Anda di halaman 1dari 10

Dampak Pemilihan Umum Serentak Bagi Pembangunan Demokrasi

Indonesia

Whindy Salsa Nabila


IIK STRADA INDONESIA
whindysalsanabila@gmail.com

Abstrak
Pemilu adalah mekanisme demokrasi untuk memilih seseorang yang akan mewakili rakyat
dan memimpin pemerintahan. Sejak 1955, Indonesia telah menyelenggarakan 11 pemilu.
Berdasarkan UUD 1945 pasal 1 ayat 3, memberikan hak kepada rakyat untuk menentukan
kekuasaan. Pada tahun 2014, Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum untuk
memilih anggota parlemen dan presiden yang digelar dihari yang berbeda. Sebulan sebelum
pemilihan umum dilakukan, Mahkamah Konstitusi mengumumkan peninjauan pengujian
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008. Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan
legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden yang digelar serentak. Keputusan
Mahkamah Konstitusi No 14/PUUXI/ 2013 memiliki implikasi hukum pada pemilihan umum
2014 dan juga mepilihan umum 2019. Sejak awal hukum baru disahkan, KPU telah membuat
semua persiapan untuk menyelenggarakan pemilihan secara serentak di Indonesia. Tujuan
utamanya adalah untuk mengurangi biaya. Kualitas demokrasi tergantung kepada keadilan
bukan kepada biaya yang dihabiskan. Hal ini penting untuk memastikan keadilan dan pada
waktu yang bersamaan juga menghindari terjadinya konflik yang mungkin terjadi.

Kata kunci: Demokrasi dan Pemilu serentak

1. Latar Belakang Pemilu untuk memilih pejabat-pejabat

Pemilu adalah wujud nyata demokrasi publik di bidang legislatif dan eksekutif

prosedural, meskipun demokrasi tidak baik di pusat maupun daerah. Demokrasi

sama dengan pemilihan umum, namun dan Pemilu yang demokratis saling

pemilihan umum merupakan salah satu merupakan “qonditio sine qua non”, the

aspek demokrasi yang sangat penting yang one can not exist without the others.

juga harus diselenggarakan secara Dalam arti bahwa Pemilu dimaknai

demokratis. Oleh karena itu, lazimnya di sebagai prosedur untuk mencapai

negara-negara yang menamakan diri demokrasi atau merupakan prosedur untuk

sebagai negara demokrasi mentradisikan memindahkan kedaulatan rakyat kepada


kandidat tertentu untuk menduduki 2. Kasus/Masalah
jabatan-jabatan politik (Veri Junaidi, 2009:
Bagaimana dampak dari sistem pemilihan
106). Pemilu menunjukkan bahwa
umum serentak untuk mengembangkan
kekuasaan politik berasal dari rakyat dan
demokrasi di Indonesia?
dipercayakan demi kepentingan rakyat,
dan bahwa kepada rakyatlah para pejabat 3. Tinjauan Pustaka
bertanggung jawab atas tindakan-
Pemilu adalah wujud nyata demokrasi
tindakannya (David Bentham dan Kevin
prosedural, meskipun demokrasi tidak
Boyle, 2000). Selanjutnya Moh. Mahfud
sama dengan pemilihan umum, namun
mengatakan bahwa kedaulatan rakyat
pemilihan umum merupakan salah satu
mengandung pengertian adanya
aspek demokrasi yang sangat penting yang
pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat,
juga harus diselenggarakan secara
menunjukkan bahwa pemerintahan dari
demokratis. Pemilu menunjukkan bahwa
rakyat mengandung pengertian yang
kekuasaan politik berasal dari rakyat dan
berhubungan dengan pemerintahan yang
dipercayakan demi kepentingan rakyat,
sah dan diakui (legitimate government) di
dan bahwa kepada rakyatlah para pejabat
mata rakyat (Moh. Mahfud MD, 1999).
bertanggung jawab atas tindakan-
Pemerintahan yang sah dan diakui berarti
tindakannya (David Bentham dan Kevin
suatu pemerintahan yang mendapat
Boyle, 2000). Selanjutnya Moh. Mahfud
pengakuan dan dukungan yang diberikan
mengatakan bahwa kedaulatan rakyat
oleh rakyat. Legitimasi bagi suatu
mengandung pengertian adanya
pemerintahan sangat penting karena
pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat,
dengan legitimasi tersebut, pemerintahan
menunjukkan bahwa pemerintahan dari
dapat menjalankan roda birokrasi dan
rakyat mengandung pengertian yang
program-programnya sebagai wujud dari
berhubungan dengan pemerintahan yang
amanat yang diberikan oleh rakyat
sah dan diakui (legitimate government) di
kepadanya (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003).
mata rakyat (Moh. Mahfud MD, 1999).
Pemerintahan dari rakyat memberikan
gambaran bahwa pemerintah yang sedang 4. Pembahasan
memegang kekuasaan dituntut A. Pemilihan Umum di Indonesia
kesadarannya bahwa pemerintahan
Pemilihan Umum dilaksanakan di
tersebut diperoleh melalui pemilihan dari
Indonesia untuk memilih anggota lembaga
rakyat bukan dari pemberian wangsit.
perwakilan, presiden dan wakil presiden.
Konstitusi dalam Pasal 22E UUD 1945 memilih pemimpin dan wakilnya di
mengatur ketentuan tentang Pemilu secara parlemen; (2) kondisi dan aspek kehidupan
jelas dan detail, sebagai berikut: masyarakat juga mengalami perubahan
sesuai dengan kondisi dan situasi,
1) Pemilihan umum dilaksanakan secara
tergantung dari lingkungan yang
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
mempengaruhinya. Artinya, ada beberapa
adil setiap lima tahun sekali. 2) Pemilihan
faktor yang dapat merubah aspirasinya,
umum diselenggarakan untuk memilih
yaitu karena faktor dinamika dalam
anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
lingkungan lokal atau dalam negeri, atau
Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan
dunia international, baik karena faktor
Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan
internal maupun eksternal masyarakat itu
Rakyat Daerah. 3) Peserta pemilihan
sendiri; (3) meningkatnya pertumbuhan
umum untuk memilih anggota Dewan
penduduk, dapat juga mempengaruhi
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan
aspirasi rakyat; dan (4) diperlukannya
Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai
pemilu secara teratur untuk ritme
politik. 4) Peserta pemilihan umum untuk
pemerintahan yang lebih baik.
memilih anggota Dewan Perwakilan
Daerah adalah perseorangan. 5) Pemilihan Putusan Mahkamah Konstitusi
umum diselenggarakan oleh suatu komisi No.14/PUU-XI/2013 merupakan pengujian
pemilihan umum yang bersifat nasional, Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat
tetap, dan mandiri. 6) Ketentuan lebih (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112
lanjut tentang pemilihan umum diatur Undang-Undang No.42 Tahun 2008
dengan undang-undang tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden. Beberapa pasal tersebut
B. Pemilu Serentak
mengatur ketentuan Pemilu Anggota
Di Indonesia saat ini, menggunakan sistem Lembaga Perwakilan dan Pemilihan
pemilu berkala, yaitu antara sistem pemilu Presiden yang dilaksanakan terpisah,
legislatif (DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan namun berdasar putusan Mahkamah
DPRD Kabupaten/Kota) terpisah dengan Konstitusi ketentuan beberapa pasal
pemilu presiden dan wakil presiden, tersebut dinyatakan bertentangan dengan
ditambah dengan pemilu kepala daerah. UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
Alasannya, menurut Assiddiqie, yaitu: (1) hukum mengikat. Implikasi dari
perubahan atas sikap dan pendapat pembatalan tersebut adalah
masyarakat sebagai aspirasi dalam dilaksanakannya “Pemilihan Umum
Nasional Serentak” atau Pemilu Anggota dan jangka panjang, misalnya karena
Lembaga Perwakilan dan Pemilihan persamaan garis perjuangan partai politik
Presiden dilakukan secara serentak yang jangka panjang. Oleh karena itu, Presiden
dimulai pada tahun 2019 dan tahun-tahun pada faktanya menjadi sangat tergantung
selanjutnya. Putusan ini menarik dan pada partai-partai politik sehingga dapat
sesuai dengan perkembangan mereduksi posisi Presiden dalam
ketatanegaraan Indonesia yang semakin menjalankan kekuasaan pemerintahan
demokratis, Mahkamah Konstitusi sebagai menurut sistem pemerintahan presidensial.
lembaga pengawal demokrasi dan satu- Dengan demikian penyelenggaraan Pilpres
satunya lembaga penafsir konstitusi harus menghindari terjadinya negosiasi
memiliki kewenangan untuk menata sistem dan tawar-menawar (bargaining) politik
ketatanegaraan dan demokratisasi yang yang bersifat taktis demi kepentingan
mengarah pada idealisasi sistem pemilu di sesaat, sehingga tercipta negosiasi dan
Indonesia melalui pengujian undang- koalisi strategis partai politik untuk
undang. Perkembangan demokratisasi di kepentingan jangka panjang. Mahkamah
Indonesia pasca reformasi memang telah Konstitusi bertujuan menata sistem pemilu
melaju kencang, misalnya Pilpres lebih baik dan mampu melahirkan presiden
langsung. Menurut Mahkamah Konstitusi dan wakil presiden yang berkualitas, serta
bahwa dalam penyelenggaraan Pilpres mampu menyelesaian persoalan bangsa
tahun 2004 dan tahun 2009 yang dilakukan dan negara. Pilpres yang dilakukan setelah
setelah Pemilu Anggota Lembaga Pemilu Legislatif (Pemilu tidak serentak)
Perwakilan ditemukan fakta politik bahwa telah menyebabkan sistem pemilu dan
untuk mendapat dukungan demi sistem pemerintahan presidensiil keluar
keterpilihan sebagai Presiden dan dari rel konstitusi, sehingga untuk
dukungan DPR dalam penyelenggaraan mengembalikan hal tersebut pada sistem
pemerintahan, jika terpilih calon Presiden yang benar menurut konstitusi harus
terpaksa harus melakukan negosiasi dan dengan membatalkan beberapa ketentuan
tawar-menawar (bargaining) politik Pasal dalam UU Pilpres yang mengatur hal
terlebih dahulu dengan partai politik yang tersebut. Menurut Mahkamah Konstitusi
berakibat sangat mempengaruhi jalannya bahwa norma pelaksanaan Pilpres yang
roda pemerintahan di kemudian hari. dilakukan setelah Pemilu Legislatif telah
Negosiasi dan tawar-menawar tersebut nyata tidak sesuai dengan semangat yang
pada kenyataannya lebih banyak bersifat dikandung oleh UUD 1945 dan tidak
taktis dan sesaat daripada bersifat strategis sesuai dengan makna pemilihan umum
yang dimaksud oleh UUD 1945, pemilihan umum, serta hak warga negara
khususnya dalam Pasal 22E ayat (1) UUD untuk memilih secara cerdas.
1945 yang menyatakan, “Pemilihan umum
Pemilu nasional serentak tidak hanya
dilaksanakan secara langsung, umum,
memberikan implikasi pada ranah hukum
bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima
tata negara atau politik ketatanegaraan
tahun sekali” dan Pasal 22E ayat (2) UUD
saja, tetapi memiliki implikasi yang besar
1945 yang menyatakan, “Pemilihan umum
dalam kajian ilmu politik. Dalam
diselenggarakan untuk memilih anggota
perspektif ilmu politik, pemilu nasional
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
serentak memiliki sejumlah keuntungan
Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
yang bersifat hipotetik dilihat dari sisi
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
pelembagaan politik dan konsolidasi
Daerah”, serta Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
demokrasi di Indonesia, meliputi:
yang menyatakan, “Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut 1. Pemilu nasional serentak bertujuan
UUD”. Artinya pemilu yang tidak serentak menciptakan hasil pemilu yang kongruen
menurut UU Pilpres tersebut bertentangan Secara akademis konsep pemilu serentak
dengan UUD 1945, namun dalam dasar ini hanya memungkinkan berlaku dalam
pertimbangan Mahkamah Konstitusi sistem pemerintahan presidensial. Inti
bahwa penyelenggaraan Pilpres dan konsep ini adalah menggabungkan
Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan pelaksanaan pemilu legislatif dan eksekutif
tahun 2009 dan 2014 yang dalam satu hari yang sama, sehingga
diselenggarakan secara tidak serentak kemungkinan terciptanya pemerintahan
dengan segala akibat hukumnya harus yang kongruen, maksudnya terpilihnya
tetap dinyatakan sah dan konstitusional. pejabat eksekutif (Presiden dan Wakil
Adapun argumentasi Mahkamah Presiden) yang mendapat dukungan
Konstitusi bahwa Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 legislatif sehingga pemerintahan stabil dan
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan efektif. Kongruensi pemerintahan yang
Pasal 112 Undang-undang No.42 Tahun tercipta ini diasumsikan akan berkorelasi
2008 bertentangan dengan UUD 1945 secara signifikan terhadap stabilitas dan
didasarkan pada tiga pertimbangan pokok, efektivitas pemerintahan. Pemerintahan
yaitu kaitan antara sistem pemilihan dan diharapkan akan efektif dalam
pilihan sistem pemerintahan presidensial, pengambilan keputusan karena mayoritas
original intent dari pembentuk UUD 1945, kursi parlemen dipegang oleh partai yang
efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan mengusung presiden terpilih. Inilah yang
sering diasumsikan bahwa pemilu serentak Pemilu nasional serentak ini mendorong
berkorelasi positif terhadap penguatan terciptanya koalisi berbasis kebijakan,
presidensialisme di Indonesia. Konsep dan sebab pemilu juga membutuhkan partai
desain ini didasarkan pengalaman Negara- politik yang kuat dan daya tahan memadai
negara Amerika Latin yang menggunakan dalam mewakili kepentingan masyarakat
sistem pemilu presidensial dengan pemilu dan menawarkan pilihan-pilihan kebijakan
tidak serentak yang mengakibatkan untuk menunjukkan kemampuannya dalam
pemerintahannya tidak stabil akibat menuju kebaikan umum (bonum
pertikaian antara presiden terpilih dengan publicum) (A.Ahsin Tohari, 2012: 580),
parlemen yang mayoritas anggotanya tidak dan sekaligus meminimalkan pragmatisme
berasal dari partainya presiden atau partai politik yang kerap menjadi acuan aktor-
koalisi pendukung presiden. Untuk aktor dan partai-partai politik dalam
mengatasi persoalan ini, Brasil kemudian berkoalisi. Sebagaimana yang terjadi saat
mengadakan pemilu serentak mulai 1994 ini, pemilu model serial/ tidak serentak
dan dalam waktu 15 tahun kemudian sangat rawan pragmatisme politik karena
Brasil menunjukkan stabilitasnya, dan parpol bergabung dalam sebuah koalisi
bahkan menjadi salah satu kekuatan cenderung untuk mendapatkan kekuasaan
ekonomi dunia saat ini. Sukses Negara (office-oriented approach), bukan karena
Brasil kemudian diikuti oleh banyak memperjuangkan kebijakan
Negara di kawasan itu. Menurut Shugart, (policyoriented approach). Berdasarkan
kongruensi ini tercipta karena dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di
pemilu serentak terdapat efek yang atas pelaksanaan pemilu yang tidak
namanya coattail effect, di mana serentak membuat pengawasan maupun
keterpilihan calon presiden akan checks and balances antara DPR dan
mempengaruhi keterpilihan calon Presiden tidak berjalan dengan baik.
legislative (Mattew Soberg Shugart dan Sebab, pasangan calon presiden dan wakil
Scott Mainwaring, 1997). Artinya, orang presiden kerap menciptakan koalisi taktis
setelah memilih capres akan cenderung yang bersifat sesaat dengan partai-partai
memberikan pilihannya terhadap legislatif politik. Apa yang terjadi dalam dua kali
yang berasal dari partai yang mengusung pelaksanaan pemilihan preisden ini tidak
presiden (Heather Stoll, 2011). melahirkan koalisi jangka panjang yang
dapat melahirkan penyederhanaan partai
2. Pemilu nasional serentak ini mendorong
politik secara alamiah. Dengan pemilu
terciptanya koalisi berbasis kebijakan
serentak, parpol tak bisa lagi berkoalisi
secara pragmatis. Parpol akan lebih harus berasal dari hasil sebuah proses yang
selektif mencari calon, dan tak sekadar terbuka dan partisipatif. Dengan cara
mengandalkan pertimbangan matematis. seperti itu, posisi sentral (seperti ketua
Dalam jangka panjang, hal ini diharapkan umum, ketua dewan pembina dan lain-
bermuara pada penyederhanaan sistem lain) di partai politik tidak otomatis
kepartaian secara alamiah. menjadi jalan tol menjadi calon presiden
dan/atau wakil presiden. Melihat realitas
3. Pemilu nasional serentak mendorong
empirik selama ini, mengharapkan semua
kualitas Parpol yang lebih demokratis
partai politik untuk lebih demokratis.
Kehadiran dan peran partai politik saat ini
Karena itu, tidak ada pilihan lain, kecuali
menjadi prasyarat penting bagi praktik
Undang-undang tentang Partai Politik
demokrasi modern, bahkan demokrasi
memberikan paksaan yang tak mungkin
modern adalah demokrasi partai (Richard
dihindari. Dalam hal ini, undang-undang
S Katz, 1980). Literatur studi demokrasi
tersebut harus menentukan kerangka dasar
umumnya menyebut adanya partai politik
keterbukaan proses pengajuan pasangan
yang bebas, otonom, dan kompetitif
calon. Jika perlu, sekiranya tidak
merupakan conditio sine quo non bagi
melakukan proses terbuka dan partisipatif,
praktik demokrasi. Sistem politik
partai politik bersangkutan kehilangan
demokratis diyakini mampu memfasilitasi
haknya mengajukan pasangan calon.
kehidupan partai politik yang bebas,
otonom, dan kompetitif, maka 4. Pemilu nasional serentak potensial
demokratisasi partai politik mensyaratkan meminimalkan konflik antar partai atau
demokratisasi sistem politik terlebih dulu. pendukung partai. Konflik tak lagi
Tanpa sistem politik demokratis, sulit berkepanjangan sepanjang tahun, sehingga
muncul partai politik yang bebas, otonom, dari sisi manajemen konflik jadi lebih
dan kompetitif. Dalam sistem politik non- mudah untuk ditangani. Energi pendukung
demokratis, kehidupan partai politik partai dapat diarahkan untuk kegiatan
umumnya tidak bebas, tidak otonom, dan positif lain yang mengarah pada
tidak kompetitif (Munafrizal Manan, pelembagaan partai politik. Bahkan pemilu
2012). Sebagai saluran utama pengajuan nasional serentak lebih efisien, hemat
pasangan calon presiden dan wakil waktu dan hemat biaya. Efisiensi dalam
presiden, demokratisasi internal partai konteks pemilu serentak ini bisa dilihat
politik menjadi sebuah keniscayaan. dari beberapa aspek, antara lain efisiensi
Artinya, pasangan calon yang diajukan waktu dan biaya pemilu. Trilyunan uang
negara dapat dialihkan untuk memenuhi presiden independen (Sudarto
hak konstitusional lain yang tidak kalah Danusubroto). Menurut Didik Supriyanto
penting, sebab dalam tahapan pemilu sebagaimana dikutip Ria Casmi Arrsa (Ria
legislatif dan presiden yang bersamaan/ Casmi Arrsa, 2014: 532-533) bahwa
serentak banyak hal yang bisa diringkas gagasan Pemilu serentak mampu
dalam satu paket pekerjaan. Apalagi mengatasi politik dinasti dengan dasar
sekitar 65% biaya pemilu dialokasikan argumentasi Pertama, bila pemilu legislatif
untuk honor petugas pemilu, sehingga dan pemilu eksekutif dilaksanakan
makin banyak pemilu digelar, maka makin bersamaan, setiap orang (termasuk
besar biaya yang dikeluarkan. Selanjutnya petahana dan kerabatnya) memiliki
dalam aspek efisiensi biaya politik, karena peluang terbatas untuk mencalonkan diri.
biaya kampanye caleg dan capres jadi satu Mereka harus memilih salah satu jabatan
maka politik biaya tinggi sebagaimana yang hendak digapai: anggota legislatif
praktik yang terjadi saat ini bisa atau jabatan eksekutif. Baik yang terpilih
diminimalkan. Dampak positif lebih lanjut, maupun yang tidak berada dalam posisi
berpotensi kurangi money politics dan sama dalam kurun lima tahun ke depan.
korupsi, sebab strategi pemenangan Bandingkan dengan situasi saat ini. Pada
kandidat dengan menggunakan praktik saat pemilu legislatif, setiap orang
politik uang memunculkan persaingan memburu kursi DPR, DPD, dan DPRD.
tidak sehat dalam pemilu karena Selang satu atau dua tahun kemudian,
memunculkan lapangan bermain yang mereka yang sudah mendapat kursi
tidak sama (un equity of playing field), parlemen maupun yang gagal bergerak ke
ketimpangan akses menuju pucuk arena eksekutif berebut kursi kepala
pimpinan jabatan publik, dan lahirnya daerah dalam pilkada. Bagi pemilik kursi
politik yang terkooptasi yang menurunkan parlemen yang gagal bisa kembali
kualitas demokrasi, dan mengorbankan menduduki kursinya; sedangkanyang
kepentingan public (Devi Darmawan, berhasil akan meninggalkan kursinya
2012). Selain itu, dengan pemilu nasional untuk orang lain, yang bisa jadi adalah
serentak akan terjadi perubahan drastis kerabatnya. Kedua, penggabungan pemilu
mengenai presidential threshold, sebab legislatif dan pemilu eksekutif memaksa
semua partai politik yang lolos menjadi partai-partai politik membangun koalisi
peserta pemilu akan bisa mengajukan sejak dini. Mereka sadar, keterpilihan
calon presiden dan calon wakil presiden. calon pejabat eksekutif yang mereka usung
Bahkan, bisa jadi akan masuk juga calon akan memengaruhi keterpilihan calon-
calon anggota legislatif. Hal ini mendorong terciptanya koalisi berbasis
mendorong partaipartai akan membangun kebijakan; (3) Pemilu nasional serentak
koalisi besar sehingga pasca pemilu mendorong kualitas Parpol yang lebih
menghasilkan blocking politic di satu demokratis; (4) Pemilu nasional serentak
pihak, terdapat koalisi besar yang potensial meminimalkan konflik antar
memenangi jabatan eksekutif sekaligus partai atau pendukung partai. Konflik tak
menguasai kursi parlemen; di pihak lain lagi berkepanjangan sepanjang tahun,
terdapat koalisi gagal meraih jabatan sehingga dari sisi manajemen konflik jadi
eksekutif yang menjadi kelompok lebih mudah untuk ditangani. Energi
minoritas parlemen sehingga mau tidak pendukung partai dapat diarahkan untuk
mau menjadi oposisi. Dengan demikian kegiatan positif lain yang mengarah pada
melalui gagasan Pemilu serentak pelembagaan partai politik.
diharapkan menjadikan suatu upaya untuk
6. Daftar Pustaka
membangunan kualitas demokrasi yang
terkonsolidasi sehingga secara simultan A.Ahsin Thohari. (2012). Deklinasi Partai
akan berdampak pada menguatnya sistem Politik dalam Sistem Ketatanegaraan
Presidensil di Indonesia. Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia Vol.
9 No. 4 Desember 2012.
5. Kesimpulan
Prasetyoningsih, N. (2014). Dampak
Tujuan Pemilu dan demokratisnya sebuah
Pemilihan Umum serentak bagi
Pemilu, juga terdapat fungsi pemilu yang
pembangunan demokrasi Indonesia. Jurnal
tidak bisa dipisahkan satu sama lain, yaitu:
Media Hukum, 21(2), 23.
(1) sebagai sarana legitimasi politik,
terutama menjadi kebutuhan pemerintah Ria Casmi Arrsa. (2014). Pemilu Serentak
dan sistem politik untuk mendapatkan dan Masa Depan Konsolidasi Demokrasi.
sumber otoritas dan kekuatan politiknya. Jurnal Konstitusi, Volume 11, Nomor 3,
(2) fungsi perwakilan rakyat. Pemilu September 2014.
nasional serentak memiliki sejumlah
Karina, Z., & Sodik, M. A. (2018).
keuntungan yang bersifat hipotetik dilihat
Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap
dari sisi pelembagaan politik dan
Kesehatan.
konsolidasi demokrasi di Indonesia,
meliputi: (1) Pemilu nasional serentak NABILA, W. S. (2021, October 27).
bertujuan menciptakan hasil pemilu yang TOLERANSI DALAM UMAT
kongruen; (2) Pemilu nasional serentak ini BERAGAMA DALAM
MEMPERKOKOH PERSATUAN DAN
KESATUAN BANGSA.

Anda mungkin juga menyukai