolik < 50 mmHg
d. Pucat
e. Takipneu
f. GCS < 11
g. Manifestasi perdarahan
h. Tanda dehidrasi
i. Ikterik
j. Terdengar ronchi
k. Oliguria hingga anuria
l. Kelainan neurologis berupa gejala rangsang meningeal dan atau refleks patologis
Kriteria diagnosis
1. Sesuai dengan anamnesis
2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik
Malaria tanpa komplikasi: infeksi simtomatik dengan parasitemia malaria tanpa tanda berat
dan bukti (klinis atau laboratorium) disfungsi organ vital
Malaria berat: infeksi simtomatik dengan parasitemia malaria dengan tanda berat dan bukti
(klinis atau laboratorium) disfungsi organ vital
Diagnosis
Malaria
Diagnosis banding
1. Demam tifoid
2. Meningitis
3. Apendisitis
4. Gastroenteritis
5. Hepatitis
6. Influenza dan infeksi virus lainnya
32
DIVISI INFEKSI
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan apus darah tepi (baku emas):
Tebal: ada tidaknya Plasmodium
Tipis: identifikasi spesies Plasmodium/tingkat parasitemia (hitung parasit)
dikerjakaan saat penegakan diagnosis dan diulang pada hari ke 3, 7 , 14 dan 28 setelah
pengobatan
2. Rapid diagnostic test (RDT) malaria
3. Pemeriksaan penunjang lain sesuai dengan komplikasi yang terjadi:
a. Darah perifer lengkap
b. Urinalisis
c. SGOT, SGPT, bilirubin total/direk/indirek
d. Alkali fosfatase, albumin
e. Ureum, kreatinin
f. AGD dan elektrolit
g. Gula darah sewaktu
h. EKG
i. Foto toraks
j. Analisis cairan serbrospinalis
k. Biakan darah
4. Temuan laboratorium malaria berat:
hipoglikemia (guladarah< 40 mg/dl)
asidosismetabolik
anemia normositik berat (Hb< 5 g/dl, Ht< 15%)
haemoglobinuria
hyperparasitaemia (> 2%/100 000/μlp ada daerah transmisi rendah atau >5% atau
250.000/ulpada daerah transmisi tinggi)
hiperlaktatemia
gangguan ginjal
Tatalaksana
1. Antipiretik apabila demam > 38.5oC
2. Suportif (atas indikasi)
Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan dengan pemberian oral
atau parenteral
Pelihara keadaan nutrisi
Transfusi darah pack red cell 10 ml/kg atau whole blood 20 ml/kg apabila anemia
dengan Hb <7,1g/dl
33
DIVISI INFEKSI
Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) + Primakuin
34
DIVISI INFEKSI
35
DIVISI INFEKSI
Catatan
1) Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi jantung dan
dapat menimbulkan kematian.
2) Pada penderita dengan gagal ginjal, dosis rumatan kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya.
3) Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75 mg/kg.
4) Dosis kina maksimum : 2.000 mg/hari.
5) Hipoglikemia dapat terjadi pada pemberian kina parenteral oleh karena itu dianjurkan
pemberiannya dalam Dextrose 5%
Edukasi
1. Pemakaian kelambu saat tidur
2. Penggunaan losion anti nyamuk
3. Minum obat malaria pencegahan apabila bepergian kedaerah endemis malaria
Prognosis
Malaria
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ada bonam
36
DIVISI INFEKSI
Malaria Berat
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ada bonam
Level evidens
IV
Tingkat rekomendasi
C
Penelaah kritis
Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen IKA RSMH
Taksiran lama rawat
7-10 hari
Indikator medis
1. Bebas demam 24 jam tanpa antipretik
2. Respon klinis dan parasitologis memadai
3. Tidak ada parasitemia
4. Tidak ditemukan komplikasi
Kepustakaan
1. American Academy of Pediatrics. Malaria. Dalam: Pickering LK, Baker CJ, Long SS,
McMillan JA, penyunting. Red Book: 2006 Report of the committee in infectious
diseases. Edisi ke-27. Elk Grove Village, IL. American Academy of Pediatrics; 2006,
h. 435-41.
2. Daily JP. Malaria. Dalam: Anne AG, Peter JH, Samuel LK, penyunting. Krugman’s
infectious diseases of children. Edisi ke-11. Philadelphia; 2004. h. 337-48.
3. Krause, Peter J. Malaria (Plasmodium). Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, penyunting Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia; 2004. h.
1139-43.
4. Wilson CM. Plasmodium species (Malaria). Dalam: Long SS, Pickering LK, Prober
CG, penyunting. Principles and practice of pediatric infectious diseases. Edisi ke- 2.
Philadelphia, PA: Elsevier Science; 2003, h.1295-1301
5. World Health Organization. Severe falciparum malaria. Trans R Soc Trop Med Hyg.
2000.
6. Depkes RI. Pedoman Tatalaksana Malaria. Dirjen PP & PL Depkes RI. 2012.
7. Depkes R. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malara di Indonesia: Gebrak Malaria
Ditjen PP 7 PL. Depkes RI. 2008.
8. WHO. Guidelines for the Treatment of Malaria. 2nd edition. 2010.
9. Harijanto, P. Eliminasi Malaria pada Era Desentrallisasi. Dalam : Jendele Data dan
Informasi Kesehatan : Epidemiologi Malaria di Indonesia. Triwulan I. 2011.
37
DIVISI INFEKSI
Ka. Departemen Kesehatan Anak RSMH Ka. Divisi Infeksi & Penyakit
Tropis
Morbili
Kode ICD : B05
Definisi
Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus
campak. Penyakit ini sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal sampai
lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam, ditandai oleh panas tinggi diikuti dengan
keluarnya ruam yang kemudian menghitam pada akhir perjalanan penyakit.
Anamnesis
1. Demam tinggi terus menerus 38,5oC atau lebih
2. Disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila terkena cahaya
(fotofobia), seringkali diikuti diare
3. Timbul ruam kulit pada hari ke 4-5 demam, didahului oleh suhu yang meningkat lebih
tinggi dari semula.
4. Dapat mengalami kejang
5. Saat ruam timbul, anak masih demam, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga
anak mengalami sesak napas atau dehidrasi
6. Tanda penyembuhan: Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi)
Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium:
1. Stadium prodromal: berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan
batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda
patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak
Koplik yang timbul 24 jam sebelum muncul ruam dan menghilang pada hari ketiga
timbulanya ruam.
2. Stadium erupsi: ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang bertahan selama 5-
6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian
menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke ekstremitas. Saat timbul ruam anak masih
demam
38
DIVISI INFEKSI
Kriteria diagnosis
1. Sesuai dengan anamnesis
2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan serologis jika diperlukan (IgM campak)
Diagnosis kerja
Campak (ICD 10: B05)
Diagnosis banding
1. Rubela
2. Demam skarlatina
3. Eksantema subitum
4. Infeksi stafilokokus
5. Ruam akibat obat-obatan
Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi: jumlah leukosit normal/turun atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi
bakteri
2. Apabila ada komplikasi ensefalopati dilakukan:
a. Pemeriksaan cairan serebrospinalis
b. Kadar elektrolit darah
c. Analisis gas darah
3. Feses lengkap apabila ada komplikasi enteritis
4. Apabila ada komplikasi bronkopneumonia dilakukan:
a. Pemeriksaan foto rontgen dada
b. Analisis gas darah
Terapi
1. Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi,
antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi diberikan bila terjadi
kejang, dan vitamin A.
2. Indikasi rawat inap: hiperpireksia, dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau adanya
komplikasi.
3. Pasien dirawat di ruang isolasi, tirah baring.
39
DIVISI INFEKSI
4. Vitamin A diberikan sekali sehari selama 2 hari dengan dosis 50.000 IU pada usia < 6
bulan, pada usia 6 bulan-1 tahun 100.000 IU oral pada usia 6 bulan-1 tahun dan, 200.000
IU oral pada usia > 1 tahun.
5. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai, jenis makanan disesuaikan dengan
tingkat kesadaran pasien dan ada-tidaknya komplikasi.
6. Pengobatan komplikasi yang sesuai
7. Imunisasi campak dapat diberikan untuk pencegahan anak yang kontak dengan kasus
campak, apabila vaksin campak diberikan 72 jam setelah kontak campak.
8. Immunoglobulin dapat diberikan untuk mencegah timbulnya campak pada individu yang
terpapar dalam 6 hari, terutama diindikasikan pada kasus immunocompromised. Dosis
yang direkomendasikan 0,25 mg/kg IM, untuk pasien imunokompromais dosis yang
diberikan 0,5 mg/kg IM (dosis maksimum 15 mL). Immunoglobulin diberikan pada
kelompok risiko tinggi terjadinya komplikasi yaitu bayi < 1 tahun, wanita hamil, dan anak
yang immunocompromised
Edukasi
1. Rawat di bangsal isolasi
2. Tirah baring
3. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin.
4. Melaksanakan cuci tangan 6 langkah
5. Penyakit Campak merupakan penyakit yang swasirna.
6. Menjelaskan risiko terjadinya komplikasi pada pasien dengan gizi buruk dan anak
berumur lebih kecil: diare dengan dehidrasi, otitis media, croup, bronkopneumonia,
ensefalitis akut, SSPE
7. Imunisasi campak diberikan pada umur 9 bulan, diulang saat masuk sekolah SD (program
BIAS), atau imunisasi MMR pada umur 12-15 bulan diulang saat umur 5-6 tahun.
8. Pada anak yang pernah menderita campak, imunisasi tidak perlu diberikan
Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
Tingkat evidens
III
Tingkat rekomendasi
C
Penelaah kritis
Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen IKA RSMH
40
DIVISI INFEKSI
41
DIVISI INFEKSI
Omfalitis
Kode ICD : P 38.9
Definisi
Infeksi pada tali pusat yang umumnya terjadi pada periode neonatal. Umumnya disebabkan
oleh bakteri gram (+) dan/atau (-), namun dapat juga disebakan oleh bakteri anaerob.
Anamnesis
Gejala muncul dalam dua minggu pertama kehidupan
Kemerahan di sekitar tali pusat disertai keluar cairan berupa nanah yang berbau busuk
Demam atau hipotermi
Kuning
Malas minum
Iritabel
Pemeriksaan fisik
Pada tali pusat dan daerah sekitarnya ditemukan tanda inflamasi berupa kemerahan,
bengkak, dan nyeri.
Discharge berupa pus yang berbau busuk
Dapat disertai gejala sistemik berupa peningkatan suhu > 38C, instabilitas temperatur
tubuh, jaundice,takikardi, pemanjangan CRT, takipneu, dan perut kembung.
Kriteria diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis
Omfalitis
Diagnosis banding
42
DIVISI INFEKSI
Granuloma umbilical
Tetanus neonatorum
Selulitis
Sepsis
Pemeriksaan penunjang
Darah perifer lengkap
CRP
Pewarnaan gram, kultur dan resistensi dari apusan pus
Kultur darah
Tatalaksana
Terapi lokal:
Bersihkan umbilikus dengan alkohol 70% dan betadine.
Terapi sistemik:
- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis dan
- Gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis
Bila dicurigai disebabkan oleh kuman anaerob dapat diberikan metronidazol
Antibiotik kemudian dapat disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi dan/atau
perbaikan klins
Durasi pemberian antibiotik:
- Omfalitis tanpa komplikasi 7 hari
- Bila dijumpai komplikasi lain dapat diberikan selama 10-14 hari
Edukasi
- Perawatan pada tali pusar setelah melahirkan dengan menggunakan betadine, alkohol,
klorhideksin, bacitrasin atau silver sulfadiazine.
- Tidak menambahkan pemberian bahan topikal lain tali pusat selain yang disarankan
tenaga medis.
Prognosis
Dengan deteksi dini dan tatalaksana yang tepat :
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad functional : ad bonam
Tingkat evidens
III
Tingkat rekomendasi
C
Penelaah kritis
43
DIVISI INFEKSI
44
DIVISI INFEKSI
PERTUSIS
ICD-10 : A37.9
Pengertian (Definisi)
Penyakit saluran napas yang disebabkan oleh Bordetella pertusis
Anamnesis
Penyakit berlangsung selama 6-12 minggu, terdiri dari 3 stadium :
1. Stadium kataral : pilek, lakrimasi, batuk ringan, suhu tubuh biasanya normal, keparahan
batuk meningkat setelah 1-2 minggu
2. Stadium paroksismal : batuk paroxismal, batuk panjang diakhiri dengan suara whoop
saat inspirasi. , sianosis, lakrimasi
3. Stadium konvalescen
Pemeriksaan Fisik
1. Batuk-batuk panjang
2. Tidak ada inspirasi diantaranya dan di akhiri dengan Whoop saat inspirasi.
Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisis
3. Pemeriksaan penunjang (darah rutin, kultur sputum, swab tenggorokan)
Diagnosis
Pertusis
Diagnosis Banding
1. Trankeobronkitis
2. Bronkiolitis
Pemeriksaan Penunjang
45
DIVISI INFEKSI
Edukasi
Prognosis
Ad vitam : dubia ad
Ad sanationam : dubia ad
Ad fungsionam : dubia ad
Tingkat evidens
Tingkat Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis
Target
Kepustakaan
Wood N, Mc Intyre P. Pertussis: Review of Epidemiology, Diagnosis, Management, and
Prevention. Paediatric Respiratory Review 2008; 9: 201–212
46
DIVISI INFEKSI
Sepsis
Kode ICD : A41.9
Definisi
Sepsis: sindrom klinis hasil dari respon inflamasi sistemik (Systemic inflammatory response
syndrome/SIRS) terhadap infeksi (dugaan klinis/terbukti)
SIRS: respon klinis terhadap proses infeksi atau non-infeksi yang ditandai dengan minimal 2
keadaan berikut (salah satunya harus temperatur atau jumlah lekosit yang abnormal):
suhu core 38,5oC atau <36oC
takikardi atau bradikardi
takipneu
leukositosis, leukopenia atau hitung jenis bergeser ke kiri (netrofil imatur > 10%)
Infeksi: Adanya dugaan infeksi pathogen atau terbukti (berdasarkan hasil biakan positif,
pewarnaan jaringan, atau uji PCR) ATAU sindrom klinis yang sangat dicurigai berhubungan
dengan infeksi. Bukti infeksi meliputi temuan positif pada pemeriksaan klinis, pencitraan,
atau laboratorium (misal: ditemukannya sel darah putih pada cairan tubuh yang seharusnya
steril, perforasi viscus, gambaran radiografi sesuai pneumonia, ruam petekie atau purpura,
atau purpura fulminans).
Sepsis berat: sepsis + disfungsi organ akut (minimal 1 organ: kardiovaskular atau sindrom
distress pernapasan akut) atau minimal 2 disfungsi organ lainnya.
Syok septik: sepsis + syok yang refrakter terhadap resusitasi cairan atau disfungsi
kardiovaskular
Anamnesis
1. Adanya faktor risiko untuk sepsis, infeksi primer atau dapat ditemukan fokus infeksi yang
mendasari timbulnya sepsis.
47
DIVISI INFEKSI
2. Adanya tanda awal sepsis yang dapat berupa demam, hiperventilasi, takikardia,
vasodilatasi yang disusul dengan hipotensi
3. Gelisah dan agitasi
4. Letargifg
5. Muntah
6. BAK sedikit
7. Riwayat luka bakar luas
8. Diketahui immunokompromais atau immunosupresi
9. Riwayat tindakan pembedahan/ prosedur invasif/ rawat inap
10. Menggunakan IVCD, VP shunt, invasive airway
11. Riwayat pemberian antibiotik atau antivirus
Pemeriksaan fisik
1. Penurunan kesadaran, letargi, agitasi
2. Hipotermia atau hipertermia
3. Takikardia atau bradikardi
4. Hiperventilasi
5. Gangguan perfusi atau hipotensi
6. Dehidrasi
7. Perut kembung
8. Timbulnya petekia dan purpura
9. Ditemukan selulitis atau inflamasi sendi
Kriteria diagnosis
1. Sesuai dengan anamnesis
2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik
Diagnosis kerja
Sepsis
Diagnosis banding
1. Intoksikasi
2. Sindrom Kawasaki
3. Leptospirosis
4. Tuberkulosis
5. Malaria
6. Kriptokokosis
7. Penyakit Lyme
48
DIVISI INFEKSI
49
DIVISI INFEKSI
Edukasi
1. Tirah baring
2. Imunisasi
3. Perbaiki nutrisi
4. Perbaiki higiene pribadi dan lingkungan
5. Edukasi prognosis kepada pasien dan keluarganya
Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam: dubia
Tingkat evidens
III
Tingkat rekomendasi
C
Penelaah kritis
Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen IKA RSMH
Taksiran lama rawat
10-15 hari
Indikator medis
1. Bebas demam 24 jam tanpa antipretik
2. Perbaikan klinis
3. Hemodinamik stabil
4. Tidak terjadi komplikasi
50
DIVISI INFEKSI
Kepustakaan
1. Sepsis dan Syok Sepsis. Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI.
Penyunting. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI. 2008. h358-63
2. Feigin RD. Bacteremia and Septicemia. Dalam: Behreman RE, Vaughn VC and Nelson
WE. Penyunting) Nelson textbook of pediatrics, edisi ke 13. Philadelphia: WB Saunders.
Co, 1987: 568
3. Moffet HL. Sepsis and bacteremia. Moffet pediatric infectious disease, edisi ke-3
Philadelphia: JB Lippincott, 1989. H 292-9
4. Jaffari NS, McCracken Jr MD. Sepsis and septic shock: a review for clinicians. Pediat
Infect Dis Journ, 1992; 11: 739-49
5. Goldstein B, Giroir B, Rnadoplph A; International Consensus Conference on Pediatric
Sepsis. International pediatric sepsis consensus conference : definition for sepsis and
organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med. 2005. Jan;6(1):2-8
6. Dellinger RP, et al. Surviving Sepsis Campaign : International Guidelines for
Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012. Critical Care Medicine, 2013.
Feb;41(2):580-637
51
DIVISI INFEKSI
52